Rabu, 20 November 2019

Informasi Karir (Teknologi)


 Mengelola Informasi Karier Berbasis Teknologi



A.     Organizing Occupational Information
Kode etik NCDA mengharuskan konselor karir untuk memberikan informasi yang tepat waktu, mencegah sumber berusia lebih dari lima tahun dan jelas menunjukkan tanggal publikasi. Ulasan Konselor bahan juga harus menentukan keakuratan informasi dan menghilangkan segala sumber yang bias atau stereotip. Kepatuhan terhadap pedoman etika juga menuntut bahwa informasi karir dirancang untuk pemahaman klien

B.     Processing Information
Oleh karena itu, layanan penting tapi kadang-kadang diabaikan adalah membantu klien dalam mengolah informasi dan membuat materi yang relevan sesuai dengan tujuan klien secara individu dan prioritas. Informasi yang berbasis luas dapat digunakan untuk mengeksplorasi kemungkinan, sedangkan fakta-fakta yang lebih spesifik diperlukan untuk pilihan yang sempit berdasarkan proses berlian karir ini.
Konselor perlu mempertimbangkan kesiapan para klien untuk menangani informasi dan mengevaluasi metode apa informasi penerimaan akan sangat berguna untuk setiap individu tertentu. Dalam sesi konseling, maupun informal di perpustakaan, konselor membantu klien memproses informasi sehingga mereka dapat memahami deskripsi dan menentukan bagaimana data tersebut berhubungan dengan kegiatan eksplorasi dan pembuatan keputusan mereka. Dengan meningkatkan pengembangan diri mereka sendiri, klien harus bertanggung jawab menyelesaikan tugas, bekerja secara konsisten untuk mencari informasi, membaca deskripsi, dan menganalisis materi. Berurusan dengan informasi pekerjaan membutuhkan waktu, energi, motivasi, dan mungkin merupakan indikasi dari kematangan karir.

1.        Computer-Assisted Career Guidance System
Computer-Assisted Career Guidance System (CACGS) adalah metode layanan cepat dan efisien, dan siswa menghargai penyajian teknologi yang modern dalam pendekatan trait-factor.
CACGS dipilih untuk kebutuhan perkembangan klien seperti apapun intervensi yang terstruktur. Khususnya, Program seperti DISCOVER, SIGI (Sistem Terpadu Bimbingan dan Informasi), dan pilihan explorer menawarkan persediaan bunga, nilai daftar periksa, penilaian laporan diri kemampuan dan bakat, dan beberapa program juga mencakup penilaian kepribadian.
Gati (1996) merekomendasikan konselor membantu klien menggunakan program karir dengan bantuan komputer. Penulis mencatat bahwa jika siswa memunculkan daftar panjang dalam kemungkinan kerja, sejumlah informasi bisa menimbulkan perasaan yang kuat dan menyurutkan siswa dari eksplorasi lebih lanjut.


2.      Career Information Delivery Systems
Dari akhir 1970-an sampai dengan tahun 1991, inisiatif kongres berjudul Informasi Kerja Komite Koordinasi Nasional (NOICC) didistribusikan program karir serupa dengan CACGS.
Informasi Karir Pengiriman Systems (CIDS) meliputi empat komponen: penilaian, pencarian kerja, informasi pekerjaan dan informasi pendidikan. Kategori self-assessment meliputi survei nilai, inventarisasi bunga, instrumen keterampilan mengidentifikasi, dan tes yang merangkum pengalaman kerja. Pengguna menetapkan kriteria untuk pencarian kerja yang dapat diubah jika pekerjaan yang cocok tidak untuk para pengguna menyukai.

C.      Information From Government Agencies / Informasi dari Instansi Pemerintah
Secara tradisional, perpustakaan karir telah menampung sejumlah kamus yang mencakup informasi pekerjaan yang diterbitkan oleh instansi pemerintah. Namun, konselor karir telah mencantumkan jilid agar memiliki daftar lengkap dari deskripsi okupasi yang dapat diterjemahkan untuk pengunjung perpustakaan.
O * NET muncul pada tahun 1998 dan didasarkan pada Standar Kerja Klasifikasi (SOC), sistem yang digunakan oleh lembaga statistik federal untuk mengklasifikasikan pekerja ke kategori pekerjaan.



Gambar 11.1 menunjukkan domain dari O * NET, sebuah sistem online untuk mengklasifikasikan karakteristik pekerja dan yang berkaitan ini kepada faktor pekerjaan. Para pekerja karakteristik berada dalam tiga kotak di bagian atas diagram, dan informasi tenaga kerja okupasi dan di bagian bawah.

Pembahasan memfokuskan pada  bagaimana seorang konselor karir membantu konseli dalam mengatur berbagai informasi karir dengan menggunakan berbagai perkembangan teknologi dan informasi saat ini.
Berbagai media online menjadi sebuah jalan kemudahan untuk konseli yang ingin mencari pekerjaan, memahami minat kerjanya, sampai pelaksanaan konseling online.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling karir di Indonesia saat ini, telah pula berkembang dengan menyesuaikan dalam perkembangan teknologi dan informasi yang ada. Seperti seleksi kelanjutan studi (PPDB), seleksi penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil), penerimaan karyawan swasta dan lainnya dengan sistem online, adanya sekolah yang memiliki website khusus untuk melakukan layann bimbingan dan konseling, serta konselor telah menggunakan media elektronik untuk sekedar memberitahukan berbagai lowongan pekerjaan kepada konselinya, hingga layanan konsultasi yang tanpa mengenal jeda waktu dan ruang.
Dengan adanya kemajuan layanan bimbingan dan konseling karir tentu dapat membantu berbagai permasalahan yang dihadapi peserta didiknya di sekolah. Seperti salah satu masalah yang sering muncul sehubungan dengan perkembangan remaja pada aspek kognitif adalah merasa kesulitan dalam memilih bidang pendidikan (jurusan, program studi, atau jenis sekolah) yang cocok dengan dirinya, artinya dalam bidang karir permasalahan yang dihadapi remaja adalah kesulitan dalam mengambil keputusan dari berbagai alternatif pilihan karir yang ada (Abin Syamsuddin Makmun, 1981: 118). Permasalahan tersebut dapat diatasi bahwa menjadi upaya prefentif dengan mengembangkan media layanan bimbingan dan konseling karir sesuai perkembangan teknologi saat ini, seperti informasi kelanjutan studi, prospek pekerjaan hingga tata cara melamar pekerjaan.
Berbagai kemajuan teknologi saat ini menjadi sebuah keuntungan besar bagi konselor dan konseli. Konselor dengan lebih mudah memberikan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, serta layanan konseling online. Konseli dengan kemudahan waktu dan tempat dapat mengakses berbagai informasi dengan cepat serta terpenuhinya kebutuhan layanan bimbingan dan konseling dengan sangat baik.
Mengimplementasikan layanan untuk memberikan informasi kepada klien sesuai bagian bawah Karir Diamond adalah tugas profesional yang menakutkan. Praktisi harus mengembangkan keterampilan pustakawan khusus mengorganisir informasi, sistem pengiriman komputer, video dan sebagainya. Praktisi karir juga mempertimbangkan kebutuhan pendidikan pengguna pusat.
Teknologi telah menambahkan informasi video dan kegiatan interaktif. Dalam dunia kita berubah, perkembangan baru dengan cepat menambahkan intervensi teknologi untuk konseling karir, termasuk konseling di internet. Praktisi Karir tentu harus menjadi pembelajar seumur hidup jika mereka ingin mengikuti perubahan yang menarik.
Akhirnya, internet menawarkan jumlah yang luar biasa informasi yang datang dan pergi, mengubah alamat website, dan bervariasi dalam kualitas. Klien membutuhkan bantuan melakukan navigasi semua informasi, termasuk bagaimana memulai pencarian berdasarkan kebutuhan individu menilai kualitas informasi secara online, dan ketika untuk mengetahui bahwa cukup.

Referensi :
Andersen, Patricia & Vandehey, Michael. (2012). Career Counseling and Development In Global Economy. Canada : Cengade Learning.

Kualitas Pribadi Konselor


Kerangka Teori dan Konsep Kualitas Pribadi Konselor



Terdapat dua teori utama yang menjadi pembahan mengenai kualitas pribadi konselor, yakni teori pribadi konselor dan five minds. Teori utama pribadi konselor adalah teori pribadi konselor dari Cavanagh and Justin (2002), Geldard, D & Geldard, K. (2005), dan dari William J. L. and Alissa S. (2008). Sedangkan teori five minds yang digunakan adalah teori five minds dari Gardner (2000 dan 2008) sehingga disebut pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds.

Teori Pribadi Konselor
Secara etimologi, kepribadian yang bahasa Inggrisnya  personality, berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang berarti menembus. Menurut Boeree (2005: 120) persona adalah topeng yang dipakai ketika individu menampilkan diri ke dunia luar.  Namung seiring dengan perkembangan yang dialami individu, konsep persona yang semula sebagai arketip sehingga diartikan topeng, lambat laun ia menyadari bahwa topeng itu merupakan bagian dari dirinya sendiri yang paling jauh letaknya dari alam bawah sadar kolektif (Boeree, 2005: 120). Ketidaksadaran ini mendorong individu senantiasa memunculkan kesan baik ketika lingkungan menuntut untuk menampilkan peran itu, terutama ketika lingkungan mendukung.
Prinsipnya kepribadian itu akan terus berkembang dan menjadi bagian dari sistem yang ada dalam diri individu. Artinya, kepribadian bersifat dinamis. Apa lagi jika dikaji dari sisi determinasi perkembangan, bahwa determinan perkembangan kepribadian adalah faktor lingkungan, maka sangat yakin bahwa kepribadian bersifat dinamis. Dinamika ini terutama dalam rangka memperkokoh suatu sistem yang disebut sistem psiko-fisik.
Demikian halnya dengan perkembangan pribadi konselor, dalam arti karakteristik kepribadian seorang konselor akan terus berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi pada lingkungannya, khususnya yang disebut pembelajaran. Karakteristik pribadi konselor yang dimaksud adalah   pemahaman diri, sepenuh hati, dapat dipercaya, sehat secara psikologis, jujur, ketegasan, hangat, memberikan respon yang aktif, sabar, sensitif, mandiri, kesadaran holistik (Cavanagh and Justin, 2002 : 46). Menurut Brammer (1982 : 75) cirri pribadi konselor yang efektif adalah konselor yang empati (emphaty), terbuka (open mindedness), konkret (concreteness), dan realistis (realistic). Geldard, D & Geldard, K. (2005 : 23) mengemukakan sepuluh karakteristik konselor efektif dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu, yakni  penerimaan (acceptance), empati (empathy), stabilitas emosi (emotional stability), fleksibilitas (flexibility), keterbukaan (open-mindedness), ketertarikan pada orang (interest in people), keaslian (genuineness), kepercayaan/keyakinan (confidence),sensitivitas (sensitivity), dan (fairness). Sementara itu Verheul .R,  et.al. (2008 : 23-34) mengemukakan tiga factor yang berkorelasi dengan kualitas hubungan yang bersifat membantu (helping relationship), yakni kontrol diri (self-control), integrasi identitas (identity integration), kapasitas hubungan (relational capacities), dan tanggung jawab (responsibility).
  Pribadi konselor yang berkualitas berkembang optimal pada pengasuhan (attechment) yang memfasilitasi (William J. L. and Alissa S., 2008 ; 406), yakni pembelajaran yang memberikan kemudahan kepada mahasiswa mengembangkan pribadi konselornya. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds. Pembelajaran ini dipandang cocok sebab pribadi konselor dilandasi berpikir keilmuan, sintesis, kreatif, respek, sampai berpikir persoalan etik. Pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds tidak mengajarkan substansi melainkan mengajarkan alat berpikir untuk pengembangan pikiran secara kontekstual dan normatif.

Teori Pembelajaran Berbasis Gardner’s Five Minds.
Konsep Gardner’s Five Mind
Petualangan intelektual Howard Gardner, yang sering lebih dikenal dengan nama Gardner, selama lebih dari 30 tahun menghasilkan paradigma berpikir yang berbeda dari para pemikir lainnya. Setelah sukses pada awal tahun 1990an dengan teori multiple intelligence, pada tahun 1999 ia menerbitkan buku yang diberi judul The Disciplined Mind. Buku ini termasuk best seller, karena isinya menggagas berpkir ilmu yang bukan sekedar pengetahuan, malainkan berpikir yang powerfull yang bukan hanya sekedar memahami keilmuan bidang-bidang studi. Namun demikian, Gardner begitu haus dengan pengembangan berpikirnya sehingga pada suatu seminar tahun 2008 mengemukakan konsep five minds for the future.
1.         The Disciplined Mind
Menurut Gardner (2008 : 5) ada tiga konotasi discipline, yakni melakukan sasuatu hal secara ajeg dan mantap yang akhirnya memperoleh hasil yang terbaik, menguasai cara-cara pokok berpikir sehingga disscipline merupakan cara berpikir yang powerful tetapi tidak intuitif,  menjadi seorang ahli pada sesuatu yang digeluti, dan discipline mind selalu menunjukkan kebaruan.  Discipline mind dintandai dengan minimal melibatkan penguasaan satu cara berpikir dan pemanfaatan pendekatan saintifik dalam memecahkan masalah pada area manapun.
2.      The Synthesizing Mind
Pikiran sintesa (synthesizing mind) pikiran yang mampu mengumpulkan informasi dari pelbagai  sumber yang berbeda dan menempatkan ide-ide bersama-sama dalam cara yang masuk akal untuk pelajar. Kemampuan untuk mensintesis ide-ide adalah keterampilan penting di masa depan – suatu keterampilan dasar kepemimpinan yang inovatif. Gardner (2008 : 8) berpendapat bahwa salah satu figure synthesizer mind adalah Charles Darwin. Ia berkeliling ke beberapa Negara dan mengamati flora dan fauna. Ia melakukan uji coba dan observasi di berbagai belahan dunia. Pada 20 tahun berikut ia mengemukakan sintesa intelektual terbaiknya “On the Origin of the Species”.
3.      The Creative Mind
Pikiran kreatif (creative mind) adalah pikiran yang mampu memecah landasan baru, mengembangkan ide-ide baru, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru atau memunculkan alternatif lain.
4.      The Respectful Mind
Pikiran respek (respectful mind) adalah pikiran yang mengakui perbedaan antara individu, kelompok dan budaya, belajar untuk menghargai rasa 'orang lain'. Pikiran ini membutuhkan lompatan imajinatif untuk memungkinkan kita untuk memahami orang lain dengan cara mereka sendiri.
5.      The Ethical Mind
Pikiran etis ethical mind) adalah yang mempertimbangkan bagaimana siswa dapat melayani tujuan di luar kepentingan diri sendiri. Pikiran ini memperhitungkan 'kebaikan bersama' dari masyarakat luas khususnya di bawah situasi yang menantang atau dilema. Perkembangan keyakinan bersama yang penting untuk mencapai pikiran ini dan proyek-proyek yang melibatkan memberikan layanan kepada orang lain.

Five Minds sebagai Dasar Pembelajaran
Dalam pandangan Gardner (2008 : 1) five minds for the future merupakan sesuatu antara must dan should. Must dalam pengertian bahwa five mind merupakan kompetensi yang orang muda dan masyarakat perlukan pada abad 21 yang sedang dijalani. Should dalam pengertian keputusan tentang pengembangan five minds sesuai dengan nilai masing-masing orang. Artinya, jika seseorang yakin bahwa pengembangan  five minds  amat penting bagi seseorang untuk menghadapi masa depan, maka orang itu sudah seharusnya mengembangkan five minds yang terintegrasi pada pribadinya.
Bagi Gardner (2008 : 2) five minds sangat penting sebab gambaran masa depan sebagai the genetic revolution, yakni suatu masa dimana anak pergi sekolah dengan membawa chips gene masing-masing dan mereka akan berkata kepada guru dan administrtator “these are the genes that are inactive, these are the ones that are working – teach me effectively (Inilah gen yang belum aktif, tetapi sebagaian sedang berkembang – ajarlah kami dengan efektif.)” dan kita tidak akan bisa menolak permohonan ini.
Dalam konteks pembelajaran pengembangan pribadi konselor five minds dipandang sebagai keutuhan. Implikasinya pembelajaran harus mengembangkan kelima minds itu sebagai keutuhan pribadi. Gardner’s Five Minds dianggap cocok bagi penegmbangan pembelajaran pribadi konselor dengan pemikiran sebagai berikut.
1.       Pribadi konselor dilandasi pengetahuan tapi bukan sebatas pengetahuan melainkan sampai pada persoalan etik.
2.         Pengembangan pribadi konselor menghendaki keutuhan pembelajaran yang melintas aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara terstruktur dan terprogram, sehingga five minds bisa merepresentasikan struktur, proses dan program dimaksud.
3.  Five minds tidak mengajarkan substansi melainkan mengajarkan alat berpikir untuk pengembangan pikiran secara kontekstual dan normatif.


Hakikat Hidup Beragama


Hakikat Hidup Beragama
dalam Perspektif Kejiwaan




Abstrak
Allah Swt sebagai khaliq (pencipta) alam semesta telah menurunkan wahyu (agama) kepada para utusan-Nya (sejak Nabi Adam As sampai dengan Nabi terakhir, Muhammad SAW) sebagai pedoman hidup bagi manusia di dunia ini, agar memperoleh kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Kaidah-kaidah (nilai-nilai) yang terkandung dalam agama selaras dengan fitrah manusia sebagai makhluk beragama (homo religious), yaitu makhluk yang memiliki naluri beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama tersebut. Apabila seseorang telah mempedomani agama sebagai dasar rujukan berperilaku, dan sebagai kompas dalam mencapai tujuan hidupnya, maka dia telah menjadi seorang pribadi yang telah terbebaskan dari belenggu kebodohan (jahiliyah) yang sangat dipengaruhi oleh hawa nafsu (syaithoniyah dan bahimiyah), dan memperoleh pencerahan hidup yang sarat dengan nur ilahi (beriman dan beramal shalih). Dalam QS. Ibrahim (14):1 Allah berfirman “…kitabun anzalnahu ilaika litukhrijan nasa minadldlulumati ilannur…” (Aku menurunkan, mewahyukan kitab Al-Quran ke padamu, agar engkau membawa dan mengeluarkan manusia dari kegelapan (kehidupan jahiliyah) menuju cahaya yang terang benderang (kehidupan yang berkeadaban dan berpedoman pada Al-Quran). Ditilik dari segi kejiwaan, agama Islam telah memberikan pencerahan terhadap pola pikir manusia secara benar tentang makna hidupnya di dunia ini. Melalui agama, manusia memperoleh hudan (petunjuk) tentang siapa dirinya; tujuan tugas hidupnya; karakteristik (sifat-sifat) dirinya; dan keterkaitannya dengan makhluk lain (alam semesta).
Aspek-aspek kejiwaan (psikis) yang berkembang dalam diri seorang muslim, sebagai dampak dari agama Islam yang dianutnya, dijelaskan sebagai berikut.

A.     Pemahaman tentang Jati Diri sebagai Makhluk
Orang islam menyadari bahwa keberadaannya di dunia ini bukan kemauan sendiri, atau hasil proses evolusi, melainkan kehendak Yang Maha Kuasa, Allah Rabbul ‘alamin. Dengan demikian, dia menyadari bahwa dirinya adalah ciptaan (makhluk) Allah, yang dalam hidupnya mempunyai ketergantungan (dependent) kepada-Nya. Sebagai makhluk, dia berada dalam posisi lemah (terbatas), dalam arti tidak bisa menolak, menentang, atau merekayasa apa yang sudah dipastikan-Nya (seperti kelahiran dan kematian). Dalam QS. Fathir (35):15 Allah berfirman: “Ya ayyuhannasu antumul fuqara ilallah,wallahu huwal ghaniyyul hamid”. Hai manusia kalian fuqara (sangat memerlukan pertolongan) Allah, dan Dia-lah yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Maha Terpuji”).
Salah satu dalil yang menunjukan bahwa  manusia ciptaan Allah, adalah Firman-Nya dalam Q.S Attin (95) : 4 “Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik (sempurna)”. Tentang hal ini, Prof.Tafsir menjelaskan dengan baik sekali dalam buku beliau Pesan Moral Ajaran Islam, (Maestro, 2008).
Orang Islam meyakini bahwa manusia adalah makhluk Allah yang mulia. Keyakinan ini didasarkan Firman Allah dalam QS. Bani Israil (17):70 “Kami telah memuliakan bani Adam (manusia) dan Kami angkut mereka di daratan dan lautan, kami memberi rizki kepada mereka dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”.
Keyakinan bahwa dirinya mempunyai posisi, atau harkat dan martabat yang begitu mulia di sisi Allah dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lainnya, akan memberikan dampak yang positif bagi suasana rohaniah atau kejiwaannya, seperti: rasa percaya diri (self confidance), perasaan berharga (self esteem), atau terhindar dari perasaan inferior (minder,rendah diri).
B.     Pemahaman tentang Tujuan Hidup
Sebagaimana telah dikemukakan manusia lahir ke dunia kehendak Allah SWT. Pada saat manusia dilahirkan ke alam fana ini, dia tidak tahu apa-apa (lata lamuna syaia). Jangankan mengetahui tujuan hidupnya , tahu tentang siapa dirinya, orangtuanya, dan tempat hidup-nya pun tidak tahu.
Bagi orang yang membenci agama (seperti orang-orang ateis), tujuan hidup di dunia ini baginya adalah misteri, sesuatu yang tidak jelas, baik arah maupun wujudnya, sehingga akhirnya dia mengalami kehidupan yang sesat. Sigmund Freud, seorang psikoanalisis yang ateis mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah kematian (di dunia ini).
Agar manusia hidupnya tidak sesat, maka agama memberikan petunjuk kepada manusia, tentang apa kepada manusia, tentang apa sebenarnya tujuan hidup di dunia ini. Dalam hal ini, Islam menjelaskan bahwa tujuan hidup manusia di dunia  ini, tiada lain adalah “mardlatillah” (ridha Allah, dicintai Allah). Untuk mencapai tujuan ini adalah dengan bertakwa, atau beriman dan beramal shalih (beribadah kepada Allah).
C.      Pemahaman Tentang Tugas Dan Fungsi Hidup
Orang islam memahami bahwa hidup di dunia ini mempunyai tugas yang jelas, yaitu beribadah kepada Allah. Tugas ibadah ini sebagaimana tercantum dalam QS. Adz-Dzariyat (51) : 56 “Wama khalaqtul jinna wal insa illa liya’ budun” (Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku).
Pelaksanaan ibadah ini amat terkait dengan fungsi manusia itu di dunia ini, yaitu sebagai hamba Allah (‘abdullah) dan khalifah Allah (khalifatullah). Sebagai hamba Allah, orang islam menyadari bahwa dirinya mempunyai kewajiban untuk mengabdi, ber-taqarrub atau beribadah kepada-Nya (hablum minallah), melalui ibadah mahdlah (ibadah ritual-personal, seperti: shalat shaum,zakat dan haji).
Sementara sebagai khalifah Allah, orang islam menyadari bahwa dirinya mengemban amanah atau tanggungjawab (responsibility) untuk mewujudkan misi suci kemanusiannya sebagai rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam). Upaya yang ditempuh untuk mewujudkan misi tersebut adalah dengan senantiasa berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejatera; dan berupaya mencegah terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan, penindasan terhadap kaum mustadl’afin (kaum lemah, miskin, atau orang-orang yang dimarjinalkan) dan perusakan lingkungan hidup (baik lokal, regional, maupun global).
Kewajiban untuk menciptakan kemakmuran di muka bumi ini terdapat dalam QS. Huud (11) : 61 ”…Huwa ansya akum minal ardli wasta’marakum fiha” (Dia-lah yang menciptakan kamu dari bumi dan memerintahkan kepadamu untuk memakmurkannya).
D.     Pemahaman Bahwa Hidup Ini Adalah Ujian
Orang islam yang benar-benar beriman memahami bahwa romantika kehidupan di dunia ini berfluktuasi antara khairan atau yusran (suasana kehidupan yang menyenangkan, seperti anugerah kecantikan, kekayaan, jabatan, dan kesehatan) dengan syarron atau ‘usran (suasana kehidupan yang tidak menyenangkan, seperti musibah, mempunyai wajah yang tidak cantik, hidup sakit-sakitan, dan miskin) dan mampu mensikapinya secara benar (pada saat mendapatkan anugerah, dia bersyukur, dan pada saat mendapat musibah dia bersabar).
Dalam QS. Al-Insyirah (94) : 5 Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan”. Terkait dengan hal ini, Rasulullah SAW membenarkan dengan sabdanya:’ajaban liamril mumini,inna amrahu kulluhu lahu khairun walaisa dzalika liahadin illa lilmumini, in ashabathu sarrahu syakara fakana khairan lahu; in ashabathu dharrahu shabara,fakana khairan lahu. (Sungguh takjub/ bangga terhadap orang-orang beriman, karena semua urusannya itu adalah baik baginya, dan tiada hal itu terjadi pada seseorang, kecuali pada diri orang beriman. Jika dia mendapat kegembiraan, dia bersyukur dan hal itu baik baginya; dan apabila dia mendapat musibah atau kemadharatan (sesuatu yang tidak menyenangkan) maka dia bershabar, dan hal itu baik baginya) HR. Muslim (Kitab Riyadlushalihin, Imam Abu Zakariya, Yahya bin Syaraf, An-Nawawy, terj. Muslich Shabir,1981:48).
E.      Pemahaman Tentang Potensi Ruhaniah, Dan Kita Kiat Pengelolaannya
Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk berakhlak baik (taqwa) atau buruk (fujur). Potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia, karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan-minum, seks, berkuasa, dan rasa aman. Apabila potensi takwa seseorang lemah karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka perilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan, karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif, atau impulsif (seperti berzina, membunuh, mencuri, meminum minuman keras atau menggunakan narkoba, main judi, dll).
Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang, maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self-control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
F.      Kesadaran Mengendalikan Diri (Self Control)
Dengan menganut agama islam, seseorang akan memiliki kesadaran untuk mengendalikan diri dari perbuatan yang diharamkan Allah. Kesadaran ini berkembang atas dasar keyakinannya akan ayat “wanahannafsa ‘anil hawa fainnaljannata hiyal mawa” (dan bagi orang yang mampu mengendalikan dirinya dari dorongan hawa nafsu maka surga-lah tempat kembalinya). Kemampuan mengendalikan diri ini sangatlah penting bagi kehidupan bersama. Karena terjadinya peristiwa atau fenomena tindak kekerasan atau tindak kejahatan di masyarakat, pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki kemampuan mengendalikan diri (impulsif, dalam bahasa Sunda = ngalajur nafsu). ,    
G.     Komitmen Bagi Kesejahteraan Umat Manusia          
Komitmen ini didasarkan kepada hadits Rasulullah SAW, yaitu “Khairunnas anfa’uhum linnas” (sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi orang lain). Dan QS. Al-Anbiya: 107 (21): “wama arsalnaka illa rahmatan lil alamin (tidaklah Kami mengutus engkau kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam). Berdasarkan hadits dan ayat tersebut, seorang muslim dilarang untuk bersifat egois atau selfish (hidup mementingkan diri sendiri) tetapi sebaliknya dia harus bersifat ta’awun bilma’ruf (altruis), yaitu memberikan pertolongan kepada orang lain atau memberikan kontribusi nyata terhadap kesejahteraan hidup orang banyak, baik melalui ilmu, harta kekayaan, maupun jiwa raga.
Kebermaknaan hidup sebagai muslim juga, adalah senantiasa berupaya untuk mencegah dirinya sendiri atau orang lain dari perbuatan yang merusak tatanan kehidupan bersama, seperti : berzina (free sex), mencuri (korupsi), mengkonsumsi minuman atau makanan yang haram, mengkonsumsi obat-obatan terlarang (Narkoba atau Naza), dan merusak lingkungan alam. Dalam QS. Al-Qashash (28):77, Allah berfirman:”… wa ahsin kama ahsanallaahu ilaika walatabgilfasada filardi innallaha la yuhibbul mufsidin (dan berbuat baiklah kamu (kepada orang lain), seperti Allah telah memberikan kebaikan kepadamu, dan janganlah berbuat fasad = kerusakan di bumi, sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang berbuat kerusakan).
H.     Ketenangan Batin
Orang islam yang telah memiliki keimanan yang kokoh terhadap Allah SWT dan beristiqamah dalam mengamalkan perintah-Nya, maka hidupnya berada dalam suasana batin, kejiwaan, atau psikologis yang tenang, tenteram, atau nyaman, dan mampu mengatasi perasaan gelisah, cemas, atau stress dan frustasi pada saat mengalami masalah atau musibah.
Dalam QS. Fush Shilat (41) : 30 Allah berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan Allah Tuhan kami kemudian mereka beristiqamah, maka turun kepada mereka malaikat (seraya berkata) janganlah engkau takut (cemas) dan bersedih hati (frustasi) dan bergembiralah dengan surga yang kepadamu dijanjikan”.
Ketentraman batin juga didapat oleh kaum muslim, karena mereka senantiasa berdzikir kepada Allah, seperti (1) mendawamkan ucapan kalimah tasbih (subhanallah= Maha Suci Allah), tahmid (Alhamdulillah= segala puji bagi Allah), takbir (Allahu Akbar : Allah Maha Besar) dan tahlil (lailaha illaah = Tiada Tuhan kecuali Allah; (2) membaca dan menelaah al-Qur’an; (3) memikirkan atau menelaah alam sebagai ciptaan Allah yang Maha Agung, dan (4) senantiasa bersikap ikhlas terhadap takdir atau ketentuan dari Allah yang tidak menyenangkan, seperti penyakit, kecacatan tubuh, kemiskinan, kecelakaan dan musibah lainnya. Dalam QS. Ar-Ra’d (13): 28 Allah berfirman: “Alladzina amanu watath mainnu qulubuhum bidzikrillahi, ala bidzikrillahi tathmainnul qulub” (orang-orang yang beriman, hati mereka tentram, karena berdzikir kepada Allah; ingat! Dengan berdzikir kepada Allah-lah hati itu akan tenteram).

Daftar Pustaka
Al-Quran
Abu Zakariya, Yahya bin Syaraf, An-Nawawy. 1981. Riyadushshalihin (terjemahan Muslich Shabir).

Ali Syari’ati. 1985. Idelogi Kaum Intelek. Bandung: Mizan.

Aziz Ahyadi. 1981. Psikologi Agama. Bandung: Martiana.

Endang Saifudin Anshari. 1968. Pokok-pokok Pikiran tentang Islam. Bandung: Pelajar.

Syafaat M. 1965. Mengapa Anda Beragama islam. Jakarta: Wijaya.

Tafsir A. 2008. Pesan Moral Ajaran islam. Bandung: Maestro.
Yusuf Syamsu LN. 2008. Psikologi Belajar Agama. Bandung: Maestro.

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...