PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN KEARIFAN
LOKAL
DI MASYARAKAT
Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com
Kearifan
lokal adalah nilai bijak yang menjadi kekayaan budaya bangsa yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, dimana nilai bijak itu dikenal, dipercaya dan
diakui sebagai elemen yang dapat
membangun kohesi sosial diantara warga masyarakat. Kearifan lokal berupa
mekanisme resolusi konflik di beberapa suku bangsa di Indonesia dapat dijadikan
sumber belajar pada pendidikan multikultural dan pijakan dalam srategi
penyelesaian konflik di tengah masyarakat.
A.Pendahuluan
Tragedi konflik sosial dan
kekerasan yang mengakibatkan keresahan, ketakutan, kecemasan masyarakat mulai dari konflik antar suku/antar agama (Konflik Poso, Sambas,
Ambon, Papua, Aceh), konflik antar kelompok sosial dan
antar geng, konflik antar sekolah dan lain sebagainya. Artinya konflik
sudah melibatkan orang dalam segala aspek umur, tua dan muda. Fenomena ini mengingatkan kita, arti penting pendidikan multikultural untuk diajarkan dalam dunia
pendidikan. Jadi pendidikan multikultural perlu dikembangkan dan diberlakukan dalam rangka damai negeri ini dan tidak konflik lagi dan
tak ada lagi dendam satu sama lainnya .
Secara esensi pendidikan
multikultural merupakan pendidikan
yang menanamkan nilai saling menghargai, mencintai dan keadilan, dengan
kata lain pendidikan multikultural adalah wujud pendidikan kepada
generasi agar memiliki kecerdasan sosial budaya. Yang di tuju dalam pendidikan multikultural ini adalah bagaimana menimbulkan
dialog yang harmonis, mengenal dan memahami perbedaan-perbedaan yang ada
sehingga muncul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama lainnya.
Melalui pendidikan multikultural ini
diharapkan akan muncul modal
sosial budaya suatu bangsa.
Pada dasar, negara Indonesia memiliki nilai-nilai sosial
budaya di berbagai suku bangsa yang menjadi landasan terwujudnya
penyelesaian konflik yang ada, dan itu
menjadi suatu kearifan lokal yang menjadi sumber pembelajaran pada proses
pendidikan multikultural
Nilai kearifan lokal yang terkandung merupakan modal sosial dalam pembangunan negeri ini.Realita
kehidupan masyarakat cukup banyak terdapat sistem nilai, sistem nilai yang
menjafi falsafah hidup dan pedoman masyarakat dalam menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari. Makna dan nilai
kearifan lokal yang ada dalam masyarakat
dalam hal penyelesaian konflik merupakan bagian penting yang perlu di pahami
dalam proses pendidikan multikultural.
Proses
pembelajaran pendidikan multikultural ini memiliki tujuan untuk mengembangkan
peserta didik mampu mengembangkan pengetahuannnya dalam upaya penyelesaian konflik yang
bersumber pada kearifan lokal masyarakat
setempat, memiliki ketrampilan dalam
memahami masyarakat pada proses pengelolaan konflik dan memiliki sikap dan prilaku yang selaras nilai kearifan lokal
tersebut.
Pembelajaran yang bersumber pada kearifan lokal yang berwawasan kearifan lokal yang terkait dengan resolusi
konflik adalah landasan berprilaku siswa untuk menyikap masalah dan krisis konflik
yang ada disekitaranya. Kearifan lokal
membangun suatu identitas diri bangsa dan filter atas masuknya
kebudayaan asing ke Indonesia. Untuk dapat melakukan pembelajaran yang bersumber pada nilai kearifan lokal ini tentu diperlukan pemahaman makna yang ada dibalik nilai-nilai kearifan lokal tersebut dan diperlukan pendekatan yang lebih
partisipatif kepada peserta didik.
Adanya pemahaman tentang nilai kearifan lokal
dalam rangka penyelesaian konflik ini kepada peserta didik menjadi fondasi dalam keberlanjutan tatanan kehidupan
yang akan datang.
Jadi,
Kearifan lokal mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat yang dikenal, dipercaya
dan diakui sebagai elemen penting yang mampu
mempertebal kohesi sosial diantara warga
masyarakat.
B.Konflik
Sosial Dan Pendidikan Multikultural
Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, Kemajemukan itu merupakan kekayaan
dan sekaligus berpotensi untuk terjadinya disintegrasi. dimana realita konflik itu telah memunculkan kerusuhan, saling
menghasut, caci maki, penuh pertentangan batin mengusir, membakar .
Bahayanya konflik ini berkepanjangan dan menyisakan tragedi. kekerasan yang terjadi dalam rentang waktu yang lama menjadikan
sebagai prilaku yang seolah-olah wajar akibatnya lingkaran
setan kekerasan menjadi mata rantai
yang semakin sulit diputuskan . Karena masing-masing pihak adalah
victim ( korban ) yang memicu dendam yang jika ada kesempatan akan dibalaskan melalui
jalan kekerasan pula. belum lagi kerusakan dan kerugian material yang harus di tanggung.
Jadi konflik tersebut memiliki
dampak yang cukup besar diantaranya kehilangan pekerjaan, konflik telah membuat
masyarakat yang tadinya akur dan rukun
terpaksa harus saling berkelahi
karena perbedaan identitas, konflik mengakibatkan
putusnya hubungan kekeluargaan
diantara mereka yang secara
kebetulan berbeda identitas etnis atau
agama, konflik mnyebabkan kerugian material
berupa kerusakan sarana ibadah
dan sarana pendidikan, konflik membuat masyarakat hidup dihinggap oleh rasa takut dan tak aman yang berlebihan,
konflik menjadikan kelompok-kelompok
dalam masyarakat memliki rasa saling
curiga dan mengikis rasa kepercayaan
diantara warga masyarakat, konflik mengundang turun tangan
keluarga dan sanak saudara dari daerah lain datang untuk ikut berperang.
dll. dan konflik memanggil rasa
solidaritas seagama dari bebagai
organisasi sosial keagamaan dari
berbagai daerah . Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pencuri untuk menjarah
milik orang lain.
Konflik yang
terjadi di beberapa daerah ini mengindikasikan lemahnya pemahaman akan makna
pluralitas nilai budaya, dan kemampuan dalam membangun masyarakat yang
pluralistik. Maka dari itu diperlukan kompetensi untuk mengelola keragaman
budaya, sehingga dapat dibangun suatu kehidupan bersama untuk bersama-sama
hidup. dalam arti kata juga bahwa Indonesia yang
terdiri dari keanekaragaman suku bangsa, agama, ideologi kepartaian, tata
krama, serta status sosial ekonomi. perlu dilakukan pendidikan dan pengalaman multikultural kepada generasi
muda, yang bisa dimulai pada anak usia dini
sampai perguruan tinggi. menjadi penting sejak usia dini dikarenakan
pada usia dini inilah dasar pembentukan pendidikan dan pengalaman multikultural, di sini para guru dan orang tua
menjadi titik utama dalam proses
pembelajaran multikultual demi terwujudnya keharmonisan dalam kemajemukan. Merujuk kepada pemikiran prof HAR Tilaar, pendidikan multikultural bermakna, mendudukan “ yang berbeda” sama tinggi
dan sama nilai menjadi sangat
penting dalam paradgma pendidikan kita
untuk meningkatkan toleransi,
inklusvisme dan penolakan terhadap
diskriminasi dan eklusivisme.
maka membangun multikultur sejak usia
dini menjadi sangat penting dalam konteks Indonesia yang memiliki kemajemukan
masyarakat. Pendidikan multikultural bukan untuk menghilangkan
perbedaan yang memang sudah menjadi fakta kehidupan melainkan bagaimana kita
yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, ideologi partai dan status sosial
ekonomi yang beragam pula tidak memiliki prasangka-prasangka, cap-cap atau label-label
yang akan memicu konflik, yang di tuju dalam pendidikan multikultural adalah
bagaimana menimbulkan dialog yang harmonis, mengenal dan memahami
perbedaan-perbedaan yang ada sehingga muncul rasa saling menghargai dan
menghormati satu sama lainnya. Melalui pendidikan multikultural diharapkan akan muncul modal kultural suatu bangsa. Lalu bagaimana model kebijakan multikulturalisme tersebut. Menurut Ahmad
fedyani Syaifuddin Antropolog UI ada
tiga model kebijakan multikultural negara untuk menghadapi persoalan di
atas: Pertama, model yang mengedepankan nasionalitas. Nasionalitas adalah sosok
baru yang dibangun bersama tanpa memperhatikan aneka ragam suku bangsa, agama,
dan bahasa, dan nasionalitas bekerja sebagai perekat integrasi. Dalam kebijakan
ini setiap orang, bukan kolektif, berhak untuk dilindungi negara sebagai warga
negara. Model ini dipandang sebagai penghancur akar kebudayaan etnik yang
menjadi dasar pembentukan negara dan menjadikannya sebagai masa lampau saja.
Model kebijakan multikultural ini dikhawatirkan terjerumus ke dalam kekuasaan
otoritarian karena kekuasaan untuk menentukan unsur-unsur integrasi nasional
berada ditangan kelompok elit-elit
tertentu Kedua, model
nasionalitas-etnik yang berdasarkan kesadaran kolektif etnik yang kuat yang
landasannya adalah hubungan darah dan kekerabatan dengan para pendiri nasional
(founders). Selain itu, kesatuan bahasa juga merupakan ciri nasional-etnik ini.
Model ini dianggap sebagai model tertutup karena orang luar yang tidak memiliki
sangkut paut hubungan darah dengan etnis pendiri nasional akan tersingkir dan
diperlakukan sebagai orang asing. Ketiga, model multikultural- etnik yang mengakui
eksistensi dan hak-hak warga etnik secara kolektif. Dalam model ini,
keanekaragaman menjadi realitas yang harus diakui dan diakomodasi negara, dan
identitas dan asal-usul warga negara diperhatikan. Isu-isu yang muncul karena
penerapan kebijakan ini tidak hanya keanekaragaman kolektif dan etnik, tetapi
juga isu mayoritas-minoritas, dominan-tidak dominan. Persoalannya menjadi lebih
kompleks lagi karena ternyata mayoritas tidak selalu berarti dominan, karena
berbagai kasus menunjukkan bahwa minoritas justru dominan dalam ekonomi. Jika
kekuasaan negara lemah karena prioritas kekuasaan dilimpahkan ke aneka ragam
kolektif sebagai konsekuensi pengakuan negara, negara mungkin diramaikan
konflik-konflik internal berkepanjangan yang
pada gilirannya akan melemahkan posisi negara (Fedyani ; 2011)
Didalam pembelajaran mata pelajaran
yang ada di sekolah hendaknya
dikembangkan pembelajaran yang berwawasan multikultural, yang
arti setiap materi pembelajaran ditanami nilai-nilai toleransi dan
kebersamaan misal dalam pembelajaran
agama, anak-anak ditanami nilai keyakinan agama yang paling benar menurut
ajaran masing masing- agama, namun juga di beri pemahaman ada agama lain yang
dianut orang lain, yang mana sebagai warga yang hidup dengan keberagaman ini
diharuskan untuk saling menghargai dan hidup damai diantara pemeluk agama yang
berbeda serta memberi pemhaman menyakini kebenaran agama yang dianut dengan
tidak mngkerdilkan agama yang dianut orang lain agar tercipta sistem pembelajaran
yang mengembankan wawasan mengakui keberagaman akan budaya dan agama
sebagai realitas sosial yang sudah menjadi fakta.
Tujuan lain dalam pendidikan
multikultural ini adalah bagaimana
menimbulkan dialog yang harmonis, mengenal dan memahami perbedaan-perbedaan
yang ada sehingga muncul rasa saling menghargai dan menghormati satu sama
lainnya. Melalui pendidikan multikultural
ini diharapkan akan muncul modal sosial budaya suatu bangsa.
C. Pendidikan Multikultural dan Kearifan
lokal
Kearifan lokal disebut juga local wisdom dalam istilah
asingnya. Kearifan lokal merupakan
pengetahuan atau pandangan hidup masyarakat setempat
yang memiliki hubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup baik secara materi maupun sosial dimana
kearifan lokal ini menjadi titik penghubungan dari generasi satu ke generasi
berikut karena kearifan lokal merupakan
konsep, ide dan gagasan yang senantiasa
di tramsisikan kepada generasi berikut
sehingga terbangun suatu kerasian
dalam menata hidup dan lingkungan.
Kebudayaan
dianggap suatu kearifan lokal yang merupakan sumber empiris dan pengetehuan
yang penting dalam melengkapi seluruh kajian dan pemahaman ilmiah. Kearifan
budaya merupakan seperangkat pengetahuan dan cara berpikir suatu etnis, suatu kelompok-kelompok sosial
yang ada didalam masyarakat didapat melalui proses belajar yang cukup panjang,
pengetahuan dan cara berpikir dianggap benar dan dijadikan pedoman hidup bagian
masyarakat serta secara ilmiah memiliki kebaikan bagi kesenap kehidupan
masyarakat. Kearifan budaya melihat sebagaimana kualitas hubungan manusia dan lingkungannya .
Koenjaraningrat (2005). Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan , tindakan dan hasil karya manusia
dengan belajar . Kebudayaan itu tidak hanya sebatas tradisi, adat , keseniaan
melainkan meliputi segala aspek
kehidupan yang dihasilkan dari hasil proses pengalaman, prilaku, perasaaan
ketrampilan, pemikiran gagasan serta
tindakan manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup dan keserasian hidup dengan lingkungan. Wujud dari kebudayaan
terilihat pada kearifan lokal tersebut.
Kearifan
lokal adalah nilai nilai, pandangan masyarakat setempat yang bersifat bijaksana
dan penuh pengertian. Yusri (2008) mengemukakan bahwa kearifan lokal adalah sistem
ide dan makna yang dimiliki masyarakat
secara matang yang merupakan
hasil proses belajar dan seleksi sosial
dalam berpikir, bersikap dan bertindak serta berprilaku yang berfungisi untuk penataaan lingkungan
dalam berbagai aspek kehidupan seperti politik, ekonomi , hukum dan lain-lain.
Adapun
fungsi kearifan lokal menurut Sartini ( 2006 : 112 ) adalah
1.
Untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam
2. Untuk pengembangan sumber daya manusia
3. Untuk pemgembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Sebagai petuah, kepercayaan , sastra dan pantangan
5. Bermakna sosial yang
terlihat dalam upacara suatu komunitas atau kerabat.
6. Bermakna etika dan moral
7.
Bermakna politik
Kearifan
lokal membawa pesan kepada masyarakat dalam proses menyelesaian masalah di
lingkungan sehingga semangat
mengangkat kearifan lokal sebagai sebagai salah satu solusi dalam pemecahan
permasalahaan dan memberikan penekanan bahwa
kearifan lokal adalah produk budaya
yang dapat menyatu tatanan kehidupan agar lebih serasi dan adaya penekanan akan penting partisipasi masyarakat dalam penciptaan kearifan kearifan kehidupan patut di hargai dan perlu
digalakan pengalian- pengalian kearifan lokal yang banyak tersebar di bumi
nusantara ini.
Upacara tradisional merupakan sarana untuk mendidik dan
melatih anggota masyarakat supaya manusia yang beradat, berakhlak dan
memupuk rasa kegotong royongan , rela berkorban, beriman kepada Yang Maha
Kuasa. Upacara dilakukan juga dalam rangka mengucapkan syukur atas karunia dan
rezki yang telah diterima baik rezeki harta maupun harta akan seorang anak yang
baik dimana anak adalah harapan penerus keluarga yang tuumbuh mrnjadi insan
yang utuh dan diharapkan tingkah lakunya berada pada posisi yang berpihak
kepada kemaslahatan orang banyak dan
lingkungannya, hidup penuh kedamaian dan keberkahan.Upacara turun mandi
memiliki simbol warisan kebudayaan dan kita mempunyai kewajiban untuk
melestarikan dan mempertahankan nilai luhur tersebut.
Revitalisasi dari nilai lokal perlu
dipertahankan pada masa kekinian ini dalam rangka kebelanjutan peradaban
manusia dan kearifan lokal juga berguna dalam keangka poses pembentukan
karakter anak bangsa. Alwasilah dkk
(2009 ;53 ) menegaskan bahwa
lembaga pendidikan selain sebagai agen pembaharu juga memproduksi nilai budaya atau kearifan lokal dan ini modal
sosial dalam masyarakat. Untuk
itulah proses kegiatan pembelajaran yang berbasis kearifan lokal menjadi tuntutuan yang perlu dibudayakan dan ini dapat menjadi
sumber belajar bagi dunia pendidikan .
Perkembangan
dunia pendidikan akhir-akhir ini lebih memfokuskan kepada penanaman nilai dan
Mental bangsa. Nilai dan mental bangsa ini
tak lepas dari pengaruh nilai dan
mentalitas lokal masing-masing suku bangsa yang ada di Indonesia. Penanaman
nilai dan mentalitas bangsa mau tidak
mau menuntut guru untuk lebih bersikap bijaksana dalam memilih sumber
belajar yang tepat untuk membangun
mental peserta didik, untuk itu
memperhatikan mental dan kearifan lokal
daerah setempat menjadi suatu yang penting sebagaimana tercantum dalam tujuan
pendidikan nasional dalam UUD Sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003. Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang semokratis dan
bertanggung.
Pendidikan
multikultural pada peserta didik menjadi bagian penting dalam tujuan
tercapainya pendidikan nasional kita, oleh karena pendidikan bagian dari
mata pelajaran yang ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah memiliki peran penting dan startegis dalam pembentukan mental suka damai dan jati
diri bangsa. Dengan adanya perhatian pada tradisi merupakan
suatu keharusan dalam rangka mempertahankan nilai-nilai warisan
bangsa dan ketentraman masyarakat, karena
berbagai stakeholder baik masyarakat,
pemerintah, tokoh masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankan
tradisi yang memiliki kearifan lokal. Tanggung jawab ini juga berada di pundak
guru sebagai orang yang memberi
pemahaman dan menanamkan mental atau karakter bagi generasi penerus bangsa yang
berasal dari kearifan lokal masyarakat itu sendiri.
Nilai
kearifan lokal yang terkandung merupakan
modal sosial dalam pembangunan negeri
ini. Dalam kehidupan masyarakat cukup banyak terdapat sistem nilai, sistem
nilai yang menjafi falsafah hidup dan pedoman masyarakat dalam menjalankan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Makna
dan nilai kearifan lokal yang ada
dalam masyarakat memiliki tujuan untuk
mengembangkan peserta didik mampu mengembangkan pengetahuannnya yang bersumber pada kearifan lokal masayrakat setempat, memiliki ketrampilan dalam memahami
masyarakat pada proses kehidupan dan memiliki sikap dan prilaku yang selaras nilai kearifan lokal
tersebut.
Pendidikan
multikultural yang bersumber pada kearifan lokal adalah landasan berprilaku siswa untuk menyikap masalah dan krisis kehidupan
dan konflik yang ada disekitarnya.Kearifan lokal membangun suatu identitas diri bangsa dan
filter atas masuknya kebudayaan asing ke Indonesia. Untuk dapat melakukan
pembelajaran yang bersumber pada nilai
kearifan lokal dari masyarakat bagi
peserta didik tentu diperlukan pemahaman makna yang ada dibalik nilai-nilai kearifan lokal tersebut dan diperlukan pendekatan yang lebih
partisipatif kepada peserta didik.
Adanya pemahaman tentang nilai kearifan lokal untuk peserta didik menjadi fondasi dalam keberlanjutan tatanan kehidupan
yang akan datang.
Kearifan
lokal adalah nilai bijak yang merupakan kekayaan budaya bangsa yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat dimana nilai
bijak itu dikenal, dipercaya dan diakui sebagai elemen yang dapat membangun
kohesi sosial diantara warga masyarakat.
Kearifan lokal dapat dijadikan sumber belajar pada pendidikan multikultural.
Contoh kearifan lokal yang terkait dengan bagaimana masyarakat melakukan
mekanisme resolusi konflik yang ada, diantaranya;
1.
Masyarakat Ambon dengan kearifan lokal “Pela gandong.”
2. Masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat memiliki kearifan lokal “ Ndempa” pertarungan
antara jawara.
3. Masyarakat Minangkabau dengan kearifan lokal “ dimana Bumi
di pijak di Situ Langit Dijunjung.”
4. Masyarakat Aceh
memiliki kearifan lokal “ Tepung Tawar.”
5. Masyarakat Dayak Kalimantan
Barat memiliki kearifan lokal “
basaru sumangat “
6.
Masyarakat Minangkabau di daerah Solok
memiliki kearifan “ Tradisi Lelong .” di kawasan Taman Nasional Kerinci, Kecamatan
Sungai Pagu, Solok, dan sebagainya.
D.Penutup
Masyarakat
memiliki kekayaan kebudayaan yang penuh dengan nilai-nilai kearifan dalam
mekanisme resolusi konflik yang terjadi di tengah masyarakat, oleh karena
mengintegrasikan dan mengimplementasikan nilai kearifan lokal dalam mekanisme
resolusi masyarakat menjadi penting
dalam proses pendidikan multikultural
dan perlu memberi pemahman kepada peserta didik
tentang arti penting penyelesaian
konflik yang arif dan bijaksana yang ada dalam kebudayaan masyarakat
Mengali
dan mendata kearifan lokal dalam pendidikan multikultural akan memberi masukan
kepada dinas pendidikan dasar dan menengah (dsikdasmen) serta kementerian dalam
negeri (mendagri) serta kementerian lainnya
untuk mengambil kebijakan yang lebih bijaksana.
Referensi :
Adimiharja,(2008). Dinamika Budaya Lokal,
Bandung. Pusat Kajian LBPB.
Ahmad Fedyani Saifuddin (2011) . “ Pendidikan Multikultural”. HUMAS PPS Antropoogi
Universitas indonesia . Depok.
Alwasilah, Chaedar A, dkk (2009) Etnopedagogik
Landasan Praktek Pendidikan dan
Pendidikan Guru. Bandung UPI.
Ayatrohaedi, dkk (1989) Tata Krama di Beberapa Daerah di Indoenesia. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Koenjaraningrat 2009. Pengantar
Antropologi II .Jakarta. Rineka Cipta.
Sartini.(2004). Mengali Kearifan Lokal Nusantara
Subuah Kajian Filsafat .Jilid 37.nomor 2.
Syafa’at, Rachmad dkk (2008) Negara, Masyarakat dan Kearifan lokal .
Malang. In TRANS Publishing.
Uneputy,Dkk. (1984). Upacara Tradisional Daerah Maluku. Proyek Inventarisasi
dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah
Maluku Depdikbud.
Yusri, Yusuf (2008) Peute Beuna. Kearifan Lokal
Masyarakat Aceh. Banda Aceh. Majelis Adat Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar