KONSELING
KELOMPOK MELALUI TEKNIK SELF-INSTRUCTION UNTUK MENGELOLA STRESS AKADEMIK
Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com
A.
PENDAHULUAN
Masa remaja
merupakan masa yang penuh potensi. Dengan potensi yang dimiliki remaja, tidak
heran jika lingkungan mengharapkan hasil yang maksimal dari remaja tersebut.
Harapan atau expectancy yang tinggi
dari lingkungan dapat menjadi pemicu konflik dan stress bagi remaja.
Ditemukannya siswa yang membolos atau bahkan yang meminta ijin orang tua untuk
berhenti sekolah merupakan bukti ketidak mampuan siswa menangani stress dan
konflik yang terjadi. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan siswa
dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa yang akan datang. Tetapi
sekolah juga dapat memicu terjadinya stress dan konflik pada siswa. Tekanan
akademik dan sosial dapat memicu terjadinya stress (Blizzard, 1996).
Goodman & Leroy (Mc Kean & Misra, 2000: 41) menyatakan bahwa
sumber stres siswa dikategorisasikan menjadi: akademik, keuangan, yang
berkaitan dengan waktu dan kesehatan, dan self-imposed. Para siswa juga mengemukakan mengalami stres
akademik pada setiap semester dengan sumber stres akademik yang tinggi akibat
dari belajar sebelum ujian, kompetisi nilai, dan dari begitu banyak materi yang
harus dikuasai dalam waktu yang singkat (Abouserie, et al. dalam Mc Kean & Misra, 2000: 41).
Meichenbaum
(Dobson, 2010:15) menyatakan bahwa perubahan kognitif individu dapat dilakukan
dengan menggunakan verbalisasi diri. Teknik yang dapat digunakan dalam
verbalisasi diri tersebut adalah
self-instruction training. Menurut Bryant dan Budd (1982:259) self-instruction training merupakan
teknik yang cocok digunakan dalam mengatasi masalah emosional dan perilaku.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik self-instruction dapat digunakan dalam menangani masalah emosi dan
perilaku. Bryant dan Budd (1982:266) menyatakan bahwa teknik self-instruction efektif untuk
meningkatkan kemandirian dalam mengerjakan tugas-tugas. Begitu juga Baker dan
Butler (1984) yang menemukan keefektivan self-instruction
dalam menurunkan kecemasan siswa. Berdasarkan
pendapat tersebut, teknik self-instruction
dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi stres
akademik yang dialami siswa.
B.
PEMBAHASAN
Stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori distress. Stres akademik merupakan
kondisi ketika siswa tidak mampu menghadapi segala tuntutan akademik dan
mempersepsi tuntutan-tuntutan akademik yang diterima sebagai gangguan atau
ancaman. Chapman, et al. (1992) mengungkapkan bahwa stres
akademik merupakan konsekuensi dari penilaian siswa terhadap tuntutan yang stressfull dan persepsi mereka tentang
kemampuan yang mereka miliki untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh academic stressor. Academic stressor yaitu stres siswa yang
bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan
kegiatan belajar yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar,
mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan
beasiswa, keputusan menentukan jurusan dan karir serta kecemasan ujian dan
manajemen waktu (Desmita, 2011: 297).
Helmi (Safaria
& Saputra, 2009) menyatakan bahwa ada empat macam reaksi stres, yaitu reasi
psikologis/ psikis, fisiologis, kognitif, dan perilaku. Keempat macam reaksi
ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat berwujud
negatif. Reaksi gejala stres akademik yang bersifat negatif antara lain adalah
sebagai berikut : (1) reaksi psikologis, (2) reaksi fisiologis, (3) Reaksi
proses berpikir (kognitif), (4) reaksi prilaku. Tad (Sudiana, 2007) menyebutkan
faktor-faktor yang menyebabkan stres akademik, diantaranya adalah : (1) aspek
kognitif, (2) aspek lingkungan sekolah, (3) elemen sekolah.
Model Konseling
kelompok melaui teknik Self-instruction
merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi dari modifikasi konseling kognitif
perilaku yang dikembangkan oleh Meichenbaum pada tahun 1977. Meichenbaum
menduga bahwa beberapa perilaku maladaptif dipengaruhi oleh pikiran irasional
yang menyebabkan verbalisasi diri yang tidak tepat (Baker & Butler, 1984).
Model Konseling
kelompok melaui teknik Self-instruction ini
merupakan sebuah latihan untuk meningkatkan kontrol diri dengan
menggunakan verbalisasi diri sebagai rangsangan dan penguatan
selama menjalani treatment (Blackwood, et al., dalam Tang, 2006:76 ). Model
Konseling kelompok Self-instruction adalah suatu teknik untuk membantu
klien terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan
pernyataan diri yang lebih adaptif (Ilfiandra, 2008).
Hal ini berdasarkan pada asumsi Meichenbaum
(Baker & Butler, 1984) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami
perilaku salah suai dikarenakan pikiran irasional yang
diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri. Oleh karena itu teknik
self- instruction berperan untuk mengganti verbalisasi diri yang kurang tepat
dengan verbalisasi yang lebih dapat diterima. Safaria (2004:75) menjelaskan ada tiga cara dalam
menerapkan teknik self-instruction, yaitu; (1) Metode non direktif yaitu
dengan memberikan instruksi kepada konseli, kemudian konseli
mencobanya secara berulang-ulang melalui aktivitas dan verbalisasi, (2) Metode
interaktif yang dipasangkan dengan teknik
kontrol diri seperti monitoring diri, evaluasi diri, dan penguatan
diri, (3) Metode penerapan modeling, imitasi, dan eksekusi. Yakni terapis
pertama tama mencontohkan, kemudian konseli
menirukannya bersama terapis, setelah konseli mampu maka konseli
diinstruksikan untuk mengerjakannya sendiri.
Self-instruction
training
dimaksudkan sebagai strategi pemecahan masalah yang dialami oleh
anak. Sesuai dengan pendapat Meichenbaum dan
Asarnow bahwa seharusnya mengajarkan anak untuk tidak
berpikir “apa” melainkan“bagaimana” dalam melakukan sesuatu, serta untuk
memfasilitasi prosedur mediasi kognitif dalam
memecahkan permasalahan anak (Bryant & Budd, 1982: 260).
Self-instruction
training
telah terbukti efektif dalam meningkatkan performa anak-anak dalam menyelesaikan
tugas-tugas sekolah (Douglas, Parry, Marton, & Garson, 1976). Hasil
penelitian tersebut senada dengan hasil peneletian
Gueveremont et al., (1988) yang menyatakan bahwa self-instruction training
yang diterapkan pada beberapa anak usia pra sekolah dapat mengubah cara anak
tersebut dalam merespon tugas akademik (Vintere et al., 2004:306).
Mischel (Safaria, 2004:75) mengemukakan hasil
studinya bahwa anak dapat menunda keinginannya dan mengatasi godaan melalui
penggunaan strategi coping verbal seperti self-talk, self-instruction,
self-sugestion. Sedangkan menurut Rusch& Kostewicz (O’Donohue & Fisher,
2009: 235) self-instruction training dapat meningkatkan tanggung jawab siswa
untuk memberi tanggapan secara tegas berdasarkan situasi yang mereka hadapi
untuk mencari solusi atas permasalahannya secara mandiri.
Dalam menangani
masalah stres akademik, teknik self-instruction
yang digunakan adalah model Meichenbaum & Goodman
(Rokke & Rehm dalam Sugara, 2011:36) yang menyatakan
bahwa terdapat tiga tahapan yang digunakan dalam teknik ini yaitu : 1)
Tahapan pertama yaitu pengumpulan informasi yang
berkaitan dengan konseptualisasi masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini
konseli diharapkan lebih sensitif terhadap pikiran, perasaan, perbuatan, reaksi
fisiologis dan pola reaksi terhadap orang lain dan lingkungan belajar, 2)
Tahapan kedua yaitu melakukan konseptualisasi
terhadap masalah. Pada tahapan ini konselor
merencanakan intervensi dalam konteks melakukan observasi terhadap masalah.
Konselor mengidentifikasi pikiran dan perasaan yang irasional yang menyebabkan
terjadinya masalah, 3)Tahapan ketiga yaitu melakukan perubahan langsung.
Tahapan ini merupakan tahapan perubahan perilaku dengan menggunakan ungkapan
diri.
Model Konseling
kelompok melalui teknik self-instruction yang
digunakan dalam mereduksi stres akademik ini bertujuan untuk melakukan
restrukturisasi sistem berpikir melalui perubahan verbalisasi diri
yang positif sehingga melahirkan perilaku
yang lebih adaptif Adapun prosedur dalam melakukan teknik
self-instruction untuk mereduksi stres akademik yang
disebutkan oleh Meichenbaum & Goodman (Bryant
& Budd, 1982) adalah sebagai berikut : 1)Konselor menjadi model
dengan memverbalisasikan langkah-langkah dalam self-instruction dengan suara keras, 2) Konseli
melakukan verbalisasi seperti yang dicontohkan
oleh konselor dengan suara keras, 3) Konseli mengungkapkan verbalisasi
diri dengan suara yang keras seperti apa yang konselor bisikkan kepadanya, 4)
Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara
berbisik dengan melihat gerak bibir konselor yang memberikan isyarat
kepadanya, 5)Konseli melakukan tugasnya dengan hanya menggerakkan bibir dan
tanpa suara, 6)Konseli diminta untuk mengucapkan
kata-kata untuk dirinya sendiri saat melakukan teknik
ini.
Verbalisasi dalam self-instruction
yang diajarkan disini mencakup lima tipe, yaitu : a)
berhenti dan lihat; b) bertanya mengenai
tugas yang diberikan (misalnya “Apa yang guru
inginkan dari saya”); c) menjawab pertanyaan
mengenai tugas yang diberikan (misalnya
“Benar, saya harus bisa memenuhi harapan mereka);
d) self-instruction untuk membimbing konseli
melalui tugas (misalnya, “yang ini terlihat
sama dengan yang itu, jadi saya
memilih yang berbeda dari keduanya); dan e) pengakuan diri bahwa tugas
telah terselesaikan (misalnya, “saya telah melakukan pekerjaan ini dengan sangat
baik”) (Bryant & Budd, 1982: 265).
Untuk melaksanakan
intervensi, konselor atau guru bimbingan dan konseling harus menentukan
terlebih dahulu aspek-aspek yang mengindikasikan stress akademik pada siswa.
Aspek-aspek yang harus diperhatikan dibagi atas empat aspek yaitu aspek
perilaku, aspek pikiran, aspek fisik dan aspek emosi. Jika keempat aspek telah
mengindikasikan adanya stress akademik maka konselor dapat memberikan
intervensi.
Pelaksanaan
intervensi bergantung pada banyaknya indikasi yang tampak dan kesepakatan
dengan konseli. Setiap indikasi harus mendapatkan intervensi yang terpisah agar
verbalisasi diri terjadi secara optimal.
C. PENUTUP
Salah satu masalah
yang sering dialami peserta didik adalah stress akademik. Salah satu teknik
yang dapat digunakan untuk mereduksi stress adalah teknik self-instruction.
Teknik self-instruction fokus pada perubahanan pernyataan diri konseli agar
menjadi lebih adaptif dalam menghadapi situasi atau tuntutan akademik. Dalam
teknik self-instruction konseli akan diminta untuk mengubah pola verbalisasi
diri sendiri sehingga akan berpengaruh pada perubahan perilaku konseli
tersebut. Pengubahan cara berpikir dilakukan dengan cara memberikan instruksi
pada diri sendiri hingga instuksi tersebut mempengaruhi cara berpikir dan bertindaknya.
Berdasarkan studi
literatur, teknik self-instruction
diasumsikan dapat mereduksi berbagai masalah siswa. Untuk itu diharapkan guru
bimbingan dan konseling dapat mempelajari teknik self-instruction untuk dipraktekkan pada masalah-masalah siswa lainnya.
Misalnya kejenuhan belajar dan siswa yang impulsive.
RUJUKAN
Baker,
Stanley B. & James N. Butler. (1984). Effect
of Preventife Cognitive Self-Instruction Training on Adolescent Attitudes,
Experiences, and State Anxiety. Journal of Premary Prevention. Vol. 5(1),
17-25.
Blizzard,
Gayle Armstrong. (1996). Helping Your
Child Deal With Academic Stress. [Online]. Tersedia : http:// www.edumart.com
/helping-your-chid-deal-with-academic-stress.pdf. [18 Oktober 2011].
Bryant,
Lorrie E & Karren S. Budd. (1982). Self
Instructional Training To Increase Independent Work Performance In Pre School. Journal
of Applied Behaviour Analysis. Vol. 15(2), 56-67.
Chapman, David. W et al.,. (1992). Academic
Stress of International Student Attending U.S. Universities. Research in
Higher Education. Vol.33 (5).
Desmita.
(2011). Psikologi Perkembangan Peserta
Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi anak Usia SD,
SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Dobson,
Keith. S. (2010). Hand Book of
Cognitive-Behavioral Therapies. (Third Ed.). New York: The Guilford Press.
Ilfiandra.
(2008). Model Konseling Kelompok Berbasis Pendekatan Kognitif
Perilaku Untuk Mengurangi Gejala Prokrastinasi Akademik. (Disertasi).
Bandung: SPS UPI.
Lazarus,
Richard. S dan Folkman, Susan. (1984). Stress,
Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Misra,
Ranjita dan Castillo, Linda. (2004). Academic
Stress Among College Students : Comparison of American and International
Students. International Journal of Stress Management, Vol.11(2), 132-148.
Wilks,
Scott. E. (2008). Resilience a mid
Academic Stress: The Moderating Impact of Social Support among Social Work
Students. International Journal of Social Work, Vol. 9(2), 106-125
Mckean,
Michelle. dan Misra, Ranjita. (2000). College Students’ Academic Stress And Its Relation To Their Anxiety, Time
Management, And Leisure Satisfaction. American Journal Of Health Studies: 16(1).
Nurakhman,
Arif. (2009). Program Bimbingan Untuk
Mengelola Stress Siswa. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Nurmalasari, Yuli. (2011). Efektivitas Rekonstruksi Kognitif dalam Menangani Stres Akademik.
Skripsi PPB FIP UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.Rafidah, K.,
Azizah, A., Norzaid, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I. & Noraini, I.
(2009). The Impact of Perceived Stress
and Stress Factors on Academic Performance of Pre-Diploma Science Students: A
Malaysian Study. International Journal of Scientific Research in Education,
Vol. 2(1), 13-26.
Roberson,
Janice Blair. (1985). The Effect of Stress Inoculation Training in a Classroom
Setting on State-Trait Anxiety Level and Self Concept of Early Adolescents. (Dissertation). Texas : Graduate
Faculty of Texas Tech University.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar