Selasa, 15 Oktober 2019

Kajian tentang Stres


PERSPEKTIF PSIKOLOGIS TENTANG STRES

Oleh :
Iman Lesmana


Pandangan  mengenai stress dijelaskan dari sudut pandang beberapa teori tentang mengapa sebagian orang cenderung menilai suatu peristiwa sebagai stress : teori psikoanalitik, teori kognitif, teori perilaku, dan teori kepribadian (Atkinson, dkk, 2010:369).
a.   Teori Psikoanalitik
Ahli psikoanalisis membuat suatu perbedaan antara kecemasan objektif, yang merupakan respon masuk terhadap situasi yang berbahaya, dan kecemasan neurotik, yaitu kecemasan yang tidak proposional terhadap bahaya aktual. Freud (Atkinson, dkk, 2010:369) yakin bahwa kecemasan neurotik berasal dari konflik bawah sadar di dalam seorang individu antara implus id yang tidak dapat diterima (terutama implus seksual dan agresif) dan batasan-batasan yang diberikan oleh ego dan superego. Banyak implus id merupakan ancaman bagi individu karena bertentangan dengan nilai-nilai pribadi dan sosial.
Menurut teori psikoanalitik, semua individu memiliki suatu konflik bawah sadar. Tetapi bagi sebagian orang konflik tersebut dirasakan lebih berat dan lebih banyak intensitasnya dan orang tersebut melihat lebih banyak peristiwa dalam kehidupannya sebagai stress.
Sebagai contoh seorang wanita yang sejak masa kanak-kanak mungkin secara tidak sadar menyatakan bahwa ia memiliki perasaan bermusuhan dengan ibunya, dan perasaan tersebut bertentangan dengan keyakinan bahwa anak harus mencintai ibunya. Apabila ia menyatakan perasaan yang sesungguhnya, ia akan menghancurkan konsep diri sebagai anak yang berbakti dan akan beresiko kehilangan cinta dan dukungan ibunya. Jika wanita ini mungkin merasakan konflik yang ringan dengan ibunya seperti ketidaksepahaman tentang akan pergi berlibur, ia akan merasakan peristiwa tersebut sebagai stressor yang berat. Wanita yang tidak memiliki pertentangan  perasaan dengan ibunya akan merasakan hal ini sebagai stressor yang ringan.

b.   Teori Kognitif
Para ahli kognitif memperspektifkan stress sebagai hasil dari proses berpikir individu. Seseorang memiliki berbagai skhemata dan ia mengatur sendiri kehidupan dengan menggunakan rangkaian persfektif atau paradigma tersebut. Skema negatif orang yang stress memicu dan dipicu oleh berbagai gangguan kognitif tertentu yang membuat orang tersebut menerima realitas secara salah. Orang seringkali menunjukkan gangguan kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan stressor yang mengganggu. Mereka sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran secara logis dan mungkin mudah terdistraksi. Sebagai akibatnya kemampuan melakukan pekerjaan terutama yang komplek cenderung memburuk.
Gangguan kognitif mungkin berasal dari dua sumber. Tingkat rangsangan emosional yang tinggi dapat mengacu pengolahan informasi dipikiran, sehingga semakin cemas, marah, atau terdepresinya kita setelah stressor, semakin besar kemungkinan kita mengalami gangguan kognitif. Gangguan kognitif selama periode stress sering menyebabkan seseorang secara kaku suatu pola perilaku karena mereka tidak dapat mempertimbangkan pola alternatif. Gangguan kognitif juga dapat terjadi akibat pikiran yang menganggu terus berjalan diotak jika berhadapan dengan suatu stressor (Atkinson, dkk, 2010:370).

c.    Teori Perilaku
Sementara Freud (Atkinson, dkk, 2010:371) memandang konflik bawah sadar sebagai sumber internal respon stress dan ahli kognisi memandang stress sebagai hasil dari proses berpikir, ahli behavior mengasosiasikan respon stress dengan situasi tertentu. Melalui pengalaman berulang dengan peristiwa yang tidak dapat dikendalikan, orang menjadi yakin bahwa mereka tidak dapat melakukan apa-apa terhadap suatu peristiwa, dengan demikian menjukkan pasivitas dan motivasi yang lebih rendah dengan kata lain, mereka menyerah.
Individu mungkin juga bereaksi terhadap situasi spesifik dengan ketakutan dan kecemasan karena situasi tersebut menyebabkan mereka dalam bahaya atau mengalami stress. Siswa yang gagal dalam ujian akhir di ruang kelas tertentu, mungkin merasa stress pada tahun berikutnya saat ia kembali memasuki ruang kelas untuk mengikuti ujian.

d.   Teori Kepribadian
Suatu modifikasi dari teori perilaku yang dipelajari yang diajukan oleh Abramason dan sejawatnya (Atkinson, dkk, 2010:371) memfokuskan pada satu tipe gaya kepribadian yang berkaitan dengan dengan atribusi atau penjelasan kausal yang diberikan seseorang terhadap suatu peristiwa penting. Jika seseorang mempertalikan peristiwa negatif dengan penyebab internal dari dirinya, yang stanil dalam perjalanan waktu dan yang mempengaruhi banyak bidang kehidupan. Mereka paling mungkin menunjukkan respons perilaku dan terdepresinya terhadap peristiwa negatif.
Abramason dan sejawatnya (Atkinson, dkk, 2010:372) menyatakan bahwa untuk membuat atribusi suatu peristiwa dalam kehidupan yang dinamakan dengan gaya atribusional, dan gaya tersebut mempengaruhi tingkat mana seseorang memandang peristiwa sebagai penyebab stress.
Gaya atribusional yang pesimistik juga berkaitan dengan penyakit fisik. Siswa dengan gaya atribusional melaporkan lebih banyak penyakit dan melakukan lebih banyak kunjungan kepusat kesehatan dibandingkan siswa dengan gaya atribusional optimistik.
Riset lain telah memfokuskan pada orang yang paling tahan terhadap stress, yang tidak mengalami gangguan fisik atau emosional walaupun mengalami stress berat. Karakteristik kepribadian individu yang tahan terhadap stress atau tabah diringkaskan dalam pengertian “komitmen”,“kendali”, dan “tanggapan”. Karakteristik tersebut saling berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi penghayatan keparahan stressor. Sebagai contohnya, rasa mampu mengendalikan peristiwa kehidupan mencerminkan perasaan kompetensi dan juga mempengaruhi penilaian terhadap peristiwa stress.    

Mekanisme Stress Berdasarkan Penilaian Kognitif
            Lazarus & folkman (1984:31) mendefinisikan penilaian kognitif sebagai suatu proses pengkategorian stimulus atau situasi yang dihadapi dengan mempertimbangkan kepentingan dan makna yang dimiliki oleh seseorang terhadap kesejahteraan individu. Setiap siswa memiliki tantangan yang berbeda dalam melakukan penilaian kognitif terhadap peristiwa atau kondisi yang berpotensi mengakibatkan stress akademik. Perbedaan penilaian kognitif yang dimiliki setiap siswa mengakibatkan perbedaan tingkatan stress yang dialami. Dengan kata lain dapat dilihat reaksi yang berbeda dari siswa yang mengalami stress akademik.
            Penilaian kognitif merupakan suatu proses yang dapat mempengaruhi terjadinya stress akademik pada siswa. Lazarus & folkman (1984) mengemukakan beberapa hal yang mendasari pentingnya konsep penilaian kognitif yaitu:
a. proses kognitif adalah proses yang mengantarai terjadinya interaksi individu dengan lingkungan terhadap munculnya reaksi.
b. untuk mempertahankan diri dan berkembang, siswa harus bisa membedakan situasi yang menyenangkan dan situasi yang mebahayakan bagi dirinya. Proses pembedaan bersifat  kompleks dn bergantung kepada system kognitif. Dapat disimpulkan melalui penilaian kognitif, siswa dapat melihat suatu situasi sebagai ancaman atau sebagai sebuah tantangan.
Penilaian kognitif yang dikemukakan oleh lazarus & folkman (1984:3) dibedakan menjadi penilaian primer dan penilaian sekunder. Menurut Lazarus & Folkman (1984:31) penilaian kognitif (cognitive appraisal) yaitu merupakan proses evaluatif yang menentukan mengapa dan sampai sejauh mana transaksi yang spesifik atau serangkaian transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan stres. Selain itu kognitif dapat diartikan sebagai suatu proses pengkategorian terhadap stimulus atau situasi yang dihadapi, dengan perhitungan makna serta pengaruhnya terhadap kesejahteraan seseorang.
Penilaian kognitif dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman (1984: 31) terdiri dari penilaian primer (primary appraisal) dan penilaian sekunder (secondary appraisal). Kedua jenis penilaian ini tidak dapat dipandang sebagai proses yang terpisah karena keduanya saling bergantung dan saling mempengaruhi satu sama lain. Penilaian primer dan sekunder berinteraksi satu sama lain membentuk derajat stres serta kualitas atau kekuatan reaksi emosional sehingga akan membuat situasi semakin kompleks.
1. Penilaian Primer (Primary Appraisal)
Devinisi penilaian primer menurut lazarus (Wan et al, 1992) yaitu “… cognitive process of evaluating educational events of experiences in term of the severity of demands. Proses ini merupakan suatu proses mental yang berkaitan dengan evaluasi terhadap suatu situasi. Proses ini terjadi untuk menentukan apakah suatu stimulus atau situasi yang dihadapi oleh siswa berada dalam derajat penghayatan tertentu. Pengkategorian dilakukan untuk memperhitungkan derajat ancaman situasi serta kemampuan yang dimiliki dalam mengatasi situasi yang dihadapi tersebut. Bentuk penghayatan yang dihasilkan melalui proses ini dikemukakan oleh lazarus dan folkman (1984:32) yaitu :
a). irrelevant, yaitu jika stimulus yang terjadi tidak berpengaruh terkadap kesejahteraan diri siswa, sehingga dapat diabaikan, atau kejadian yang ada dilingkungan dinilai sebagai kejadian yang tidak relevan apabila siswa memandang kejadian tersebut sebagai sesuatu yang tidak mengganggu dirinya.
b). Begine Positive, yaitu jika stimulus atau situasi yang terjadi dinilai sebagai hal yang positif dan dinggap dapat meningkatkan kesejahteraan bagi siswa. Penilaian positif tidak berbahaya terjadi apabila hasil dari peristiwa ditafsirkan secara positif.
c). Stressfull,yaitu jika stimulus yang terjadi menimbulkan harm/ loss, threat, and challenge.
2. Penilaian Sekunder (Secondary Appraisal)
Penilaian sekunder adalah keputusan tentang apa yang mungkin dapat dilakukan meliputi evaluasi tentang pilihan strategi pengelolaan yang sesuai dan evaluatif tentang konsekuensi yang akan muncul dalam konteks tuntutan dan hambatan baik yang berasal dari internal maupun eksternal.
3. Penilaian Kembali (Reappraisal)
Penilaian kembali menunjukkan pada perubahan penilaian yang terjadi karena didasari oleh masuknya informasi baru, baik informasi yang berasal dari lingkungan maupun informasi yang berasal dari reaksi siswa. Proses penilaian kembali merubah bentuk penilaian yang didasarkan pada informasi baru dari lingkungan atau diperoleh siswa berdasarkan pengalamannya.
Beberapa hal yang mendasari pentingnya konsep penilaian kognitif menurut Lazarus dan Folkman (1984: 55) sebagai berikut:
1. Faktor Personal
Ada dua karakteristik individu yang berpengaruh atau menentukan suatu penilaian kognitif yaitu komitmen (sommitment) dan keyakinan (belief).
2. Faktor Situasional
Faktor situasional yang mempengaruhi penilaian kognitif terbagi menjadi dua faktor yaitu faktor situasional yang potensial dan temporal (Lazarus & Folkman, 1984: 83).
Mekanisme stress berdasarkan penilaian kognitif digambarkan oleh Robert A. Baron (Nurdini, 2009:37) pada bagan berikut:

 
Bagan mekanisme stress akademik diatas dapat dilikaht bahwa stress dapat terjadi pada setiap individu berawal dari stimulus yang muncul kemudian individu akan merasakan kecemasan atau primary appraisal, dalam menghadapi kecemasan ada dua kemungkinan reaksi yang ditunjukan individu yang pertama situasi dipersepsi tidak merugikan sehingga tidak ada masalah dari kecemasan yang dirasakannya, dan yang kedua situasi dipersepsi merugikan hal ini membuat individu memikirkan mekanisme atau strategi untuk menanggulangi kecemasan atau secondary appraisal. Mekanisme penanggulangan stress sendiri terbagi menjadi dua yaitu mekanisme penanggulangan stress yang dipersepsi cukup baik sehingga membuat individu terbebas dari stress dan yang kedua mekanisme penanggulangan yang dipersepsi kurang baik yang akan menimbulkan stress dan harus segera diberikan penanganan agar individu terbebas dari stres.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...