KONSEP DASAR
MANAJEMEN SERTA APLIKASINYA DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh:
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com
Manjemen diartikan sebagai proses
mengadakan, mengatur, dan memanfaatkan berbagai sumber daya yang dianggap
penting guna mencapai suatu tujuan. Secara spesifik manajemen merupakan keseluruhan
proses akitivitas yang dilakukan oleh sekelompok manusia dalam suatu sistem
organisasi dengan menggunakan segala sumber daya untuk mencapai tujuan secara
efektif dan efisien. Uman Suherman (2013).
Dalam upaya mencapai tujuan dalam
menajemen, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mengenal tujuan terlebih
dahulu. Kejelasan pengenalan terhadap tujuan akan memberikan (1) kepastian
arah; (2) memfokuskan usaha; (3) menjadi pedoman terencana dan keputusan; dan (4) mempermudah
pelaksanaan evaluasi terhadap kemajuan yang telah dicapai, termasuk
mengidentifikasi faktor penghambat dan penunjangnya. Fungsi manajemen adalah
memberikan alur aktivitas penetapa posisi dan peran serta tanggung jawab
sertiap personel dalam menjalankan aktivitas organisasinya secara efektif dan
efisien.
Menurut Babbage, Taylor, Fayol, Henry
Gant, dan Gillberth (Uman Suherman, 2013) fungsi manajemen mencakup kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Sarana
yang dikelola melalui pelaksanaan fungsi
manajemen dalam organisasi usaha adalah apa yang Tery (1977:3) dinamakan dengan
5M yaitu man, material, money, methodes,
machines, dan markets. Tugas
manajemen adalah mengelola sarana-sarana tersebut secara efisien dan efektif
guna mencapai tujuan.
Fungsi-fungsi manajemen selayaknya
dikembangkan dalam program bimbingan dan konseling di sekolah, agar mencapai
tujuan yang diinginkan secara efektif dengan sumber daya secara efisien. Layanan
bimbingan dan konsleing perlu dilakukan sebagai aktivitas layanan yang bermutu,
yaitu yang mampu mengintegrasikan, mendistribusikan, mengelola, dan
mendayagunakan program, personel, fasilitas, pembiayaaan, dan sumber daya
lainnya secara optimal agar dapat mengembangkan seluruh potensi individu sesuai
dengan harapan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, serta Tuhannya sebagai akhir penghambaanya.
Aktivitas seorang manajer (konselor)
dalam melaksanakan layanan bimbingan dan konseling perlu memperhatikan dan
mendayagunakan sumber-sumber seperti: (1) manusia; (2) material; (3) alat dan
fasilitas; (4) waktu; (5) keuangan; dan (6) pemasaran.
Edward C Roeber (Nurikhsan, 2003) mengungkapkan
tiga buah pertanyaan yang perlu dijawab dalam merencanakan suatu program
bimbingan yaitu: (1) what are the guidance neeeds of the pupils?; (2) what are need
being meet under present conditions?; dan (3) how can the school better meet
their needs?. Jadi, suatu program bimbingan yang baik hendaknya memenuhi
kebutuhan individu.
Pelaksanan layanan bimbingan dan
konseling di sekolah perlu mengembangkan strategi dukungan sistem secara
terpadu seperti: manajemen program dan kesepakatan manajemen program. Manajemen
layanan bimbingan dan konseling sebagai dukungan sistem dalam memperlancar
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Suatu program bimbingan dan
konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan tercapai bila tidak
memiliki suatu sistem pengelolaan (manajemen) yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Mengenai arti menajemen
sendiri, Stoner (Juntika Nurikhsan, 2007:39) mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut: “management is the process of
planning, organizing, leading, and controlling the efforts of organizing member
and of using all other orgnizational resource of to achieve stated organizational
goals”.
Syamsu Yusuf (Mamat Supriatna, 2011:77)
menjelaskan kesepakatan manajemen atas program bimbingan dan konsleing sekolah
diperlukan untuk menjamin impelementasi program dan strategi peluncurandalam
memenuhi kebutuhan peserta didik dapat dilakukan secara efektif. Kesepakatan
ini menyangkut pula proses meyakinkan dan mengembangkan komitmen semua pihak
dilingkungan sekolah bahwa program bimbingan dan konseling sebagai bagian
terpadu dari keseluruhan program sekolah.
Syamsu Yusuf (Mamat Supriatna, 2011:81)
manajemen program bimbingan dan konseling sekolah perlu mengembangkan aspek
pengendalian. Dalam pengendalian program, koordinator sebagai pimpinan lembaga
atau unit layanan bimbingan dan konseling hendaknya memiliki sifat-sifat
kepemimpinan yang baik yang dapat memungkinkan terciptanya suatu komunikasi
yang baik dengan seluruh staf yang ada. Personil-personil yang terlibat didalam
program, hendaknya benar-benar memiliki tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya maupun tanggung jawab terhadap
yang lain, serta memiliki moral yang stabil.
Pengendalian program bimbingan ialah:
(a) untuk menciptakan suat koordinasidan komunikasi dengan seluruh staf
bimbingan yang ada; (b) untuk mendorong staf bimbingan dalam melaksanakan
tugas-tugasnya; dan (c) memungkinkan kelancaran dan efektivitas pelaksanan
program yang telah direncanakan.
Program bimbingan dan konseling yang
efektif dan efisien adalah program bimbingan dan konseling yang terencana
secara kontinu dan sesuai dengan tujuan serta visi misi bimbingan dan konseling
sehingga diharapkan dapat meningkatan kualitas dan dan mutu dari layanan
bimbingan dan konseling. Nurikhsan (2003:87) menjelaskan untuk tercapainya
program perencanaan bimbingan yang efketif dan efisien, maka ada beberapa hal
yang perlu dilakukan diantaranya:
a)
analisis
kebutuhan dan permasalahan peserta didik;
b)
penentuan
tujuan program layanan bimbingan dan konseling yang ingin dicapai;
c)
analisis
situasi dan kondisi di sekolah;
d)
penentuan
jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan;
e)
penetapan
metode dan teknik yang akan dilakukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling;
f)
penetapan
personel-personel yang akan melaksanakan kegiatan yang telah dilaksanakan;
g)
persiapan
fasilitas dan biaya pelaksanaan kegiatan bimbingan yang direncanakan; dan
h)
perkiraan
tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha-usaha apa yang dilakukan
dalam menangani hambatan-hambatan.
Perencanan dilakukan sebagai langkah
awal dalam meningkatkan kualitas layanan manajemen bimbingan dan konseling agar
mempunyai mutu yang lebih baik sehingga akan menyokong tujuan dari layanan
bimbingan dan konseling dengan melibatkan seluruh aspek dan komponen yang
mendukung pelaknsaan program bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh karena
itu, untuk menciptakan suatu mutu dan kualitas yang baik diperlukan berbagai
masukan (input) dalam mengelola layanan bimbingan dan konseling. Informasi yang
masuk akan semakin meningkatkan sistem manajemen yang progresif akan tetapi
berkesinambungan karena informasi yang masuk menambah input bagi konselor dalam
mengelola layanan bimbingan dan konseling.
Gysber &
Henderson (2006) menjelaskan kegiatan bimbingan dan konseling yang proaktif itu
yang didalamnya tejadi proses pengembangan termasuk bimbingan belajar,
perencanaan individu, konseling, dan sesi konsultasi harus direncanakan
khusunya dalam pelaksanan program bimbingn dan konseling komprehensif. Rencana
perbaikan program ini tentunya akan mengubah kegiatan yang akan dilakukan oleh
konselor. Item yang termasuk dalam perencanaan program diantaranya:
a) Komponen program;
b) Judul (yang berkaitan dengan program
kegiatan lainnya);
c) Tingkatan kelas;
d) Ukuran kelompok;
e) Waktu;
f) Domain, tujuan, kompetensi, dan
hasil;
g) Sasaran;
h) Konsep kunci;
i)
Garis besar prosedur;
j)
Metode yang dianjurkan;
k) Sumber daya yang dibutuhkan; dan
l)
Strategi evaluasi.
Selanjutnya pengorganisasian program
bimbingan dan konseling di sekolah merupakan upaya melibatkan orang-orang ke
dalam organisasi bimbingan di sekolah, serta upaya melakukan pembagian kerja
diantara anggota-anggota organisasi bimbingan dan konseling di sekolah
(Nurikhsan, 2003:63). Pengembangan kerja sama profesional itu merupakan
indikator sekaligus menjadi manifestasi berhasil tidaknya suatu pengorganisasi
dan tujuan dari rencana-rencana sekolah termasuk didalamnya program bimbingan
dan konseling.
Pengorganisasian bimbingan dan konseling
secara tepat dapat membantu seluruh personil sekolah mulai dari peserta didik,
orang tua sampai kepala sekolah dalam mengoptimalkan peran masing-masing dan setiap personel pun akan mengetahui
seberapa besar fungsi dan peranan tersebut dapat dikontribusikan bagi sekolah. Pengorganisasian
bimbingan dan konseling selayaknya dilakukan dengan pendekatan tim (sistem),
mengembangkan mekanisme kerja bimbingan dan konseling yang terpadu (pola kerja
atau prosedur kerja bimbingan dan konseling dalam proses pemberian layanan
kepada peserta didik), dan perlunya pengembangan job description yang dirinci dengan jelas dan spesifik bagi setiap
personil sekolah dalam upaya mendukung program bimbingan dan konseling di
sekolah.
Program pelayanan bimbingan dan
konseling tidak mungkin akan tercapai, terselenggara, tercipta bila tidak
memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti dilakukan secara
jelas, mempunyai tujuan, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan
dan konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dalam jalur pendidikan
baik formal maupun informal, dengan dukungan yang wajar dalam aspek
ketersediaan sumber daya manusia (konselor), sarana dan prasarana, serta
pembiayaan. (Nurikhsan, 2003).
Fungsi manajemen yang penting dijalankan
dalam pelayanan bimbingan dan konseling meliputi sebagai berikut :
A.
Perencanaan
Penyusunan program
bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal dan non formal dapat dimulai
dari kegiatan asesmen, atau kegiatan mengidentifikasi aspek – aspek yang
dijadikan bahan masukan bagi penyususn program tersebut. Kegiatan asesmen ini
meliputi:
1)
Asesmen lingkungan; dan
2)
Asesmen kebutuhan atau masalah
peserta didik.
B.
Pelaksanaan
Pelaksaaan bimbingan
dan konseling dalam jalur pendidikan formal dan non formal disesuaikan dengan
masalah yang dihadapi dan kebutuhan konseli itu sendiri. Ada beberapa
strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen pelayanan yaitu:
1)
Pelayanan dasar
2)
Pelayanan responsif
3)
Perencanaan individual
4)
Dukungan sistem
C.
Evaluasi
Fungsi evaluasi dalam program bimbingan dan konseling di sekolah ialah sebagai berikut:
1.
Memberikan umpan balik kepada
konselor untuk memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan konseling.
2.
Memberikan informasi kepada
pimpinan dan orang tua peserta didik tentang perkembangan sikap dan perilaku,
atau tingkat pencapaian tugas perkembangan peserta didik agar secara bersinergi
atau berkolaborasi meningkatkan kualitas implementasi program bimbingan dan
konseling di jalur pendidikan formal dan non formal.
Ada dua macam aspek kegiatan penilaian
program kegiatan bimbingan, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil.
Penilaian proses dimaksudkan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan pelayanan
bimbingan dilihat dari prosesnya, sedangkan penilaian hasil dimaksudkan untuk
memperoleh informasi keefektifan pelayanan bimbingan dilihat dari hasilnya.
D.
Analisis dan Tindak Lanjut
Hasil evaluasi menjadi
timabal balik program yang memerlukan perbaikan, kebutuhan peserta didik yang
belum terlayani, kempuan personil dalam pelaksaan program, serta dampak program
terhadap perubahan perilaku peserta didik dan pencapaian prestasi peserta
didik, peningkatan mutu proses pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan.
Hasil analisis harus
ditindak lanjuti dengan menyusun program selanjutnya sebagai kesinambungan
program, mengembangkan jejaring pelayanan agar pelayanan bimbingan dan
konseling lebih optimal, melakukan referral bagi peserta didik yang memerlukan
bantuan khusus dari ahli lain, serta mengembangkan komitmen baru kebijakan
orientasi dan implementasi pelayanan bimbingan dan konseling selanjutnya.
Kegiatan manajemen merupakan berbagai
upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan
dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (1) pengembangan profesionalitas; (2) pemberian konsultasi dan berkolaborasi;
dan (3) manajemen program. (ABKIN,
2007).
ASCA National Model (1997) menjelaskan
sistem manajemen dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif
meliputi kesepakatan konselor
sekolah/administrator dan dewan penasehat. Personel utama pelaksana
pelayanan bimbingan dan konseling adalah konselor dan staf administrasi
bimbingan dan konseling. Sementara personel pendukung pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling adalah segenap unsur yang terkait dalam pendidikan
(kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata pelajaran, wali kelas, staf
administrasi) di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan koordinator
bimbingan dan konseling, dan guru pembimbing/konselor serta staf administrsai
bimbingan dan konseling sebagai pelaksana utamanya.
Dalam membuat rancangan program terlebih
dahulu diperlukan kesepakatan antara konselor dan staf administrasi mengenai
kerangka kerja program dan isi dari program bimbingan dan konseling yang akan
disusun. Rancangan program yang dikembangkan merupakan hasil dari analisis
kebutuhan siswa, oleh sebab itu melihat pentingnya penggunaan program Bimbingan
dan konseling ini. Maka sudah selayaknya rancangan program ini untuk ditindak
lanjuti oleh kepala sekolah untuk menjadi sebuah program. Program yang telah
disetujui akan dipergunakan sebagai acuan kerja. Hal ini disebabkan karena
program yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang sudah
selayaknya dikembangkan dan diberikan bantuan oleh konselor.
Dewan penasehat adalah kelompok orang
yang ditunjuk untuk melakukan review terhadap audit program, tujuan dan hasil
laporan program bimbingan dan konseling sekolah serta membuat rekomendasi pada lembaga bimbingan dan konseling, kepala
sekolah dan/atau kepala yayasan. Keanggotaan dewan penasehat terdiri atas
kelompok-kelompok individu yang terkait dengan program bimbingan dan konseling
sekolah yakni siswa, orangtua siswa, guru bidang studi, konselor, administrator
(staf sekolah) dan masyarakat/instansi lain yang terkait. Keberadaan dewan
penasehat terkait dengan pengorganisasian pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah, karena masing-masing individu yang berada dalam keanggotaan dewan
penasehat memegang peranan penting dalam pelaksanaan program bimbingan dan
konseling di sekolah.
Referensi
:
ABKIN. (2007). Rambu-Rambu
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta.
Depdiknas.
America
School Counselor Association (ASCA). (1997). National Standards for
School Counseling Programs.
ASCA. (1997). Connecticut Comprehensive Scholl Counseling Program (Online).
Tersedia di http://www.state.et.us.
Cobia & Henderson (2003). Handbook of School
Counseling. New Jersey : Pearson Education, Inc.
Gysbers & Henderson. (2006). Developing & Managing Your School Guidance and
Counseling Program. (4th ed). Alexandria USA: ACA.
Nurikhsan, Juntika. (2003). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Bandung : Mutiara.
Nurikhsan, Juntika dan Akur Sudiono. (2005). Manajemen Bimbingan dan Konseling di SMP. Jakarta : Grasindo.
Nurikhsan, Juntika. (2005). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung :
Refika Aditama.
Suherman.
Uman. (2013). Manajemen Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rizqy Press.
Supriatna,
Mamat. (2011). Bimbingan dan Konseling
Berbasis Kompetensi : Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor. Edisi
Revisi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Yusuf,
Syamsu dan Juntika Nurihsan. (2005). Landasan
Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar