(Penelitian
Tindakan terhadap Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Tahun
Ajaran 2012-2013)
Oleh
:
Asep Rohiman Lesmana
(0800867)
ABSTRAK. Penelitian bertujuan untuk mengungkap profil karakter siswa, mengetahui muatan cerita yang dapat mengembangkan karakter, dan uji
coba keefektifan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dalam mengembangkan
karakter siswa. Pendekatan
penelitian yang digunakan yakni pendekatan kuantitatif-kualitatif, dengan
metode penelitian tindakan. Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen
pengungkap karakter siswa. Hasil penelitian menunjukkan: a) profil karakter
siswa menunjukkan kategori kuat pada aspek pengetahuan moral, perasaan moral,
dan perilaku moral; b) muatan cerita dalam program bimbingan kelompok melalui
teknik bercerita dapat mengembangkan karakter siswa; dan c) program bimbingan
kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter siswa.
Rekomendasi penelitian memberikan implikasi kepada: a) konselor; b) pihak
sekolah; dan c) peneliti selanjutnya.
Kata Kunci
: program bimbingan
kelompok, teknik bercerita, karakter.
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat
menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan
pendidikan faktor pembentukan karakter dan kecakapan hidup merupakan hal yang
perlu diperhatikan. Menyadari bahwa pendidikan karakter merupakan bagian yang penting
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah melalui Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 telah menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertama dari
delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional.
Dasim, et al. (2011:55) menjelaskan kebijakan
pemerintah dalam menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertama dari delapan
misi pembangunan jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 perlu didukung dan
implementasikan oleh berbagai komponen masyarakat sesuai dengan bidangnya
masing-masing, termasuk di dalamnya oleh kalangan pendidikan. Selanjutnya
menurut Sunaryo (2010:43) pendidikan karakter harus dikembangkan dalam bingkai
utuh Sistem Pendidikan Nasional sebagai rujukan normatif. Proses pendidikan
karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik kognitif,
konatif, afektif, maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistik) dalam
konteks kehidupan kultural. Pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat,
sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaafah.
Pendidikan pengembangkan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tak
pernah berakhir (never ending process)
selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan karakter memerlukan
keteladanan dan sentuhan mulai dari sejak dini sampai dewasa. Pembentukan
karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setting kehidupan otentik dan
tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus
menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak
dan jalur, dan berlangsung dalam setting kehidupan alamiah.
Banyak
pakar, filsuf, dan orang-orang bijak yang mengatakan bahwa faktor moral adalah
hal utama yang harus dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah
masyarakat yang tertib, aman dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang
harus dijalankan oleh para orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan
mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak. Nilai-nilai moral yang
ditanamkan akan membentuk karakter yang merupakan fondasi penting bagi
terbentuknya sebuah tatanan masyarakat yang beradab dan sejahtera (Megawangi,
2004:1).
Pendidikan karakter yang efektif memerlukan pendekatan
komprehensif, dan terfokus dari aspek guru sebagai “role model,” disiplin
sekolah, kurikulum, proses pembelajaran, manajemen kelas dan sekolah, integrasi
materi karakter dalam seluruh aspek kehidupan kelas, kerjasama orang tua dan
masyarakat dan sebagainya. Berbagai macam persoalan yang telah dipaparkan tidak
akan berkurang jika tidak segera memulai proses pembentukan karakter dalam
konteks pendidikan, baik secara langsung melalui sistem pembelajaran terpadu
yang berbasis karakter maupun penyelenggaraan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah. Layanan bimbingan dan konseling sebagai salah satu bagian penting
dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah,
mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama dalam membina perkembangan siswa
termasuk membangun karakter. Prinsip
bimbingan dan konseling adalah “guidance and counseling for all”,
artinya individu memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan bimbingan dan
konseling, siapa pun individu itu, dari mana pun individu itu berasal, dan
bagaimana pun kondisi individu. Program bimbingan
dan konseling merupakan upaya untuk mengembangkan karakter siswa. Atas
dasar pemikiran tersebut, maka perlu dikaji keefektifan program bimbingan
kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.
METODOLOGI
PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif,
yaitu suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukannya pencatatan dan analisis
data hasil penelitian secara eksak dengan menggunakan perhitungan-perhitungan
statistik mengenai tingkat efektivitas bimbingan kelompok melalui teknik
bercerita untuk mengembangkan
karakter siswa secara nyata dalam bentuk angka sehingga memudahkan proses
analisis dan penafsirannya. Dalam penelitian, data utama dari hasil penelitian
dengan pendekatan kuantitatif didukung dengan data berdasarkan hasil observasi
dari pendekatan kualitatif. Metode yang
digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian tindakan (action
research). Penelitian tindakan dipilih atas dasar pertimbangan mencari
solusi dari permasalahan cara untuk mengembangkan karakter siswa dengan
pengoptimalan teknik bercerita yang diujicobakan, karena pada metode penelitian
tindakan terdapat proses evaluasi dan perbaikan di setiap siklus. Penelitian
tindakan bertujuan untuk menggambarkan proses tindakan berupa layanan bimbingan
kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.
Prosedur
penelitian mengacu kepada siklus penelitian dengan menggunakan Model Spiral
dari Stephen Kemmis dan Mc Tagart (Arikunto, 2006:97). Penelitian tindakan
dilaksanakan dalam proses berdaur (cyclical)
yang terdiri dari empat tahapan, planning
(perencanaan), action (pelaksanaan), observation/evaluation (pengamatan), dan reflection (refleksi). Pelaksanaan tindakan dilakukan sebanyak tiga siklus. Siklus
I bertujuan agar siswa dapat memahami urgensi dan rasional tentang
pengetahuan moral selanjutnya siklus II bertujuan agar siswa dapat
membangun perasaan moral dan siklus III
bertujuan agar siswa dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral.
Populasi
penelitian adalah siswa Kelas X yang secara administratif terdaftar dan
aktif dalam pembelajaran di SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013. Penentuan
sampel penelitian yakni berdasarkan hasil observasi awal dan hasil angket
pengungkap karakter siswa dengan mengambil siswa yang memiliki karakter lemah,
yang menjadi sampel penelitian sebanyak 16 siswa Kelas X-4 SMA PGRI 1 Bandung. Dasar
pertimbangan penetapan jumlah subjek yang akan diberi treatment didasarkan atas gejala masalah yang dihadapi oleh 16 siswa tersebut. Angket atau kuesioner dalam
penelitian dipergunakan untuk memperoleh data tentang profil karakter siswa
Kelas X SMA PGRI 1 Bandung. Angket pengungkap karakter siswa diadaptasi dari grand teori Thomas Lickona (1992)
menjelaskan tentang komponen karakter
yang baik.
HASIL PENELITIAN
1.
Profil Karakter Siswa
Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Secara rinci, profil karakter siswa
kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Tahun Ajaran 2012-2013
dapat dilihat pada Grafik
1.1 yakni sebagai berikut.

Grafik 1.1
Profil Karakter Siswa SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013
Secara umum
profil karakter siswa kelas X SMA
PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 berada pada
kategori kuat. Artinya
siswa pada kategori ini
masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap
aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang
berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini
memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
2.
Profil Pencapaian
Aspek Karakter Siswa
Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Profil pencapaian aspek karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 dapat dilihat pada Grafik 1.2 yakni
sebagai berikut.

Grafik 1.2
Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013
Berdasarkan
hasil penelitian tampak bahwa aspek pengetahuan moral dan perasaan moral
mayoritas siswa berada pada kategori kuat. Artinya siswa pada kategori ini masih berada
pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya. Dengan
kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten
dan atas dorongan sendiri. Sedangkan pada aspek perilaku moral mayoritas siswa
berada pada kategori lemah. Artinya siswa pada kategori ini masih berada pada
tingkat pembentukan karakter yang kurang optimal pada setiap aspeknya. Dengan
kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang mudah
berubah dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
3.
Profil Individual Karakter Siswa
Berdasarkan
hasil penelitian tampak bahwa sebanyak 4 dari 16 siswa memiliki peresentase
rendah pada aspek pengetahuan moral. Lalu sebanyak 3 dari 16 siswa memiliki
presentase rendah pada aspek perasaan moral. Selanjutnya sebanyak 11 dari 16
siswa memiliki presentase rendah pada aspek perilaku moral. Dengan kata lain
siswa memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah dan mudah dipengaruhi
oleh orang lain. Data ini mengindikasikan kebutuhan layanan bimbingan paling
difokuskan terhadap aspek perilaku moral, aspek pengetahuan moral dan aspek
perasaan moral serta muatan cerita menjadi
lebih beragam.
Berdasarkan
hasil penilaian kebutuhan profil individual karakter siswa maka dirancang
muatan cerita dalam pengembangan satuan kegiatan layanan bimbingan kelompok
(SKLBK) untuk mengembangkan karakter siswa. Pada aspek pengetahuan moral muatan
cerita yang dikembangkan yaitu : a) wortel, telur dan biji kopi; b) laki-laki
setinggi lutut; dan c) kura-kura dan kelinci. Pada aspek perasaan moral muatan
cerita yang dikembangkan yaitu : a) sakadang
kuya jeng sakadang monyet; b) perangkap tikus; dan c) burung gereja yang
tidak dapat bernyanyi. Pada aspek perilaku moral muatan cerita yang
dikembangkan yaitu : a) kisah bebek buruk rupa; dan b) paku dipagar.
4. Efektivitas
Program Bimbingan Kelompok melalui Teknik Bercerita untuk Mengembangkan Karakter Siswa
Secara umum pelaksanaan tindakan
mulai dari siklus I sampai dengan siklus III berhasil dengan baik. Hal ini
ditunjukkan dengan peningkatan siswa dalam aspek pengetahuan moral, perasaan
moral, dan perilaku moral. Pelaksanaan tindakan siklus I bertujuan agar siswa
dapat memahami nilai-nilai moral yang terkandung lewat cerita lalu
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan berhasil dengan baik. Pelaksanaan
tindakan siklus II bertujuan agar siswa dapat merasakan nilai-nilai moral
dengan hati nuraninya dan berhasil dengan baik. Selanjutnya pelaksanaan
tindakan siklus III bertujuan agar siswa dapat melaksanakan nilai-nilai moral
yang terkandung lewat cerita lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan
berhasil dengan baik. Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil gambaran umum
sebelum dan sesudah tindakan maka akan terlihat perubahan yang signifikan
dengan adanya peningkatan hasil presentase pada setiap aspek.
Efektivitas bimbingan kelompok
melalui teknik bercerita untuk
mengembangkan karakter siswa dapat dilihat pada Gambar 1.1 yakni sebagai
berikut.

Gambar 1.1
Efektivitas Bimbingan
Kelompok melalui Teknik Bercerita
untuk Mengembangkan
Karakter Siswa
Secara
umum pelaksanaan tindakan mulai dari siklus I sampai dengan siklus III berhasil
dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan siswa dalam aspek
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku moral. Berdasarkan data penelitian, secara keseluruhan terjadi
peningkatan profil karakter siswa dengan skor
rata-rata sebesar 22,31%, dimana skor rata-rata profil karakter siswa
sebelum mengikuti program
bimbingan kelompok melalui teknik bercerita
sebesar 63,73% dan skor rata-rata profil karakter siswa setelah mengikuti program
bimbingan kelompok
melalui teknik bercerita sebesar 86,03%. Selanjutnya untuk mengetahui
efektivitas program bimbingan kelompok melalui teknik
bercerita, maka dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang telah dirumuskan.
Hipotesis dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut.
“Program bimbingan kelompok melalui
teknik bercerita efektif untuk
mengembangkan karakter siswa”
Selanjutnya 
adalah kelompok
setelah mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita, sedangkan
adalah kelompok
sebelum mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Hipotesis ini dijabarkan dalam hipotesis statistik sebagai
berikut.













Kriteria pengujiannya adalah
ditolak jika Asymp.
Sig. (2-tailed) < 0,05 (Suliyono, 2012). Pengujian Ho menggunakan Uji Wilcoxon dengan bantuan SPSS 16 for windows. Hasil dari Uji Wilcoxon
program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa. Hasil
analisis dengan Uji Wilcoxon diperoleh kesimpulan Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05
maka
ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter
siswa.


PEMBAHASAN
PENELITIAN
1. Profil Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan profil karakter
siswa dengan skor rata-rata 73,93%. Secara umum profil karakter siswa kelas X
SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 berada pada kategori kuat. Siswa pada
kategori ini masih berada pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada
setiap aspeknya, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang
berdasarkan nilai-nilai moral. Kondisi seperti ini menunjukkan siswa Kelas X
SMA PGRI 1 Bandung memiliki kemampuan yang baik untuk memahami, merasakan, dan
melaksanakan akan pentingnya terhadap pembentukan karakter siswa di sekolah.
Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang
konsisten dan atas dorongan sendiri.
Hasil penelitian senada dengan
pendapat Lickona (1992:55) menjelaskan pentingnya tiga komponen karakter yang
baik (components of good character)
yakni pengetahuan tentang moral (moral
knowing), perasaan/sikap
moral (moral feeling/loving) dan perilaku/tindakan moral (moral action). Ketiga komponen karakter ini saling
berhubungan. Karakter dapat memberikan peran dan fungsi terhadap
tingkah laku seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Lickona bahwa karakter
terbentuk dari knowing the good, reasoning the good, feeling the good, dan
acting the good. Dengan knowing the good siswa terbiasa berpikir
hanya yang baik-baik saja. Reasoning the good juga perlu dilakukan
supaya siswa tahu mengapa dia harus berbuat baik. misalnya kenapa siswa harus
jujur, dan akibatnya kalau dia berbuat jujur, dan sebagainya. Jadi siswa tidak
hanya menghafal kebaikan tetapi juga tahu alasannya. Dan juga dengan feeling
the good, siswa akan terbangun perasaannya untuk berbuat kebaikan. Siswa
diharapkan mencintai kebaikan. Lalu, dalam acting the good, siswa
mempraktikkan kebaikan. Jika siswa terbiasa melakukan knowing, reasoning,
feeling dan acting the good lama kelamaan siswa akan terbentuk
karakternya.
Hal
tersebut senada dengan Kemendiknas (2011:7) menjelaskan pendidikan karakter
bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari
itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik
(habituation sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak
berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Pendidikan karakter
yang baik harus melibatkan pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk
perwujudan kesatuan perilaku dan sikap hidup peserta didik.
Pendidikan
karakter memang harus mulai dibangun di rumah (home), dan dikembangkan di lembaga pendidikan di sekolah (school), bahkan diterapkan secara nyata
didalam masyarakat (community).
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan, pelaksanaan, dan kebiasaan.
Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. seseorang yang memiliki pengetahuan
tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan yang diketahuinya,
jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.
Demikian halnya dengan karakter, yang menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan
diri.
2. Profil Pencapaian Aspek Karakter Siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung
Berdasarkan hasil penelitian, profil pencapaian
aspek karakter siswa kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013
menunjukkan adanya dua aspek yang berada pada kategori kuat yakni apek
pengetahuan moral (83,64%), dan aspek perasaan moral (83,03%). Dengan kata lain siswa pada kategori
ini memiliki pembentukan karakter yang konsisten dan atas dorongan sendiri. Sedangkan satu aspek yang berada pada
kategori lemah yakni aspek perilaku moral (89,09%). Artinya sebagian besar siswa
hanya dapat memahami dan merasakan mengenai nilai-nilai moral belum sampai pada
tahap melaksanakan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai moral. Dengan kata
lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter yang mudah berubah
dan mudah dipengaruhi oleh orang lain.
Menurut Surya (2012) karakter atau
watak pada hakekatnya merupakan ciri kepribadian yang berkaitan dengan
timbangan nilai moralitas normatif yang berlaku. Kualitas watak seseorang
bersifat relatif tetap dan akan tercermin pada penampilan kepribadiannya
ditinjau dari sudut timbangan nilai moral normatif. Karakter merupakan
penampilan moralitas kepribadian secara paripurna menurut timbangan keutuhan
nilai yang mencakup aspek emosional, intelektual, moral, dan spiritual. Dalam
sebuat tulisan yang dimuat dalam jurnal “The
ASCA Counselor” Vol.35 no.2 (1998), Sharon Wisniewski & Keneth Miller
menyebutkan bahwa karakter dipandang sebagai suatu hubungan timbal balik yang
sehat antara diri (self) dengan tiga
hal yang pasti ada yaitu lingkungan internal (diri), lingkungan eksternal
(orang lain dan lingkungan fisik), dan lingkungan spiritual (sesuatu yang maha
besar dan abadi dari diri). Oleh karena itu, karakter akan menyatu dalam
perilaku, mulai dari niat, pikiran, perasaan, ucapan, dan tindakan sebagai
wujud totalitas kepribadian.
3. Analisis Efektivitas Program Bimbingan Kelompok
melalui Teknik Bercerita untuk
Mengembangkan Karakter Siswa
Profil
individual karakter siswa Kelas X-4 SMA PGRI 1 Bandung mengalami peningkatan
yang sangat tinggi terlihat dari progres persentase aspek-aspek setelah
mengikuti program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita. Maka dari itu pencapaian profil
karakter siswa berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini masih berada
pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai
moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter
yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
Pelaksanaan
tindakan siklus I sampai dengan siklus III mengalami beberapa hambatan yakni
diantaranya; a) siklus I, hambatan yang ditemui yakni
siswa hanya kurang aktif dalam mengikuti kegiatan dan peneliti menghadapi
kesulitan dalam mengendalikan perasaan yang akan ditampilkan sebagai
dramatisasi cerita sehingga siswa kurang dapat menangkap perasaan itu; b)
siklus II, hambatan yang dihadapi yakni perlunya media atau tayangan cerita
dalam bentuk powerpoint atau video pendek agar siswa dapat memvisualisasikan
cerita dengan baik; dan c) siklus III, hambatan yang dihadapi yakni
kurangnya muatan cerita yang dapat mengembangkan indikator pengendalian diri.
Hasil analisis dengan Uji Wilcoxon pada Tabel
4.12 diperoleh kesimpulan Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05 maka
ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter
siswa. Hasil yang telah dipaparkan menunjukkan bahwa program bimbingan kelompok
teknik bercerita dapat dipergunakan
dalam mengembangkan karakter siswa. Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita sebagai kegiatan yang berorientasi pada
pengalaman. Selain itu hasil tersebut tidak terlepas dari adanya pengaruh
faktor-faktor rambang yang muncul selama siswa mengikuti program bimbingan
kelompok melalui teknik bercerita. Dalam
hal ini siswa dapat menjadikan pengalaman yang telah ditemukan dapat menjadi
stimulus untuk melakukan perilaku yang berdasarkan nilai moral.

Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat menjadi sesuatu yang bermakna karena didalamnya
terdapat unsur pengalaman sehingga siswa mampu mencapai puncak dari pengalaman
itu (peak experience). Program
bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat digunakan untuk membantu siswa mengembangkan imajinasi, daya
ingat, dan siswa dapat menceritakan kembali kepada orang lain (ada pesan moral
dari cerita yang disampaikan). Selain itu pula program bimbingan kelompok
melalui teknik bercerita dapat
mengembangkan stabilitas emosi siswa, menjadi media penyampaian pesan moral
atau nilai moral, membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita,
memperkaya wawasan dan pengalaman individu, dan sebagai sarana membangun akhlak
mulia. Program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita bertujuan mengembangkan pengenalan nilai moral secara kognitif,
penghayatan nilai moral secara afektif, akhirnya menuju pada pengamalan nilai
moral secara nyata. Dengan demikian,
hasil penelitian memperjelas bahwa program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif
dalam mengembangkan karakter siswa. Selain itu pula program bimbingan kelompok
melalui teknik bercerita menyelaraskan
kembali karakter yang dimiliki siswa untuk dikembangkan lebih optimal.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
analisis serta pembahasan data empiris penelitian, dapat disimpulkan bahwa
tujuan penelitian telah tercapai yakni
dengan diperolehnya program
bimbingan kelompok melalui tenik bercerita
efektif untuk mengembangkan karakter siswa. Selanjutnya secara rinci terdapat
beberapa kesimpulan
yang berkaitan dengan hasil penelitian,
sebagai berikut.
1.
Mayoritas
siswa Kelas X SMA PGRI 1 Bandung Tahun Ajaran 2012-2013 memiliki pembentukan
karakter yang berada pada kategori kuat. Siswa pada kategori ini telah berada
pada tingkat pembentukan karakter yang optimal pada setiap aspeknya, yaitu
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku yang berdasarkan nilai-nilai
moral. Dengan kata lain siswa pada kategori ini memiliki pembentukan karakter
yang konsisten dan atas dorongan sendiri.
2.
Muatan
cerita dalam program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita dapat mengembangkan karakter siswa
secara signifikan pada aspek pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku
moral.
3.
Program
bimbingan kelompok melalui teknik bercerita efektif untuk mengembangkan karakter
siswa.
REKOMENDASI
1. Bagi Konselor
Berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan beberapa rekomendasi
bagi konselor dalam melaksanakan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.
Bagi konselor hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a) mengembangkan
program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengambangkan karakter siswa melalui langkah-langkah sebagai
berikut: (1) perencanaan program (need
assesment berdasarkan profil karakter siswa, rancangan program, validasi
program, revisi program); (2) pelaksanaan program (pelaksanaan treatment, pelaksanan post-test); (3)
evaluasi program; dan (4) penguatan program untuk tahun berikutnya; b)
menggunakan instrumen yang lebih beragam untuk mengungkap profil karakter siswa
pada setiap jenjang kelas bagi rancangan program selanjutnya; c) mengaplikasikan hasil penelitian berupa program bimbingan kelompok
melalui teknik storytelling untuk membangun
karakter siswa sebagai salah satu layanan bimbingan
dan konseling;
dan d) melaksanakan kerjasama antar personel sekolah dengan kepala sekolah,
wakil kepala sekolah, guru wali kelas, dan guru mata pelajaran pada saat
pelaksanaan program bimbingan kelompok melalui teknik bercerita untuk mengembangkan karakter siswa.
2. Bagi Pihak Sekolah
Secara langsung dalam penelitian pentingnya keterlibatan dari
pihak sekolah. Bagi pihak sekolah hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini:
a) personel sekolah selayaknya saling bekerja sama dalam pelaksanaan program
pendidikan karakter di sekolah; dan b) memanfaatkan hasil penelitian yaitu
berupa profil karakter siswa sebagai penilaian kebutuhan untuk program
pendidikan karakter di sekolah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian
dilakukan sebatas menelaah profil karakter siswa secara umum sehingga
penelaahan profil karakter siswa secara mendalam berdasarkan faktor-faktor yang
memengaruhi dan menggunakan teknik atau strategi bimbingan dan konseling yang
bervariasi masih diperlukan.
Bagi peneliti selanjutnya hendaknya melakukan beberapa hal berikut ini: a)
memperdalam kajian teoretis dan analisis mendalam mengenai pengembangan
karakter dan teknik bercerita untuk menemukan konsep yang lebih
relevan serta sistematis yang didasarkan pada kajian para ahli; b) mengamati
perubahan perilaku siswa berdasarkan hasil post-test
dan perlu ditindaklanjuti mengingat siswa masih labih dalam bertindak; c)
pelaksanaan treatment atau tindakan
diberikan kepada sampel penelitian yang lebih banyak dan dapat mewakili jumlah
populasi penelitian; d)
meneliti profil pengembangan karakter siswa dengan pendekatan pembelajaran
moral melalui teknik dilema moral; e) meneliti profil pengembangan karakter
siswa berdasarkan pendidikan, status sosial-ekonomi, agama dan gender; f) meneliti
layanan bimbingan dan konseling yang efektif untuk mengembangkan karakter
siswa; dan g) meneliti faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengembangan
karakter siswa.
REFERENSI
Arikunto, S.
(2006). Prosedur Penelitian. Jakarta:
Rineka Cipta.
Dasim, B.,
Yadi, R., dan Nandang, R. (2011). Membentuk
Karakter Mahasiswa Calon Guru melalui
Penciptaan Kultur Akademik, Ilmiah,
Edukatif, dan Religius. Kerja sama UPI dengan Direktorat Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Dirjendikti Mendiknas.
Kartadinata,
Sunaryo. (2010). Isu-Isu Pendidikan :
Antara Harapan dan Kenyataan. Bandung : UPI PRESS.
Kemendiknas.
(2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter. Jakarta : Balitbang Puskurbuk.
Lickona, T.
(1992). Educating for Character, How Our
School Can Teach Respect and
Responbility. New York : Bantam Books.
Megawangi, R. (2004) Pendidikan Karakter. Depok: Indonesia Heritage
Foundation (IHF).
Suliyono, Joko. (2012). 6 Hari Jago SPSS 17. Yogyakarta : Cakrawala.
Surya, M.
(2012). Revitaliasasi Konseling dalam
Membangun Karakter Siswa. Majalah Bimbingan dan Konseling [Media Cetak],
Edisi I/Th.I/ISSN:2089-225X/2012, 5.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar