Rabu, 06 Mei 2020

Problema Akademik Mahasiswa


Problema Akademik Mahasiswa
Oleh :
Iman Lesmana


Kesulitan mahasiswa tidak hanya dalam hal akademik tetapi juga non-akademik. Kesulitan mendasar dalam bidang akademik adalah kurangnya kemampuan dalam menguasai cara belajar mandiri, kurang berhasil mencerna bahan perkuliahan dan materi dari literatur, kurang mampu mengatur waktu, kurang motivasi belajar, salah memilih jurusan atau program studi, dan hubungan dengan dosen yang kurang harmonis. Konfigurasi beragam persoalan akademik dan nonakademik yang dialami oleh mahasiswa dapat berimbas terhadap kelancaran proses dan penyelesaian studi  mahasiswa. 
Dalam belajar sehari-hari, mahasiswa dihadapkan dengan berbagai tugas akademik yang harus dituntaskan. Tugas-tugas akademik tersebut ditanggapi dengan pernyataan yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan tugas itu susah, gampang, bahkan sampai ada mahasiswa yang tidak ambil pusing terhadap berbagai tugas akademik.
Permasalahan yang mendasar seringkali karena mahasiswa lemah dalam daya psikologis sehingga pada saat dihadapkan pada beragam permasalahan yang dihadapi mereka dalam kehidupannya di perguruan tinggi, mereka seringkali mengambil cara yang destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Keefektifan individu dalam mengatasi permasalahan dan tekanan dipengaruhi oleh daya psikologis (Cavanagh dan Levitov, 2002: 192). Tingkat daya psikologis mempengaruhi kualitas kehidupan seseorang (Cavanagh & Levitov, 2002: 191). Dalam konteks kehidupan di perguruan tinggi, mahasiswa yang memiliki daya psikologis rendah akan sulit untuk mengatasi hambatan dan tantangan dalam studinya. Mereka akan mengatasi permasalahannya dengan cara yang negatif dan destruktif. Sedangkan mahasiswa yang memiliki daya psikologis tinggi akan lebih mudah mengatasi hambatan dan tantangan dalam studinya. Mereka mampu mengatasi permasalahan dengan cara positif dan konstruktif. Dengan demikian, mahasiswa yang memiliki daya psikologis tinggi akan memperoleh kepuasan dan keberhasilan dalam penyelesaian studi, perkembangan karier, dan kehidupannya di masa yang datang. Sebaliknya, mahasiswa yang memiliki tingkat daya psikologis rendah akan merasa tertekan dan tidak akan memperoleh kepuasan dalam penyelesaian studi, karier, dan kehidupannya di masa yang akan datang.
Daya psikologis dibangun oleh tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: (1) pemenuhan kebutuhan, (2) kompetensi intrapersonal, dan (3) kompetensi interpersonal. Ketiga unsur ini saling berkaitan satu sama lain, serta penting bagi berfungsinya dua unsur yang lain dan bagi unsur itu sendiri, sehingga perubahan dalam satu unsur akan diikuti oleh perubahan dalam unsur yang lain. Apabila kompetensi intrapersonal dan interpersonal meningkat, maka pemenuhan kebutuhan akan meningkat pula, yang kemudian akan meningkatkan daya psikologis, yang pada akhirnya akan menentukan kesehatan psikologis atau tingkat keberfungsian psikologis.
Semakin baik kompetensi intrapersonal dan interpersonal, maka semakin tinggi tingkat pemenuhan kebutuhan psikologis mereka, dan semakin sehat fungsi psikologis mereka. Sebaliknya, semakin buruk kompetensi intrapersonal dan interpersonal, maka semakin rendah tingkat pemenuhan kebutuhan psikologis dan abnormal fungsi psikologis mereka. Belajar untuk berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dengan lebih baik itu penting, karena kebutuhan psikologis yang paling dasar dapat dipenuhi melalui hubungan interpersonal; manusia tidak hanya memiliki tanggung jawab pribadi untuk tumbuh, namun juga tanggung jawab sosial untuk membantu orang lain tumbuh atau sekurang-kurangnya tidak merintangi mereka untuk tumbuh.
Kemampuan hubungan intrapersonal dan interpersonal oleh Cavanagh (1982) disebutkan sebagai sebuah kompetensi, baik kompetensi intrapersonal yang didalamnya memuat kemampuan akan pengetahuan diri (self knowledge), pengarahan diri (self direction), harga diri (self esteem), dan kompetensi interpersonalnya dengan indicator peka terhadap orang lain, asertif, menjadi nyaman dengan diri sendiri dan orang lain, menjadi diri yang mempunyai harapan yang realistik terhadap diri sendiri dan orang lain,  serta perlindungan diri dalam situasi antar pribadi. Istilah kemampuan hubungan pribadi dan sosial menurut Myrick (1993) dikategorikan sebagai personal and social skills dan menurut Gysbers (1995) menyebutnya sebagai self knowledge and interpersonal skills.
Hubungan intrapersonal dan interpersonal merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan dalam perilaku individu, bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kesuksesan hidup individu. Seperti yang diungkapkan oleh Barber (2001) tentang fungsi positif intrapersonal dan interpersonal yang mengungkapkan bahwa aspek intrapersonal secara khusus adalah self esteem, pemberian perspektif dan empati. Serta aspek interpersonal adalah inisiatif sosial, hubungan pertemanan, komunikasi dengan orang tua. Aspek kompetensi intrapersonal dan interpersonal sangat fundamental dalam kekuatan pengembangan kesuksesan dan persiapan menghadapi masa depan sebagai individu yang lebih dewasa.
Keberhasilan mahasiswa dalam membina hubungan dengan teman sebaya dan menjalankan peran sosialnya dipengaruhi oleh kemampuan yang dimilikinya. Buhrmester, Furman, Witterberg, & Reisht (1988) mengistilahkan kemampuan ini sebagai kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal menurut Spitzberg & Cupach (DeVito,1996) merupakan kemampuan melakukan hubungan interpersonal secara efektif, seperti kemampuan berinisiatif, membuka diri, bersikap asertif, memberikan dukungan emosional, dan mengatasi konflik.
Penelitian terhadap perlunya kompetensi intrapersonal dan interpersonal diusung oleh beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pentingnya kompetensi interpersonal bagi mahasiswa (Cohen, Sherrad & Clark, 1986; Widuri, 1995; Danardono, 1997; dan Widiastuti & Anggraini, 1998). Hal tersebut senada dengan McGaha & Fitzpatrick (2005) bahwa kompetensi interpersonal menjadi keterampilan resolusi konflik khususnya dengan teman sebaya. Kecenderungan mahasiswa yang terisolir memiliki keterampilan intrapersonal dan interpersonal yang rendah (Sunarya, 1999; Suherlan, 2005; Supriadi, 2007).  Hubungan intrapersonal dan interpersonal merupakan dua variabel yang tidak dapat dipisahkan, bahkan memiliki kedudukan yang sangat penting bagi kesuksesan mahasiswa. Seperti yang diungkapkan oleh Barber (2001) tentang fungsi positif intrapersonal dan interpersonal yang mengungkapkan bahwa aspek intrapersonal secara khusus adalah self esteem, pemberian perspektif dan empati. Serta aspek interpersonal adalah inisiatif sosial, hubungan pertemanan, komunikasi dengan orang tua. Aspek kompetensi intrapersonal dan interpersonal sangat fundamental dalam kekuatan pengembangan kesuksesan dan persiapan menghadapi masa depan sebagai individu yang lebih dewasa.
Hasil penelitian yang lainnya dari (Idrus, 2007; dan Apolo, 2010) terdapat kabar yang menggembirakan, bahwa semakin baik interaksi yang terjadi antara mahasiswa dengan teman sebayanya, maka akan semakin tinggi kompetensi interpersonal yang dimiliki mahasiswa. Sedangkan kecenderungan mahasiswa masih memiliki kompetensi intrapersonal dan interpersonal yang rendah (Eliasa, 2010; Hidayah, 2012 ; Firmansyah, 2013; dan Hamdi (2014).
Kompetensi intrapersonal dan interpersonal menjadi kompetensi yang harus dimiliki oleh mahasiswa, karena banyak faktor yang menghambat perkembangan hubungan interpersonal dan keterampilan sosial (Muralidharan, et al, 2011:1; Waters, et al 2010:6; dan Martin, et al, 2014:1). Hal tersebut senada dengan penelitian (Wentzel, 1991:2; Lane, et al, 2004:5; & Beiswenger dan Grolnick, 2010:6). Dimensi keterampilan intrapersonal dan interpersonal mahasiswa bukan saja dipengaruhi dari proses hubungan sosial semata tetapi perlunya kepribadian yang sehat dan komunikasi lintas budaya yang baik (Martin & Dowson, 2009:6; Twenge & Campbell, 2008:1; dan Tang & Choi, 2004:7). Stagnasi kompetensi interpersonal mahasiswa dipengaruhi oleh faktor intern yang berada dalam populasi khusus (Hun Lee, 2010:5; Paulk, et al, 2011:1; dan Lee, et al, 2012:10.
Lemahnya kompetensi intrapersonal dan interpersonal pada mahasiswa menjadi faktor penghambat dalam kegiatan akademik. Hasil penelitian Ilfiandra (2008) bahwa gejala prokrastinasi akademik mahasiswa telah menjadi fenomena umum di dunia pendidikan tinggi. Hasil ini juga turut mencerminkan bahwa kecenderungan mahasiswa tidak mampu memilih perilaku yang seharusnya dalam kapasitas sebagai mahasiswa atau lemahnya inhibisi mahasiswa.
Hal tersebut senada dengan penelitian Mubiar Agustin (2009) bahwa mahasiswa semester lima/tingkat tiga sebagian besar mengalami kejenuhan belajar dengan kategori tinggi. Pada sisi yang lain, data ini menunjukkan bahwa kejenuhan belajar sudah sangat faktual dalam kehidupan akademik mahasiswa. Data yang dipaparkan di atas diperkuat dengan tingginya indikator area kejenuhan belajar mahasiswa pada tiap area, baik area kelelahan emosi, kelelahan fisik, kelelahan kognitif dan rendahnya motivasi. Di antara faktor penyebab terjadinya kejenuhan belajar pada mereka adalah stres dan banyaknya tekanan psikologis. Padahal stres dan tekanan psikologis merupakan faktor pemicu menurunnya kualitas akademik mahasiswa.
Mahasiswa dalam dinamika kehidupannya tidak hanya berhadapan dengan problema akademik, melainkan juga problema non-akademik atau yang berhubungan dengan aspek sosial-pribadi. Problema akademik dan non-akademik tersebut berimplikasi bagi upaya mahasiswa dalam mengembangkan potensi diri hingga menjadi kecakapan yang berguna untuk menjalani kehidupannya. Fenomena yang tampak adalah bahwa belum semua mahasiswa UPI menyadari arti penting kemampuan memahami diri sendiri, memahami orang lain, dan berinteraksi sosial secara bermakna dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya (Mamat Supriatna, 2010:3-4).
Fenomena dan fokus permasalahan yang telah dipaparkan memberikan gambaran bahwa kompetensi intrapersonal dan interpersonal merupakan bagian dari kehidupan mahasiswa yang akan mengakibatkan terhambatnya tugas-tugas perkembangan. Kondisi mahasiswa yang mengalami lack of competency by interpersonal and intrapersonal tidak bisa dibiarkan saja, harus segera ditangani oleh konselor agar tidak berkepanjangan sehingga mempengaruhi prestasi akademik, dan tugas perkembangannya.
Kesenjangan yang muncul akibat ketidakefektifan kompetensi intrapersonal dan interpersonal. Seperti yang dikemukakan oleh David Riesman (2002) bahwa “ketika seseorang tidak memiliki hubungan yang baik dengan diri sendiri atau orang lain, kesepian dapat terjadi bahkan ditengah-tengah keramaian sekalipun.” Permasalahan keluarga, tekananan psikologis, penyakit fisik, frustasi pribadi, dan sakit hati, tidak puas dalam kehidupan sosialnya, serta adanya pertentangan diri dengan lingkungan. Hubungan hanya berazaskan “content”, sementara itu azas ini bertentangan dengan apa yang dikemukakan oleh Rahmat (2011:117) bahwa “hubungan interpersonal bukan hanya menyampaikan isi pesan namun juga menentukan kadar hubungan interpersonal bukan hanya menentukan “content” tetapi juga “relationship”. Kompetensi intrapersonal dan interpersonal mahasiswa perlu diperhatikan secara serius dengan mempertimbangkan aspek pribadi sosial menjadi faktor penentu dalam kesuksesan akademik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...