Kamis, 19 September 2019

Pendidikan Multikultural


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN KEARIFAN LOKAL 
DI MASYARAKAT

Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com

Kearifan lokal adalah nilai bijak yang menjadi kekayaan budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dimana nilai bijak itu dikenal, dipercaya dan diakui  sebagai elemen yang dapat membangun kohesi sosial diantara warga masyarakat. Kearifan lokal berupa mekanisme resolusi konflik di beberapa suku bangsa di Indonesia dapat dijadikan sumber belajar pada pendidikan multikultural dan pijakan dalam srategi penyelesaian konflik di tengah masyarakat.

A.Pendahuluan
Tragedi konflik sosial dan  kekerasan yang  mengakibatkan  keresahan, ketakutan, kecemasan masyarakat mulai dari konflik antar suku/antar agama (Konflik Poso, Sambas, Ambon, Papua, Aceh), konflik antar kelompok sosial  dan  antar geng, konflik antar sekolah dan lain sebagainya. Artinya konflik sudah melibatkan orang dalam segala aspek umur, tua dan muda. Fenomena ini  mengingatkan kita, arti penting  pendidikan multikultural untuk diajarkan dalam dunia pendidikan. Jadi pendidikan multikultural perlu dikembangkan  dan diberlakukan dalam rangka  damai negeri ini dan tidak konflik lagi dan tak ada lagi dendam satu sama lainnya .
Secara esensi pendidikan  multikultural merupakan  pendidikan  yang menanamkan nilai saling menghargai, mencintai dan keadilan, dengan kata lain pendidikan multikultural adalah wujud pendidikan kepada generasi agar memiliki kecerdasan sosial budaya. Yang di tuju dalam pendidikan multikultural ini adalah bagaimana menimbulkan dialog yang harmonis, mengenal dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada sehingga muncul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Melalui pendidikan multikultural ini  diharapkan akan muncul  modal sosial budaya suatu bangsa.
Pada dasar, negara Indonesia memiliki nilai-nilai sosial budaya di berbagai suku bangsa yang menjadi landasan terwujudnya penyelesaian  konflik yang ada, dan itu menjadi suatu kearifan lokal yang menjadi sumber pembelajaran pada proses pendidikan multikultural
           Nilai kearifan lokal  yang terkandung merupakan modal  sosial dalam pembangunan negeri ini.Realita kehidupan masyarakat cukup banyak terdapat sistem nilai, sistem nilai yang menjafi falsafah hidup dan pedoman masyarakat dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Makna  dan nilai kearifan lokal  yang ada dalam masyarakat dalam hal penyelesaian konflik merupakan bagian penting yang perlu di pahami dalam proses pendidikan multikultural.
            Proses pembelajaran pendidikan multikultural ini memiliki tujuan untuk mengembangkan peserta didik mampu mengembangkan pengetahuannnya  dalam upaya penyelesaian konflik yang bersumber pada kearifan lokal  masyarakat setempat,  memiliki ketrampilan dalam memahami masyarakat pada proses pengelolaan konflik dan memiliki sikap  dan prilaku yang selaras nilai kearifan lokal tersebut.
            Pembelajaran  yang bersumber pada kearifan lokal  yang berwawasan  kearifan lokal yang terkait dengan resolusi konflik   adalah landasan  berprilaku siswa  untuk menyikap masalah dan krisis konflik yang ada disekitaranya. Kearifan lokal  membangun suatu identitas diri bangsa dan filter atas masuknya kebudayaan asing ke Indonesia. Untuk dapat melakukan pembelajaran  yang bersumber pada nilai kearifan lokal  ini tentu diperlukan pemahaman  makna yang ada  dibalik nilai-nilai kearifan lokal  tersebut dan diperlukan pendekatan yang lebih partisipatif  kepada peserta didik. Adanya pemahaman tentang nilai kearifan lokal  dalam rangka penyelesaian konflik ini kepada  peserta didik menjadi  fondasi dalam keberlanjutan tatanan kehidupan yang akan datang.
Jadi, Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat  yang dikenal, dipercaya dan diakui  sebagai elemen penting yang mampu mempertebal kohesi  sosial diantara warga masyarakat.

B.Konflik Sosial Dan Pendidikan Multikultural
            Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, Kemajemukan itu merupakan kekayaan dan sekaligus berpotensi untuk terjadinya disintegrasi. dimana realita konflik  itu telah memunculkan kerusuhan, saling menghasut, caci maki, penuh pertentangan batin mengusir, membakar . Bahayanya  konflik ini  berkepanjangan dan menyisakan  tragedi. kekerasan yang terjadi  dalam rentang waktu yang lama menjadikan sebagai prilaku yang seolah-olah wajar akibatnya  lingkaran  setan kekerasan menjadi mata rantai  yang semakin sulit diputuskan . Karena masing-masing pihak adalah victim  ( korban )  yang memicu dendam  yang jika ada kesempatan  akan dibalaskan  melalui  jalan kekerasan  pula. belum  lagi kerusakan  dan kerugian material yang harus di tanggung. Jadi  konflik tersebut memiliki dampak  yang cukup besar diantaranya  kehilangan pekerjaan, konflik telah membuat masyarakat  yang tadinya akur  dan rukun  terpaksa harus  saling berkelahi karena  perbedaan  identitas, konflik  mengakibatkan  putusnya hubungan kekeluargaan  diantara mereka  yang secara kebetulan  berbeda identitas etnis atau agama, konflik mnyebabkan kerugian material  berupa kerusakan  sarana ibadah dan sarana pendidikan, konflik membuat masyarakat  hidup dihinggap oleh rasa  takut dan tak aman yang berlebihan, konflik  menjadikan kelompok-kelompok dalam masyarakat  memliki rasa saling curiga dan mengikis rasa kepercayaan  diantara warga masyarakat, konflik mengundang  turun tangan  keluarga dan sanak  saudara  dari daerah lain datang untuk ikut berperang. dll. dan konflik  memanggil rasa solidaritas  seagama dari bebagai organisasi  sosial keagamaan dari berbagai daerah . Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pencuri untuk menjarah milik orang lain.
               Konflik  yang terjadi di beberapa daerah ini mengindikasikan lemahnya pemahaman akan makna pluralitas nilai budaya, dan kemampuan dalam membangun masyarakat yang pluralistik. Maka dari itu diperlukan kompetensi untuk mengelola keragaman budaya, sehingga dapat dibangun suatu kehidupan bersama untuk bersama-sama hidup. dalam arti kata juga bahwa Indonesia  yang terdiri dari keanekaragaman suku bangsa, agama, ideologi kepartaian, tata krama, serta status sosial ekonomi. perlu dilakukan pendidikan  dan pengalaman multikultural kepada generasi muda, yang bisa dimulai pada anak usia dini  sampai perguruan tinggi. menjadi penting sejak usia dini dikarenakan pada usia dini inilah dasar pembentukan pendidikan dan pengalaman multikultural, di sini para guru dan orang tua  menjadi titik utama  dalam proses pembelajaran multikultual demi terwujudnya keharmonisan dalam kemajemukan. Merujuk kepada pemikiran  prof  HAR Tilaar, pendidikan multikultural  bermakna, mendudukan “ yang berbeda”  sama tinggi  dan sama nilai  menjadi sangat penting dalam paradgma pendidikan  kita untuk  meningkatkan toleransi, inklusvisme dan penolakan terhadap  diskriminasi  dan eklusivisme. maka membangun  multikultur sejak usia dini menjadi sangat penting dalam konteks Indonesia yang memiliki kemajemukan masyarakat. Pendidikan multikultural bukan untuk menghilangkan perbedaan yang memang sudah menjadi fakta kehidupan melainkan bagaimana kita yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, ideologi partai dan status sosial ekonomi yang beragam pula tidak memiliki prasangka-prasangka, cap-cap atau label-label yang akan memicu konflik, yang di tuju dalam pendidikan multikultural adalah bagaimana menimbulkan dialog yang harmonis, mengenal dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada sehingga muncul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Melalui pendidikan multikultural  diharapkan akan muncul  modal kultural suatu bangsa.  Lalu bagaimana model kebijakan  multikulturalisme tersebut. Menurut Ahmad fedyani Syaifuddin  Antropolog UI  ada  tiga model kebijakan multikultural negara untuk menghadapi persoalan di atas: Pertama, model yang mengedepankan nasionalitas. Nasionalitas adalah sosok baru yang dibangun bersama tanpa memperhatikan aneka ragam suku bangsa, agama, dan bahasa, dan nasionalitas bekerja sebagai perekat integrasi. Dalam kebijakan ini setiap orang, bukan kolektif, berhak untuk dilindungi negara sebagai warga negara. Model ini dipandang sebagai penghancur akar kebudayaan etnik yang menjadi dasar pembentukan negara dan menjadikannya sebagai masa lampau saja. Model kebijakan multikultural ini dikhawatirkan terjerumus ke dalam kekuasaan otoritarian karena kekuasaan untuk menentukan unsur-unsur integrasi nasional berada ditangan kelompok elit-elit  tertentu  Kedua, model nasionalitas-etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif etnik yang kuat yang landasannya adalah hubungan darah dan kekerabatan dengan para pendiri nasional (founders). Selain itu, kesatuan bahasa juga merupakan ciri nasional-etnik ini. Model ini dianggap sebagai model tertutup karena orang luar yang tidak memiliki sangkut paut hubungan darah dengan etnis pendiri nasional akan tersingkir dan diperlakukan sebagai orang asing. Ketiga, model multikultural- etnik yang mengakui eksistensi dan hak-hak warga etnik secara kolektif. Dalam model ini, keanekaragaman menjadi realitas yang harus diakui dan diakomodasi negara, dan identitas dan asal-usul warga negara diperhatikan. Isu-isu yang muncul karena penerapan kebijakan ini tidak hanya keanekaragaman kolektif dan etnik, tetapi juga isu mayoritas-minoritas, dominan-tidak dominan. Persoalannya menjadi lebih kompleks lagi karena ternyata mayoritas tidak selalu berarti dominan, karena berbagai kasus menunjukkan bahwa minoritas justru dominan dalam ekonomi. Jika kekuasaan negara lemah karena prioritas kekuasaan dilimpahkan ke aneka ragam kolektif sebagai konsekuensi pengakuan negara, negara mungkin diramaikan konflik-konflik internal berkepanjangan yang pada gilirannya akan melemahkan posisi negara (Fedyani ; 2011)
           Didalam pembelajaran mata pelajaran yang ada di sekolah  hendaknya dikembangkan pembelajaran yang berwawasan multikultural, yang arti setiap materi pembelajaran ditanami nilai-nilai toleransi dan kebersamaan  misal dalam pembelajaran agama, anak-anak ditanami nilai keyakinan agama yang paling benar menurut ajaran masing masing- agama, namun juga di beri pemahaman ada agama lain yang dianut orang lain, yang mana sebagai warga yang hidup dengan keberagaman ini diharuskan untuk saling menghargai dan hidup damai diantara pemeluk agama yang berbeda serta memberi pemhaman menyakini kebenaran agama yang dianut dengan tidak mngkerdilkan agama yang dianut orang lain agar tercipta sistem pembelajaran  yang mengembankan wawasan mengakui keberagaman akan budaya dan agama sebagai realitas sosial yang sudah menjadi fakta.
            Tujuan lain dalam pendidikan multikultural  ini adalah bagaimana menimbulkan dialog yang harmonis, mengenal dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada sehingga muncul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya. Melalui pendidikan multikultural  ini  diharapkan akan muncul  modal sosial budaya suatu bangsa.

C. Pendidikan Multikultural dan Kearifan lokal
            Kearifan lokal disebut juga local wisdom dalam istilah asingnya. Kearifan lokal merupakan  pengetahuan atau pandangan hidup masyarakat  setempat  yang memiliki hubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup  baik secara materi maupun sosial dimana kearifan lokal ini menjadi titik penghubungan dari generasi satu ke generasi berikut karena  kearifan lokal merupakan konsep, ide dan gagasan  yang senantiasa di tramsisikan kepada generasi berikut  sehingga terbangun suatu kerasian  dalam menata hidup dan lingkungan.
Kebudayaan dianggap suatu kearifan lokal yang merupakan sumber empiris dan pengetehuan yang penting dalam melengkapi seluruh kajian dan pemahaman ilmiah. Kearifan budaya merupakan seperangkat pengetahuan dan cara berpikir  suatu etnis, suatu kelompok-kelompok sosial yang ada didalam masyarakat didapat melalui proses belajar yang cukup panjang, pengetahuan dan cara berpikir dianggap benar dan dijadikan pedoman hidup bagian masyarakat serta secara ilmiah memiliki kebaikan bagi kesenap kehidupan masyarakat. Kearifan budaya melihat sebagaimana kualitas hubungan  manusia dan lingkungannya .
Koenjaraningrat  (2005). Kebudayaan  adalah keseluruhan sistem  gagasan , tindakan dan hasil karya manusia dengan belajar . Kebudayaan itu tidak hanya sebatas tradisi, adat , keseniaan melainkan  meliputi segala aspek kehidupan yang dihasilkan dari hasil proses pengalaman, prilaku, perasaaan ketrampilan, pemikiran  gagasan serta tindakan  manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup dan keserasian hidup dengan lingkungan. Wujud dari kebudayaan terilihat pada kearifan lokal tersebut.
Kearifan lokal adalah nilai nilai, pandangan masyarakat setempat yang bersifat bijaksana dan penuh pengertian. Yusri (2008) mengemukakan bahwa kearifan lokal  adalah sistem  ide dan makna yang dimiliki masyarakat  secara matang  yang merupakan hasil proses belajar dan seleksi  sosial dalam berpikir, bersikap dan bertindak serta berprilaku  yang berfungisi untuk penataaan lingkungan dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi , hukum dan lain-lain.
Adapun fungsi kearifan lokal menurut Sartini ( 2006 : 112 ) adalah
1.       Untuk konservasi  dan pelestarian sumber daya alam
2.       Untuk pengembangan sumber daya manusia
3.      Untuk pemgembangan kebudayaan  dan ilmu pengetahuan
4.      Sebagai petuah, kepercayaan , sastra dan pantangan
5.      Bermakna sosial  yang terlihat dalam upacara suatu komunitas atau kerabat.
6.      Bermakna etika dan moral
7.      Bermakna politik
            Kearifan lokal membawa pesan kepada masyarakat dalam proses menyelesaian masalah di lingkungan sehingga  semangat mengangkat  kearifan lokal sebagai  sebagai salah satu solusi dalam pemecahan permasalahaan dan memberikan penekanan bahwa  kearifan lokal adalah produk budaya  yang dapat menyatu tatanan kehidupan agar lebih serasi dan adaya penekanan  akan penting partisipasi masyarakat  dalam penciptaan kearifan  kearifan kehidupan patut di hargai dan perlu digalakan pengalian- pengalian kearifan lokal yang banyak tersebar di bumi nusantara ini.
            Upacara tradisional merupakan sarana untuk mendidik dan melatih  anggota masyarakat  supaya manusia yang beradat, berakhlak dan memupuk rasa kegotong royongan , rela berkorban, beriman kepada Yang Maha Kuasa. Upacara dilakukan juga dalam rangka mengucapkan syukur atas karunia dan rezki yang telah diterima baik rezeki harta maupun harta akan seorang anak yang baik dimana anak adalah harapan penerus keluarga yang tuumbuh mrnjadi insan yang utuh dan diharapkan tingkah lakunya berada pada posisi yang berpihak kepada kemaslahatan orang banyak  dan lingkungannya, hidup penuh kedamaian dan keberkahan.Upacara turun mandi memiliki simbol  warisan kebudayaan  dan kita mempunyai kewajiban untuk melestarikan dan mempertahankan nilai luhur tersebut.
            Revitalisasi  dari nilai lokal  perlu  dipertahankan pada masa kekinian ini dalam rangka kebelanjutan peradaban manusia dan kearifan lokal juga berguna dalam keangka poses pembentukan karakter anak bangsa. Alwasilah dkk  (2009 ;53 ) menegaskan  bahwa lembaga pendidikan  selain sebagai  agen pembaharu juga memproduksi  nilai budaya atau kearifan lokal  dan ini modal  sosial  dalam masyarakat. Untuk itulah  proses kegiatan pembelajaran  yang berbasis kearifan lokal  menjadi tuntutuan  yang perlu dibudayakan dan ini dapat menjadi sumber belajar bagi dunia pendidikan .
            Perkembangan dunia pendidikan akhir-akhir ini lebih memfokuskan kepada penanaman nilai dan Mental bangsa. Nilai dan mental bangsa ini  tak lepas dari pengaruh  nilai dan mentalitas lokal masing-masing suku bangsa yang ada di Indonesia. Penanaman nilai dan mentalitas  bangsa mau tidak mau menuntut guru untuk lebih bersikap bijaksana dalam memilih sumber belajar  yang tepat untuk membangun mental  peserta didik, untuk itu memperhatikan mental  dan kearifan lokal daerah setempat menjadi suatu yang penting sebagaimana tercantum dalam tujuan pendidikan nasional  dalam UUD  Sistem pendidikan nasional no 20  tahun 2003. Tujuan pendidikan nasional  adalah mengembangkan potensi  peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri  dan menjadi warga negara yang semokratis dan bertanggung.
            Pendidikan multikultural pada peserta didik menjadi bagian penting dalam tujuan tercapainya pendidikan nasional kita, oleh karena  pendidikan bagian  dari  mata pelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah  memiliki peran penting dan startegis  dalam pembentukan mental suka damai dan jati diri bangsa. Dengan adanya perhatian pada tradisi  merupakan  suatu keharusan dalam rangka mempertahankan nilai-nilai warisan bangsa  dan ketentraman masyarakat, karena berbagai stakeholder  baik masyarakat, pemerintah, tokoh masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan tradisi yang memiliki kearifan lokal. Tanggung jawab ini juga berada di pundak guru  sebagai orang yang memberi pemahaman dan menanamkan mental atau karakter bagi generasi penerus bangsa yang berasal dari kearifan lokal masyarakat itu sendiri.
            Nilai kearifan lokal  yang terkandung merupakan modal  sosial dalam pembangunan negeri ini. Dalam kehidupan masyarakat cukup banyak terdapat sistem nilai, sistem nilai yang menjafi falsafah hidup dan pedoman masyarakat dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Makna  dan nilai kearifan lokal  yang ada dalam masyarakat  memiliki tujuan untuk mengembangkan peserta didik mampu mengembangkan pengetahuannnya   yang bersumber pada kearifan lokal  masayrakat setempat,  memiliki ketrampilan dalam memahami masyarakat pada proses kehidupan dan memiliki sikap  dan prilaku yang selaras nilai kearifan lokal tersebut.
            Pendidikan multikultural yang bersumber pada kearifan lokal adalah landasan  berprilaku siswa  untuk menyikap masalah dan krisis kehidupan dan konflik yang ada disekitarnya.Kearifan lokal  membangun suatu identitas diri bangsa dan filter atas masuknya kebudayaan asing ke Indonesia. Untuk dapat melakukan pembelajaran  yang bersumber pada nilai kearifan lokal  dari masyarakat bagi peserta didik  tentu diperlukan pemahaman  makna yang ada  dibalik nilai-nilai kearifan lokal  tersebut dan diperlukan pendekatan yang lebih partisipatif  kepada peserta didik. Adanya pemahaman tentang nilai kearifan lokal untuk peserta didik menjadi  fondasi dalam keberlanjutan tatanan kehidupan yang akan datang.
Kearifan lokal adalah nilai bijak yang merupakan kekayaan budaya bangsa yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat  dimana nilai bijak itu dikenal, dipercaya dan diakui sebagai elemen yang dapat membangun kohesi  sosial diantara warga masyarakat. Kearifan lokal dapat dijadikan sumber belajar pada pendidikan multikultural. Contoh kearifan lokal yang terkait dengan bagaimana masyarakat melakukan mekanisme resolusi konflik yang ada, diantaranya;
1.       Masyarakat  Ambon dengan kearifan lokal “Pela gandong.”
2.       Masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat  memiliki kearifan lokal “ Ndempa” pertarungan antara jawara.
3.      Masyarakat Minangkabau dengan kearifan lokal “ dimana Bumi di pijak  di Situ Langit Dijunjung.”
4.      Masyarakat Aceh  memiliki kearifan lokal “ Tepung Tawar.”
5.      Masyarakat Dayak Kalimantan  Barat  memiliki kearifan lokal “ basaru  sumangat “
6.      Masyarakat Minangkabau di daerah Solok memiliki kearifan “ Tradisi Lelong .”  di kawasan Taman Nasional Kerinci, Kecamatan Sungai Pagu, Solok, dan sebagainya.

D.Penutup
Masyarakat memiliki kekayaan kebudayaan yang penuh dengan nilai-nilai kearifan dalam mekanisme resolusi konflik yang terjadi di tengah masyarakat, oleh karena mengintegrasikan dan mengimplementasikan nilai kearifan lokal dalam mekanisme resolusi masyarakat menjadi  penting dalam  proses pendidikan multikultural dan perlu memberi pemahman kepada peserta didik  tentang arti penting  penyelesaian konflik yang arif dan bijaksana yang ada dalam kebudayaan masyarakat
Mengali dan mendata kearifan lokal dalam pendidikan multikultural akan memberi masukan kepada dinas pendidikan dasar dan menengah (dsikdasmen) serta kementerian dalam negeri  (mendagri) serta kementerian lainnya untuk mengambil kebijakan yang lebih bijaksana.

Referensi :
Adimiharja,(2008). Dinamika  Budaya Lokal, Bandung. Pusat Kajian LBPB.
Ahmad Fedyani Saifuddin (2011) . “ Pendidikan Multikultural. HUMAS PPS Antropoogi
       Universitas indonesia . Depok.
Alwasilah, Chaedar A, dkk  (2009) Etnopedagogik Landasan Praktek Pendidikan  dan Pendidikan Guru. Bandung UPI.
Ayatrohaedi, dkk (1989) Tata Krama di  Beberapa Daerah di Indoenesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Koenjaraningrat 2009. Pengantar Antropologi II .Jakarta. Rineka Cipta.
Sartini.(2004). Mengali Kearifan Lokal  Nusantara Subuah Kajian Filsafat .Jilid 37.nomor 2.
Syafa’at, Rachmad dkk (2008) Negara, Masyarakat dan Kearifan lokal . Malang. In TRANS Publishing.
Uneputy,Dkk. (1984). Upacara Tradisional Daerah Maluku. Proyek  Inventarisasi  dan Dokumentasi  Kebudayaan Daerah Maluku Depdikbud.
Yusri, Yusuf (2008)  Peute Beuna. Kearifan Lokal Masyarakat Aceh. Banda Aceh. Majelis Adat Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...