APLIKASI
MANAJEMEN DALAM PENGORGANISASIAN SISTEM PENDUKUNG LAYANAN BIMBINGAN
DAN KONSELING
Oleh:
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com
A. Definisi
Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan dan Konseling
Pengorganisasian dari perspektif
bimbingan dan konseling adalah suatu bentuk kegiatan yang mengatur cara kerja,
prosedur kerja dan pola kerja atau mekanisme kerja kegiatan layanan bimbingan
dan konseling. Pengorganisasian program bimbingan dan konseling di sekolah
merupakan upaya melibatkan orang-orang ke dalam organisasi bimbingan di
sekolah, serta upaya melakukan pembagian kerja diantara anggota-anggota
organisasi bimbingan dan konseling di sekolah (Nurikhsan, 2003:63). Pengembangan
kerja sama profesional itu merupakan indikator sekaligus menjadi manifestasi
berhasil tidaknya suatu pengorganisasi dan tujuan dari rencana-rencana sekolah
termasuk didalamnya program bimbingan dan konseling.
Pengorganisasian bimbingan dan konseling
secara tepat dapat membantu seluruh personil sekolah mulai dari peserta didik,
orang tua sampai kepala sekolah dalam mengoptimalkan peran masing-masing dan
setiap personel pun akan mengetahui seberapa besar fungsi dan peranan tersebut
dapat dikontribusikan bagi sekolah. Pengorganisasian bimbingan dan konseling
selayaknya dilakukan dengan pendekatan tim (sistem), mengembangkan mekanisme
kerja bimbingan dan konseling yang terpadu (pola kerja atau prosedur kerja
bimbingan dan konseling dalam proses pemberian layanan kepada peserta didik),
dan perlunya pengembangan job description
yang dirinci dengan jelas dan spesifik bagi setiap personil sekolah dalam upaya
mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah.
Program pelayanan bimbingan dan
konseling tidak mungkin akan tercapai, terselenggara, tercipta bila tidak
memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara
jelas, mempunyai tujuan, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan
dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dalam jalur pendidikan
baik formal maupun informal, dengan dukungan yang wajar dalam aspek
ketersediaan sumber daya manusia (konselor), sarana dan prasarana, serta
pembiayaan. (Nurikhsan, 2003).
B. Manfaat
Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan
dan Konseling
Manfaat pengorganisasian program layanan
bimbingan dan konseling agar:
1)
Setiap personel bimbingan menyadai
tugas, peranan, kedudukan, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing;
2)
Terhindar dari terjadinya tumpang tindih
tugas diantara para personil bimbingan;
3)
Terjadi mekanisme kerja secara baik dan
teratur; dan
4)
Tercapai kelancaran, efisiensi, dan
efektivitas pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
Proses pengorganisasian program layanan
bimbingan dan konseling meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Pengelompokkan kegiatan layanan;
2)
Pembagian tugas, peranan, tanggung jawab
dan wewenang masing personel;
3)
Penentuan mekanisme kerja; dan
4)
Penyusunan suau struktur organisasi
bimbingan dan konseling. (Uman Suherman,2013).
C. Tujuan
Pengorganisasian dalam Layanan Bimbingan
dan Konseling
Tujuan dari penggorganisasian merupakan
tujuan bimbingan dan konseling itu sendiri, maksudnya tujuan sebagai rangkuman
dari keseluruhan tujuan bimbingan yang dicanangkan, kemudian dikomunikasikan
kebawah menurut garis komando dengan ide komitmen dan kesepakatan bersama.
D. Hakikat Kinerja
Personel Bimbingan dan Konseling
Aplikasi dalam pengorgasasian layanan
bimbingan dan konseling akan merujuk pada kerangka kerja personil sekolah
khususnya konselor. Kerangka kerja bimbingan dan konseling merefleksikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Konteks tugas bimbingan dan
konseling adalah kawasan layanan bantuan yang bertujuan memandirikan individu
normal dan sehat dalam menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan
keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan keperluan untuk
memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk menwujudkan kehidupan yang
produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang peduli
kemasalahatan umum (the commod good)
melalui pendidikan (Ditjen Dikti, 2007)
Sedangkan ekspektasi kinerja merupakan
kerangka berpikir dan bertindak dalam bingkai filosofik yang khas yang
dibangunnya sendiri dengan mengintegrasikan apa yang diketahui dari hasil
penelitian dan pendapat para ahli yang akan membentuk wawasan atau worldview yang selalu mewarnai cara
seorang konselor melihat dirinya, melihat tugasnya, melihat konseli dengan
kata lain melihat dunianya yang selalu
digerakkan oleh motif altruistik dalam arti selalu menggunakan penyikapan yang
empatik, menghormati keragaman, serta mengedepankan kemaslahatan pengguna
layanannya, yang dilakukan dengans selalu mencermati kemungkinan dampak jangka
panjang dari tindak layanannya itu terhadap pengguna layanan, sehingga pengampu
layanan ahli itu juga dinamakan “the
savety practitioner” (Ditjen Dikti, 2007).
Aplikasi
manajemen dalam pengorganisasian sistem pendukung layanan bimbingan dan
konseling meliputi: pengembangan profesional, pemberian konsultasi dan
kolaborasi, dan manajemen program. Pada kegiatan manajemen program dilakukan
beberapa kegiatan diantaranya meliputi: kesepakatan manajemen, keterlibatan stakeholder, manajemen dan penggunaan
data, rencana kegiatan, pengaturan waktu, kalender kegiatan, anggaran,
penyiapan fasilitias, pengendalian,serta organisasi dan personel.
E. Komunikasi Efektif dalam Pengorganisasian Layanan
Bimbingan dan Konseling
Konselor
selayaknya harus mengembangkan komunikasi yang efektif dengan personel sekolah
dan mengembangkan jejaring. Yusi Riksa (Mamat Supriatna, 2011:245). Konselor
dituntut mampu menjalin komunikasi yang efektif dengan semua personil baik di
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Komunikasi dengan peserta didik
diperlukan untuk memahami kebutuhan dan harapan terhadap layanan bimbingan dan
konseling. Komunikasi dengan pimpinan sekolah dan tenaga pendidik lain
diperlukan untuk mendorong keterlibatan semua personil sekolah dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling berdasarkan posisi, peran, dan kemampuan
masing-masing sesuai bidangnya. Komunikasi dengan orang tua dilakukan untuk
menumbuhkan kesadaran perlunya dukungan orang tua terhadap keberhasilan peserta
didik sehingga orang tua terlibat dan turut bertanggung jawab terhadap
keberhasilan pendidikan putra-putrinya. Komunikasi dengan personel diluar
sekolah dimaksudkan sebagai optimalisasi sumber belajar dan membuka akses peluang/kesempatan
peserta didik mengembangkan peserta didik.
F. Pengembangan Jejaring dalam Pengorganisasian Layanan Bimbingan
dan Konseling
Konselor
mengembangkan jejaring dalam konteks pengembangan proses kelompok berfokus pada
kemampuan dan keterampilan personel sekolah untuk menjalin relasi dan
mengembangkan komitmen untuk mencapai tujuan bersama. Jejaring artinya memfungsikan secara
proporsional setiap unsur dalam sistem sehingga menjadi pendukung sistem. Unsur-unsur
dalam lingkungan sekolah sebagai jejaring bimbingan dan konseling adalah:
pimpinan sekolah, guru, wali kelas, pembina kesiswaan dan pembina
ekstrakurikuler, laboran, pustakawan, tata usaha, dan karyawan sekolah serta
personil lain yang berada di lingkungan sekolah. Unsur-unsur dalam masyarakat
pendidikan adalah: orang tua, alumni, komite sekolah, dewan sekolah, pimpinan
daerah, serta dinas, balai dan lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan baik
pada jenjang, jenis, dan jalur yang lebih rendah, setara maupun lebih tinggi,
dunia kerja dan dunia industri, aparat keamanan, serta lembaga/organisasi
profesi dan swadaya masyarakat yang terkait dengan pendidikan dan kesejahteraan
peserta didik.
Peran,
fungsi, tugas dan mekanisme kerja dalam jejaring perlu dipahami oleh semua
unsur, sehingga masing-masing dapat bekerja sesuai dengan proporsinya dan
mengembangkan sinergitas. Dalam jejaring juga perlu dikembangkan kesepahaman
tujuan yang ingin dicapai bersama dari pelayanan terhadap peserta didik yang
dilakukan. Kesepahaman bagaimana memandang peserta didik serta permasalahan
yang mungkin dihadapi peserta didik. Setiap unsur bekerja dalam paradigma
membantu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dengan menciptakan
lingkungan perkembangan yang kondusif.
Contoh
program jejaring yang dapat dilakukan adalah: mengoptimalkan peran dan fungsi
guru sebagai pendidik, pengajar, fasilitator, dan model perilaku. Dimulai
dengan mengembangkan persepsi yang sama pada gurh apa arti peserta didik,
bagaimana interaksi yang sehat dan positif dapat dijalin antara guru dan
peserta didik didalam maupun di luar kelas serta bagaimana guru berperan
sebagai model karir yang sukses dalam bidang/mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Jika setiap guru menyadari bahwa pengajaran bukan hanya
mentransfer pengetahuan berdasarkan kurikulum, tetapi mendorong peserta didik
untuk belajar mencintai pengetahuan, maka motivasi belajar dan keinginan
peserta didik untuk mempelajari pelajaran akan meningkat. Diharapkan pada
akhirnya prestasi akademik peserta didik juga meningkat. Berikut akan
dijelaskan peran personel dalam jejaring layanan bimbingan dan konseling.
Tabel 1.1
Peran
Personil dalam Jejaring Bimbingan dan Konseling
No
|
Posisi
|
Peran
|
1
|
Peserta
didik
|
Objek
dan subjek layanan
|
2
|
Guru
|
Menciptakan
suasana pembelajaran yang kondusif untuk peserta didik mau dan mampu belajar
, model dan narasumber karir, deteksi awal permasalahn belajar, pribadi, dan
sosial.
|
3
|
Wali
kelas
|
Pengembang
suasana/interaksi kelompok (kelas) yang sehat, penjalin informasi dan
komunikasi dengan orang tua, deteksi dukungan, dan permasalahan keluarga,
analisis kebutuhan, dan permasalahan peserta didik dalam berelasi sosial dan
mengaktualisasika potensi akademik.
|
4
|
Komdis-piket
|
Penegak
dan pengembangan kesadaran disiplin dan aturan sekolah, sumber informasi
peserta didik berperilaku salah suai, analisis intervensi, dan
kreativitas/kenakalan peserta didik.
|
5
|
Pemberi
informasi lain
|
Memberikan
pelayanan pada peserta didik sesuai sesuai bidangnya, sumber informasi
nonformal harapan, kondisi, potensi, dan permasalahan peserta didik.
|
6
|
Guru
pembimbing (konselor)
|
Mengoordinasi
data/informasi kondisi dan potensi peserta didik, guru dan tenaga pendidik
lain, memberikan pelayanan psikologis untuk mendukung pengembangan potensi
peserta didik secara optimal, memberi masukan kebijakan pada pimpinan
sekolah.
|
7
|
Pimpinan
sekolah
|
Membuat
kebijakan peningkatan mutu pendidikan berdasarkan analisis perkembangan
pesrta didik, potensi peserta didik, kompetensi guru, dan kemampuan dukungan
manajerial sekolah.
|
8
|
Sumber
belajar di daerah
|
Sumber
belajar yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang
bermakna karena melakukan aktivitas langsung.
|
9
|
Lembaga
pendidikan menengah
|
Lembaga
pendidikan lanjutan yang akan menampung peserta didik sesuai dengan potensi,
bakat, minat, dan kemampuan masing-masing sumber informasi lanjutan studi.
|
10
|
Lembaga
pendidikan dasar
|
Lembaga
pendidikan sebelumnya yang menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi dan
kesiapan melanjutkan pendidikan di SMP.
|
11
|
Dunia
kerja, formal-informal
|
Peluang
dan kesempatan kerja, penjaga pemenuhan hak anak dan hak sebagai pekerja.
|
Kartadinata (Mamat Supriatna, 2011:10)
bentuk kolaborasi program maupun implementasi antara bimbingan dan konseling
dengan pembelajaran menghendaki pendukung sistem yang efektif. Esensi dalam
dukungan sistem yakni sebagai sistem manajemen sekolah. Ada beberapa implikasi
manajerial dan kebijakan yang perlu mendapat perhatian dan penerapan secara
sungguh-sungguh oleh kepala sekolah dan para pimpinan dan pengambil kebijakan baik di tingkat
nasional maupun daerah:
1) Layanan bimbingan dan konseling harus
memperoleh kesempatan bertatap muka langsung dengan peserta didik di kelas
secara terjadwal. Penjadwalan ini harus merupakan bagian terpadu dari program
sekolah secara menyeluruh. Rasio 1:150 antara konselor/guru pembimbing:peserta
didik ditinjau kembali dan dicari rasionalisasi yang jelas berdasarkan bobot
pekerjaan dan layanan nyata para konselor/guru pembimbing.
2) Kolaborasi antara bimbingan dan
konseling (konselor) dan pembelajaran (guru) adalah salah satu bentuk lintas
kurikulum dalam impelementasi KBK atau saat ini dalam proses implementasi
kurikulum 2013. Oleh karena itu, kolaborasi ini harus dikembangkan secara
sistematis dalam berbagai bentuk dan tataran.
3) Ketenagaan bimbingan dan konseling
adalah konselor profesional. Penempatan dan penugasan tenaga yang berlatar
non-bimbingan dan konseling, jika masih dianggap perlu, harus dirancang dan
direkrut secara baik dan selektif, ditempatkan dalam posisi yang tepat, dan
disiapkan dengan kemampuan yang memadai melalui pendidikan dan pelatihan
khusus, dan kemampuannya teruji berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
4) Pendanaan layanan bimbingan dan
konseling, layaknya impelementasi pembelajaran, perlu didukung oleh anggaran
yang memadai. Layanan bimbingan dan konseling harus menjadi salah satu program
yang masuk kedalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS).
Referensi :
Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi. (2007). Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Penyelenggaraan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidika Formal.
Jakarta : Dirjen Dikti.
Nurikhsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara.
Nurikhsan, Juntika. (2005). Strategi Layanan Bimbingan
dan Konseling. Bandung : Refika Aditama.
Suherman.
Uman. (2013). Manajemen Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rizqy Press.
Supriatna,
Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling
Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Edisi
Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar