Kamis, 19 September 2019

Perspektif Pedagogik


KERAGAMAN BAHASA DAN ETNOKOMUNIKASI
DALAM PERSPEKTIF PEDAGOGIK

Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com


A.     Pendahuluan
Sebuah komunikasi dikatakan efektif apabila setiap penutur menguasai perbedaan ragam bahasa. Ragam bahasa adalah variasi bahasa dilihat dari pemakaiannya yang timbul menurut situasi dan fungsi yang memungkinkan adanya variasi tersebut. Dengan penguasaan ragam bahasa, pengguna bahasa dengan mudah mengungkapkan gagasannya melalui pemilihan ragam bahasa yang ada sesuai dengan kebutuhannya.  Ragam bahasa dilihat dari topik pembicaraan mengacu pada pemakaiannya bahasa dalam bidang tertentu. Ragam bahasa dilihat dari hubungan pelaku dalam pembicaraan atau gaya penuturan menunjuk pada situasi  formal atau informal. Dalam penggunaan bahasa baik pada situasi formal maupun informal, tidak lepas dari pendidikan. Pendidikan menurut Henderson (dalam Sadulloh, 2007: 4) adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. 

B.     Keragaman Bahasa
Pada kenyataannya bahasa adalah  sesuatu yang kaya dengan ragam-ragam aktualisasinya. Manifestasi-manifestasi bahasa sangatlah jembar, tampaknya bervariasi tanpa batas. Meskipun para penutur memakai bermacam-macam bentuk yang berbeda, tapi bentuk-bentuk itu merupakan bahasa yang sama. Menurut Ferguson dan Gumperz (dalam Maelasari, 2011:16) ”any body of human speech pattern which is suffiently homogeneous to be analysed by available techniques of synchronic description and which has a suffiently large repertory of elements and their arrangements or processes with broud enough semantic scope to function in all normal contexts of communication.” Artinya keseluruhan pola-pola ujaran manusia yang cukup dan serbasama untuk dianalisis dengan teknik-teknik pemberian sinkronik yang ada dan memiliki perbendaharaan unsur-unsur yang cukup besar dan penyatuan-penyatuannya atau proses-proses dengan cakupan semantik yang cukup luas untuk berfungsi dalam segala konteks komunikasi yang normal”.
Dari definisi di atas terdapat pola-pola bahasa yang sama; pola-pola bahasa itu dapat dianalisis secara deskriptif; dan pola-pola yang dibatasi oleh makna tersebut dipergunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi.

C.      Sebab-sebab  terjadinya Ragam Bahasa
Terjadinya keragaman bahasa disebabkan oleh penuturnya yang heterogen, juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka lakukan sangat beragam. Setiap aktivitas memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa itu. Keragaman bahasa ini akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Indonesia yang wilayah penyebarannya dari Sabang sampai Merauke; bahasa Inggris yang digunakan hampir seluruh dunia; dan bahasa Arab yang luas wilayahnya dari Jabal Thariq sampai ke perbatasan Iran.
Ragam bahasa ini terdapat dikotomi, pertama ragam bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa itu dan yang kedua keragaman fungsi bahasa itu. Jadi ragam bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Andaikata penutur bahasa itu adalah kelompok yang homogen baik etnis, status sosial maupun lapangan pekerjaannya, keragaman itu akan tidak ada. Kedua ragam bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam.

D.     Bentuk-bentuk Ragam Bahasa        
Hartman dan Stork (dalam Chaer dan Leonie, 2004: 62) membedakan ragam bahasa berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Halliday membedakan ragam bahasa berdasarkan (a) pemakai yang disebut dialek, dan (b) pemakaian yang disebut register, sedangkan Mc. David membagi ragam bahasa ini berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (c) dimensi temporal.
Di bawah ini akan dijelaskan bentuk-bentuk ragam bahasa dilihat dari aspek tempat, aspek waktu, aspek penutur, dan aspek pemakaian.
1.       Ragam bahasa dilihat dari aspek tempat
Tempat dapat mengakibatkan terjadinya ragam bahasa. Artinya tempat yang dibatasi oleh air, keadaan tempat berupa gunung dan lautan. Ragam seperti ini menghasilkan apa yang disebut dialek. Dalam Alwasilah (1985: 50-51), dialek mempunyai beberapa kriteria, yakni:
1)      bahasa terdiri dari berbagai dialek yang dimiliki oleh kelompok penutur tertentu, walau demikian antara kelompok satu dengan lainnya sewaktu berbicara dengan lainnya dengan dialeknya sendiri, satu sama lain bisa saling mengerti (mutual intelligibility); 
2)      pembagian macam dialek bisa didasarkan pada faktor daerah, waktu, dan sosial. Satu dialek berbeda dengan dialek lainnya, dan perbedaan ini teramati dalam pengucapan,  dan tatabahasa, dan kosakata;
3)     dialek adalah subunit dari bahasa. Bahasa disepakati untuk menjadi bahasa nasional, yang melahirkan kesusastraan dan karena alasan-alasan tertentu memperoleh keistimewaan melebihi dialek-dialek lainnya, karena keistimewaan inilah maka bahasa memiliki prestise tinggi dibandingkan dengan dialek.
a.      Bahasa Daerah
Bahasa Daerah yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Sunda, bahasa Jawa. Bahasa Daerah sering dihubungkan dengan suku bangsa.
b.      Kolokial
Kolokial ialah bahasa yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat yang tinggal di daerah tertentu. Kolokial biasa disebut bahasa sehari, bahasa percakapan, dan kadang-kadang disebut bahasa pasar. Kolokial yang mengandung kata-kata yang kurang enak disebut slang.
c.        Vernakular
Vernakular adalah bahasa lisan yang berlaku sekarang pada daerah atau wilayah tertentu.

d.      Bahasa Lisan
Bahasa Lisan memegang peranan dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. Dalam pemakaian bahasa lisan. Pembicara harus memperhatikan situasi, pendengar, masalah yang dikemukakan, dan   cara pengungkapkan.
e.      Bahasa Pijin (Pidgin)
 Bahasa Pijin adalah bahasa yang timbul akibat kontak bahasa yang berbeda. Bahasa Pijin untuk kepentingan komunikasi singkat.
f.        Register
Register adalah pemakaian bahasa yang dihubungkan dengan pekerjaan seseorang. Register dapat diperinci menjadi: (a) oratical atau frozen; (b) deliberative atau formal; (c) consultative; casual; dan (e) intimative.  Register yang oratikal dipergunakan oleh pembicara yang profesional, misalnya berpidato. Register yang formal ditujukan kepada pendengar untuk memperluas pembicara yang disenangi. Baik oratikal mapun maupun formal bersifat monolog. Register konsultatif terdapat dalam transaksi perdagangan yang terjadi dialog karena orang membutuhkan persetujuan di antara keduanya, register kasual dipergunakan untuk menghilangkan rintangan-rintangan di antara kedua orang yang berkomunikasi. Terakhir, register intimatate dipergunakan dalam suasana kekeluargaan.
g.      Verbal Repertoir
Semua bahasa beserta ragam-ragamnya yang dimiliki atau dikuasai seorang penutur biasa disebut dengan istilah repertoir bahasa atau verbal repetoir dari orang itu. Verbal repertoir ada dua macam yaitu yang dimiliki setiap penutur secara individual, dan yang merupakan milik  masyarakat tutur secara keseluruhan. Pertama mengacu pada alat-alat verbal yang dikuasai oleh seorang penutur, termasuk kemampuan untuk memilih norma-norma sosial bahasa sesuai dengan situasi dan fungsinya. Kedua, mengacu pada keseluruhan alat-alat verbal yang ada di dalam suatu masyarakat, beserta dengan norma-norma untuk memilih variasi yang sesuai dengan konteks sosialnya.

2.       Ragam bahasa dilihat dari aspek waktu
Ragam bahasa secara diakronik disebut dialek temporal, dialek yang berlaku pada kurun waktu tertentu. Misalnya, bahasa Melayu zaman Siwijaya berbeda dengan bahasa Melayu sebelum tahun 1992 (Mansoer Pateda, 1981: 74-75. Karena perbedaan waktu menyebabkan perbedaan makna untuk kata-kata tertentu. Misalnya kata ‘juara’ yang dahulu bermakna ‘kepala penyabung ayam’, sekarang bermakna orang yang memperoleh kemenangan dalam perlombaan atau pertandingam

3.      Ragam Bahasa dilihat dari aspek penutur
Ragam bahasa pertama berdasarkan penuturnya adalah ragam bahasa yang disebut idiolek, yakni variasi bahasa yang bersifat individual. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai ragam bahasanya atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya.
Ragam bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah yang disebut dialek, yakni variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu.
Ragam bahasa ketiga berdasarkan penutur adalah yang disebut kronolek atau dialek temporal, yakni ragam bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada masa tertentu.
Ragam bahasa yang keempat berdasarkan penuturnya adalah sosiolek atau dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya.
Sehubungan dengan ragam bahasa berkenaan dengan tingkat golongan, status, dan kelas sosial para penuturnya, biasanya dikemukakan ragam bahasa yang disebut akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, dan ken, serta prokem. Selanjutnya, istilah-istilah tersebut akan dijelaskan satu  per satu.
Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainnya. Contoh, bahasa bagongan, ragam bahasa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
Basilek adalah ragam sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau dianggap dipandang rendah. Contoh, bahasa Inggris yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang dapat dikatakan sebagai basilek.
Vulgar adalah ragam sosial yang ciri-cirinya tampak pemakaian bahasa oleh mereka yang kurang terpelajar, atau dari kalangan mereka yang tidak berpendidikan contoh, pada zaman romawi sampai zaman pertengahan bahasa-bahasa di Eropa dianggap sebagai bahasa vulgar sebab pada waktu itu para golongan intelek menggunakan bahasa Latin dalam segala kegiatan mereka.
Slang adalah ragam sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya ragam bahasa ini digunakan oleh kalangan tertentu yang sangat terbatas, dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu. Oleh karena itu, kosakata yang digunakan dalam slang ini selalu berubah-ubah.
Kolokial adalah ragam sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Contoh dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), ndak ada (tidak ada).
Jargon adalah  ragam sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat  umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan-ungkapan tidak bersifat rahasia. Umpamanya, dalam kelompok montir atau perbengkelan. Seperti dongkrak, dices dll. Dalam kelompok tukang batu, seperti disipat, disiku, ditimbang dll.
Argot adalah ragam sosial yang digunakan secara terbatas pada profesi tertentu dan bersifat rahasia. Umpamanya, dalam dunia kejahatan (pencuri, tukang copet) seperti digunakan ungkapan ‘barang’ dalam arti ‘mangsa’, kacamata dalam arti ‘polisi’.
Ken  adalah ragam sosial tertentu yang bernada  ‘memelas’ dibuat merengek-rengek, penuh dengan kepura-puraan. Biasanya digunakan oleh pengemis seperti tercermin dalam ungkapan the can of the beggar (bahasa pengemis).    

4.      Ragam bahasa dilihat dari aspek pemakaian
Ragam bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau fungsinya disebut fungsional (Nababan, 1984). Ragam ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Ragam bahasa berdasarkan bidang pemakaian ini adalah menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa, misalnya bidang sastra, jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, pendidikan , dan kegiatan keilmuan.

E.      Etnokomunikasi
Etnografi komunikasi yaitu bidang ilmu etnolinguistik atau sosiolinguistik tentang bahasa dalam hubungannya dengan semua variabel di luar bahasa (Kridalaksana, 1984: 47).  Etnografi komunikasi adalah suatu kajian mengenai pola-pola komunikasi sebuah komunitas budaya.
Etnografi komunikasi (ethnography of communication) merupakan pengembangan dari etnografi berbicara (ethnogrphy of speaking). Pada awalnya diperkenalkan oleh seorang pakar antropologi dan sosiolog yang kemudian menjadi pakar linguistik Amerika, Dell Hymes (etnograpy of communication), karena istilah ini lebih tepat dan semakin populer akhir-akhir ini. Dell Hymes membuat hubungan secara eksplisit antara bahasa dan kebudayaan. Dell Hymes tampaknya tidak memperhitungkan fenomena mental yakni kognisi sebagai penelitian utama (Hymes, 1971: 340) membicarakan tuturan sebagai suatu sistem perilaku budaya, namun dia sendiri tidak mengikuti studi bahasa dan kebudayaan sebagai psikolog atau kognisi, sebaliknya dia menekankan pentingnya studi tindak tutur, wacana dan performansi seperti penciptaan bentuk-bentuk puitis yang semuanya dilibatkan dalam kontrak sosial.
Thomas R. Lindlof dan Bryan C. Taylor, dalam bukunya Qualitative Communication Research Methods, menyatakan “Ethnography of Communication (EOC) conceptualizes communication as a continous flow of information, rather than as segmented exchanges message.” (Lindlof & Taylor, 2002: 44). Dalam pernyataan tersebut, Lindlof dan Taylor menegaskan bahwa konsep komunikasi dalam etnografi komunikasi merupakan arus informasi yang berkesinambungan, bukan sekadar pertukaran pesan antar komponennya semata.
Etnografi komunikasi berakar pada istilah bahasa dan interaksi sosial dalam aturan penelitian kualitatif komunikasi. Penelitiannya mengikuti tradisi psikologi, sosiologi, linguistik, dan antropologi. Etnogrfi komunikasi difokuskan pada kode-kode budaya dan ritual-ritual (Zakiah, 2008: 182).
Dalam artikel pertamanya, Hymes (1962) menjelaskan bahwa etnografi berbicara menyangkut tentang situasi-situasi dan penggunaan pola dan fungsi berbicara sebagai suatu aktivitas tersendiri (Hymes, 1962: 110 dalam Zakiah, 2008:182). Kajian etnografi komunikasi yang dimulai oleh Hymes, sejak saat itu memacu sejumlah studi mengenai pola-pola komunikasi dalam berbagai masyarakat di seluruh dunia untuk dikembangkan.
Dalam perkembangannya, etnografi komunikasi digambarkan dengan jelas mengenai perhatian masyarakat dengan analisis interaksional dan identitas peran dalam mengombinasikan berbagai minat dan orientasi teoretis. Etnografi komunikasi telah menjadi suatu disiplin ilmu yang menunjukkan suatu pengolahan informasi dalam strukturisasi perilaku komunikatif, dan perannya dalam kehidupan masyarakat.

F.      Ihwal Pedagogik
Menurut Langeveld (1980 dalam Sadulloh dkk 2007: 2) pedagogik diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Sedangkan menurut Henderson (Sadulloh dkk. 2007:4) pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir.
Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif untuk mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pedagogik atau pendidikan dalam pelaksanaannya berbentuk pergaulan antara pendidik dan peserta didik, namun suatu pergaulan yang tertuju kepada tujuan pendidikan, yakni manusia mandiri, memahami nilai, norma-norma susila dan sekaligus mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma tersebut. Adapun peserta didik adalah anak manusia yang belum mencapai kedewasaannya. Pendidikan berfungsi membimbing peserta didik, dan bimbingan itu akan mempengaruhi peserta didik ke arah yang sesuai dengan tujuan yang ditentukan, yakni untuk mencapai kedewasaan.    

G.     Keragaman Bahasa dan Etnokomunikasi dalam Perspektif Pedagogik
Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa. Keragaman itu akan semakin bertambah kalau bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak, serta dalam wilayah yang sangat luas. Di Indonesia terdiri atas berbagai macam budaya dan berbagai macam bahasa sebagai alat komunikasi di dalam suatu masyarakat tertentu.
Komunikasi adalah 1. Pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; 2. Perhubungan; dua arah komunikasi yang komunikan dan komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi; formal komunikasi yang memperhitungkan tingkat ketepatan, keringkasan dan kecepatan komunikasi; -massa kom penyebaran informasi yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu kepada pendengar atau khalayak yang heterogen serta tersebar di mana-mana; -sosial komunikasi antarkelompok sosial di masyarakat (KBBI, 2000: 585). Menurut Kridalaksana, (1984: 104), komunikasi adalah penyampaian amanat dari sumber atau pengirim ke penerima melalui sebuah saluran.
Menurut Hymes (1974) istilah etnografi komunikasi sendiri menunjukkan cakupan kajian berlandaskan etnografi dan komunikasi. Cakupan kajian tidak dapat dipisah-pisahkan, misalnya hanya mengambil hasil-hasil kajian dari linguistik, psikologi, sosiologi, etnologi lalu menghubung-hubungkannya. Fokus kajiannya hendak meneliti secara langsung terhadap penggunaan bahasa dalam konteks situasi tertentu, sehingga dapat mengamati dengan jelas pola-pola aktivitas tutur dan kajiannya diupayakan tidak terlepas (secara terpisah-pisah), misalnya tentang gramatika (seperti dilakukan oleh linguis), tentang kepribadian (seperti psikolog), tentang struktur sosial (seperti sosiologi), tentang religi (seperti etnologi) dan sebagainya. Dalam kaitan dengan landasan itu seorang peneliti tidak dapat membentuk bahasa atau bahkan tutur sebagai kerangka acuan yang sempit. Peneliti harus mengambil konteks suatu komunitas atau jaringan orang-orang, lalu meneliti kegiatan komunikasinya secara menyeluruh, sehingga tiap penggunaan saluran atau kode komunikasi selalu merupakan bagian dari khasanah komunitas yang diambil oleh para penutur ketika dibutuhkan.
Bahasa secara struktur belum bisa dikembangkan lagi, sedangkan secara fungsional, bahasa itu fungsinya melebar/berkembang. Ilmu bahasa/linguistik  bisa digabung dengan disiplin ilmu lainnya, misalnya;  psikologi dengan linguistik muncul psikolinguistik, sosiologi dengan linguistik muncul sosiolinguistik, neurologi dengan linguistik muncul neurolinguistik, bisa saja etnologi dengan linguistik muncul etnolinguistik, dan sebagainya.
Masyarakat yang berbudaya dalam berkomunikasi menggunakan suatu alat yang disebut bahasa. Dalam penggunaannya di masyarakat tidak lepas dari pendidikan/pedagogik. Pedagogik menurut Langeveld (1980, dalam Sadulloh, 2007: 2) diartikan dengan ilmu pendidikan, lebih menitikberatkan kepada pemikiran, perenungan tentang pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak. Bagaimana anak berbicara dengan temannya, bagaimana anak berbicara dengan orang tuanya, bagaimana anak berbicara dengan gurunya. Semua itu, masing-masing memiliki etika tertentu. Oleh karena itu, anak perlu dididik atau dibimbing bagaimana cara berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kondisi dan situasi tertentu.    

Referensi :

Alwasilah, A, Chaedar. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Chaer.A. dan Leonie A. (2004). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rinka Cipta.
Depdikbud. (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hymes, Dell. (1972). Models of The Instruction of Langage and Social Life in J. Gumperz &
 D. Hymes (Eds) Direction in Socociolinguistics The Ethnography of Communication.
New York, Halt Rinekut: Winston.
Kridalaksana, Harimurti. (1984). Kamus Linguistik. Jakarta: PT. Gramedia.
Maelasari, N. (2011). Sosiolinguistk. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Sadulloh, Uyoh dkk. (2007). Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...