URGENSI KETERAMPILAN DASAR KONSELING
INDIVIDUAL
Oleh
:
Asep
Rohiman Lesmana
Pentingnya keterampilan
konseling merupakan inti dari keseluruhan proses konseling yang tidak perlu
diragukan lagi. Hampir semua pakar bimbingan dan konseling (BK) mengakui betapa
pentingnya keterampilan konseling dikuasasi oleh konselor dalam melaksanakan
konseling. Carkhuff (1985) menyatakan bahwa dengan penguasaan akan sejumlah
keterampilan konseling seorang konselor akan tiba pada suatu keadaan di mana
proses konseling berjalan secara efektif. Hasil penelaahan naturalistic (Rogers
et al 1967; Truak & Carkhuff,
1980) menunjukkan adanya perbedaan dampak yang tampak pada klien yang ditangani
oleh tenaga professional dengan tenaga yang nonprofessional.
Dewasa ini telah banyak
model keterampilan koseling yang ditawarkan oleh para ahli. Tercatat nama
Robert Charkhuff, L. D Schmidt, Allen E, Ivey dan kawan-kawan, Bruce Hosking,
dan Gerrard Egan sebagai tokoh yang terus- menerus mengembangkan keterampilan
konseling (Dahlan,1987).
Di Indonesia, M.D Dahlan
termasuk salah seorang yang mempelopori pengembangan model keterampilan
konseling ala Indonesia. Dengan melandaskan diri pada dua buku karya Gerrard
Egan (The Skilled Helper, dan Exercise in
Helping Skills) mencoba mengembangkan model keterampilan konseling sesuai
dengan alam pikiran manusia. Model keterampilan konseling yang dikembangkan
oleh M.D Dahlan didasarkan atas pertimbangan bahwa setiap klien yang meminta
bantuan kepada konsleor, memiliki harapan yang unik.
Menurut Dahlan (1987:13)
sekiranya konsleor tidak menyentuh atau kurang mengembangkan harapan klien
selama pertemuan awal, klien akan merasa kecewa. Begitu juga sebaliknya,
sekiranya konselor mampu mengembangkan pemahaman akan diri klien, maka hubungan
konselor-klien akan lebih luwes. Menurut Dahlan, pada umumnya klien
mengharapkan perlakuan khusus dari konselor. Pernyataan yang diajukan oleh
klien menunjukkan arti dan maksud tersendiri yang memerlukan kearifan dari
konselor untuk mengartikannya.
Dengan pokok-pokok pikiran
ini, Dahlan memandang bahwa seorang konselor dituntut memiliki berbagai
keterampilan melaksanakan konseling serta karakteristik yang memadai (Dahlan,
1987:14). Menurut Dahlan, di antara karakteristik yang perlu dipenuhi oleh
konselor__tanpa memandang pendekatan/ teknik yang digunakan adalah:
a. Empati, berupa kemampuan
untuk melihat, memahami dan merasakan dunia klien. Agar klien dapat dibantu,
dunia dan dirinya harus dipahami. Klien harus yakin bahwa konselor mendengarkan
keluhan dirinya dengan sungguh-sungguh, sehingga memahami perasaan dan
keadaannya yang unik. Bukankah konseling itu dipandang sebagai usaha untuk
memahami orang lain dengan tujuan khusus?
b. Tenang, berupa kemampuan
untuk memberikan respon kepada klien tanpa menampakkan perubahan mimic muka,
sekalipun terganggu perasaannya. Konselor hendaknnya mampu memperlihatkan
kepuasannya dalam berhubungan dengan klien. Secepat konselor terlihat gelisah
di sat berhubungan dengan klien, secepat itu pula hubungannya menjadi tidak
efektif. Namun sebaliknya, apabila konselor memperlihatkan ketenangan serta
kepuasan berkomunikasi dengan klien, maka hubungan itu akan menunjukkan
efektivitasnya.
c.
Selalu
siap berdialog dengan klien. Kesiapan berdialog dengan klien ini memungkinkan
terjadinya hubungan yang unik antara klien dengan konselor. Mungkin saja ada
konselor yang dapat mengadakan empati, tenang menghadapi klien, tetapi belum
siap berdialog untuk mengungkapkan makna, perasaan, pikiran dan kegiatan klien.
Kesiapan berdialog dengan klien akan membantu mengurangi penderitaan klien
mencari bantuan. Untuk membrikan jawaban kepada klien, konselor hendaknya dapat
menghindari kata-kata yang dapat menutup kemungkinan untuk berdialog, misalnya:
“Wah, hari ini saya sangat lelah”. Tiap peristiwa dan komentar tanpa dialog,
akan memperlemah dasar-dasar hubungan dengan klien.
d. Menumbuhkan keberanian
klien untuk berbicara. Pertemuan awal hendaknya menumbuhkan keyakinan klien
agar dapat membuka diri berbicara terus terang dengan konselor. Tentu saja
keyakinan ini tidak muncul dengan sendirinya, namun secara berangsur-angsur
tumbuh setelah klien melihat sikap konselor yang dapat menyimpan rahasia (dapat
dipercaya) dan percaya akan kemampuan klien untuk menyelesaikan masalah.
Menurut M. D Dahlan, keberhasilan konseling tidak hanya terletak pada
teknik-teknik yang digunakan, akan tetapi tumbuh dari keyakinan klien bahwa
konsleor dapat menyimpan rahasia. Menurut M. D Dahlan, menumbuhkan keberanian
berarti pula konselor menampilkan diri sebagai manusia yang dapat dipercaya untuk
menyimpan rahasia orang lain. Penampilan ini handaknya terkomunikasikan pada
klien di awal pertemuan.
e. Melaksanakan kegiatan
konseling yang terarah. Konselor diharapkan dapat membantu klien untuk mencapai
tujuan yang jelas. Kejelasan tujuan yang ingin dicapai, memungkinkan tahapan
perubahan tingkahlaku klien yang terarah pula, sehingga konselor bertindak
sebagai fasilitator pemberian bantuan dalam waktu yang pendek.
Karakteristik seperti
diungkapkan oleh Dahlan di atas meskipun nampak sebagai suatu karakteristik
yang melekat erat pada diri konselor, namun dalam pengembangan dan
penginternalisasiannya memerlukan proses latihan yang panjang. Oleh karena itu,
agar memiliki cukup bekal, seorang
konselor memerlukan latihan keterampilan konseling sebelum terjun menangani
klien. Berkaitan dengan ini mengembangkan suatu latihan yang mengarah pada
peningkatan keterampilan konseling merupakan upaya yang penting dan mendasar.
1. Jenis Keterampilan Attending dan Responding Ala Carkhuff sebagai Obyek Penelitian
Telah diungkapkan bahwa di Indonesia upaya
untuk melatihkan keterampilan adalah sesuatu yang jarang ditemukan.
Seperti juga telah
diungkapkan yang menjadi penyebabnya adalah: 1) kegiatan belajar-mengajar yang
masih menitikberatkan pada penguasaan teori; 2) kurangnnya ahli yang menguasai
keterampilan konseling; dan 3) langkanya bahan atau model latihan yang dapat
diajarkan. Berkaitan dengan masih langkanya model latihan keterampilan yang
dapat diajarkan pada calon konselor, maka pada kesempatan ini penulis bermaksud
mengembangkan model latihan keterampilan yang secara teoritis dan empiric dapat
dipertanggungjawabkan. Teori yang menjadi dasar pengembangan latihan adalah “The Art of Helping” dari Robert
Carkhuff. Pada teori ini dibahas mengenai keterampilan ynag mengacu pada upaya
pengembangan dan pertumbuhan klien dalam proses konseling. Keempat keterampilan
yang dimaksud oleh Carkhuff adalah: Attending,
Responding, Personalizing, dan Initiating.
Attending adalah suatu keterampilan
konseling yang berkaitan dengan upaya konselor untuk memperhatikan need klien, dan melibatkan diri
(involve) secara langsung dengan klien. Termasuk ke dalam keterampilan
attending ini adalah attending secara personal (attending personally), pengamatan (observing), dan mendengarkan (listening).
Menurut Carkhuff, apabila konselor mampu melakukan attending dengan baik pada
seorang klien, maka ia akan mampu untuk membangkitkan harga diri klien,
membangkitkan suasana yang aman, sehingga pada gilirannnya klien mampu
mengekspresikan dirinya secara bebas pada konsleor. Akhirnya, klien akan merasa
senang untuk memasuki (involve)
proses konseling.
Responding merupakan keterampilan dasar
konseling yang berkaitan dengan upaya konselor untuk memahami, memasuki, dan
merespon terhadap pikiran dan perasaan klien. Bila konselor mampu merespon
pikiran dan perasaan klien, maka klien akan semakin terangsang untuk menyatakan
pikiran dan perasaannya secara lebih terbuka sehingga dengan responding ini
diharapkan klien mampu mengeksplorasi pikiran dan perasaan-perasaannya.
Termasuk ke dalam keterampilan responding ini adalah responding terhadap Isi (responding to content), responding
terhadap perasaan (responding to feeling)
dan responding terhadap makna (responding
to meaning).
Personalizing adalah keterampilan dasar
konseling yang berkaitan dengan upaya konselor untuk memfasilitasi klien agar
memahami diri dan mengenal permasalahan-permasalahannya. Dengan mengenal diri
dan permasalahn-permasalahannya klien diharapkan mampu mempersiapakan dirinya
untuk memilih dan mengambil suatu tindakan pemecahan masalahnya. Termasuk ke
dalam keterampilan personalizing ini adalah personalizing
meaning, personalizing problems dan personalizing
goal.
Initiating merupakan keterampilan dasar
konseling yang berkaitan dengan upaya konselor untuk mengambil prakarsa dalam
merumuskan tujuan klien dan memilih manakah di antara tujuan tersebut yang akan
dicapai. Mengacu pada aktivitas action klien, keterampilan initiating konselor
mencakup: pengembangan tujuan (defining
goal), pengembangan program-program (developing
programs), pengembangan jadwal-jadwal kegiatan (deceloping schedules), penembangan penguatan (developing reinforcement), dan individualisasi langkah-langkah (individualing steps). (Carkhuff,
1983:218).
|
PRE
|
I
|
II
|
III
|
HELPER:
|
Attending
|
Responding
|
Personalizing
|
Initiating
|
HELPEE:
|
Involving
|
Exploring
|
Understanding
|
Acting
|
Tahap
Kegiatan Konseling dalam Kategori Tindakan Helper - Helpee
Dari gambar tersebut Nampak
bahwa kerangka hubungan yang jelas antara pola tindakan konselor dengan
tindakan klien. Apabila konselor menunjukkan kerangka perilaku attending, responding, personalizing, dan initiating, maka klienpun diharapkan
akan memperlihatkan pola perilaku involving,
exploring, understanding, dan acting.
Bila kedua kerangka perilaku terjadi daam suatu proses konseling akan nampak
bahwa proses konseling tersebut berjalan secara efektif. Dengan demikian
keberhasilan proses konseling dapat dilihat dari seberapa jauh konselor
mampu mengembangkan perilaku attending, responding, personalizing,
dan initiating dalam proses
konseling. Menurut Berenson (1976; dala Carkhuff , 1983: 166-286) baik secara
parsial maupun dalam konteks model latihan, perilaku attending, responding, personalizing, dan initiating secara emiprik telah terbukti mampu memfasilitasi
perilaku klien ke arah keberhasilan proses konseling. Selanjutnya mereka
mengatakan kebermaknaan perilaku attending
telah dinyatakan oleh Barker, 1971; Birdwihistell, 1967; Ekman et al, 1972; Garfield, 1971; Genther
& Moghan, 1977; Genther & Sacuzzo, 1977; Hall, 1959, 1976; Ivey &
Authier, 1971, 1978; Mehrabian, 1972; Scefflen, 1969; Smith-Hanen, 1977.
Selanjutnya kebermaknaan perilaku responding telah diakui oleh Aspy &
Roebuck, 1977; Carkhuff, 1969; Carkhuff & Barenson, 1967, 1977; Rogers et al, 1967; Truax & Carkhuff, 1967.
Menurut Carkhuff dan Barenson, responding
skill dapat menstimuli klien untuk melakukan eskplorasi
pengalaman-pengalamannya. Kebermaknaan perilaku responding dalam proses
konseling telah diakui oleh Adler, 1927; Anthony, 1971; Barenson & Michel,
1974; Binswanger, 1956; Carkhuff, 1969; Carkhuff & Barenson, 1976; Freud,
1933; Formm, 1947; Heidegger, 1962; Herney, 1945; Jung, 1939; May, 1961; Rank,
1929; Sullivan, 1948. Perilaku responding dapat membantu klien untuk
memfokuskan diri pda tujuan yang akan dipilih sebagai dasar alternatif tindakan
yang akan diambil. Kebermaknaan initiating telah diakui oleh Authier et al, 1975; Carkhuff, 1969, 1971, 1974,
1975; Carkhuff & Anthony, 1979; Collingwood et al, 1978; Golstein
et al, 1976; Ivey, 1976;
Sprinthall & Mosher, 1971. Menurut Carkhuff dan Beronson (1976), seorang
konselor yang bekerja dengan keterampilan initiating
akan merangsang klien untuk mencapai tujuannya.
Bila
dilihat dari kerangka kepentingan pengembangan latihan keterampilan konsleing
bagi para calon konselor, nampak bahwa keterampilan konseling dari Carkhuff ini
menyiratkan langkah-langkah yang operasional dan terintegrasi. Keoprasionalan
dan keintegrasian keterampilan dari Carkhuff tercermin dari adanya pola
hubungan timbal balik antara tindakan konselor di satu pihak dengan perubahan
tingkahlaku klien di pihak lain. Dijelaskan oleh Carkhuff bahwa bila konselor
mampu mengembangkan tindakan A-R-P-I maka klien akan memunculkan tindakan
I-E-A-U dalam proses konseling. Dengan keoperasionalan dan keintegrasian ini
sangat menguntungkan karena calon konselor akan memperoleh kemudahan dan
keyakinan untuk melakukan self-report
dan feedback bagi pengembangan proses
konselingnya.
Secara
teoritis dan empirik keempat keterampilan konseling yang dikembangkan oleh
Carkhuff telah teruji pengaruh dan efektivitasnya dalam menumbuhkan dan
mengembangkan perspektif pemikiran konseli. Atas pertimbangan kedalaman (deepness), ke-observable-an dan
urgensinya keterampilan attending dan
responding diputuskan untuk dijadikan
subyek penelitian. Dilihnya attending
dan responding sebagai subyek
penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa di dalam proses konseling, kedua
keterampilan ini memiliki nilai yang strategis dan fundamental.
Nilai
strategis dari attending adalah bahwa
ia merupakan keterampilan konselor yang akan mendasari dan mendorong
tergeraknya klien untuk memasuki proses konseling. Sebagai diketahui
kesiapsediaan klien untuk memasuki proses konseling merupakan modal awal bagi
lancarnya proses konseling. Dari berbagai pengalaman para ahli, klien banyak
yang enggan (relacted) memasuki
proses konseling karena konselor gagal menciptakan attending pada awal proses
konseling merupakan tantangan bagi setiap konselor dalam proses konseling.
Nilai
strategis dari responding ialah bahwa
hal tersebut merupakan kunci pembuka
yang akan membawa klien memahami diri dan pemasalahannya. Dari beberapa ahli
wawancara dengan siswa yang pernah menjadi klien, terungkap kesan negative dari
siswa terhadap konselor dan proses konseling karena kegagalan dan kesalahan
konselor dalam memimpin “dialog” dan “wawancara” klien. Kesan mereka terhadap
konselor adalah tukang “interogasi” yang senantiasa mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan dan membuat mereka merasa malu. Menurut
mereka, para konselor selalu ingin mengtahui rahasia dan permasalahan klien
tanpa memberi kepastian akan jalan keluarnya. Menurut para siswa, para konsleor
banyak mengajukan pertanyaan, tetapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu
dirasakan tidak terarah.
Komponen
attending dan responding terhadap makna yang menjadi fokus kajian adalah :
1. Attending secara fisik (attending Physically)
a. Attending secara konteks (Attending contextually)
b. Attending secara Personal (Attending Personally)
2.
Pengamatan
(Observing)
a. Pengamatan terhadap energi
fisik dan psikis klien (Observing Energy
Level)
b. Pengamatan terhadap tingkat
kesehatan klien (Observing Health)
c. Pengamatan terhadap
penampilan dan tingkahlaku klien (Observing
Apperance and Behavior)
d. Pengamatan terhadap
perasaan-perasaan klien (Observing
Identifies Feeling)
e. Pengamatan terhadap tingkat
kongeruensi sikap dan tindakan klien (Observing
The Degree of Congruence)
f.
Pengamatan
terhadap tingkat keakuratan tindakan klien (Accuratelly)
g. Pengamatan terhadap diri
sendiri (Observing Your Self)
3.
Mendengarkan
(Listening)
a. Memahami esensi persoalan
klien (Knowing What to Listen For)
b. Mengembangkan pemikiran
tanpa prasangka (Being Non Judgemental)
c. Memfokuskan diri pada
keterampilan klien (Resisting Distraction)
d. Mengungkapkan kembali
ekspresi-ekspresi klien (Recalling The Expression)
e. Mencari esensi pemasalahan
klien (Looking for Themes)
f.
Merefleksi
pikiran dan perasaan klien (Reflecting on
What Is Said).
4. Responding terhadap Makna
a. Memahami perasaan dari
esensi permasalahan klien (Feeling About
Content)
b. Memahami alasan mengapa
klien memiliki perasaan tertentu (Providing
a Reason for The Feeling).
c. Memberi respon yang
dipertukarkan ( responding
Interchangably)
d. Menangkap esensi makna dan
perasaan klien (Capturing Both The
Feeling and The Contents)
e. Memberi respon terhadap
berbagai perasaan dan isi permasalahan klien (Responding to Many feeling and Contents)
f.
Merespon
terhadap isi dan peraasaan-perasaan klien yang sulit dipahami (Responding to Difficult Feeling and
Contents)
g. Merespon dengan mengajukan pertanyaan
(Responding with Questions).
Komponen-komponen dari
keterampilan di atas selanjutnya dikembangkan menjadi alat latihan keterampilan
konseling.
Referensi :
Carkhuff,
Robert. R & Anthony, William. A. (1979). The Skills of Helping. Massachusetts, USA : Human Resource
Development Inc.
Carkhuff,
Robert. R & Pierce, Richard. M. (1977). The
Art of Helping : Trainer’s Guide. Massachusetts, USA : Human Resource
Development Inc.
Carkhuff,
Robert. R. (1983). The Art of Helping :
Fifth Edition. Massachusetts, USA : Human Resource Development Inc.
Hafina,
Anne. (2008). Model Latihan
Keterampilan Konseling Individual bagi Mahasiwa. Disertasi Program Doktoral SPs UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar