Selasa, 17 September 2019

Self-Instruction


KONSELING KELOMPOK MELALUI TEKNIK SELF-INSTRUCTION UNTUK MENGELOLA STRESS AKADEMIK

Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
imanlesmana382@gmail.com


A.     PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa yang penuh potensi. Dengan potensi yang dimiliki remaja, tidak heran jika lingkungan mengharapkan hasil yang maksimal dari remaja tersebut. Harapan atau expectancy yang tinggi dari lingkungan dapat menjadi pemicu konflik dan stress bagi remaja. Ditemukannya siswa yang membolos atau bahkan yang meminta ijin orang tua untuk berhenti sekolah merupakan bukti ketidak mampuan siswa menangani stress dan konflik yang terjadi. Sekolah dipandang dapat memenuhi beberapa kebutuhan siswa dan menentukan kualitas kehidupan mereka di masa yang akan datang. Tetapi sekolah juga dapat memicu terjadinya stress dan konflik pada siswa. Tekanan akademik dan sosial dapat memicu terjadinya stress (Blizzard, 1996).
Goodman & Leroy (Mc Kean & Misra, 2000: 41) menyatakan bahwa sumber stres siswa dikategorisasikan menjadi: akademik, keuangan, yang berkaitan dengan waktu dan kesehatan, dan self-imposed.  Para siswa juga mengemukakan mengalami stres akademik pada setiap semester dengan sumber stres akademik yang tinggi akibat dari belajar sebelum ujian, kompetisi nilai, dan dari begitu banyak materi yang harus dikuasai dalam waktu yang singkat (Abouserie, et al. dalam Mc Kean & Misra, 2000: 41).
Meichenbaum (Dobson, 2010:15) menyatakan bahwa perubahan kognitif individu dapat dilakukan dengan menggunakan verbalisasi diri. Teknik yang dapat digunakan dalam verbalisasi diri tersebut adalah self-instruction training. Menurut Bryant dan Budd (1982:259) self-instruction training merupakan teknik yang cocok digunakan dalam mengatasi masalah emosional dan perilaku. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik self-instruction dapat digunakan dalam menangani masalah emosi dan perilaku. Bryant dan Budd (1982:266) menyatakan bahwa teknik self-instruction efektif untuk meningkatkan kemandirian dalam mengerjakan tugas-tugas. Begitu juga Baker dan Butler (1984) yang menemukan keefektivan self-instruction dalam menurunkan kecemasan siswa. Berdasarkan pendapat tersebut, teknik self-instruction dapat digunakan sebagai salah satu intervensi untuk mereduksi stres akademik yang dialami siswa.

B.     PEMBAHASAN
Stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori distress. Stres akademik merupakan kondisi ketika siswa tidak mampu menghadapi segala tuntutan akademik dan mempersepsi tuntutan-tuntutan akademik yang diterima sebagai gangguan atau ancaman.  Chapman, et al. (1992) mengungkapkan bahwa stres akademik merupakan konsekuensi dari penilaian siswa terhadap tuntutan yang stressfull dan persepsi mereka tentang kemampuan yang mereka miliki untuk mengatasi tuntutan tersebut.
Stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh academic stressor. Academic stressor yaitu stres siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan menentukan jurusan dan karir serta kecemasan ujian dan manajemen waktu (Desmita, 2011: 297).
Helmi (Safaria & Saputra, 2009) menyatakan bahwa ada empat macam reaksi stres, yaitu reasi psikologis/ psikis, fisiologis, kognitif, dan perilaku. Keempat macam reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat berwujud negatif. Reaksi gejala stres akademik yang bersifat negatif antara lain adalah sebagai berikut : (1) reaksi psikologis, (2) reaksi fisiologis, (3) Reaksi proses berpikir (kognitif), (4) reaksi prilaku. Tad (Sudiana, 2007) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan stres akademik, diantaranya adalah : (1) aspek kognitif, (2) aspek lingkungan sekolah, (3) elemen sekolah.
Model Konseling kelompok melaui teknik Self-instruction merupakan sebuah metodologi yang diadaptasi dari modifikasi konseling kognitif perilaku yang dikembangkan oleh Meichenbaum pada tahun 1977. Meichenbaum menduga bahwa beberapa perilaku maladaptif dipengaruhi oleh pikiran irasional yang menyebabkan verbalisasi diri yang tidak tepat (Baker & Butler, 1984).
Model Konseling kelompok melaui teknik Self-instruction ini merupakan sebuah latihan untuk meningkatkan kontrol diri dengan   menggunakan verbalisasi  diri  sebagai rangsangan dan penguatan selama menjalani treatment (Blackwood, et al., dalam Tang, 2006:76 ). Model Konseling kelompok Self-instruction adalah suatu teknik untuk membantu  klien terhadap apa yang konseli katakan kepada dirinya dan menggantikan pernyataan diri  yang  lebih adaptif  (Ilfiandra, 2008). 
 Hal ini berdasarkan pada asumsi Meichenbaum (Baker & Butler, 1984) yang menyatakan bahwa individu yang mengalami perilaku salah  suai  dikarenakan  pikiran  irasional yang diakibatkan kesalahan dalam melakukan verbalisasi diri. Oleh karena itu teknik self- instruction berperan untuk mengganti verbalisasi diri yang kurang tepat dengan verbalisasi yang lebih dapat diterima. Safaria (2004:75) menjelaskan ada tiga cara dalam menerapkan teknik self-instruction, yaitu; (1) Metode non direktif yaitu dengan  memberikan  instruksi kepada konseli, kemudian konseli mencobanya secara berulang-ulang melalui aktivitas dan verbalisasi, (2) Metode  interaktif  yang  dipasangkan  dengan  teknik  kontrol  diri  seperti monitoring diri, evaluasi diri, dan penguatan diri, (3) Metode penerapan modeling, imitasi, dan eksekusi. Yakni terapis pertama tama  mencontohkan,   kemudian  konseli  menirukannya bersama terapis, setelah konseli mampu maka konseli diinstruksikan untuk mengerjakannya sendiri.
Self-instruction training  dimaksudkan sebagai strategi pemecahan masalah yang  dialami oleh anak.  Sesuai  dengan  pendapat  Meichenbaum  dan Asarnow bahwa seharusnya  mengajarkan anak untuk  tidak  berpikir “apa” melainkan“bagaimana” dalam melakukan  sesuatu, serta untuk memfasilitasi prosedur  mediasi  kognitif  dalam  memecahkan  permasalahan  anak  (Bryant  & Budd, 1982: 260).
Self-instruction training telah terbukti efektif dalam meningkatkan performa anak-anak dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah (Douglas, Parry, Marton, & Garson, 1976). Hasil penelitian tersebut senada  dengan  hasil peneletian  Gueveremont et al., (1988) yang menyatakan bahwa self-instruction training yang diterapkan pada beberapa anak usia pra sekolah dapat mengubah cara anak tersebut dalam merespon tugas akademik (Vintere et al., 2004:306).
Mischel (Safaria, 2004:75) mengemukakan hasil  studinya bahwa anak dapat menunda keinginannya dan mengatasi godaan melalui penggunaan strategi coping verbal seperti self-talk, self-instruction, self-sugestion. Sedangkan menurut Rusch& Kostewicz (O’Donohue & Fisher, 2009: 235) self-instruction training dapat meningkatkan tanggung jawab siswa untuk memberi tanggapan secara tegas berdasarkan situasi yang mereka hadapi untuk mencari solusi atas permasalahannya secara mandiri.
Dalam menangani masalah stres akademik, teknik self-instruction yang digunakan adalah model  Meichenbaum &  Goodman  (Rokke &  Rehm  dalam Sugara, 2011:36) yang menyatakan bahwa terdapat tiga tahapan yang digunakan dalam teknik ini yaitu : 1) Tahapan  pertama  yaitu  pengumpulan  informasi  yang berkaitan  dengan konseptualisasi masalah yang dihadapi. Dalam tahapan ini konseli diharapkan lebih sensitif terhadap pikiran, perasaan, perbuatan, reaksi fisiologis dan pola reaksi terhadap orang lain dan lingkungan belajar, 2) Tahapan  kedua  yaitu  melakukan  konseptualisasi  terhadap  masalah.  Pada tahapan  ini  konselor  merencanakan intervensi dalam konteks melakukan observasi terhadap masalah. Konselor mengidentifikasi pikiran dan perasaan yang irasional yang menyebabkan terjadinya masalah, 3)Tahapan ketiga yaitu melakukan perubahan langsung. Tahapan ini merupakan tahapan perubahan perilaku dengan menggunakan ungkapan diri.
Model Konseling kelompok melalui teknik self-instruction yang digunakan dalam mereduksi stres akademik ini bertujuan untuk melakukan restrukturisasi sistem berpikir melalui perubahan verbalisasi  diri  yang  positif  sehingga  melahirkan  perilaku  yang  lebih  adaptif Adapun prosedur dalam melakukan teknik self-instruction untuk mereduksi stres akademik  yang  disebutkan  oleh Meichenbaum  &  Goodman (Bryant  &  Budd, 1982) adalah sebagai berikut : 1)Konselor menjadi model dengan memverbalisasikan langkah-langkah dalam self-instruction  dengan suara keras, 2) Konseli  melakukan  verbalisasi  seperti  yang  dicontohkan  oleh  konselor dengan suara keras, 3) Konseli mengungkapkan verbalisasi diri dengan suara yang keras seperti apa yang konselor bisikkan kepadanya, 4) Konseli  mengungkapkan  verbalisasi  diri  dengan suara berbisik  dengan melihat gerak bibir konselor yang memberikan isyarat kepadanya, 5)Konseli melakukan tugasnya dengan hanya menggerakkan bibir dan tanpa suara, 6)Konseli  diminta  untuk  mengucapkan  kata-kata  untuk  dirinya  sendiri  saat melakukan teknik ini.
Verbalisasi dalam self-instruction yang diajarkan disini mencakup lima tipe,  yaitu  :  a) berhenti  dan  lihat;  b) bertanya  mengenai  tugas  yang diberikan (misalnya  “Apa  yang  guru  inginkan  dari  saya”); c)  menjawab  pertanyaan mengenai  tugas  yang  diberikan  (misalnya  “Benar,  saya  harus  bisa  memenuhi harapan  mereka); d)  self-instruction  untuk  membimbing  konseli  melalui  tugas (misalnya,  “yang  ini  terlihat  sama  dengan  yang  itu,  jadi  saya  memilih  yang berbeda dari keduanya); dan e) pengakuan diri bahwa tugas telah terselesaikan (misalnya, “saya telah melakukan pekerjaan ini dengan sangat baik”) (Bryant & Budd, 1982: 265).
Untuk melaksanakan intervensi, konselor atau guru bimbingan dan konseling harus menentukan terlebih dahulu aspek-aspek yang mengindikasikan stress akademik pada siswa. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dibagi atas empat aspek yaitu aspek perilaku, aspek pikiran, aspek fisik dan aspek emosi. Jika keempat aspek telah mengindikasikan adanya stress akademik maka konselor dapat memberikan intervensi.
Pelaksanaan intervensi bergantung pada banyaknya indikasi yang tampak dan kesepakatan dengan konseli. Setiap indikasi harus mendapatkan intervensi yang terpisah agar verbalisasi diri terjadi secara optimal.

C. PENUTUP
Salah satu masalah yang sering dialami peserta didik adalah stress akademik. Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi stress adalah teknik self-instruction. Teknik self-instruction fokus pada perubahanan pernyataan diri konseli agar menjadi lebih adaptif dalam menghadapi situasi atau tuntutan akademik. Dalam teknik self-instruction konseli akan diminta untuk mengubah pola verbalisasi diri sendiri sehingga akan berpengaruh pada perubahan perilaku konseli tersebut. Pengubahan cara berpikir dilakukan dengan cara memberikan instruksi pada diri sendiri hingga instuksi tersebut mempengaruhi cara berpikir dan bertindaknya.
Berdasarkan studi literatur, teknik self-instruction diasumsikan dapat mereduksi berbagai masalah siswa. Untuk itu diharapkan guru bimbingan dan konseling dapat mempelajari teknik self-instruction untuk dipraktekkan pada masalah-masalah siswa lainnya. Misalnya kejenuhan belajar dan siswa yang impulsive.

RUJUKAN
Baker, Stanley B. & James N. Butler. (1984). Effect of Preventife Cognitive Self-Instruction Training on Adolescent Attitudes, Experiences, and State Anxiety. Journal of Premary Prevention. Vol. 5(1), 17-25.
Blizzard, Gayle Armstrong. (1996). Helping Your Child Deal With Academic Stress. [Online]. Tersedia : http:// www.edumart.com /helping-your-chid-deal-with-academic-stress.pdf. [18 Oktober 2011].
Bryant, Lorrie E & Karren S. Budd. (1982). Self Instructional Training To Increase Independent Work Performance In Pre School. Journal of Applied Behaviour Analysis. Vol. 15(2), 56-67.
Chapman, David. W et al.,. (1992). Academic Stress of International Student Attending U.S. Universities. Research in Higher Education. Vol.33 (5).
Desmita. (2011). Psikologi Perkembangan Peserta Didik: Panduan bagi Orang Tua dan Guru dalam Memahami Psikologi anak Usia SD, SMP, dan SMA. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Dobson, Keith. S. (2010). Hand Book of Cognitive-Behavioral Therapies. (Third Ed.). New York: The Guilford Press.
Ilfiandra. (2008). Model Konseling Kelompok Berbasis Pendekatan Kognitif Perilaku Untuk Mengurangi Gejala Prokrastinasi Akademik. (Disertasi). Bandung: SPS UPI.
Lazarus, Richard. S dan Folkman, Susan. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer Publishing Company.
Misra, Ranjita dan Castillo, Linda. (2004). Academic Stress Among College Students : Comparison of American and International Students. International Journal of Stress Management, Vol.11(2), 132-148.
Wilks, Scott. E. (2008). Resilience a mid Academic Stress: The Moderating Impact of Social Support among Social Work Students. International Journal of Social Work, Vol. 9(2), 106-125
Mckean, Michelle. dan Misra, Ranjita. (2000). College Students’ Academic Stress And Its Relation To Their Anxiety, Time Management, And Leisure Satisfaction. American Journal Of Health Studies: 16(1).
Nurakhman, Arif. (2009). Program Bimbingan Untuk Mengelola Stress Siswa. Skripsi PPB FIP UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Nurmalasari, Yuli. (2011). Efektivitas Rekonstruksi Kognitif dalam Menangani Stres Akademik. Skripsi PPB FIP UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.Rafidah, K., Azizah, A., Norzaid, M. D., Chong, S. C., Salwani, M. I. & Noraini, I. (2009). The Impact of Perceived Stress and Stress Factors on Academic Performance of Pre-Diploma Science Students: A Malaysian Study. International Journal of Scientific Research in Education, Vol. 2(1), 13-26.
Roberson, Janice Blair. (1985). The Effect of Stress Inoculation Training in a Classroom Setting on State-Trait Anxiety Level and Self Concept of Early Adolescents. (Dissertation). Texas : Graduate Faculty of Texas Tech University.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...