Senin, 16 September 2019

Why Model BK Komprehensif ?


MENGAPA MODEL BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF DALAM KURIKULUM 2013
Oleh
Asep Rohiman Lesmana
Program Studi Bimbingan dan Konseling SPs UPI
imanlesmana382@gmail.com


Abstrak : Saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling (BK), yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan BK menjadi penguatan dalam model yang bersifat layanan. Layanan BK komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga BK berbasis standar (standard based guidance and counseling). BK komprehensif sebagai konsekuensi logis dalam melaksanakan proses pendidikan di sekolah. Kurikulum 2013 memberikan kepercayaan kepada konselor dalam mengembangkan program peminatan peserta didik yang tidak jelas. Tantangan dalam kurikulum 2013 mengharuskan konselor melaksanakan program peminatan peserta didik atau yang lebih tepatnya layanan perencanaan individual. Tujuan dari artikel kajian teori yakni memberikan pemahaman dan keyakinan dari model BK komprehensif sebagai model yang ideal dalam melaksanakan program peminatan peserta didik pada kurikulum 2013. Metode yang digunakan yakni kajian literatur. Hasil dan pembahasan menjelaskan perspektif historis model BK komprehensif, struktur model BK komprehensif, hasil riset model BK komprehensif, dan analisis kelebihan serta kekurangan model BK komprehensif. Konselor sebagai ahli layanan BK yang melaksanakan layanan pedagogis bagi pengembangan potensi peserta didik, dan merupakan proses konselor dalam melakukan revitalisasi layanan BK khususnya meningkatkan kinerja layanan BK.

Kata kunci : BK Komprehensif (comprehensive guidance and counseling), konselor (counselor), peminatan peserta didik, dan kurikulum 2013.


WHY COMPREHENSIVE GUIDANCE AND COUNSELING MODEL IN A CURRICULUM 2013
by
Asep Rohiman Lesmana
Guidance and Counseling Program Graduate School Studies UPI
imanlesmana382@gmail.com


Abstract : Currently, there is a paradigm change in guidance and counseling approach (GC), which is traditionally oriented approach, remedial, clinical, and centered counselor, the development -oriented   approach and preventive. GC approach be strengthened in the model that is service. Comprehensive GC services based on the achievement of developmental tasks, development potential, and the decision making of the problems counselee. Developmental tasks formulated as a standard of competence to be achieved counselee, so this approach is also called GC-based standards (standards-based guidance and counseling). Comprehensive GC as a logical consequence in carrying out the educational process at the school. Curriculum 2013 gives credence to the counselor in developing specialization program students who are not clear. Challenges in implementing the curriculum in 2013 requires counselor specialization program students or more precisely individualized service planning. The purpose of the article studies the theory that provides an understanding and confidence of a comprehensive GC model as an ideal model in implementing the specialization program students in the curriculum in 2013. Methods used the literature review. Results and discussion explains the historical perspective of a comprehensive GC model, comprehensive GC model structure, the result of a comprehensive GC models research, and analyzes the advantages and disadvantages of comprehensive GC models. Counselor as expert services that implement pedagogical services for the development of potential learners, and a counselor in the process of revitalizing services in particular improve GC service performance and quality.

Keywords : Comprehensive  GC (comprehensive guidance and counseling) , counselor, specialization of students, and the curriculum 2013.



Pendahuluan
Sejatinya, pendidikan merupakan tonggak harapan generasi muda dalam mengembangkan potensi agar memiliki kepribadian yang sehat, berkarakter, dan mencapai tugas-tugas perkembangannya. Pendidikan merupakan suatu konsekuensi logis dalam mempersiapkan dan membangun sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Pendidikan yang bermutu tidak cukup dilakukan melalui tranformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisasi dan sistem manajemen tenaga kependidikan serta pengembangan kemampuan peserta didik untuk menolong diri sendiri dalam memilih dan mengambil keputusan demi pencapaian cita-citanya. Nurikhsan (2007:1). Artinya, pendidikan yang bermutu merupakan pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik memenuhi kebutuhannya, baik saat ini maupun di masa yang akan datang.
Tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan potensi peserta didik yang terkandung dalam UU. No. 20 Tahun 2003 yang merupakan seperangkat kompetensi yang harus dikuasi oleh peserta didik secara optimal. Proses pencapaian kompetensi peserta didik secara optimal diperlukan kerja sama yang baik antara manajemen/supervisi, pengajaran, serta bimbingan dan konseling (BK) yang merupakan tiga pilar pendidikan. ABKIN (2007).  Keberadaan layanan BK dalam sistem pendidikan secara umum dilatarbelakangi oleh beberapa landasan. Suherman AS, (2006:8) mengemukakan bahwa untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan BK yang profesional, maka pekerjaan profesi itu harus ditata berlandaskan tuntutan riil masyarakat pengguna juga mengacu pada rujuka teori-teori yang berkenaan dengan landasan fiosofis, sosiologis, psikologis, sosial-budaya, dan sistem nilai baik yang bersifat umum maupun keagamaan.
Arah dan perspektif baru BK dewasa ini sejalan dengan belajar sepanjang dan sejagat hayat, maka BK pun menjadi BK sepanjang hayat sebagai upaya proaktif dan sistematik di dalam memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih tinggi, pengembangan perilaku efektif, pengembangan lingkungan, dan peningkatan keberfungsian individu di dalam lingkungannya. Kartadinata (Mamat Supriatna, 2011:5) menjelaskan bahwa BK bergerak dari orientasi terapeutik-klinis ke arah BK Perkembangan (Komprehensif). Sementara Yusuf Syamsu (Mamat Supriatna, 2011:64) BK yang dikembangkan adalah yang berbasis tugas-tugas perkembangan yaitu yang berorientasi kepada upaya memfasilitasi potensi peserta didik, yang meliputi aspek personal (pribadi), sosial, akademik, dan karir. BK komprehensif menjadi model/pendekatan yang paling adekuat untuk mewujudkan BK sepanjang hayat. BK komprehensif bertolak dari asumsi bahwa perkembangan yang sehat terjadi melalui interaksi yang sehat antara individu dengan lingkungannya. Ini berarti bahwa pengembangan lingkungan perkembangan atau ekologi perkembangan manusia merupakan wahana strategik perkembangan peserta didik yang harus dikembangkan konselor. Dalam hal ini konselor adalah individu yang memliki kekuatan jati diri layanan ahli BK sebagai upaya pedagogis yang diampu oleh pendidik profesional. (Kartadinata, 2011:24).
Orientasi model BK komprehensif diantaranya: (1) pencapaian tugas perkembangan merupakan tujuan BK; (2) perkembangan individu yang optimal, terjadi melalui interaksi yang sehat antara individu dengan lingkungannya; (3) konseli tidak dipandang sebagai manusia yang sakit mentalnya; (4) konseli merupakan pribadi yang unik dan berharga yang berjuang untuk mengembangkan dirinya; dan (5) konselor tidak bersifat netral, atau amoral, memiliki nilai-nilai, perasaan, dan komitmen kepada dirinya.
 Perkembangan BK di Indonesia terdapat model yang muncul sebagai ciri khas dari muatannya seperti BK Pola 17, lalu ditambah lagi dengan BK Pola 17+ hingga model BK komprehensif. Berikut akan dipaparkan mengenai keharusan BK komprehensif.
Model BK komprehensif merupakan salah satu bentuk inovasi kontemporer dalam profesi bimbingan dan konseling. Model BK komprehensif berbeda secara substansial dengan model bimbingan yang berlangsung selama ini. Perbedaan ini mencakup aspek filosofi, prinsip, tujuan, isi, strategi, dan komponen. Adopsi inovasi model bimbingan dan konseling sejatinya mengindahkan lingkungan perkembangan peserta didik. Dengan demikian, mengimplementasikan model BK komprehensif secara langsung tanpa memperhatikan konteks lingkungan perkembangan peserta didik yang riil merupakan tindakan kurang bijaksana.
Model bimbingan dan konseling  komprehensif bersifat sistemik, bukan sekedar sistematis. Model BK yang sistematik adalah pelaksanaannya sesuai dengan rencana, tertata baik sejak perencanaan, pendataan, implementasi, dan evaluasi. Sementara model  BK yang sistemik adalah model BK yang dirancang untuk menjangkau berbagai pihak, mulai dari siswa sebagai individu maupun kelompok, komunitas sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat. Pendekatan sistemik dalam model  BK komprehensif menempatkan individu sebagai pusat sistem dan menciptakan hubungan antar subsistem yang mempengaruhi individu ke arah perkembangan positif (Erford, 2004).
Model BK komprehensif (yang sistemik) membutuhkan kebijakan pendidikan di sekolah yang integratif, yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang pengajaran, bimbingan, pelatihan, kegiatan ekstrakurikular, kebijakan keuangan-sarana-prasarana, personalia. Model BK Komprehensif membutuhkan dukungan sekolah (dengan payung kebijakan) yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian memadai dan setara kepada semua unsur yang penting bagi jalannya proses pendidikan. Dukungan finansial memadai, fasilitas memadai, pemberian waktu yang memadai untuk pembimbingan, pengajaran, dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah bukti kebijakan pendidikan yang integratif di sebuah lembaga pendidkan.
Selain sebagai prasyarat, kebijakan pendidikan yang terintegrasi juga (dapat) merupakan dampak dari model  BK Komprehensif yang terbukti kualitasnya. Kualitas model BK, hasil dan dampaknya yang positif akan melahirkan kepercayaan masyarakat sekolah (dewan guru, administrator sekolah, siswa-siswi, orang tua, komite sekolah). Kepercayaan masyarakat sekolah yang besar akan melahirkan dukungan optimal bagi model BK tersebut, sehingga model  BK menjadi semakin komprehensif.
Otokritik dalam pelaksanaan kurikulum 2013 diantaranya meliputi model kurikulum yang tidak jelas, basic empiric-nya lemah, tidak komprehensif, terdapat spectrum perkembangan peserta didik, dan guru terlalu klerikal. Isu dari fokus permasalahannya yaitu layanan BK diperkuat dalam implementasi kurikulum 2013 dengan program peminatan peserta didik yang tidak jelas dan terlihat samar-samar. Peminatan peserta didik dimaknai sebagai proses dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga mencapai perkembangan optimal. Disinilah peran konselor dalam memberikan upaya pedagogis kepada peserta didik dengan pendekatan sistem dan kolaborasi personil sekolah.
Maksud dari artikel kajian teori yakni diantaranya: (1) perspektif historis model BK komprehensif; (2) struktur model BK komprehensif; (3) hasil riset dari BK komprehensif; dan (4) analisis kelebihan dan kekurangan dari model BK komprehensif.

Pembahasan
Perspektif Historis Model BK Komprehensif  
Menurut Gysbers dan Henderson (2006) model BK komprehensif seyogyanya terintegrasi dengan kurikulum  yang mendukung misi sekolah dan pemerintah, dan melengkapi program-program akademik yang ada, selain itu menyediakan berbagai layanan konseling, referal, konsultasi, informasi, dan penilaian. Konselor sekolah yang menggunakan program bimbingan dan konseling komprehensif agar lebih efektif seyogyanya diberikan melalui pendekatan tim (sistem). Konselor dalam melakukan tugasnya berkonsultasi dan kolaborasi dengan staf sekolah, orang tua dan masyarakat.
Pada awal tahun 1970-an di Amerika Serikat, gerakan pendekatan komprehensif terhadap program bimbingan dan konseling meningkat yang diistilahkan dengan “developmental outcome-terms” (Gysbers dan Henderson, 2006). McDaniel (1970) memperkenalkan sebuah model bimbingan Youth Guidance System yang terdiri dari rumusan tujuan, target, program, rencana implementasi, dan disain evaluasi. Mirip dengan model ini adalah Comprehensive Career Guidance System yang dikembangkan oleh American Institute for Research. Pada tahun 1971, Universitas Missouri memperoleh hibah untuk mengembangkan program bimbingan, konseling, dan penempatan untuk negara bagian Columbia yang diketuai oleh Norman C. Gysbers.
Pada tahun  1974, gagasan mengenai bimbingan komprehensif mendapat dukungan penuh dari ASCA yang dituangkan dalam dokumen berjudul ”The School Counselor and the Guidance Counseling Program”. Pada tahun 1980, Gysbers dan Moore memberikan orientasi mengenai langkah demi langkah dalam pengembangan dan implementasi program bimbingan konseling komprehensif di sekolah dalam buku yang berjudul ”Improving Guidance Program”. Negara bagian Missouri mempublikasikan ”Missouri Comprehensive Guidance yang berisi pokok-pokok pikiran bagaimana mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi program bimbingan di sekolah. Pada akhir tahun 1980 an, beberapa negara bagian seperti Alasak, Idaho, New Hampshire, dan Utah meluncurkan dokumen mengenai program bimbingan komprehensif. Survey nasional yang dilakukan oleh Sink dan Mac Donald melaporkan hampir setengah dari negara bagian di Amerika Serikat telah mengembangkan model bimbingan dan konseling komprehensif, dan diakhir tahun 1990 diperikiran 34 atau lebih negara bagian menerapkan program bimbingan komprehensif.
Pada awal abad 21, pengembangan dan implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah semakin pesat. Tahun 2000, Connecticut School counselor Association bekerjasama dengan Connecticut State Department of Education mengembangan Connecticut Comprehensive School Counseling Program. Hal ini diikuti oleh negara bagian Nebraska, Florida, Iowa, Oregon, Texas, dan Michigan School Counselor  Association yang mempublikasikan Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program. Tahun 1998, ASCA mengeluarkan dokumen Sharing the Vision: The National Standars for School Counseling Program yang menjadi standar isi program bimbingan dan konseling komprehensif. Tahun 2003, The ASCA National Model diluncurkan sebagai pedoman bagi konselor sekolah dalam mengimplementasikan program bimbingan dan konseling komprehensif. Tahun 2004, diperkenalkan Leaderships Model sebagai pendukung bagi implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif.
Perspektif historis perkembangan dan eksistensi bimbingan dan konseling di Indonesia mulai dirintis pada pertengahan tahun enam puluhan. Dalam kurun  waktu lebih dari empat puluh tahun, perkembangan bimbingan dan konseling  telah melewati beberapa periode yaitu dekade 60-an (perintisan), dekade 70-an (penataan), dekade 80-an (pemantapan), dan dekade 90-an (profesionalisasi). 
BK merupakan profesi yang sedang tumbuh dan berkembang (growing profession). Untuk mengukuhkan eksistensinya, profesi BK terus menata diri dengan melakukan berbagai inovasi. Wujud inovasi BK terentang dari yang bersifat instrumental sampai pada substansi layanan. Dalam konteks konteks instrumental, berbagai model, program, metode, teknik, strategi telah berhasil dikembangkan, meskipun data tentang efikasi berbagai inovasi layanan bimbingan dan konseling tersebut belum terhimpun secara memadai.
Perkembangan layanan BK di Indonesia yang dilakukan secara sporadis menjadikan kinerja konselor belum tertuju pada praktik yang disesuaikan dengan teori. Implementasi kurikulum 2013 mengharuskan konselor melaksanakan program peminatan peserta didik yang tidak jelas secara konsep dan commond ground-nya, dalam perspektif BK komprehensif layanan yang tepat yakni perencanaan individual.
Peminatan peserta didik  yang difasilitasi oleh layanan BK, tidak berakhir pada penetapan pilihan dan keputusan bidang keahlian yang dipilih peserta didik, melainkan harus diikuti layanan pembelajaran yang mendidik, aksesibilitas perkembangan yang luas, dan penyiapan lingkungan perkembangan belajar yang mendukung. Konselor berperan secara kolaboratif dalam hal: (1) menguatkan pembelajaran yang mendidik; (2) memfasilitasi advokasi dan aksesibilitas; dan (3) menyelenggarakan fungsi outreach.

Struktur Model BK Komprehensif
Model BK komprehensif berawal dari tahun 1992, Asosiasi Konselor Sekolah Amerika (ASCA) megembangkan model program ini. Program tersebut berkali-kali direvisi, terakhir pada tahun 2005, sehingga tidak berlebihan apabila bimbingan dan konseling komprehensif (perkembangan) termasuk model program BK baru yang memiliki karakteristik atau orientasi yang berbeda dibandingkan dengan BK model lama (tradisional). Gysbers & Henderson (2006) menjelaskan bagan elemen model BK komprehensif pada bagan 1.1 yakni sebagai berikut.
                                                Bagan 1.1
Elemen Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif












                Elemen isi, berkenaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh peserta didik setelah berpartisipasi dalam aktivitas dan layanan BK komprehensif. Untuk mengembangkan komponen elemen isi ini dapat dilakukan telaah terhadap tujuan  pendidikan, visi dan misi sekolah, rencana strategis daerah. Rujukan utama untuk pengembangan elemen isi adalah kajian terhadap perkembangan aspek pribadi, sosial, belajar dan karir sebagai dasar penetapan kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik dari setiap tingkat pendidikan.
            Komponen struktural, komponen ini adalah bagian penting kerangka pengorganisasian karena menunjukkan esensi program dan dasar filosofi program. Komponen struktural terdiri dari definisi, asumsi, dan rasional. Definisi merupakan titik sentral BK dalam segenap proses pendidikan sekaligus arah  kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa setelah terlibat dalam program BK komprehensif. Aspek rasional menjelaskan pentingnya program BK sebagai bagian integral dari proses pendidikan dan mendeskripsikan alasan mengapa siswa harus menguasai kompetensi tertentu. Keefektifan implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif ditentukan oleh sejumlah kondisi. Asumsi merupakan pernyataan mengenai prakondisi program terkait dengan siswa, staf dan program.
Komponen program, Berdasarkan kajian teori, teknik, metode, dan sumberdaya program terdiri dari empat komponen interaktif, yaitu kurikulum bimbingan (layanan dasar), layanan responsif, layanan perencanaan, dan dukungan sistem.
Elemen sumber daya program,  faktor sumberdaya personel, finansial, dan kebijakan diperlukan untuk implementasi program. Sumber daya personel meliputi konselor, staf bimbingan, guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, angota masyarakat, dunia usaha yang dapat berperan dalam implementasi program. Sumber daya finansial mencakup anggaran, peralatan, dan fasilitas yang merupakan hal krusial bagi keberhasilan program BK komprehensif. Sumber daya politis berkaitan regulasi pemeritah pusat dan daerah mengenai layanan bimbingan dan konseling, termasuk pedoman yang dikeluarkan oleh ABKIN.
Elemen pengembangan, manajemen, dan akuntabilitas  adalah lima fase transisi yang diperlukan untuk operasional program BK komprehensif yang mencakup perencanaan, disain, implementasi, evaluasi dan penguatan. Termasuk ke dalam elemen ini adala berbagai tugas manajerial yang semestinya dilaksanakan dalam setiap fase transisi sehingga proses perubahan dapat berlangsung secara elegan dan efektif. Terakhir, akuntabilitas program, personel, dan hasil dapat memberikan kontribusi bagi penguatan program BK komprehensif di sekolah.
Model BK Komprehensif dihantarkan melalui empat komponen program layanan yaitu: (1) layanan dasar bimbingan (guidance curriculum); (2) perencanaan individual (individual planning); (3) layanan responsif (responsive services); dan (4) dukungan sistem (system support). Peran konselor dalam layanan dasar bimbingan yakni menyusun kelompok, membimbing dikelas, memimpin dan melakukan konsultasi. Lalu peran konselor dalam perencanaan individual yakni melakukan penilaian, perencanaan dan penempatan pada program peminatan peserta didik, dan penilaian konferensi individual. Selanjutnya peran konselor dalam layanan responsif yakni melakukan konseling individual, konseling kelompok,  konseling krisis, konseling perkembangan, melakukan konsultasi, dan melakukan referal. Sementara peran konselor dalam dukungan sistem yakni melaksanakan kepemimpinan terhadap program BK, memfasilitasi dan mengorganisasikan personil sekolah, pengembangan profesional, pemberian konsultasi dan berkolaborasi, dan manajemen program (kesepakatan manajemen, keterlibatan stakeholder, manajemen dan penggunaan data, rencana kegiatan, pengaturan waktu, kalender kegiatan, anggaran, penyiapan fasilitas, pengendalian program, serta organisasi dan personil).  Gysbers dan Henderson (2006) menjelaskan enam aspek yang harus diperhatikan dalam penyusunan program BK komprehensif di sekolah sebagai berikut:
1)      Pahami bahwa program BK yang komprehensif adalah berorientasi pada perkembangan peserta didik, bukan berorientasi pada pengelolaan administrasi sekolah atau berorientasi pada sekolah;
2)      Mengoperasikan program BK yang komprehensif sebagai 100% program di mana empat komponen program merupakan program total tanpa pengaya;
3)      Mulailah program BK yang komprehensif di hari pertama sekolah (bukan di tengah Oktober) dan mengakhiri hari terakhir sekolah (bukan pada akhir April);
4)      Pahami bahwa program BK yang komprehensif adalah terfokus pada program;
5)      Memahami bahwa sebuah program BK komprehensif adalah berbasis pendidikan, bukan berdasarkan  agen atau klinik; dan
6)      Memahami bahwa meskipun program BK yang komprehensif menggunakan kerangka organisasi umum, isi, kegiatan, dan alokasi waktu konselor sekolah dirancang untuk memenuhi siswa lokal, sekolah, dan kebutuhan masyarakat dan sumber daya.
                
Hasil Riset BK Komprehensif
Terdapat beberapa hasil riset terdahulu yang dapat dijadikan acuan dalam  kinerja layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Misalnya, Asrori (1990) menemukan bahwa keterampilan konseling guru pembimbing belum memenuhi harapan siswa. Penelitian Supriadi (1990) memperlihatkan bahwa 38% orang tua siswa belum menerima keberadaan program bimbingan dan konseling dengan alasan kurang profesionalnya guru pembimbing dalam menjalankan tugas. Penelitian Juntika (1993) menemukan kurangnya kemampuan guru pembimbing dalam menangani dan menggali masalah yang dihadapi siswa, kurangnya keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah, dan adanya kecenderungan guru pembimbing untuk memaksakan kehendak kepada siswa. Selanjtnya, hasil penelitian Ifiandra (2007) di Kabupaten dan Kota Bandung menunjukkan bahwa sebanyak 64% kinerja guru pembimbing termasuk tidak memuaskan. Penelitian Marjohan (1994) menunjukkan bahwa 39,47% konselor yang dapat menerapkan kemampuan profesional konseling dalam kategori “tinggi”, sebanyak 60,53% konseor mampu menerapkan kemampuan tersebut pada kategori “sedang”.
Ahman dan Ilfiandra (2012) menjelaskan penelitian tentang keefektifan model bimbingan dan konseling komprehensif dalam mengembangkan kompetensi telah dilakukan oleh beberapa ahli. Penelitian Gysbers, et al. (1988) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah menengah tingkat atas di Alaska yang menerapkan model bimbingan komprehensif terbukti dapat membantu siswa memahami dirinya dan merencanakan karirnya. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Sheldon & Morgan yang menunjukkan bahwa model bimbingan komprehensif ini secara signifikan mampu meningkatkan prestasi belajar dan konsep diri siswa. Selanjutnya penelitian Sheldon & Morgan (1992) menunjukkan bukti bahwa orang tua yang dilibatkan dalam program bimbingan komprehensif berbasis kompetensi ini mengatakan bahwa anak mereka memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah dibandingkan dengan anak yang lainnya. Selanjutnya orangtua tersebut memberikan laporan bahwa setelah mereka terlibat dalam bimbingan komprehensif berbasis kompetensi, pemahaman mereka terhadap anaknya menjadi lebih baik dan mereka lebih berpartisipasi dalam pendidikan anaknya.
Sehubungan dengan strategi intervensi dalam bimbingan komprehensif, Bonebrake & Borgers (1992) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa para kepala sekolah dan konselor sekolah tingkat atas sangat menekankan strategi konseling individual dan kelompok, bimbingan kelas, konsultasi dengan guru dan orang tua, serta koordinasi dalam program bimbingan. Selanjutnya penelitian Miller  (1998) menunjukkan bahwa para konselor di sekolah tingkat dasar dan menengah di Amerika Serikat memandang penting strategi konseling dan konsultasi itu dalam program bimbingan komprehensif.
Tradisi penelitian  mengenai dampak implementasi layanan bimbingan dan konseling terhadap pengembangan kompetensi siswa di sekolah masih minim. Khusus mengenai bimbingan dan konseling komprehensif, beberapa mahasiswa Program Pascasarjana IKIP Bandung pada tahun 1998 mulai menginisiasi pengembangan model bimbingan komprehensif pada jalur pendidikan formal sebagai bagian dari syarat penyelesaian studi. Penelitian tersebut berhasil mengembangkan prototipe model bimbingan dan konseling komprehensif  untuk Sekolah Dasar (Ahman, 1998), Sekolah Menengah Pertama (Soeharto, 1998), Sekolah Menengah Atas (Juntika, 1998); Sekolah Menengah Kejuruan (Syamsu Yusuf, 1998), Perguruan Tinggi (Dwi Yuwono, 1998). Sepanjang tahun 2001-2003, Sunaryo Kartadinata melakukan penelitian mengenai Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan (ATP) yang dilanjutkan dengan pengembangan Inventori Tugas Perkembangan (ITP) dalam rangka peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah.
 Pada tataran praksis, implementasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah masih menggunakan paradigma lama, bahkan cenderung tradisional. Hal ini dapat dilihat dari orientasi layanan bimbingan dan konseling yang hanya untuk peserta didik yang bermasalah, lebih berfokus pada pekerjaan klerikal daripada layanan yang berfokus membantu siswa, kegiatan layanan masih bersifat sporadis, waktu konselor lebih banyak dihabiskan untuk non guidance activities, konselor jarang melakukan evaluasi, konselor bekerja secara soliter, dan layanan bimbingan dan konseling seperti tersegmentasi dari visi dan misi sekolah.

Analisis Kelebihan dan Kekurangan Model BK Komprehensif
                 Kelebihan model BK komprehensif diantaranya: (1) model BK yang bersifat outreach (meluas), baik menyangkut setting layanan (sekola, keluarga, dan masyarakat); (2) target populasi (individu dan kelompok, yang bermasalah atau tidak bermasalah); (3) model BK diperuntukkan bagi semua peserta didik; dan (4) model yang berorentasi pengembangan (developmental).
                 Selanjutnya kekurangan model BK komprehensif diantaranya: (1) melibatkan berbagai personel sekolah khususnya dalam dukungan sistem; (2) perlunya sistem manajemen yang baik dan mumpuni dari kinjer konselor; (3) memanfaatkan sumber daya sekolah dan masyarakat; dan (4) memerlukan anggaran yang besar dalam pelaksanaannya.

Kesimpulan
Model BK komprehensif sebenarnya berbeda secara substansial dengan model layanan BK yang berlangsungsung saat ini. Perbedaannya mencakup aspek filosofi, tujuan, prinsip, isi, strategi, dan komponen program. BK komprehensif menekankan pada proses pendekatan tim dan sumber daya sekolah. BK komprehensif merupakan upaya konselor dalam membimbing peserta didik dari kondisi apa adanya kepada kondisi bagaimana seharusnya. Model BK komprehensif menjadi keharusan dan konsekuensi logis dalam melaksanakan layanan BK dalam implementasi kurikulum 2013. Peran konselor dalam program peminatan peserta didik atau yang lebih  tepatnya perencanaan individual sebagai implementasi kurikulum 2013 diantaranya yaitu: (1)  menguatkan pembelajaran yang mendidik; (2) memfasilitasi advokasi dan aksesibilitas; dan (3) menyelenggarakan fungsi outreach.

UCAPAN TERIMA KASIH
Penulisan artikel ilmiah kajian teori dapat diselesaikan atas dorongan dan bimbingan yang banyak melibatkan pihak lain. Selayaknyalah penulis mengucapkan rasa terima kasih setinggi-tingginya kepada pihak-pihak sebagai berikut.
1.      Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN, M.Pd., selaku Koordinator Program Studi Bimbingan dan Konseling Terintegrasi.
2.      Dr. H. Nandang Rusmana, M.Pd., selaku Ketua Jurusan PPB Program Studi Bimbingan dan Konseling yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajarkan nilai kehidupan kepada penulis.
3.      Dr. Ipah Saripah, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan PPB yang senantiasa bersabar membimbing dan memotivasi penulis.
4.      Dr. Ilfiandra, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing dalam penulisan artikel ilmiah kajian teori dan sebagai dosen mata kuliah metodologi penelitian.
5.      Eka Sakti Yudha, M.Pd., selaku Verifikator penulisan karya ilmiah Jurusan PPB Program Studi Bimbingan dan Konseling.

Daftar Rujukan

ABKIN. (2007). Rambu-Rambu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta. Depdiknas.

Ahman, Ilfiandra, dkk. (2012). Pengembangan Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif Pada Jalur Pendidikan Formal Se-Provinsi Jawa Barat. Hibah Penelitian Sekolah Pascasarjana UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.

America School Counselor Association (ASCA). (1997). National Standards for School Counseling Programs.

ASCA. (1997). Connecticut Comprehensive Scholl Counseling Program (Online). Tersedia di http://www.state.et.us.

Cobia & Henderson (2003). Handbook of School Counseling. New Jersey : Pearson Education, Inc.

Connecticut State Department of Education. (2008). Comprehensive School Counseling : A Guide to Comprehensive School Counseling Program Development. State of School Connecticut State Board of Education. 

Dikmen. (2013). Materi Bimbingan Teknis Pengembangan Karir Guru BK. Jakarta : Direktorat Pembinaan Pendidikan dan Tenaga Kependididikan, Direkrorat Jenderal Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayan Replublik Indonesia.

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidika  Formal. Jakarta : Dirjen Dikti.

Gysbers & Henderson. (2006). Developing & Managing Your School Guidance and Counseling Program. (4th ed). Alexandria USA: ACA.

Mendikbud. (2013). Pedoman Peminatan Peserta Didik. Jakarta : Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.

Muro J.J. & Kottman T. (1995). Guidance and Counseling in Elementary and Middle School. Madison: WmC Brown Com Inc.

Myrick Robert D. (2003). Developmental Gudance and Counseling : A Practical Aproach Menneapolis. Educational Media Corporation.

Kartadinata, Sunaryo. (2011). Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling Sebagai Upaya Pedagogis : Kiat Mendidik Sebagai Landasan Profesional Tindakan Konselor. Bandung : UPI PRESS.

Nurikhsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara.

Nurikhsan, Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama.

Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013. Implementasi Kurikulum 2013. Mendikbud.

Suherman. Uman. (2013).  Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqy Press.

Supriatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...