Rabu, 06 Mei 2020

Berkomunikasi Secara Efektif


Berkomunikasi Secara Efektif
Oleh :
Iman Lesmana


Dalam profesi bimbingan dan konseling, komunikasi yang terjadi antara konselor dan konseli merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai konselor. Kompetensi komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh konseli. Tidak mudah bagi seorang konselor untuk menggali keterangan dari konseli karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, konseli akan memberikan keterangan dan informasi yang dibutuhkan secara lengkap lengkap sehingga dapat membantu konselor dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan agar konseli mau atau dapat menceritakan permasalahan yang dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi konseli dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sebaliknya komunikasi yang tidak efektif akan mengundang masalah yang lain. Komunikasi yang digunakan merupakan percakapan antara konselor dengan konseli secara efektif yang artinya penuh makna, memilikim kehangatan dalam berbicara, menambah wawasan, dan informasi yang disampaikan dapat diterima secara personal.
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bahagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya (Widjaja, 1993:1). Manusia sebagai makhluk sosial akan berusaha untuk berhubungan dengan orang lain dan hidup bersama orang lain. Disini terdapat dorongan-dorongan yang timbul dari dirinya untuk memenuhi keinginannya dan kebutuhannya antara lain dorongan untuk melangsungkan hidupnya serta dorongan untuk meneruskan kebutuhannya. Oleh karena itu, komunikasi memiliki peranan penting bagi manusia, sebab tanpa komunikasi tidak akan terjadi interaksi dan tidak akan terjadi saling tukar pengetahuan dan pengalaman.
Keterampilan berkomunikasi dalam bimbingan dan konseling tentu sangat diperlukan dalam pemberian layanan. Konselor yang professional harus sudah memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan efektif dengan konseli, hal ini dikarenakan konseli akan merasa lebih nyaman bila mendapatkan layanan dimana konselornya mampu berkomunikasi dengan baik. Konseli akan lebih terbuka dalam mengemukakan berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya.
Lebih jauhnya kemampuan berkomunikasi yang dimiliki konselor akan menunjang berbagai keprofesioanalan lainnya seperti kemampuan berempati, dan memudahkan konselor untuk merespek permasalahan yang dihadapi konseli.
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan.
Istilah komunikasi sudah demikian populer dan dipergunakan oleh banyak orang. Manusia sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial memiliki dorongan ingin tahu, ingin maju, dan ingin berkembang, maka salah satu syaratnya adalah komunikasi, karena itu komunikasi merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia. Oleh karena itu, kehidupan manusia dan komunikasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain sejak lahir. Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari, mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk bergaul dengan orang lain. Agar terjadi komunikasi yang baik tentunya digunakan bahasa sebagai alat pengantar dalam menyampaikan ide, saran, pesan dan gagasan. Dalam hal ini komunikasi dapat berjalan jika memiliki komponen seperti komunikator, media, pesan komunikan, dan feed back. Komunikasi memegang peranan yang sangat penting, karena tanpa adanya komunikasi tidak akan ada perubahan dan kemajuan yang dapat dicapai dan diinginkan manusia, begitu pula dengan konteks pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik. Konselor atau guru pembimbing dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi secara efektif karena komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya proses konseling. Salah satu keterampilan yang diperlukan oleh konselor adalah keterampilan berkomunikasi secara dialogis dengan konseli.
Komunikasi efektif yang dibangun oleh konselor diharapkan dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan konseli, banyak hal-hal negatif dapat dihindari. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena konselor terampil melakukan manajemen pengelolaan informasi yang dibutuhkan terkait masalah yang dihadapi oleh konseli. Komunikasi efektif yang dibangun oleh konselor dan konseli adalah kondisi yang diharapkan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, sehingga agar proses komunikasi dalam konseling yang dibangun oelh konselor dan konseli dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan penguasaan materi masalah yang akan dikomunikasikan dalam prose koseling tersebut.

Definisi Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari Bahasa Latin yakni Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan antar manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dalam proses penyampaian pesan tersebut juga mengandung arti adanya pembagian pesan (sharing of information) yang cenderung mengarah ke pencapaian titik tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar pihak-pihak yang terlibat.
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian sehingga informasi dapat dipahami oleh kedua belah pihak, serta saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolik. Sebagai suatu proses penyampaian informasi, individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi, khususnya komunikator perlu merancang dan menyajikan yang benar dan tepat sesuai dengan setting komunikasi dan informasi yang disajikan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar penerima lawan komunikasi. Secara sederhana, kegiatan komunikasi dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide yang dipertukarkan tersebut.
Komaruddin (1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz & Weihrich, 1988) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian pesan yang berupa lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator dan ditujukan kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.

Unsur-unsur Komunikasi
Keberhasilan sebuah komunikasi dapat ditentukan oleh unsur-unsur yang ada. Oleh karena itu sebagai seorang konselor dalam hal ini yang termasuk ke dalam helping profession kita harus mengetahui dan mempelajari unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam proses komunikasi. Minimal unsur-unsur yang diperlukan dalam proses komunikasi adalah
1.       Komunikator    : orang yang menyampaikan pesan
2.       Pesan                 : ide atau informasi yang disampaikan
3.      Media                : sarana komunikasi
4.      Komunikan       : audience, pihak yang menerima pesan
5.      Umpan Balik     : respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya 

Tujuan
Tujuan dari proses komunikasi yang efektif adalah untuk memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik yang dalam hal ini adalah antara konselor sebagai pemberi pesan dan konseli sebagai penerima pesan.
Pengembangan hubungan antara konselor dan konseli yang terjalin secara efektif yang berlangsung secara efisien dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara konselor dan konseli. Komunikasi yang dilakukan dapat dilakukan secara verbal dan non-verbal yang bertujuan untuk menghasilkan pemahaman konseli terhadap keadaan dan permasalahan yang dialaminya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama mencari alternatif untuk mengatasi permasalahannya.

Langkah-Langkah Membangun Komunikasi yang Efektif
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk melakukan komunikasi, yaitu SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai berikut.
1.        Salam: memberi salam dapat dilakukan dengan menyapa konseli dan tunjukkan bahwa kita sebagai konselor bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.
2.      Ajak Bicara: Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara sendiri. Dorong agar konseli mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan bahwa kita sebagai konselor menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta mengerti perasaannya. Konselor dapat menggunakan pertanyaan terbuka maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
3.      Jelaskan: Berikan penjelasan mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang akan dijalani atau dihadapinya agar konseli tidak terjebak oleh pikirannya sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit, terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
4.      Ingatkan: Percakapan yang terjadi antara konselor dan konseli dapat memungkinkan memasukkan berbagai materi secara luas, yang tidak mudah diingat kembali oleh konseli.

Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi apakah konseli telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan kesehatan yang penting.

Keterampilan Berkomunikasi
Agar terlaksananya suatu komunikasi konseling yang dialogis setidaknya terdapat delapan keterampilan yang harus dikuasai yaitu penghampiran, empati, merangkum, bertanya, kejujuran, asertif, konfrontasi, dan pemecahan masalah.
  1. Penghampiran
Penghampiran merupakan keterampilan dasar dalam berkomunikasi. Penghampiran merupakan pembuka pintu untuk memulai komunikasi. Penghampiran merupakan keterampilan berkomunikasi melalui isyarat-isyarat verbal dan nonverbal sehingga memungkinkan memberika perhatian kepada pembicara pada tahap awal, karena penghampiran menjadi tahap awal dalam melanjutkan proses komunikasi selanjutnya. Secara psikologis, penghampiran menciptakan suasana di mana konseli merasa dirinya diterima, merasa dekat, merasa penting, dan dihargai martabatnya.
  1. Empati
Berempati keada pihak lain merupakan keterampilan dasar dalam berkomunikasi terutama komunikasi dialogis. Empati merupakan kesediaan untuk memahami orang lain dalam aspek perasaan, pikiran, dan keinginan. Berempati artinya berusaha menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran, dan keinginan rang lain sedekat mungkin. Secara psikologis, empati dapat menunjang berkembangnya suasana hubungan yang didasari atas saling pengertian, suasana rasa diterima dan dipahami, dan kesamaan diri.
  1. Merangkum
Merangkum dapat berperan sebagai wujud sikap penerimaan konselor terhadap apa yang disampaikan konseli. Keterampilan merangkum dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan membuat rangkuman secara tepat terhadap isi pembicaraan yang disampaikan, sehingga konselor dituntut untuk mampu menyimak seluruh pembicaraan bersama konseli dengan baik. Keterampilan merangkum dapat memberikan dampak psikologis seperti adanya rasa diterima, dihargai, dan diakui yang pada gilirannya dapat menunjang proses konseling selanjutnya.

  1. Bertanya
Bertaya merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam proses komunikasi konseling baik dalam memulai, selama proses berjalan, maupun dalam mengakhiri proses konseling. Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang cukup penting dan strategis dalam komunikasi konseling sebab dapat menentukan kelancaran proses konseling. Dalam komunikasi konseling terdapat dua macam bentuk pertanyaan, yaitu pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang menuntut jawaban secara terbuka oleh konseli. Pertanyaan terbuka dapat membantu konseli dalam memulai perbincangan, meminta penjelasan lebih lanjut, member cotoh, dan memusatkan pada perasaan konseli. Sedangkan pertanyaan tertutup merupakan pertanyaan yang menuntut jawaban yang sudah pasti dan bersifat faktual.
  1. Kejujuran
Dalam komunikasi konseling, konselor selaku komunikator harus mampu menunjukkan sikap jujur sehingga dapat memberikan pesan secara objektif atau secara terbuka tanpa harus memanipulasi. Berkomunikasi secara jujur dan asli merupakan keterampilan komunikasi konseling yang sangat penting, karena konselor dapat menyatakan perasaannya mengenai perasaan konseli dengan cara sedemikian rupa sehingga konseli dapat menerima tanpa ada rasa ketersinggungan. Keterampilan kejujuran dapat membantu untuk berbagi perasaan terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan konseli dan tetap menjaga hubungan baik.
  1. Asertif
Asersi adalah suatu tindakan dalam meberikan respon atas tindakan orang lain dalam bentuk mempertahankan hak asasi sendiri tanpa melanggar hak asasi orang lain. Dalam komunikasi konseling,keterampilan untuk bersikap asertif diperlukan dalam menerima respon konseli dan memberikan respon kembali dengan cara sedemikian rupa sehingga konseli merasa haknya tidak terganggu. Keterampilan asertif mencakup keterampilan untuk menyatakan pikiran dan perasaan dengan cara jujur dan sopan, dan menghargai hak orang lain. Keterampilan ini dapat dikembangkan melalui ungkapan verbal da nonverbal.
  1. Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi digunakan untuk memberikan respon terhadap pesan seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau bertentangan satu dengan yang lainnya. Dengan keterampilan konfrontasi konselor dapat mengenal dan merespon pesan ganda konseli sehingga konseli menyadarinya dan kemudian berkembang kea rah yang lebih baik. Dalam komunikasi konseling, keterampilan konfrontasi merupakan cara konselor untuk membetulkan titik perbedaan dan pertentangan dalam beberapa situasi seperti perbedaan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan konseli, perbedaan antara apa yang telah dikatakan dengan apa yang dilaporkan orang lain tentang dirinya, perbedaan antara apa yang dikatakan dengan apa yang Nampak, dan sebagainya.
  1. Pemecahan masalah
Ketermapilan pemecahan masalah sangat diperlukan dalam komunikasi konseling untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor harus mampu mengembangkan suatu mekanisme komunikasi yang memberikan kesempatan pada konseli dalam menyampaikan pendapat dan sumbangan pikiran, menjabarkan dan memilih alternative, mempertimbangkan nilai-nilai, dan membuat rencana tindakan.
Surya (2009; 121) menyebutkan terdapat tujuh tahapan yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah, yaitu:
a.      Menjajagi masalah, yaitu tahapan di mana melalui dialog antara konselor dan konseli menetapkan masalah yang dihadapi.
b.      Memahami masalah, yaitu untuk lebih mempertegas masalah yang sesungguhnya beserta aspek-aspek yang terkait seperti latar belakang, alasan, tujuan sumber-sumber terkait.
c.       Membatasi masalah, yaitu tahapan untuk bersama-sama menetapkan batas-batas masalah baik dari dimensi waktu maupun ruang, serta sumber-sumber daya penunjangnya.
d.      Menjabarkan alternative, yaitu konselor dan konseli bersama-sama melakukan “curah pendapat” (brainstorming) untuk menjabarkan berbagai alternative kemungkinan pemecahan masalah.
e.      Mengevaluasi alternative, yaitu menilai setiap alternative. Setiap alternative dievaluasi satu per satu dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang, sumber daya, dan prioritasnya.
f.        Memilih alternative terbaik, yaitu menetapkan alternative yang dianggap paling tepat berdasarkan hasil evaluasi.
g.      Menerapkan alternative, yaitu tahap melaksanakan alternative yang dianggap paling baik dalam bentuk tindakan nyata.

Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi merupakan proses pemberian dan penerimaan pesan antara dua atau di antara orang-orang dalam kelompok kecil melalui satu saluran atau lebih, dengan melibatan beberapa pengaruh dan umpan balik. Komunikasi antar pribadi melibatkan hubungan pribadi antara dua individu atau lebih. Dalam bimbingan dan konseling, komunikasi antar pribadi memungkinkan terjadinya interaksi yang bersifat pribadi antara konselor dan konseli. Oleh karena itu, komunikasi antar pribadi perlu dikuasai oleh konselor untuk menunjang keefektifan proses bimbingan dan konseling. Komunikasi antar pribadi dapat ditandai dengan beberapa hal seperti (1) perkiraan berdasarkan informasi psikologis; (2) interaksi berdasarkan pengetahuan yang lebih jelas; dan (3) interaksi berdasarkan aturan yang dibuat secara pribadi. Adapun maksud dari komunikasi antar pribadi adalah untuk (1) menemukan diri sendiri; (2) menemukan dunia luar; (3) membentuk dan memlihara hubungan yang bermakna dengan orang lain; (4) mengubah sikap dan prilaku sendiri dan orang lain; (5) Bermain dan hiburan; dan (6)memberikan bantuan.
1.       Persepsi dalam komunikasi antar pribadi
Persepsi adalah proses individu menjadi sadar dan member makna terhadap objek dan peristiwa di luar diri individu. Persepsi mendasari proses komunikasi antar pribadi, dalam arti kualitas suatu komunikasi akan banyak ditentukan oleh persepsi masing-masing partisipan.
Persepsi dipengaruhi oleh beberapa factor, atara lain adalah sebagai berikut:
a.      Harapan individu
b.      Kesan pertama
c.       Kesan kelompok
d.      Derajat kesamaan perilaku orang lain
e.      Konsistensi (ketetapan) perilaku dalam berbagai situasi
f.        Motivasi internal dan eksternal
Oleh karena itu, dalam proses konseling perlu dikembangkan persepsi yang benar dan tepat, baik dalam diri konselor maupun dalam diri konseli dan harus dihindari munculnya perbedaan persepsi antara konselor dan konseli.
2.       Menyimak dalam komunikasi antar pribadi
Menyimak merupakan keterampilan yang sangat diperlukan dalam proses komunikasi antar pribadi. Menyimak dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang diwujudkan dalam bentuk proses mengirim kembali kepada pembicara mengenai makna isi dan perasaan pembicara.
Fungsi menyimak dalam komunikasi antar pribadi adalah sebagai bentuk memperoleh rasa senang, informasi, dan bantuan. Sedangkan maksud menyimak adalah untuk membuat pendengar mengecek pemahaman secara tepat, menyatakan penerimaan perasaan pembicara, merangsang pembicara agar memperluas perasaan dan pikiran, memberitahukan kepada pembicar mengenai reaksi pendengar, memberikan bimbingan kepada pembicara untuk menyesuaikan isi pesan-pesannya. Menyimak yang efektif dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.      Berhenti berbicara
b.      Tempatkan pembicara dengan mudah
c.       Konsentrasi pada apa yang sedang dibicarakan
d.      Jangan tergesa-gesa dalam memberikan tafsiran
e.      Berbagi tanggung jawab dalam komunikasi
f.        Menyatakan pemahaman
g.      Mengajukan pertanyaan
h.      Bersikap secara baik seperti bersahabat, sopan, terbuka, dan sebagainya.
3.      Efektifitas komunikasi antar pribadi
Efektifitas komunikasi antar pribadi dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:
a.      Keterbukaan, yaitu kesediaan membuka diri, mereaksi kepada orang lain, merasakan pikiran dan perasaan orang lain.
b.      Empati, yaitu menghayati perasaan orang lain.
c.       Mendukung, yaitu kesediaan secara spontan untuk menciptakan suasana yang bersifat mendukung.
d.      Positif, yaitu menyatakan sikap pusitif terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi.
e.      Keseimbangan, yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak mempunyai kepentingan yang sama dan pertukaran komunikasi secara seimbang.
f.        Percaya diri, yaitu merasa yakin kepada diri sendiri dan bebas dari rasa malu.
g.      Kesegaran, yaitu untuk segera melakukan kontak disertai rasa suka dan minat.
h.      Manajemen interaksi, yaitu megendalikan interaksi untuk memberikan kepuasan kepada kedua belah pihak, mengelola pembicaraan dengan pesan-pesan yang beik dan konsisten.
i.        Pengungkapan, yaitu keterlibatan secara jujur dalam berbicara dan menyimak baik secara verbal maupun non verbal.
j.        Orientasi kepada orang lain, yaitu penuh perhatian, minat, da kepedulian kepada orang lain.

4.      Tujuan Komunikasi Antar Pribadi
Sebagai sarana pembelajaran. Melalui komunikasi antarpribadi kita belajar untuk lebih memahami dunia luar atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini. Walaupun sebagian besar informasi tersebut kita dapatkan melalui media massa, informasi tersebut dapat kita bicarakan melalui komunikasi antarpribadi.
Mengenal diri sendiri dan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri. Dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain, kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil interkasi kita dengan orang lain.
Komunikasi antarpribadi membantu kita dalam membentuk suatu relasi (person to person). Karena manusia adalah mahluk social, maka kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan yang paling besar. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mempengaruhi individu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan.
Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengakrabkan diri kita dengan orang lain. Bermain dan mencari hiburan. Dalam berkomunikasi tidak selamanya kita selalu berusaha mempengaruhi orang lain. Kita berkomunikasi juga untuk memperoleh kesenangan. Bercerita tentang film yang kita tonton, melontarkan lelucon, membicarakan hobi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperolah hiburan.

Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang mewarnai corak konseling yang berfungsi sebagai suplemen, komplemen, dan substitusi komunikasi verbal. Oleh karena itu, konselor dituntut untuk memiliki pemahaman dan keterampilan dalam komunikasi nonverbal. Adapun bentuk dari perilaku komunikasi nonverbal dapat ditunjukkan dengan menggunakan anggota badan (seperti kontak mata, postur tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, dan sebagainya), dengan menggunakan media vocal (seperti tekanan suara, kecepatan berbicara, gaya bicara, dan sebagainya), dan dengan menggunakan lingkungan keadaaan sekitar (seperti mengatur jarak duduk, mengatur posisi duduk dan ruangan, berpakaian, dan sebagainya).

Kesimpulan
Komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya proses bimbingan dan konseling karena keterampilan berkomunikasi merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling baik itu konseling individual maupun konseling kelompok. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang berupa lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator dan ditujukan kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Secara sederhana komunikasi sekurang-kurangnya harus melibatkan dua partisipan yakni penyampai pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan), namun secara umum agar lebih efektif proses komunikasi sekurang-kurangnya harus mengandung lima unsure yakni orang yang menyampaikan pesan (komunikator ), pesan yang disampaikan, sarana komunikasi (Media), pihak yang menerima pesan (komunikan), dan respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya (umpan balik).
Komunikasi yang efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena konselor terampil melakukan manajemen pengelolaan informasi yang dibutuhkan terkait masalah yang dihadapi oleh konseli. Komunikasi efektif yang dibangun oleh konselor dan konseli adalah kondisi yang diharapkan dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Dalam proses konseling, terciptanya suatu komunikasi yang dialogis merupakan sesuatu yang harus ada, di mana pihak pemberi (konselor) dan pihak penerima (konseli) berperan sebagai komunikator yang selain berperan sebagai pemberi pesan juga sebagai penerima pesan. Dengan demikian, konselor dan konseli akan saling member dan menerima pesan sehingga dapat meningkatkan pemahaman informasi di antara kedua belah pihak.

Referensi :

Anonim. (2009). Pengertian - Proses - Model – Komunikasi. [Online]. Tersedia di: http://farchanbinadnan.blogspot.com/2009/12/pengertian-proses-model-komunikasi.html. (11 Maret 2011).
Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UPI (Tidak diterbitkan).
Mulyohadi Ali, M. dkk. (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. [Online]. Tersedia di: http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf. (11 Maret 2011).
Surya, M. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro
Tanti, D. (2007). Komunikasi Efektif. [Online]. Tersedia di:  http://rumakom.wordpress.com/2007/08/07/komunikasi-efektif/. (11 Maret 2011).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...