MENGAPA MODEL BIMBINGAN
DAN KONSELING KOMPREHENSIF DALAM KURIKULUM 2013
Oleh
Asep Rohiman
Lesmana
Program Studi
Bimbingan dan Konseling SPs UPI
imanlesmana382@gmail.com
Abstrak
: Saat ini telah
terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling (BK), yaitu dari
pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada
konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
Pendekatan BK menjadi penguatan dalam model yang bersifat layanan. Layanan BK
komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan,
pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas
perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli,
sehingga pendekatan ini disebut juga BK berbasis standar (standard based
guidance and counseling). BK komprehensif sebagai konsekuensi logis dalam
melaksanakan proses pendidikan di sekolah. Kurikulum 2013 memberikan
kepercayaan kepada konselor dalam mengembangkan program peminatan peserta didik
yang tidak jelas. Tantangan dalam kurikulum 2013 mengharuskan konselor
melaksanakan program peminatan peserta didik atau yang lebih tepatnya layanan
perencanaan individual. Tujuan dari artikel kajian teori yakni memberikan
pemahaman dan keyakinan dari model BK komprehensif sebagai model yang ideal
dalam melaksanakan program peminatan peserta didik pada kurikulum 2013. Metode
yang digunakan yakni kajian literatur. Hasil dan pembahasan menjelaskan
perspektif historis model BK komprehensif, struktur model BK komprehensif,
hasil riset model BK komprehensif, dan analisis kelebihan serta kekurangan
model BK komprehensif. Konselor sebagai ahli layanan BK yang melaksanakan
layanan pedagogis bagi pengembangan potensi peserta didik, dan merupakan proses
konselor dalam melakukan revitalisasi layanan BK khususnya meningkatkan kinerja
layanan BK.
Kata kunci : BK Komprehensif (comprehensive guidance and
counseling), konselor (counselor),
peminatan peserta didik, dan kurikulum 2013.
WHY
COMPREHENSIVE GUIDANCE AND COUNSELING MODEL IN A CURRICULUM 2013
by
Asep Rohiman Lesmana
Guidance and Counseling Program Graduate School Studies
UPI
imanlesmana382@gmail.com
Abstract : Currently,
there is a paradigm change in guidance and counseling approach (GC), which is traditionally
oriented approach, remedial, clinical, and centered counselor, the development
-oriented approach and preventive. GC approach
be strengthened in the model that is service. Comprehensive GC services based
on the achievement of developmental tasks, development potential, and the
decision making of the problems counselee. Developmental tasks formulated as a
standard of competence to be achieved counselee, so this approach is also
called GC-based standards (standards-based guidance and counseling). Comprehensive
GC as a logical consequence in carrying out the educational process at the
school. Curriculum 2013 gives credence to the counselor in developing
specialization program students who are not clear. Challenges in implementing
the curriculum in 2013 requires counselor specialization program students or
more precisely individualized service planning. The purpose of the article
studies the theory that provides an understanding and confidence of a
comprehensive GC model as an ideal model in implementing the specialization
program students in the curriculum in 2013. Methods used the literature review.
Results and discussion explains the historical perspective of a comprehensive
GC model, comprehensive GC model structure, the result of a comprehensive GC models
research, and analyzes the advantages and disadvantages of comprehensive GC
models. Counselor as expert services that implement pedagogical services for
the development of potential learners, and a counselor in the process of
revitalizing services in particular improve GC service performance and quality.
Keywords : Comprehensive
GC (comprehensive guidance and
counseling) , counselor, specialization of students, and the curriculum 2013.
Pendahuluan
Sejatinya, pendidikan
merupakan tonggak harapan generasi muda dalam mengembangkan potensi agar
memiliki kepribadian yang sehat, berkarakter, dan mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Pendidikan merupakan suatu konsekuensi logis dalam
mempersiapkan dan membangun sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Pendidikan
yang bermutu tidak cukup dilakukan melalui tranformasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen
tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong
diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian
cita-citanya. Nurikhsan (2007:1). Artinya, pendidikan yang bermutu merupakan
pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik memenuhi kebutuhannya, baik
saat ini maupun di masa yang akan datang.
Tujuan pendidikan nasional
yakni mengembangkan potensi peserta didik yang terkandung dalam UU. No. 20
Tahun 2003 yang merupakan seperangkat kompetensi yang harus dikuasi oleh
peserta didik secara optimal. Proses pencapaian kompetensi peserta didik secara
optimal diperlukan kerja sama yang baik antara manajemen/supervisi, pengajaran,
serta bimbingan dan konseling (BK) yang merupakan tiga pilar pendidikan. ABKIN
(2007). Keberadaan layanan BK dalam
sistem pendidikan secara umum dilatarbelakangi oleh beberapa landasan. Suherman
AS, (2006:8) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan BK
yang profesional, maka pekerjaan profesi itu harus ditata berlandaskan tuntutan
riil masyarakat pengguna juga mengacu pada rujuka teori-teori yang berkenaan
dengan landasan fiosofis, sosiologis, psikologis, sosial-budaya, dan sistem
nilai baik yang bersifat umum maupun keagamaan.
Arah dan perspektif
baru BK dewasa ini sejalan dengan belajar sepanjang dan sejagat hayat, maka BK
pun menjadi BK sepanjang hayat sebagai upaya proaktif dan sistematik di dalam
memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi,
pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan
keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Kartadinata (Mamat Supriatna,
2011:5) menjelaskan bahwa BK bergerak dari orientasi terapeutik-klinis ke arah
BK Perkembangan (Komprehensif). Sementara Yusuf Syamsu (Mamat Supriatna,
2011:64) BK yang dikembangkan adalah yang berbasis tugas-tugas perkembangan
yaitu yang berorientasi kepada upaya memfasilitasi potensi peserta didik, yang
meliputi aspek personal (pribadi), sosial, akademik, dan karir. BK komprehensif
menjadi model/pendekatan yang paling adekuat untuk mewujudkan BK sepanjang
hayat. BK komprehensif bertolak dari asumsi bahwa perkembangan yang sehat
terjadi melalui interaksi yang sehat antara individu dengan lingkungannya. Ini
berarti bahwa pengembangan lingkungan perkembangan atau ekologi perkembangan
manusia merupakan wahana strategik perkembangan peserta didik yang harus
dikembangkan konselor. Dalam hal ini konselor adalah individu yang memliki
kekuatan jati diri layanan ahli BK sebagai upaya pedagogis yang diampu oleh
pendidik profesional. (Kartadinata, 2011:24).
Orientasi model BK
komprehensif diantaranya: (1) pencapaian tugas perkembangan merupakan tujuan
BK; (2) perkembangan individu yang optimal, terjadi melalui interaksi yang
sehat antara individu dengan lingkungannya; (3) konseli tidak dipandang sebagai
manusia yang sakit mentalnya; (4) konseli merupakan pribadi yang unik dan
berharga yang berjuang untuk mengembangkan dirinya; dan (5) konselor tidak
bersifat netral, atau amoral, memiliki nilai-nilai, perasaan, dan komitmen
kepada dirinya.
Perkembangan BK di Indonesia terdapat model
yang muncul sebagai ciri khas dari muatannya seperti BK Pola 17, lalu ditambah
lagi dengan BK Pola 17+ hingga model BK komprehensif. Berikut akan dipaparkan
mengenai keharusan BK komprehensif.
Model BK komprehensif
merupakan salah satu bentuk inovasi kontemporer dalam profesi bimbingan dan
konseling. Model BK komprehensif berbeda secara substansial dengan model
bimbingan yang berlangsung selama ini. Perbedaan ini mencakup aspek filosofi, prinsip,
tujuan, isi, strategi, dan komponen. Adopsi inovasi model bimbingan dan
konseling sejatinya mengindahkan lingkungan perkembangan
peserta didik. Dengan
demikian, mengimplementasikan model BK komprehensif secara langsung tanpa
memperhatikan konteks lingkungan perkembangan peserta didik yang riil merupakan tindakan kurang bijaksana.
Model bimbingan dan
konseling komprehensif bersifat
sistemik, bukan sekedar sistematis. Model BK yang sistematik adalah
pelaksanaannya sesuai dengan rencana, tertata baik sejak perencanaan,
pendataan, implementasi, dan evaluasi. Sementara model BK yang sistemik adalah model BK yang
dirancang untuk menjangkau berbagai pihak, mulai dari siswa sebagai individu
maupun kelompok, komunitas sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat.
Pendekatan sistemik dalam model BK
komprehensif menempatkan individu sebagai pusat sistem dan menciptakan hubungan
antar subsistem yang mempengaruhi individu ke arah perkembangan positif
(Erford, 2004).
Model BK komprehensif
(yang sistemik) membutuhkan kebijakan pendidikan di sekolah yang integratif,
yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang pengajaran, bimbingan,
pelatihan, kegiatan ekstrakurikular, kebijakan keuangan-sarana-prasarana,
personalia. Model BK Komprehensif membutuhkan dukungan sekolah (dengan payung
kebijakan) yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian memadai
dan setara kepada semua unsur yang penting bagi jalannya proses pendidikan.
Dukungan finansial memadai, fasilitas memadai, pemberian waktu yang memadai
untuk pembimbingan, pengajaran, dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah
bukti kebijakan pendidikan yang integratif di sebuah lembaga pendidkan.
Selain sebagai
prasyarat, kebijakan pendidikan yang terintegrasi juga (dapat) merupakan dampak
dari model BK Komprehensif yang terbukti
kualitasnya. Kualitas model BK, hasil dan dampaknya yang positif akan
melahirkan kepercayaan masyarakat sekolah (dewan guru, administrator sekolah,
siswa-siswi, orang tua, komite sekolah). Kepercayaan masyarakat sekolah yang
besar akan melahirkan dukungan optimal bagi model BK tersebut, sehingga model BK menjadi semakin komprehensif.
Otokritik
dalam pelaksanaan kurikulum 2013 diantaranya meliputi model kurikulum yang
tidak jelas, basic empiric-nya lemah, tidak komprehensif, terdapat
spectrum perkembangan peserta didik, dan guru terlalu klerikal. Isu dari fokus
permasalahannya yaitu layanan BK diperkuat dalam implementasi kurikulum 2013 dengan
program peminatan peserta didik yang tidak jelas dan terlihat samar-samar.
Peminatan peserta didik dimaknai sebagai proses dalam memfasilitasi
perkembangan peserta didik agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya sehingga mencapai perkembangan optimal. Disinilah peran
konselor dalam memberikan upaya pedagogis kepada peserta didik dengan
pendekatan sistem dan kolaborasi personil sekolah.
Maksud dari artikel
kajian teori yakni diantaranya: (1) perspektif historis model BK komprehensif;
(2) struktur model BK komprehensif; (3) hasil riset dari BK komprehensif; dan
(4) analisis kelebihan dan kekurangan dari model BK komprehensif.
Pembahasan
Perspektif Historis
Model BK Komprehensif
Menurut Gysbers dan Henderson (2006) model BK komprehensif seyogyanya
terintegrasi dengan kurikulum yang
mendukung misi sekolah dan pemerintah, dan melengkapi program-program akademik
yang ada, selain itu menyediakan berbagai layanan konseling, referal,
konsultasi, informasi, dan penilaian. Konselor sekolah yang menggunakan program
bimbingan dan konseling komprehensif agar lebih efektif seyogyanya diberikan
melalui pendekatan tim (sistem). Konselor dalam melakukan tugasnya berkonsultasi
dan kolaborasi dengan staf sekolah, orang tua dan masyarakat.
Pada awal tahun 1970-an di
Amerika Serikat, gerakan pendekatan komprehensif terhadap program bimbingan dan
konseling meningkat yang diistilahkan dengan “developmental outcome-terms” (Gysbers dan Henderson, 2006). McDaniel (1970)
memperkenalkan sebuah model bimbingan Youth
Guidance System yang terdiri dari rumusan tujuan, target, program, rencana
implementasi, dan disain evaluasi. Mirip dengan model ini adalah Comprehensive Career Guidance System
yang dikembangkan oleh American Institute
for Research. Pada tahun 1971, Universitas Missouri memperoleh hibah untuk
mengembangkan program bimbingan, konseling, dan penempatan untuk negara bagian
Columbia yang diketuai oleh Norman C. Gysbers.
Pada
tahun 1974, gagasan mengenai bimbingan
komprehensif mendapat dukungan penuh dari ASCA yang dituangkan dalam dokumen
berjudul ”The School Counselor and the
Guidance Counseling Program”. Pada tahun 1980, Gysbers dan Moore memberikan
orientasi mengenai langkah demi langkah dalam pengembangan dan implementasi
program bimbingan konseling komprehensif di sekolah dalam buku yang berjudul ”Improving Guidance Program”. Negara
bagian Missouri mempublikasikan ”Missouri
Comprehensive Guidance yang berisi pokok-pokok pikiran bagaimana
mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi program bimbingan di
sekolah. Pada akhir tahun 1980 an, beberapa negara bagian seperti Alasak,
Idaho, New Hampshire, dan Utah meluncurkan dokumen mengenai program bimbingan
komprehensif. Survey nasional yang dilakukan oleh Sink dan Mac Donald
melaporkan hampir setengah dari negara bagian di Amerika Serikat telah
mengembangkan model bimbingan dan konseling komprehensif, dan diakhir tahun
1990 diperikiran 34 atau lebih negara bagian menerapkan program bimbingan
komprehensif.
Pada awal
abad 21, pengembangan dan implementasi program bimbingan dan konseling
komprehensif di sekolah semakin pesat. Tahun 2000, Connecticut School counselor Association bekerjasama dengan Connecticut State Department of Education
mengembangan Connecticut Comprehensive
School Counseling Program. Hal ini diikuti oleh negara bagian Nebraska,
Florida, Iowa, Oregon, Texas, dan Michigan School Counselor Association yang mempublikasikan Michigan Comprehensive Guidance and
Counseling Program. Tahun 1998, ASCA mengeluarkan dokumen Sharing the Vision: The National Standars
for School Counseling Program yang menjadi standar isi program bimbingan
dan konseling komprehensif. Tahun 2003, The
ASCA National Model diluncurkan sebagai pedoman bagi konselor sekolah dalam
mengimplementasikan program bimbingan dan konseling komprehensif. Tahun 2004,
diperkenalkan Leaderships Model sebagai
pendukung bagi implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif.
Perspektif historis perkembangan dan eksistensi
bimbingan dan konseling di Indonesia mulai dirintis pada pertengahan tahun enam
puluhan. Dalam kurun waktu lebih dari
empat puluh tahun, perkembangan bimbingan dan konseling telah melewati beberapa periode yaitu dekade
60-an (perintisan), dekade 70-an (penataan), dekade 80-an (pemantapan), dan
dekade 90-an (profesionalisasi).
BK
merupakan profesi yang sedang tumbuh dan berkembang (growing profession). Untuk mengukuhkan eksistensinya, profesi BK
terus menata diri dengan melakukan berbagai inovasi. Wujud inovasi BK terentang
dari yang bersifat instrumental sampai pada substansi layanan. Dalam konteks
konteks instrumental, berbagai model, program, metode, teknik, strategi telah
berhasil dikembangkan, meskipun data tentang efikasi berbagai inovasi layanan
bimbingan dan konseling tersebut belum terhimpun secara memadai.
Perkembangan layanan BK di Indonesia yang dilakukan
secara sporadis menjadikan kinerja konselor belum tertuju pada praktik yang
disesuaikan dengan teori. Implementasi kurikulum 2013 mengharuskan konselor
melaksanakan program peminatan peserta didik yang tidak jelas secara konsep dan
commond ground-nya, dalam perspektif
BK komprehensif layanan yang tepat yakni perencanaan individual.
Peminatan peserta
didik yang difasilitasi oleh layanan BK,
tidak berakhir pada penetapan pilihan dan keputusan bidang keahlian yang
dipilih peserta didik, melainkan harus diikuti layanan pembelajaran yang
mendidik, aksesibilitas perkembangan yang luas, dan penyiapan lingkungan
perkembangan belajar yang mendukung. Konselor berperan secara kolaboratif dalam
hal: (1) menguatkan pembelajaran yang
mendidik; (2) memfasilitasi advokasi dan aksesibilitas; dan (3)
menyelenggarakan fungsi outreach.
Struktur Model BK Komprehensif
Model BK komprehensif berawal dari tahun 1992, Asosiasi Konselor Sekolah
Amerika (ASCA) megembangkan model program ini. Program tersebut berkali-kali
direvisi, terakhir pada tahun 2005, sehingga tidak berlebihan apabila bimbingan
dan konseling komprehensif (perkembangan) termasuk model program BK baru yang
memiliki karakteristik atau orientasi yang berbeda dibandingkan dengan BK model
lama (tradisional). Gysbers & Henderson (2006) menjelaskan bagan elemen
model BK komprehensif pada bagan 1.1 yakni sebagai berikut.
Bagan 1.1
Elemen Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Elemen isi,
berkenaan dengan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh peserta
didik setelah
berpartisipasi dalam aktivitas dan layanan BK komprehensif. Untuk mengembangkan komponen elemen isi
ini dapat dilakukan telaah terhadap tujuan
pendidikan, visi dan misi sekolah, rencana strategis daerah. Rujukan
utama untuk pengembangan elemen isi adalah kajian terhadap perkembangan aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir sebagai dasar penetapan kompetensi yang
harus dikuasai oleh peserta didik dari setiap tingkat pendidikan.
Komponen
struktural, komponen ini adalah bagian penting kerangka pengorganisasian
karena menunjukkan esensi program dan dasar filosofi program. Komponen
struktural terdiri dari definisi, asumsi, dan rasional. Definisi merupakan
titik sentral BK dalam
segenap proses pendidikan sekaligus arah
kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa setelah terlibat dalam program BK
komprehensif. Aspek
rasional menjelaskan pentingnya program BK sebagai bagian integral dari proses pendidikan dan
mendeskripsikan alasan mengapa siswa harus menguasai kompetensi tertentu.
Keefektifan implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif
ditentukan oleh sejumlah kondisi. Asumsi merupakan pernyataan mengenai
prakondisi program terkait dengan siswa, staf dan program.
Komponen program, Berdasarkan kajian teori, teknik, metode, dan
sumberdaya program terdiri dari empat komponen interaktif, yaitu kurikulum
bimbingan (layanan dasar), layanan responsif, layanan perencanaan, dan
dukungan sistem.
Elemen
sumber daya program,
faktor sumberdaya personel, finansial, dan kebijakan diperlukan untuk
implementasi program. Sumber daya personel meliputi konselor, staf bimbingan,
guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, angota masyarakat, dunia usaha yang
dapat berperan dalam implementasi program. Sumber daya finansial mencakup
anggaran, peralatan, dan fasilitas yang merupakan hal krusial bagi keberhasilan
program BK komprehensif. Sumber daya politis berkaitan regulasi pemeritah pusat
dan daerah mengenai layanan bimbingan dan konseling, termasuk pedoman yang
dikeluarkan oleh ABKIN.
Elemen
pengembangan, manajemen, dan akuntabilitas
adalah
lima fase transisi yang diperlukan untuk operasional program BK komprehensif yang
mencakup perencanaan, disain, implementasi, evaluasi dan penguatan. Termasuk ke
dalam elemen ini adala berbagai tugas manajerial yang semestinya dilaksanakan
dalam setiap fase transisi sehingga proses perubahan dapat berlangsung secara
elegan dan efektif. Terakhir, akuntabilitas program, personel, dan hasil dapat
memberikan kontribusi bagi penguatan program BK komprehensif di sekolah.
Model BK Komprehensif dihantarkan melalui empat
komponen program layanan yaitu: (1) layanan dasar bimbingan (guidance curriculum); (2) perencanaan
individual (individual planning); (3)
layanan responsif (responsive services); dan (4) dukungan sistem (system support). Peran konselor dalam
layanan dasar bimbingan yakni menyusun kelompok, membimbing dikelas, memimpin
dan melakukan konsultasi. Lalu peran konselor dalam perencanaan individual
yakni melakukan penilaian, perencanaan dan penempatan pada program peminatan
peserta didik, dan penilaian konferensi individual. Selanjutnya peran konselor
dalam layanan responsif yakni melakukan konseling individual, konseling
kelompok, konseling krisis, konseling
perkembangan, melakukan konsultasi, dan melakukan referal. Sementara peran
konselor dalam dukungan sistem yakni melaksanakan kepemimpinan terhadap program
BK, memfasilitasi dan mengorganisasikan personil sekolah, pengembangan
profesional, pemberian konsultasi dan berkolaborasi, dan manajemen program
(kesepakatan manajemen, keterlibatan stakeholder, manajemen dan penggunaan
data, rencana kegiatan, pengaturan waktu, kalender kegiatan, anggaran,
penyiapan fasilitas, pengendalian program, serta organisasi dan personil). Gysbers dan Henderson (2006) menjelaskan enam aspek yang harus diperhatikan
dalam penyusunan program BK komprehensif di sekolah sebagai berikut:
1) Pahami bahwa program BK yang komprehensif adalah berorientasi pada
perkembangan peserta didik, bukan berorientasi pada pengelolaan administrasi sekolah atau
berorientasi pada sekolah;
2) Mengoperasikan program
BK yang komprehensif
sebagai 100% program di mana empat komponen program merupakan program total
tanpa pengaya;
3) Mulailah program BK yang komprehensif di hari pertama sekolah
(bukan di tengah Oktober) dan mengakhiri hari terakhir sekolah (bukan pada akhir
April);
4) Pahami bahwa program BK yang komprehensif adalah terfokus pada
program;
5) Memahami bahwa sebuah
program BK komprehensif
adalah berbasis pendidikan, bukan berdasarkan
agen atau klinik; dan
6) Memahami bahwa
meskipun program BK yang
komprehensif menggunakan kerangka organisasi umum, isi, kegiatan, dan alokasi
waktu konselor sekolah dirancang untuk memenuhi siswa lokal, sekolah, dan
kebutuhan masyarakat dan sumber daya.
Hasil
Riset BK Komprehensif
Terdapat
beberapa hasil riset terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam kinerja layanan bimbingan dan konseling di
sekolah. Misalnya, Asrori (1990) menemukan bahwa keterampilan konseling guru
pembimbing belum memenuhi harapan siswa. Penelitian Supriadi (1990)
memperlihatkan bahwa 38% orang tua siswa belum menerima keberadaan program
bimbingan dan konseling dengan alasan kurang profesionalnya guru pembimbing
dalam menjalankan tugas. Penelitian Juntika (1993) menemukan kurangnya
kemampuan guru pembimbing dalam menangani dan menggali masalah yang dihadapi siswa,
kurangnya keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah, dan adanya kecenderungan
guru pembimbing untuk memaksakan kehendak kepada siswa. Selanjtnya, hasil
penelitian Ifiandra (2007) di Kabupaten dan Kota Bandung menunjukkan bahwa
sebanyak 64% kinerja guru pembimbing termasuk tidak memuaskan. Penelitian
Marjohan (1994) menunjukkan bahwa 39,47% konselor yang dapat menerapkan
kemampuan profesional konseling dalam kategori “tinggi”, sebanyak 60,53%
konseor mampu menerapkan kemampuan tersebut pada kategori “sedang”.
Ahman dan Ilfiandra (2012) menjelaskan penelitian
tentang keefektifan model bimbingan dan konseling komprehensif dalam
mengembangkan kompetensi telah dilakukan oleh beberapa ahli. Penelitian
Gysbers, et al. (1988) menunjukkan
bahwa sekolah-sekolah menengah tingkat atas di Alaska yang menerapkan model
bimbingan komprehensif terbukti dapat membantu siswa memahami dirinya dan merencanakan
karirnya. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Sheldon & Morgan yang
menunjukkan bahwa model bimbingan komprehensif ini secara signifikan mampu
meningkatkan prestasi belajar dan konsep diri siswa. Selanjutnya penelitian
Sheldon & Morgan (1992) menunjukkan bukti bahwa orang tua yang dilibatkan
dalam program bimbingan komprehensif berbasis kompetensi ini mengatakan bahwa anak
mereka memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah dibandingkan dengan
anak yang lainnya. Selanjutnya orangtua tersebut memberikan laporan bahwa
setelah mereka terlibat dalam bimbingan komprehensif berbasis kompetensi,
pemahaman mereka terhadap anaknya menjadi lebih baik dan mereka lebih
berpartisipasi dalam pendidikan anaknya.
Sehubungan dengan strategi intervensi dalam
bimbingan komprehensif, Bonebrake & Borgers (1992) mengemukakan hasil
penelitiannya bahwa para kepala sekolah dan konselor sekolah tingkat atas
sangat menekankan strategi konseling individual dan kelompok, bimbingan kelas,
konsultasi dengan guru dan orang tua, serta koordinasi dalam program bimbingan.
Selanjutnya penelitian Miller (1998) menunjukkan
bahwa para konselor di sekolah tingkat dasar dan menengah di Amerika Serikat
memandang penting strategi konseling dan konsultasi itu dalam program bimbingan
komprehensif.
Tradisi penelitian
mengenai dampak implementasi layanan bimbingan dan konseling terhadap
pengembangan kompetensi siswa di sekolah masih minim. Khusus mengenai bimbingan
dan konseling komprehensif, beberapa mahasiswa Program Pascasarjana IKIP
Bandung pada tahun 1998 mulai menginisiasi pengembangan model bimbingan
komprehensif pada jalur pendidikan formal sebagai bagian dari syarat
penyelesaian studi. Penelitian tersebut berhasil mengembangkan prototipe model
bimbingan dan konseling komprehensif
untuk Sekolah Dasar (Ahman, 1998), Sekolah Menengah Pertama (Soeharto,
1998), Sekolah Menengah Atas (Juntika, 1998); Sekolah Menengah Kejuruan (Syamsu
Yusuf, 1998), Perguruan Tinggi (Dwi Yuwono, 1998). Sepanjang tahun 2001-2003,
Sunaryo Kartadinata melakukan penelitian mengenai Pengembangan Perangkat Lunak
Analisis Tugas Perkembangan (ATP) yang dilanjutkan dengan pengembangan Inventori
Tugas Perkembangan (ITP) dalam rangka peningkatan mutu layanan bimbingan dan
konseling komprehensif di sekolah.
Pada tataran praksis, implementasi layanan
bimbingan dan konseling di sekolah masih menggunakan paradigma lama, bahkan
cenderung tradisional. Hal ini dapat dilihat dari orientasi layanan bimbingan dan
konseling yang hanya untuk peserta didik yang bermasalah, lebih berfokus pada
pekerjaan klerikal daripada layanan yang berfokus membantu siswa, kegiatan
layanan masih bersifat sporadis, waktu konselor lebih banyak dihabiskan untuk non guidance activities, konselor jarang
melakukan evaluasi, konselor bekerja secara soliter, dan layanan bimbingan dan
konseling seperti tersegmentasi dari visi dan misi sekolah.
Analisis
Kelebihan dan Kekurangan Model BK Komprehensif
Kelebihan model BK komprehensif diantaranya: (1)
model BK yang bersifat outreach
(meluas), baik menyangkut setting layanan (sekola, keluarga, dan masyarakat);
(2) target populasi (individu dan kelompok, yang bermasalah atau tidak bermasalah);
(3) model BK diperuntukkan bagi semua peserta didik; dan (4) model yang
berorentasi pengembangan (developmental).
Selanjutnya kekurangan model BK komprehensif
diantaranya: (1) melibatkan berbagai personel sekolah khususnya dalam dukungan
sistem; (2) perlunya sistem manajemen yang baik dan mumpuni dari kinjer
konselor; (3) memanfaatkan sumber daya sekolah dan masyarakat; dan (4)
memerlukan anggaran yang besar dalam pelaksanaannya.
Kesimpulan
Model BK komprehensif
sebenarnya berbeda secara substansial dengan model layanan BK yang
berlangsungsung saat ini. Perbedaannya mencakup aspek filosofi,
tujuan, prinsip,
isi, strategi, dan komponen
program.
BK komprehensif menekankan pada proses pendekatan tim dan sumber daya sekolah.
BK komprehensif merupakan upaya konselor dalam membimbing peserta didik dari
kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya. Model BK komprehensif
menjadi keharusan dan konsekuensi logis dalam melaksanakan layanan BK dalam
implementasi kurikulum 2013. Peran konselor dalam program peminatan peserta
didik atau yang lebih tepatnya
perencanaan individual sebagai implementasi kurikulum 2013 diantaranya yaitu:
(1) menguatkan pembelajaran yang mendidik; (2)
memfasilitasi advokasi dan aksesibilitas; dan (3) menyelenggarakan fungsi outreach.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan artikel
ilmiah kajian teori dapat diselesaikan atas dorongan dan bimbingan yang banyak melibatkan pihak lain. Selayaknyalah penulis
mengucapkan rasa terima kasih setinggi-tingginya kepada
pihak-pihak sebagai berikut.
1.
Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.,
selaku Koordinator Program Studi Bimbingan dan Konseling Terintegrasi.
2.
Dr.
H.
Nandang Rusmana, M.Pd., selaku Ketua
Jurusan PPB Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajarkan
nilai kehidupan kepada penulis.
3.
Dr.
Ipah Saripah, M.Pd., selaku Sekretaris
Jurusan PPB yang senantiasa bersabar membimbing dan memotivasi penulis.
4.
Dr. Ilfiandra, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan artikel
ilmiah kajian teori dan sebagai dosen mata kuliah metodologi penelitian.
5.
Eka Sakti Yudha, M.Pd., selaku Verifikator penulisan karya ilmiah
Jurusan PPB Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Daftar
Rujukan
ABKIN. (2007). Rambu-Rambu
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.
Depdiknas.
Ahman,
Ilfiandra, dkk. (2012). Pengembangan
Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif Pada Jalur Pendidikan Formal Se-Provinsi
Jawa Barat. Hibah Penelitian Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung. Tidak
diterbitkan.
America School
Counselor Association (ASCA). (1997). National Standards for School
Counseling Programs.
ASCA. (1997). Connecticut Comprehensive Scholl Counseling Program (Online).
Tersedia di http://www.state.et.us.
Cobia & Henderson (2003). Handbook of School
Counseling. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Connecticut State Department of Education. (2008). Comprehensive School Counseling : A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of School Connecticut State Board of Education.
Connecticut State Department of Education. (2008). Comprehensive School Counseling : A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of School Connecticut State Board of Education.
Dikmen. (2013). Materi
Bimbingan Teknis Pengembangan Karir Guru BK. Jakarta : Direktorat Pembinaan
Pendidikan dan Tenaga Kependididikan, Direkrorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayan Replublik Indonesia.
Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi. (2007). Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidika Formal.
Jakarta : Dirjen Dikti.
Gysbers & Henderson. (2006). Developing & Managing Your School Guidance and Counseling Program.
(4th ed). Alexandria USA: ACA.
Mendikbud.
(2013). Pedoman Peminatan Peserta Didik.
Jakarta : Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu
Pendidikan.
Muro J.J. & Kottman T. (1995). Guidance and Counseling in Elementary
and Middle School. Madison: WmC Brown Com Inc.
Myrick
Robert D. (2003). Developmental Gudance and Counseling : A Practical Aproach
Menneapolis. Educational Media Corporation.
Kartadinata,
Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan
dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis : Kiat Mendidik Sebagai Landasan
Profesional Tindakan Konselor. Bandung : UPI PRESS.
Nurikhsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara.
Nurikhsan, Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan
dan Konseling. Bandung : Refika Aditama.
Permendikbud
Nomor 81A Tahun 2013. Implementasi
Kurikulum 2013. Mendikbud.
Suherman.
Uman. (2013). Manajemen Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rizqy Press.
Supriatna,
Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling
Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Edisi
Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar