Senin, 20 April 2020

Otokritik Sertifikasi Guru



OTOKRITIK SERTIFIKASI GURU : ANTARA KEWAJIBAN DAN KESEJAHTERAAN

Oleh :
Iman Lesmana

Penyelenggaraan Sertifikasi Guru dalam Jabatan didasari terbitnya UU No. 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen yang dilaksanakan mulai tahun 2007 melalui Penilaian Portofolio serta Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Setelah sertifikasi dilaksanakan selama tiga tahun dan guru yang sudah disertifikasi mencapai 20%, yaitu sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) guru, ternyata belum berdampak positif  bagi peningkatan kualitas kinerja profesional para guru di lapangan. Data terakhir yang dipaparkan Menteri Pendidikan Nasional dalam Rapat Konsorsium Sertfikasi Guru (2010) dikemukakan bahwa  500.000 guru yang telah mengikuti sertifikasi, 70% kinerjanya tidak menunjukkan peningkatan; 20% ada peningkatan dan 10% lainnya menunjukkan kemunduran. Peningkatan kualitas kinerja yang ditunjukkan oleh 20% guru peserta sertifikasi itu adalah mereka yang mengikuti sertifikasi melalui PLPG.
Berdasarkan pada kelebihan PLPG, maka kebijakan penyelenggaraan Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan tahun 2011 lebih difokuskan pada kegiatan PLPG dengan harapan para guru yang mengikuti sertifikasi mampu menunjukkan peningkatan kualitas kinerjanya di lapangan dan tidak hanya terdorong untuk mendapatkan tunjangan profesi semata (Direktorat Profesi, 2011).
Harapan yang tinggi terhadap kualitas kinerja profesional para guru tidak akan pernah surut sejalan dengan tingginya harapan bangsa ini terhadap perkembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Karena itu kebijakan penyelenggaraan Pendidikan Profesi Guru (PPG)  menjadi jalan lain yang lebih efektif dibandingkan dengan sertifikisasi melalui portofolio dan PLPG. Sehingga melalui PPG akan muncul guru-guru profesional yang mampu mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang berkarakter: iman dan takwa; berakhlak mulia; cerdas, mandiri, memiliki kekuatan pribadi, terampil, kreatif, dan baertanggung jawab (Suherman AS, 2011).
Re-Desain Pendidikan Profesional Guru yang dikembangkan Universitas Pendidikan Indonesia (2010), merupakan bukti kesungguhan UPI dalam upaya meningkatkan proses dan hasil pendidikan guru yang didasari pengkajian Model Pendidikan Guru di berbagai Negara Asia, Eropa dan Amerika (Proceeding, 2010). Pemikiran UPI mengenai Re-Desain Pendidikan Profesional Guru diperkuat dengan terbitnya Ketetapan Senat Akademik UPI nomor 005/Senat Akd./UPI-SK/X/2010 dan telah dikaji Balitbang Kementerian Pendidikan Nasional melalui Seminar Nasional serta akan dijadikan sebagai salah satu bahan rujukan penyelenggaraan PPG di tanah air.
PPG menekankan kepaduan substansi pengetahuan materi ajar dan pengetahuan pedagogik, secara bertahap sejak awal mengikuti jenjang pendidikan hingga mencapai puncak pengalaman pada tahap akhir menjalani praktik mengajar di sekolah yang sesungguhnya. PPG ini menekankan diterapkannya konsep tampilan awal, pajanan awal, dan pengenalan pengalaman nyata sejak dini di sekolah. Hal ini dimaksudkan guna memperoleh pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang masalah pendidikan serta pengajaran di sekolah-sekolah, mulai dari kehidupan sosial guru dan peserta didik secara umum hingga proses pembelajaran di kelas, yang khas untuk bidang-bidang studi (Ketetapan Senat Akademik UPI, 2010).
PPG sebagai inti upaya peningkatan profesional guru,  ditandai dengan penguatan:          (a) penguasaan landasan keilmuan (the scientific basis of the arts); dan (b) latihan sistematis dan terawasi untuk menerapkan kiat-kiat (arts) dan perangkat utuh kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi guru melalui Pengalaman Lapangan Pendidikan Profesi Guru (PLPPG) dalam seting otentik di sekolah. PLPPG secara khusus ditekankan pada pembenahan tanggung jawab, fungsi, dan peran LPTK penyelenggara PPG, guru pamong (dosen luar biasa dari sekolah mitra) dan dosen pembimbing (dosen LPTK), serta mahasiswa calon guru (Ketetapan senat Akademik UPI, 2010). Dengan demikian, sekolah tempat praktik tidak hanya berperan dalam menyediakan kelas praktium untuk menerapkan kompetensi utuh para mahasiswa tetapi  tetapi menyediakan pula para dosen luar biasa yang mampu memberikan bimbingan dan supervisi secara efektif dan berkesinambungan.
            Kegiatan PLP dan PLA selama ini banyak dikeluhkan para mahasiswa praktikan karena baik dosen pembimbing (dosen LPTK) maupun sekolah tempat praktik dan dosen luar biasa belum secara optimal dan sungguh-sungguh menjalankan fungsinya masing-masing. Di sekolah, para mahasiswa praktikan bukan dibimbing untuk menjadi calon pendidik profesional tetapi dijadikan sebagai tenaga tambahan yang harus siap memasuki kelas manakala gurunya berhalangan. Begitu pula dengan kinerja dosen pembimbing dari LPTK, masih ada dosen yang hanya mengantar dan menghadiri ujian akhir, karena alasan honorarium yang tidak seimbang dengan tugasnya.  
            Untuk menyelengarakan PLPPG secara efektif, UPI ditenggarai masih memiliki beberapa hambatan terutama berkenaan dengan kesungguhan para pembimbing dan dosen luar biasanya. Perlu disadari bahwa kedatangan mahasiswa praktikan UPI belum menjadi prioritas sekolah dalam menyerap perkembangan pengetahuan dan teknologi di LPTK dan menyediakan pengelaman efektif mabgi para mahasiswa, tetapi masih dipandang formalitas sehingga guru yang ditunjuk menjadi dosen luar biasa kadang-kadang bukan sosok yang dapat diteladani dalam peningkatan sikap profesionalismenya. Di lain sisi, UPI juga belum melakukan upaya yang sistemik, terprogram, dan kontinyu untuk pengembangan PLP dan PLA. Sehubungan itu, untuk mengakselarasi penyelenggaraan PLPPG secara efektif dan efisien, diperlukan model pengembangan kerja sama dengan sekolah tempat praktik yang berbasis kemitraan dan kolaboratif.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...