Selasa, 17 September 2019

Aplikasi Manajemen BK


APLIKASI MANAJEMEN DALAM PENGORGANISASIAN SISTEM PENDUKUNG LAYANAN BIMBINGAN
DAN KONSELING


Oleh:

Asep Rohiman Lesmana

imanlesmana382@gmail.com





A. Definisi Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Pengorganisasian dari perspektif bimbingan dan konseling adalah suatu bentuk kegiatan yang mengatur cara kerja, prosedur kerja dan pola kerja atau mekanisme kerja kegiatan layanan bimbingan dan konseling. Pengorganisasian program bimbingan dan konseling di sekolah merupakan upaya melibatkan orang-orang ke dalam organisasi bimbingan di sekolah, serta upaya melakukan pembagian kerja diantara anggota-anggota organisasi bimbingan dan konseling di sekolah (Nurikhsan, 2003:63). Pengembangan kerja sama profesional itu merupakan indikator sekaligus menjadi manifestasi berhasil tidaknya suatu pengorganisasi dan tujuan dari rencana-rencana sekolah termasuk didalamnya program bimbingan dan konseling. 
Pengorganisasian bimbingan dan konseling secara tepat dapat membantu seluruh personil sekolah mulai dari peserta didik, orang tua sampai kepala sekolah dalam mengoptimalkan peran masing-masing dan setiap personel pun akan mengetahui seberapa besar fungsi dan peranan tersebut dapat dikontribusikan bagi sekolah. Pengorganisasian bimbingan dan konseling selayaknya dilakukan dengan pendekatan tim (sistem), mengembangkan mekanisme kerja bimbingan dan konseling yang terpadu (pola kerja atau prosedur kerja bimbingan dan konseling dalam proses pemberian layanan kepada peserta didik), dan perlunya pengembangan job description yang dirinci dengan jelas dan spesifik bagi setiap personil sekolah dalam upaya mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah. 
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercapai, terselenggara, tercipta bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara jelas, mempunyai tujuan, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dalam jalur pendidikan baik formal maupun informal, dengan dukungan yang wajar dalam aspek ketersediaan sumber daya manusia (konselor), sarana dan prasarana, serta pembiayaan. (Nurikhsan, 2003).

B. Manfaat Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Manfaat pengorganisasian program layanan bimbingan dan konseling agar:
1)      Setiap personel bimbingan menyadai tugas, peranan, kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
2)      Terhindar dari terjadinya tumpang tindih tugas diantara para personil bimbingan;
3)      Terjadi mekanisme kerja secara baik dan teratur; dan
4)      Tercapai kelancaran, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
Proses pengorganisasian program layanan bimbingan dan konseling meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Pengelompokkan kegiatan layanan;
2)      Pembagian tugas, peranan, tanggung jawab dan wewenang masing personel;
3)      Penentuan mekanisme kerja; dan
4)      Penyusunan suau struktur organisasi bimbingan dan konseling. (Uman Suherman,2013).

C. Tujuan Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Tujuan dari penggorganisasian merupakan tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, maksudnya tujuan sebagai rangkuman dari keseluruhan tujuan bimbingan yang dicanangkan, kemudian dikomunikasikan kebawah menurut garis komando dengan ide komitmen dan kesepakatan bersama.

D. Hakikat Kinerja Personel Bimbingan dan Konseling
Aplikasi dalam pengorgasasian layanan bimbingan dan konseling akan merujuk pada kerangka kerja personil sekolah khususnya konselor. Kerangka kerja bimbingan dan konseling merefleksikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Konteks tugas bimbingan dan konseling adalah kawasan layanan bantuan yang bertujuan memandirikan individu normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk menwujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli kemasalahatan umum (the commod good) melalui pendidikan (Ditjen Dikti, 2007)
Sedangkan ekspektasi kinerja merupakan kerangka berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang dibangunnya sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil penelitian dan pendapat para ahli yang akan membentuk wawasan atau worldview yang selalu mewarnai cara seorang konselor melihat dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli dengan kata  lain melihat dunianya yang selalu digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna layanannya, yang dilakukan dengans selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak layanannya itu terhadap pengguna layanan, sehingga pengampu layanan ahli itu juga dinamakan “the savety practitioner” (Ditjen Dikti, 2007).
Aplikasi manajemen dalam pengorganisasian sistem pendukung layanan bimbingan dan konseling meliputi: pengembangan profesional, pemberian konsultasi dan kolaborasi, dan manajemen program. Pada kegiatan manajemen program dilakukan beberapa kegiatan diantaranya meliputi: kesepakatan manajemen, keterlibatan stakeholder, manajemen dan penggunaan data, rencana kegiatan, pengaturan waktu, kalender kegiatan, anggaran, penyiapan fasilitias, pengendalian,serta organisasi dan personel.   

E. Komunikasi Efektif dalam Pengorganisasian Layanan Bimbingan dan Konseling
Konselor selayaknya harus mengembangkan komunikasi yang efektif dengan personel sekolah dan mengembangkan jejaring. Yusi Riksa (Mamat Supriatna, 2011:245). Konselor dituntut mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan semua personil baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Komunikasi dengan peserta didik diperlukan untuk memahami kebutuhan dan harapan terhadap layanan bimbingan dan konseling. Komunikasi dengan pimpinan sekolah dan tenaga pendidik lain diperlukan untuk mendorong keterlibatan semua personil sekolah dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling berdasarkan posisi, peran, dan kemampuan masing-masing sesuai bidangnya. Komunikasi dengan orang tua dilakukan untuk menumbuhkan kesadaran perlunya dukungan orang tua terhadap keberhasilan peserta didik sehingga orang tua terlibat dan turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan putra-putrinya. Komunikasi dengan personel diluar sekolah dimaksudkan sebagai optimalisasi sumber belajar dan membuka akses peluang/kesempatan peserta didik mengembangkan peserta didik.

F. Pengembangan Jejaring dalam Pengorganisasian Layanan Bimbingan dan Konseling
Konselor mengembangkan jejaring dalam konteks pengembangan proses kelompok berfokus pada kemampuan dan keterampilan personel sekolah untuk menjalin relasi dan mengembangkan komitmen untuk mencapai tujuan bersama.  Jejaring artinya memfungsikan secara proporsional setiap unsur dalam sistem sehingga menjadi pendukung sistem. Unsur-unsur dalam lingkungan sekolah sebagai jejaring bimbingan dan konseling adalah: pimpinan sekolah, guru, wali kelas, pembina kesiswaan dan pembina ekstrakurikuler, laboran, pustakawan, tata usaha, dan karyawan sekolah serta personil lain yang berada di lingkungan sekolah. Unsur-unsur dalam masyarakat pendidikan adalah: orang tua, alumni, komite sekolah, dewan sekolah, pimpinan daerah, serta dinas, balai dan lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan baik pada jenjang, jenis, dan jalur yang lebih rendah, setara maupun lebih tinggi, dunia kerja dan dunia industri, aparat keamanan, serta lembaga/organisasi profesi dan swadaya masyarakat yang terkait dengan pendidikan dan kesejahteraan peserta didik.
Peran, fungsi, tugas dan mekanisme kerja dalam jejaring perlu dipahami oleh semua unsur, sehingga masing-masing dapat bekerja sesuai dengan proporsinya dan mengembangkan sinergitas. Dalam jejaring juga perlu dikembangkan kesepahaman tujuan yang ingin dicapai bersama dari pelayanan terhadap peserta didik yang dilakukan. Kesepahaman bagaimana memandang peserta didik serta permasalahan yang mungkin dihadapi peserta didik. Setiap unsur bekerja dalam paradigma membantu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dengan menciptakan lingkungan perkembangan yang kondusif.
Contoh program jejaring yang dapat dilakukan adalah: mengoptimalkan peran dan fungsi guru sebagai pendidik, pengajar, fasilitator, dan model perilaku. Dimulai dengan mengembangkan persepsi yang sama pada gurh apa arti peserta didik, bagaimana interaksi yang sehat dan positif dapat dijalin antara guru dan peserta didik didalam maupun di luar kelas serta bagaimana guru berperan sebagai model karir yang sukses dalam bidang/mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Jika setiap guru menyadari bahwa pengajaran bukan hanya mentransfer pengetahuan berdasarkan kurikulum, tetapi mendorong peserta didik untuk belajar mencintai pengetahuan, maka motivasi belajar dan keinginan peserta didik untuk mempelajari pelajaran akan meningkat. Diharapkan pada akhirnya prestasi akademik peserta didik juga meningkat. Berikut akan dijelaskan peran personel dalam jejaring layanan bimbingan dan konseling.

Tabel 1.1
Peran Personil dalam Jejaring Bimbingan dan Konseling
No
Posisi
Peran
1
Peserta didik
Objek dan subjek layanan
2
Guru
Menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif untuk peserta didik mau dan mampu belajar , model dan narasumber karir, deteksi awal permasalahn belajar, pribadi, dan sosial.
3
Wali kelas
Pengembang suasana/interaksi kelompok (kelas) yang sehat, penjalin informasi dan komunikasi dengan orang tua, deteksi dukungan, dan permasalahan keluarga, analisis kebutuhan, dan permasalahan peserta didik dalam berelasi sosial dan mengaktualisasika potensi akademik.
4
Komdis-piket
Penegak dan pengembangan kesadaran disiplin dan aturan sekolah, sumber informasi peserta didik berperilaku salah suai, analisis intervensi, dan kreativitas/kenakalan peserta didik.
5
Pemberi informasi lain
Memberikan pelayanan pada peserta didik sesuai sesuai bidangnya, sumber informasi nonformal harapan, kondisi, potensi, dan permasalahan peserta didik.
6
Guru pembimbing (konselor)
Mengoordinasi data/informasi kondisi dan potensi peserta didik, guru dan tenaga pendidik lain, memberikan pelayanan psikologis untuk mendukung pengembangan potensi peserta didik secara optimal, memberi masukan kebijakan pada pimpinan sekolah.
7
Pimpinan sekolah
Membuat kebijakan peningkatan mutu pendidikan berdasarkan analisis perkembangan pesrta didik, potensi peserta didik, kompetensi guru, dan kemampuan dukungan manajerial sekolah.
8
Sumber belajar di daerah
Sumber belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang bermakna karena melakukan aktivitas langsung.
9
Lembaga pendidikan menengah
Lembaga pendidikan lanjutan yang akan menampung peserta didik sesuai dengan potensi, bakat, minat, dan kemampuan masing-masing sumber informasi lanjutan studi.
10
Lembaga pendidikan dasar
Lembaga pendidikan sebelumnya yang menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi dan kesiapan melanjutkan pendidikan di SMP.
11
Dunia kerja, formal-informal
Peluang dan kesempatan kerja, penjaga pemenuhan hak anak dan hak sebagai pekerja.

Kartadinata (Mamat Supriatna, 2011:10) bentuk kolaborasi program maupun implementasi antara bimbingan dan konseling dengan pembelajaran menghendaki pendukung sistem yang efektif. Esensi dalam dukungan sistem yakni sebagai sistem manajemen sekolah. Ada beberapa implikasi manajerial dan kebijakan yang perlu mendapat perhatian dan penerapan secara sungguh-sungguh oleh kepala sekolah dan para pimpinan  dan pengambil kebijakan baik di tingkat nasional maupun daerah:
1)  Layanan bimbingan dan konseling harus memperoleh kesempatan bertatap muka langsung dengan peserta didik di kelas secara terjadwal. Penjadwalan ini harus merupakan bagian terpadu dari program sekolah secara menyeluruh. Rasio 1:150 antara konselor/guru pembimbing:peserta didik ditinjau kembali dan dicari rasionalisasi yang jelas berdasarkan bobot pekerjaan dan layanan nyata para konselor/guru pembimbing.


2)     Kolaborasi antara bimbingan dan konseling (konselor) dan pembelajaran (guru) adalah salah satu bentuk lintas kurikulum dalam impelementasi KBK atau saat ini dalam proses implementasi kurikulum 2013. Oleh karena itu, kolaborasi ini harus dikembangkan secara sistematis dalam berbagai bentuk dan tataran.
3)   Ketenagaan bimbingan dan konseling adalah konselor profesional. Penempatan dan penugasan tenaga yang berlatar non-bimbingan dan konseling, jika masih dianggap perlu, harus dirancang dan direkrut secara baik dan selektif, ditempatkan dalam posisi yang tepat, dan disiapkan dengan kemampuan yang memadai melalui pendidikan dan pelatihan khusus, dan kemampuannya teruji berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
4)  Pendanaan layanan bimbingan dan konseling, layaknya impelementasi pembelajaran, perlu didukung oleh anggaran yang memadai. Layanan bimbingan dan konseling harus menjadi salah satu program yang masuk kedalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). 


Referensi :


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. (2007). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidika  Formal. Jakarta : Dirjen Dikti.

Nurikhsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara.

Nurikhsan, Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama.

Suherman. Uman. (2013).  Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rizqy Press.

Supriatna, Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Edisi Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...