Problema Akademik Mahasiswa
Oleh :
Iman Lesmana
Kesulitan
mahasiswa tidak hanya dalam hal akademik tetapi juga non-akademik. Kesulitan mendasar dalam bidang akademik adalah
kurangnya kemampuan dalam
menguasai cara
belajar mandiri, kurang berhasil mencerna bahan perkuliahan dan materi dari
literatur, kurang mampu mengatur waktu, kurang motivasi belajar, salah memilih
jurusan atau program studi, dan hubungan
dengan dosen yang kurang harmonis. Konfigurasi beragam persoalan akademik dan
nonakademik yang dialami oleh mahasiswa dapat berimbas terhadap kelancaran
proses dan penyelesaian studi mahasiswa.
Dalam belajar
sehari-hari, mahasiswa dihadapkan dengan berbagai tugas akademik yang harus
dituntaskan. Tugas-tugas akademik tersebut ditanggapi dengan pernyataan yang
berbeda-beda. Ada yang mengatakan tugas itu susah, gampang, bahkan sampai ada
mahasiswa yang tidak ambil pusing terhadap berbagai tugas akademik.
Permasalahan yang mendasar
seringkali karena mahasiswa lemah dalam daya psikologis sehingga pada saat
dihadapkan pada beragam permasalahan yang dihadapi mereka dalam kehidupannya di
perguruan tinggi, mereka seringkali mengambil cara yang destruktif terhadap
diri sendiri dan orang lain. Keefektifan individu dalam mengatasi permasalahan
dan tekanan dipengaruhi oleh daya psikologis (Cavanagh dan Levitov, 2002: 192).
Tingkat daya psikologis mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang (Cavanagh
& Levitov, 2002: 191). Dalam konteks kehidupan di perguruan tinggi,
mahasiswa yang memiliki daya psikologis rendah akan sulit untuk mengatasi
hambatan dan tantangan dalam studinya. Mereka akan mengatasi permasalahannya
dengan cara yang negatif dan destruktif. Sedangkan mahasiswa yang memiliki daya
psikologis tinggi akan lebih mudah mengatasi hambatan dan tantangan dalam
studinya. Mereka mampu mengatasi permasalahan dengan cara positif dan
konstruktif. Dengan demikian, mahasiswa yang memiliki daya psikologis tinggi
akan memperoleh kepuasan dan keberhasilan dalam penyelesaian studi,
perkembangan karier, dan kehidupannya di masa yang datang. Sebaliknya,
mahasiswa yang memiliki tingkat daya psikologis rendah akan merasa tertekan dan
tidak akan memperoleh kepuasan dalam penyelesaian studi, karier, dan
kehidupannya di masa yang akan datang.
Daya psikologis dibangun oleh tiga
unsur yang saling berkaitan, yaitu: (1) pemenuhan kebutuhan, (2) kompetensi
intrapersonal, dan (3) kompetensi interpersonal. Ketiga unsur ini saling
berkaitan satu sama lain, serta penting bagi berfungsinya dua unsur yang lain
dan bagi unsur itu sendiri, sehingga perubahan dalam satu unsur akan diikuti
oleh perubahan dalam unsur yang lain. Apabila kompetensi intrapersonal dan
interpersonal meningkat, maka pemenuhan kebutuhan akan meningkat pula, yang
kemudian akan meningkatkan daya psikologis, yang pada akhirnya akan menentukan
kesehatan psikologis atau tingkat keberfungsian psikologis.
Semakin baik kompetensi
intrapersonal dan interpersonal, maka semakin tinggi tingkat pemenuhan
kebutuhan psikologis mereka, dan semakin sehat fungsi psikologis mereka.
Sebaliknya, semakin buruk kompetensi intrapersonal dan interpersonal, maka
semakin rendah tingkat pemenuhan kebutuhan psikologis dan abnormal fungsi
psikologis mereka. Belajar untuk berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain
dengan lebih baik itu penting, karena kebutuhan psikologis yang paling dasar
dapat dipenuhi melalui hubungan interpersonal; manusia tidak hanya memiliki
tanggung jawab pribadi untuk tumbuh, namun juga tanggung jawab sosial untuk
membantu orang lain tumbuh atau sekurang-kurangnya tidak merintangi mereka
untuk tumbuh.
Kemampuan
hubungan intrapersonal dan interpersonal oleh Cavanagh (1982) disebutkan
sebagai sebuah kompetensi, baik kompetensi intrapersonal yang didalamnya memuat
kemampuan akan pengetahuan diri (self
knowledge), pengarahan diri (self
direction), harga diri (self esteem),
dan kompetensi interpersonalnya dengan indicator peka terhadap orang lain,
asertif, menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain, menjadi diri yang
mempunyai harapan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain, serta perlindungan diri dalam situasi antar
pribadi. Istilah kemampuan hubungan pribadi dan sosial menurut Myrick (1993)
dikategorikan sebagai personal and social skills dan menurut Gysbers (1995)
menyebutnya sebagai self knowledge
and interpersonal skills.
Hubungan intrapersonal dan
interpersonal merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan dalam perilaku
individu, bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kesuksesan hidup
individu. Seperti yang diungkapkan oleh Barber (2001) tentang fungsi positif
intrapersonal dan interpersonal yang mengungkapkan bahwa aspek intrapersonal
secara khusus adalah self esteem, pemberian
perspektif dan empati. Serta aspek interpersonal adalah inisiatif sosial, hubungan
pertemanan, komunikasi dengan orang tua. Aspek kompetensi intrapersonal dan
interpersonal sangat fundamental dalam kekuatan pengembangan kesuksesan dan
persiapan menghadapi masa depan sebagai individu yang lebih dewasa.
Keberhasilan
mahasiswa dalam membina hubungan dengan teman sebaya dan menjalankan peran
sosialnya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya. Buhrmester, Furman,
Witterberg, & Reisht (1988) mengistilahkan kemampuan ini sebagai kompetensi
interpersonal. Kompetensi interpersonal menurut Spitzberg & Cupach
(DeVito,1996) merupakan kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara
efektif, seperti kemampuan berinisiatif,
membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan emosional, dan mengatasi
konflik.
Penelitian
terhadap perlunya kompetensi intrapersonal dan interpersonal diusung oleh
beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pentingnya kompetensi
interpersonal bagi mahasiswa (Cohen, Sherrad & Clark, 1986; Widuri, 1995;
Danardono, 1997; dan Widiastuti & Anggraini, 1998). Hal tersebut senada
dengan McGaha
& Fitzpatrick (2005) bahwa kompetensi interpersonal menjadi keterampilan
resolusi konflik khususnya dengan teman sebaya.
Kecenderungan mahasiswa yang terisolir memiliki keterampilan intrapersonal dan
interpersonal yang rendah (Sunarya, 1999; Suherlan, 2005; Supriadi, 2007).
Hubungan
intrapersonal dan interpersonal merupakan dua variabel yang tidak dapat
dipisahkan, bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kesuksesan
mahasiswa. Seperti yang diungkapkan oleh Barber (2001) tentang fungsi positif
intrapersonal dan interpersonal yang mengungkapkan bahwa aspek intrapersonal
secara khusus adalah self esteem, pemberian
perspektif dan empati. Serta aspek interpersonal adalah inisiatif sosial,
hubungan pertemanan, komunikasi dengan orang tua. Aspek kompetensi
intrapersonal dan interpersonal sangat fundamental dalam kekuatan pengembangan
kesuksesan dan persiapan menghadapi masa depan sebagai individu yang lebih
dewasa.
Hasil penelitian yang lainnya dari (Idrus,
2007; dan Apolo, 2010) terdapat kabar yang menggembirakan, bahwa semakin baik interaksi yang terjadi antara mahasiswa dengan teman
sebayanya, maka akan semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki
mahasiswa. Sedangkan kecenderungan mahasiswa masih memiliki kompetensi
intrapersonal dan interpersonal yang rendah (Eliasa, 2010; Hidayah, 2012
; Firmansyah, 2013; dan Hamdi (2014).
Kompetensi intrapersonal dan interpersonal
menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa, karena banyak faktor
yang menghambat perkembangan hubungan interpersonal dan keterampilan sosial (Muralidharan,
et al, 2011:1; Waters, et al 2010:6; dan Martin, et al, 2014:1). Hal tersebut senada dengan
penelitian (Wentzel, 1991:2; Lane, et al,
2004:5; & Beiswenger dan Grolnick, 2010:6). Dimensi keterampilan
intrapersonal dan interpersonal mahasiswa bukan saja dipengaruhi dari proses
hubungan sosial semata tetapi perlunya kepribadian yang sehat dan komunikasi
lintas budaya yang baik (Martin & Dowson, 2009:6; Twenge & Campbell,
2008:1; dan Tang & Choi, 2004:7). Stagnasi
kompetensi interpersonal mahasiswa dipengaruhi oleh faktor intern yang berada
dalam populasi khusus (Hun Lee, 2010:5; Paulk, et al, 2011:1; dan Lee, et al,
2012:10.
Lemahnya kompetensi intrapersonal
dan interpersonal pada mahasiswa menjadi faktor penghambat dalam kegiatan
akademik. Hasil penelitian Ilfiandra
(2008) bahwa gejala prokrastinasi akademik mahasiswa telah menjadi fenomena
umum di dunia pendidikan tinggi. Hasil ini juga turut mencerminkan bahwa
kecenderungan mahasiswa tidak mampu memilih perilaku yang seharusnya dalam
kapasitas sebagai mahasiswa atau lemahnya inhibisi mahasiswa.
Hal tersebut senada dengan
penelitian Mubiar Agustin (2009) bahwa mahasiswa semester
lima/tingkat tiga sebagian besar mengalami kejenuhan belajar dengan kategori tinggi.
Pada sisi yang lain, data ini menunjukkan bahwa kejenuhan belajar sudah sangat
faktual dalam kehidupan akademik mahasiswa. Data yang dipaparkan di atas
diperkuat dengan tingginya indikator area kejenuhan belajar mahasiswa pada tiap area, baik area kelelahan emosi,
kelelahan fisik, kelelahan kognitif
dan rendahnya motivasi. Di antara faktor penyebab terjadinya kejenuhan belajar
pada mereka adalah stres dan banyaknya tekanan psikologis. Padahal stres dan
tekanan psikologis merupakan faktor pemicu menurunnya kualitas akademik
mahasiswa.
Mahasiswa dalam dinamika
kehidupannya tidak hanya berhadapan dengan problema akademik, melainkan juga
problema non-akademik atau yang berhubungan dengan aspek sosial-pribadi.
Problema akademik dan non-akademik tersebut berimplikasi bagi upaya mahasiswa
dalam mengembangkan potensi diri hingga menjadi kecakapan yang berguna untuk
menjalani kehidupannya. Fenomena yang tampak adalah bahwa belum semua mahasiswa
UPI menyadari arti penting kemampuan memahami diri sendiri, memahami orang
lain, dan berinteraksi sosial secara bermakna dalam rangka meningkatkan
kualitas kehidupannya (Mamat Supriatna, 2010:3-4).
Fenomena
dan fokus permasalahan yang telah dipaparkan memberikan gambaran bahwa
kompetensi intrapersonal dan interpersonal merupakan bagian dari kehidupan
mahasiswa yang akan mengakibatkan terhambatnya tugas-tugas perkembangan. Kondisi
mahasiswa yang mengalami lack of
competency by interpersonal and intrapersonal tidak bisa dibiarkan saja,
harus segera ditangani oleh konselor agar tidak berkepanjangan sehingga
mempengaruhi prestasi akademik, dan tugas perkembangannya.
Kesenjangan yang muncul akibat
ketidakefektifan kompetensi intrapersonal dan interpersonal. Seperti yang
dikemukakan oleh David Riesman (2002) bahwa “ketika seseorang tidak memiliki
hubungan yang baik dengan diri sendiri atau orang lain, kesepian dapat terjadi
bahkan ditengah-tengah keramaian sekalipun.” Permasalahan keluarga, tekananan
psikologis, penyakit fisik, frustasi pribadi, dan sakit hati, tidak puas dalam
kehidupan sosialnya, serta adanya pertentangan diri dengan lingkungan. Hubungan
hanya berazaskan “content”, sementara
itu azas ini bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Rahmat (2011:117)
bahwa “hubungan interpersonal bukan hanya menyampaikan isi pesan namun juga
menentukan kadar hubungan interpersonal bukan hanya menentukan “content” tetapi juga “relationship”. Kompetensi intrapersonal dan interpersonal mahasiswa
perlu diperhatikan secara serius dengan mempertimbangkan aspek pribadi sosial
menjadi faktor penentu dalam kesuksesan akademik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar