Senin, 16 September 2019

Jurnal Storytelling


EFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK MELALUI TEKNIK BERCERITA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER SISWA
(Penelitian Tindakan terhadap Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Tahun Ajaran 2012-2013)

Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
 (0800867)


ABSTRAK. Penelitian bertujuan untuk mengungkap profil karakter siswa, mengetahui muatan cerita yang dapat mengembangkan karakter, dan uji coba keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dalam mengembangkan karakter siswa. Pendekatan penelitian yang digunakan yakni pendekatan kuantitatif-kualitatif, dengan metode penelitian tindakan. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen pengungkap karakter siswa. Hasil penelitian menunjukkan: a) profil karakter siswa menunjukkan kategori kuat pada aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral; b) muatan cerita dalam program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat mengembangkan karakter siswa; dan c) program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Rekomendasi penelitian memberikan implikasi kepada: a) konselor; b) pihak sekolah; dan c) peneliti selanjutnya.

Kata Kunci : program bimbingan kelompok, teknik bercerita, karakter.


PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan faktor pembentukan karakter dan kecakapan hidup merupakan hal yang perlu diperhatikan. Menyadari bahwa pendidikan karakter merupakan bagian yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 telah menetapkan  pendidikan karakter sebagi misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional.
Dasim, et al. (2011:55) menjelaskan kebijakan pemerintah dalam menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertama dari delapan misi pembangunan jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 perlu didukung dan implementasikan oleh berbagai komponen masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing, termasuk di dalamnya oleh kalangan pendidikan. Selanjutnya menurut Sunaryo (2010:43) pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan Nasional sebagai rujukan normatif. Proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik kognitif, konatif, afektif, maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural. Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Pendidikan pengembangkan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai dari sejak dini sampai dewasa. Pembentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setting kehidupan otentik dan tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam setting kehidupan alamiah.
Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral adalah hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera (Megawangi, 2004:1).
Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan komprehensif, dan terfokus dari aspek guru sebagai “role model,” disiplin sekolah, kurikulum, proses pembelajaran, manajemen kelas dan sekolah, integrasi materi karakter dalam seluruh aspek kehidupan kelas, kerjasama orang tua dan masyarakat dan sebagainya. Berbagai macam persoalan yang telah dipaparkan tidak akan berkurang jika tidak segera memulai proses pembentukan karakter dalam konteks pendidikan, baik secara langsung melalui sistem pembelajaran terpadu yang berbasis karakter  maupun  penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu bagian penting dalam pelaksanaan  pendidikan di sekolah, mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dalam membina perkembangan siswa termasuk membangun karakter.  Prinsip bimbingan dan konseling adalah “guidance and counseling for all”, artinya individu memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan bimbingan dan konseling, siapa pun individu itu, dari mana pun individu itu berasal, dan bagaimana pun kondisi individu. Program bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk mengembangkan karakter siswa. Atas dasar pemikiran tersebut, maka perlu dikaji keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik mengenai tingkat efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan proses analisis dan penafsirannya. Dalam penelitian, data utama dari hasil penelitian dengan pendekatan kuantitatif didukung dengan data berdasarkan hasil observasi dari pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian tindakan (action research). Penelitian tindakan dipilih atas dasar pertimbangan mencari solusi dari permasalahan cara untuk mengembangkan karakter siswa dengan pengoptimalan teknik bercerita yang diujicobakan, karena pada metode penelitian tindakan terdapat proses evaluasi dan perbaikan di setiap siklus. Penelitian tindakan bertujuan untuk menggambarkan proses tindakan berupa layanan bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.
Prosedur penelitian mengacu kepada siklus penelitian dengan menggunakan Model Spiral dari Stephen Kemmis dan Mc Tagart (Arikunto, 2006:97). Penelitian tindakan dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical) yang terdiri dari empat tahapan, planning (perencanaan), action (pelaksanaan), observation/evaluation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak tiga siklus. Siklus I bertujuan agar siswa dapat memahami urgensi dan rasional tentang pengetahuan moral selanjutnya siklus II bertujuan agar siswa dapat membangun  perasaan moral dan siklus III bertujuan agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral.
Populasi penelitian adalah siswa Kelas X yang secara administratif terdaftar dan aktif dalam pembelajaran di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013. Penentuan sampel penelitian yakni berdasarkan hasil observasi awal dan hasil angket pengungkap karakter siswa dengan mengambil siswa yang memiliki karakter lemah, yang menjadi sampel penelitian sebanyak 16 siswa Kelas X-4 SMA PGRI 1 Bandung. Dasar pertimbangan penetapan jumlah subjek yang akan diberi treatment didasarkan atas gejala masalah yang dihadapi oleh 16 siswa tersebut. Angket atau kuesioner dalam penelitian dipergunakan untuk memperoleh data tentang profil karakter siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Angket pengungkap karakter siswa diadaptasi dari grand teori Thomas Lickona (1992) menjelaskan tentang komponen  karakter yang baik.

HASIL PENELITIAN
1.    Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Secara rinci, profil karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 dapat dilihat pada Grafik 1.1 yakni sebagai berikut.

Grafik 1.1
Profil Karakter Siswa SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013

Secara umum profil karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 berada pada kategori kuat. Artinya siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.

2.    Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Profil pencapaian aspek karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 dapat dilihat pada Grafik 1.2 yakni sebagai berikut.

Grafik 1.2
Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung  Tahun Ajaran 2012-2013
            Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa aspek pengetahuan moral dan perasaan moral mayoritas siswa berada pada kategori kuat. Artinya siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri. Sedangkan pada aspek perilaku moral mayoritas siswa berada pada kategori lemah. Artinya siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang kurang optimal pada setiap aspeknya. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.

3.    Profil Individual Karakter Siswa
Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa sebanyak 4 dari 16 siswa memiliki peresentase rendah pada aspek pengetahuan moral. Lalu sebanyak 3 dari 16 siswa memiliki presentase rendah pada aspek perasaan moral. Selanjutnya sebanyak 11 dari 16 siswa memiliki presentase rendah pada aspek perilaku moral. Dengan kata lain siswa memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah dan mudah dipengaruhi oleh orang lain. Data ini mengindikasikan kebutuhan layanan bimbingan paling difokuskan terhadap aspek perilaku moral, aspek pengetahuan moral dan aspek perasaan moral serta muatan cerita menjadi lebih beragam. 
Berdasarkan hasil penilaian kebutuhan profil individual karakter siswa maka dirancang muatan cerita dalam pengembangan satuan kegiatan layanan bimbingan kelompok (SKLBK) untuk mengembangkan karakter siswa. Pada aspek pengetahuan moral muatan cerita yang dikembangkan yaitu : a) wortel, telur dan biji kopi; b) laki-laki setinggi lutut; dan c) kura-kura dan kelinci. Pada aspek perasaan moral muatan cerita yang dikembangkan yaitu : a) sakadang kuya jeng sakadang monyet; b) perangkap tikus; dan c) burung gereja yang tidak dapat bernyanyi. Pada aspek perilaku moral muatan cerita yang dikembangkan yaitu : a) kisah bebek buruk rupa; dan b) paku dipagar.

4.    Efektivitas Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa
            Secara umum pelaksanaan tindakan mulai dari siklus I sampai dengan siklus III berhasil dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan siswa dalam aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Pelaksanaan tindakan siklus I bertujuan agar siswa dapat memahami nilai-nilai moral yang terkandung lewat cerita lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan berhasil dengan baik. Pelaksanaan tindakan siklus II bertujuan agar siswa dapat merasakan nilai-nilai moral dengan hati nuraninya dan berhasil dengan baik. Selanjutnya pelaksanaan tindakan siklus III bertujuan agar siswa dapat melaksanakan nilai-nilai moral yang terkandung lewat cerita lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan berhasil dengan baik. Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil gambaran umum sebelum dan sesudah tindakan maka akan terlihat perubahan yang signifikan dengan adanya peningkatan hasil presentase pada setiap aspek.
            Efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa dapat dilihat pada Gambar 1.1 yakni sebagai berikut.
Gambar 1.1
Efektivitas Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita
untuk Mengembangkan Karakter Siswa

Secara umum pelaksanaan tindakan mulai dari siklus I sampai dengan siklus III berhasil dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan siswa dalam aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Berdasarkan data penelitian, secara keseluruhan terjadi peningkatan profil karakter siswa dengan skor  rata-rata sebesar 22,31%, dimana skor rata-rata profil karakter siswa sebelum mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita sebesar 63,73% dan skor rata-rata profil karakter siswa setelah mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita sebesar 86,03%. Selanjutnya untuk mengetahui efektivitas program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan. Hipotesis dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut.
Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa”
Selanjutnya  adalah kelompok setelah mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, sedangkan adalah kelompok sebelum mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Hipotesis ini dijabarkan dalam hipotesis statistik sebagai berikut.
:  =
:  >
: Bimbingan kelompok melalui teknik bercerita tidak efektif untuk mengembangkan karakter siswa.
: Bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa.
Kriteria pengujiannya adalah  ditolak jika Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 (Suliyono, 2012). Pengujian Ho menggunakan Uji Wilcoxon dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil dari Uji Wilcoxon program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa. Hasil analisis dengan Uji Wilcoxon diperoleh kesimpulan Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka  ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa.   

PEMBAHASAN PENELITIAN
1.    Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
              Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan profil karakter siswa dengan skor rata-rata 73,93%. Secara umum profil karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Kondisi seperti ini menunjukkan siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung memiliki kemampuan yang baik untuk memahami, merasakan, dan melaksanakan akan pentingnya terhadap pembentukan karakter siswa di sekolah. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
              Hasil penelitian senada dengan pendapat Lickona (1992:55) menjelaskan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yakni pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan/sikap moral (moral feeling/loving) dan perilaku/tindakan moral (moral action). Ketiga komponen karakter ini saling berhubungan. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap tingkah laku seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Lickona bahwa karakter terbentuk dari knowing the good, reasoning the good, feeling the good, dan acting the good. Dengan knowing the good siswa terbiasa berpikir hanya yang baik-baik saja. Reasoning the good juga perlu dilakukan supaya siswa tahu mengapa dia harus berbuat baik. misalnya kenapa siswa harus jujur, dan akibatnya kalau dia berbuat jujur, dan sebagainya. Jadi siswa tidak hanya menghafal kebaikan tetapi juga tahu alasannya. Dan juga dengan feeling the good, siswa akan terbangun perasaannya untuk berbuat kebaikan. Siswa diharapkan mencintai kebaikan. Lalu, dalam acting the good, siswa mempraktikkan kebaikan. Jika siswa terbiasa melakukan knowing, reasoning, feeling dan acting the good lama kelamaan siswa akan terbentuk karakternya.
Hal tersebut senada dengan Kemendiknas (2011:7) menjelaskan pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Pendidikan karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan di sekolah (school), bahkan diterapkan secara nyata didalam masyarakat (community). Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan. Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan yang diketahuinya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Demikian halnya dengan karakter, yang menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.

2.    Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, profil pencapaian aspek karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 menunjukkan adanya dua aspek yang berada pada kategori kuat yakni apek pengetahuan moral (83,64%), dan aspek perasaan moral (83,03%). Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri. Sedangkan satu aspek yang berada pada kategori lemah yakni aspek perilaku moral (89,09%). Artinya sebagian besar siswa hanya dapat memahami dan merasakan mengenai nilai-nilai moral belum sampai pada tahap melaksanakan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Menurut Surya (2012) karakter atau watak pada hakekatnya merupakan ciri kepribadian yang berkaitan dengan timbangan nilai moralitas normatif yang berlaku. Kualitas watak seseorang bersifat relatif tetap dan akan tercermin pada penampilan kepribadiannya ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif. Karakter merupakan penampilan moralitas kepribadian secara paripurna menurut timbangan keutuhan nilai yang mencakup aspek emosional, intelektual, moral, dan spiritual. Dalam sebuat tulisan yang dimuat dalam jurnal “The ASCA Counselor” Vol.35 no.2 (1998), Sharon Wisniewski & Keneth Miller menyebutkan bahwa karakter dipandang sebagai suatu hubungan timbal balik yang sehat antara diri (self) dengan tiga hal yang pasti ada yaitu lingkungan internal (diri), lingkungan eksternal (orang lain dan lingkungan fisik), dan lingkungan spiritual (sesuatu yang maha besar dan abadi dari diri). Oleh karena itu, karakter akan menyatu dalam perilaku, mulai dari niat, pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakan sebagai wujud  totalitas kepribadian.

3.    Analisis Efektivitas Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa
Profil individual karakter siswa Kelas X-4 SMA PGRI 1 Bandung mengalami peningkatan yang sangat tinggi terlihat dari progres persentase aspek-aspek setelah mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Maka dari itu pencapaian profil karakter siswa berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
Pelaksanaan tindakan siklus I sampai dengan siklus III mengalami beberapa hambatan yakni diantaranya; a) siklus I, hambatan yang ditemui yakni siswa hanya kurang aktif dalam mengikuti kegiatan dan peneliti menghadapi kesulitan dalam mengendalikan perasaan yang akan ditampilkan sebagai dramatisasi cerita sehingga siswa kurang dapat menangkap perasaan itu; b) siklus II, hambatan yang dihadapi yakni perlunya media atau tayangan cerita dalam bentuk powerpoint atau video pendek agar siswa dapat memvisualisasikan cerita dengan baik; dan c) siklus III, hambatan yang dihadapi yakni kurangnya muatan cerita yang dapat mengembangkan indikator pengendalian diri.
Hasil analisis dengan Uji Wilcoxon pada Tabel 4.12 diperoleh kesimpulan Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka  ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Hasil yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa program bimbingan kelompok teknik bercerita dapat dipergunakan dalam mengembangkan karakter siswa. Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita sebagai kegiatan yang berorientasi pada pengalaman. Selain itu hasil tersebut tidak terlepas dari adanya pengaruh faktor-faktor rambang yang muncul selama siswa mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Dalam hal ini siswa dapat menjadikan pengalaman yang telah ditemukan dapat menjadi stimulus untuk melakukan perilaku yang berdasarkan nilai moral.  
Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat menjadi sesuatu yang bermakna karena didalamnya terdapat unsur pengalaman sehingga siswa mampu mencapai puncak dari pengalaman itu (peak experience). Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat digunakan untuk membantu siswa mengembangkan imajinasi, daya ingat, dan siswa dapat menceritakan kembali kepada orang lain (ada pesan moral dari cerita yang disampaikan). Selain itu pula program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat mengembangkan stabilitas emosi siswa, menjadi media penyampaian pesan moral atau nilai moral, membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita, memperkaya wawasan dan pengalaman individu, dan sebagai sarana membangun akhlak mulia. Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita bertujuan mengembangkan pengenalan nilai moral secara kognitif, penghayatan nilai moral secara afektif, akhirnya menuju pada pengamalan nilai moral secara nyata. Dengan demikian, hasil penelitian memperjelas bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif dalam mengembangkan karakter siswa. Selain itu pula program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita menyelaraskan kembali karakter yang dimiliki siswa untuk dikembangkan lebih optimal.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis serta pembahasan data empiris penelitian, dapat disimpulkan bahwa tujuan penelitian telah tercapai yakni dengan diperolehnya program bimbingan kelompok melalui tenik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Selanjutnya secara rinci terdapat beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan hasil penelitian, sebagai berikut.
1.    Mayoritas siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 memiliki pembentukan karakter yang berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini telah berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
2.    Muatan cerita dalam program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat mengembangkan karakter siswa secara signifikan pada aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.
3.    Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa. 

REKOMENDASI
 1.   Bagi Konselor
Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa rekomendasi bagi konselor dalam melaksanakan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa. Bagi konselor hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) mengembangkan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengambangkan karakter siswa melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) perencanaan program (need assesment berdasarkan profil karakter siswa, rancangan program, validasi program, revisi program); (2) pelaksanaan program (pelaksanaan treatment, pelaksanan post-test); (3) evaluasi program; dan (4) penguatan program untuk tahun berikutnya; b) menggunakan instrumen yang lebih beragam untuk mengungkap profil karakter siswa pada setiap jenjang kelas bagi rancangan program selanjutnya; c) mengaplikasikan hasil penelitian berupa program bimbingan kelompok melalui teknik storytelling untuk membangun karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan dan konseling; dan d) melaksanakan kerjasama antar personel sekolah dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru wali kelas, dan guru mata pelajaran pada saat pelaksanaan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.

2. Bagi Pihak Sekolah
Secara langsung dalam penelitian pentingnya keterlibatan dari pihak sekolah. Bagi pihak sekolah hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) personel sekolah selayaknya saling bekerja sama dalam pelaksanaan program pendidikan karakter di sekolah; dan b) memanfaatkan hasil penelitian yaitu berupa profil karakter siswa sebagai penilaian kebutuhan untuk program pendidikan karakter di sekolah.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian dilakukan sebatas menelaah profil karakter siswa secara umum sehingga penelaahan profil karakter siswa secara mendalam berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi dan menggunakan teknik atau strategi bimbingan dan konseling yang bervariasi masih diperlukan. Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) memperdalam kajian teoretis dan analisis mendalam mengenai pengembangan karakter dan teknik bercerita untuk menemukan konsep yang lebih relevan serta sistematis yang didasarkan pada kajian para ahli; b) mengamati perubahan perilaku siswa berdasarkan hasil post-test dan perlu ditindaklanjuti mengingat siswa masih labih dalam bertindak; c) pelaksanaan treatment atau tindakan diberikan kepada sampel penelitian yang lebih banyak dan dapat mewakili jumlah populasi penelitian; d) meneliti profil pengembangan karakter siswa dengan pendekatan pembelajaran moral melalui teknik dilema moral; e) meneliti profil pengembangan karakter siswa berdasarkan pendidikan, status sosial-ekonomi, agama dan gender; f) meneliti layanan bimbingan dan konseling yang efektif untuk mengembangkan karakter siswa; dan g) meneliti faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengembangan karakter siswa.

REFERENSI

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Dasim, B., Yadi, R., dan Nandang, R. (2011). Membentuk Karakter Mahasiswa Calon Guru melalui Penciptaan Kultur Akademik, Ilmiah, Edukatif, dan Religius. Kerja sama UPI dengan Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Dirjendikti Mendiknas.

Kartadinata, Sunaryo. (2010). Isu-Isu Pendidikan : Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung : UPI PRESS.

Kemendiknas. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.

Lickona, T. (1992). Educating for Character, How Our School Can Teach Respect  and Responbility. New York : Bantam Books.

Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter. Depok: Indonesia Heritage Foundation (IHF).

Suliyono, Joko. (2012). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala. 

Surya, M. (2012). Revitaliasasi Konseling dalam Membangun Karakter Siswa. Majalah Bimbingan dan Konseling [Media Cetak], Edisi I/Th.I/ISSN:2089-225X/2012, 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...