Rabu, 23 Oktober 2019

Kiat Mendidik Anak


Kiat Mendidik dengan Pendekatan Islami

Manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan atau “homo educandum“. Manusia dipandang sebagai homo educandum yaitu makhluk yang harus dididik, oleh karena menurut aspek ini nanusia dikategorikan sebagai “animal educabil” yang sebangsa binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang selain manusia hanya dapat dilakukan dressur (latihan) sehingga dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis (tidak berubah). Perlunya manusia untuk dididik menurut Hasan Langgulung terlebih dahulu harus dilihat dari dua segi aspek pendidikan sebagai berikut: “Pertama dari segi pandangan masyarakat dan kedua dari segi pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda, agar hidup masyarakat itu tetap berkelanjutan. Atau dengan kata lain, masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang ingin disalurkan dari generasi ke generasi agar identitas masyarakat tersebut tetap terpelihara”.
Dari segi pandangan individu, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Seperti potensi akal, potensi berbahasa, potensi agama dan sebagainya. Potensi-potensi tersebut harus diusahakan dan dikembangkan agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dilihat dari kedua sudut pandangan tersebut di atas, maka manusia perlu sekali diberi pendidikan, karena tanpa pendidikan pewarisan kebudayaan dan pengembangan potensi manusia tak dapat dilakukan dengan sepenuhnya. Di dalam kitab suci Al-qur’an manusia disebut sebagai ahsanu taqwim, yang berarti sebaik-baik bentuk, dan diantara makhluk Tuhan memang manusialah yang paling baik kejadiannya. Terutama yang paling penting bagi manusia yang membedakannya dengan binatang adalah bahwa manusia mempunyai akal. Dengan akal yang ada padanya ini manusia berusaha berjuang dan bekerja keras untuk memperbaiki kehidupannya.
Dalam mendidik seorang anak (khususnya anak perempuan), orang tua harus memperhatikan unsur-unsur pokok agar berhasil dalam pendidikannya, yaitu:
1.        Memilih pasangan hidup berdasarkan pertimbangan agama dan akhlaknya
2.      Ibu dan bapak harus pasangan muslim
3.       Berwawasan (pendidikan)
4.      Orang tua harus menjadi teladan yang baik dan contoh yang tepat dalam semua aspek   kehidupan
5.      Orang tua harus memiliki sifat kasih sayang, cinta kasih dan kelembutan tanpa berlebihan
6.      Orang tua harus memiliki sifat tawadhu’, jujur dan menepati janji.
7.      Orang tua harus menjauhkan diri dari kebiasaan sering mencela, menegur dan mencari kekurangan anak.
8.      Orang tua harus mencari waktu yang tepat untuk memberi pengarahan dan menyampaikan pesan yang baik.
9.      Orang tua harus selalu mendoakan kebaikan bagi anak, bukan mendoakan keburukan.
Secara umum, dalam pendidikan anak hendaknya disediakan sarana yang tepat bersifat lunak (software) agar berhasil dan tidak sia-sia. Al-Maghribi merumuskan delapan hal utama sarana tersebut, yaitu: 
1.        Pendidikan keteladanan
2.      Bimbingan dan nasehat
3.       Sering bercerita (kisah) pada anak
4.       Mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa dan kejadian
5.      Mendidik melalui pembiasaan anak untuk melakukan kebaikan
6.      Memanfaatkan waktu kosong dengan kebaikan.
7.      Memberi motivasi kepada anak .
8.      Balasan (hadiah) dan sanksi yang sewajarnya kepada anak.
Dengan rumusan konsep pendidikan diatas, orang tua dapat memberikan yang terbaik dalam kehidupan kepribadian anaknya. Hanya saja perlu pengontrolan yang lebih intensif dan komprehensif demi agar tetap istaqamah pada diri anak. Dalam hal ini, peran pemerintah juga sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang baik dan berpendidikan. Adapun pendidikan aqidah (tauhid) merupakan hal yang paling pokok diajarkan kepada anak. Perkara ketauhidan merupakan dasar sebelum mengajarkan perkara-perkara lainnya. Disinilah letak keteladanan orang tua terhadap anaknya harus diperhatikan. Tanpa sadar, transfer value ini sedang dan akan terus terjadi pada disi si anak.
Orang tua yang baik tentu akan menanamkan nilai-nilai moral yang baik kepada anaknya. Ia akan mengusahakan berbagai cara dan meluangkan waktu yang khusus bagi pendidikan anaknya. Sebab sang anak akan menjadi penerus perjuangan hidup keturunannya kelak. Jika baik masa depan si anak, maka akan baik sejarah hidup orang tuanya. Demikian pula sebaliknya, jika suram masa depan si anak, maka gunjingan akan menimpa garis keturunan keluarganya.
Pendidikan moral merupakan hal yang urgent dan paling mendasar dalam kehidupan anak. Jangan disamakan pola pendidikan yang Islami dengan pola pendidikan barat. Islam telah mengajarkan umatnya melalui Rasul dan Kitabnya. Nabi Muhammad SAW sendiri mengakui dalam sabdanya bahwa, tujuan beliau diutus ke atas muka bumi ini, adalah untuk memperbaiki akhlak (moral) manusia. (A-Hadits). Sebab nasib bangsa ke depan, sangat ditentukan oleh generasi muda sekarang.Orang tua jangan larut pada masa lalu, tetapi berupayalah untuk meraih masa depan yang gemilang. Dengan konsep strategi baru akan menghasilkan pemikiran baru dalam menghadapi kehidupan dunia yang penuh tantangan, dan bersiap menuai kehidupan akhirat yang penuh kebahagiaan. ]
a.      Kandungan Q.S Luqman Ayat 13-19
Namun demikian, penafsiran ini tidak mutlak keberadaanya. Bisa saja akan berubah sesuai dengan perkembangan dinamika keilmuan dan kebudayaan. Orang tua masih dituntut untuk berusaha membuat interpretasi rasional atau berusaha keras untuk mengungkap rahasia-rahasia dibalik pernyataan ayat-ayat dan menyimpulkannya untuk menjadi satu dasar yang utuh dengan cara mencontoh metode dialogis al-Qur’an yang universal. Orang tua dapat mengaitkan dengan kondisi alam kekinian dan menjadikannya sebagai motivator utama dalam memajukan peradaban Al-Qur’an dan kesesuaian dengan perkembangan umat masa kini (tajdidiyah).
Dikisahkan Luqman (Arab: لقمان الحكيم, Luqman al-Hakim, Luqman Ahli Hikmah) adalah orang yang disebut dalam Al-Qur'an dalam surah Luqman [31]:12-19 yang terkenal karena nasihat-nasihatnya kepada anaknya. Ibnu Katsir berpendapat bahwa nama panjang Luqman ialah Luqman bin Unaqa' bin Sadun. Sedangkan asal usul Luqman, sejumlah ulama berbeda pendapat. Ibnu Abbas menyatakan bahwa Luqman adalah seorang tukang kayu dari Habsyi. Riwayat lain menyebutkan ia bertubuh pendek dan berhidung mancung dari Nubah, dan ada yang berpendapat ia berasal dari Sudan. Ada pula yang berpendapat Luqman adalah seorang hakim pada zaman nabi Daud.
Dikisahkan dalam sebuah riwayat, bahwa pada suatu hari Luqman al-Hakim telah memasuki pasar dengan menaiki seekor himar (keledai), sedangkan anaknya mengikutinya dari belakang. Melihat tingkah laku Luqman itu, orang-orang berkata, "Lihat itu orang tua yang tidak bertimbang rasa, sedangkan anaknya dibiarkan berjalan kaki." Setelah mendengarkan desas-desus dari orang-orang tersebut maka Luqman pun turun dari himarnya itu lalu diletakkan anaknya di atas himar itu. Melihat keduanya, maka orang di pasar itu berkata pula, "Lihat orang tuanya berjalan kaki sedangkan anaknya sedap menaiki himar itu, sungguh kurang ajar anak itu."
Setelah mendengar kata-kata itu, Luqman pun naik ke punggung himar itu bersama anaknya. Kemudian orang-orang berkata lagi, "Lihat itu dua orang menaiki seekor himar, mereka sungguh menyiksakan himar itu." Karena ia tidak suka mendengar percakapan orang, Luqman dan anaknya turun dari himar itu, kemudian terdengar lagi orang berkata, "Dua orang berjalan kaki, dan himar itu tidak dikendarai." Dalam perjalanan pulang, Luqman al-Hakim menasihati anaknya mengenai sikap manusia dan ucapan-ucapan mereka. Ia berkata, "Sesungguhnya tidak ada seseorang pun yang lepas dari ucapannya. Maka orang yang berakal tidak akan mengambil pertimbangan kecuali kepada Allah saja. Siapa pun yang mengenal kebenaran, itulah yang menjadi pertimbangannya."
Kemudian Luqman al-Hakim berpesan kepada anaknya, "Wahai anakku, tuntutlah rezeki yang halal agar kamu tidak menjadi fakir. Sesungguhnya tidak ada satu pun orang fakir itu kecuali mereka mengalami tiga perkara, yaitu tipis keimanan terhadap agamanya, lemah akalnya (mudah tertipu), dan hilang kepribadiannya. Lebih celaka lagi, orang-orang yang suka merendahkan orang lain dan menganggap ringan urusan orang lain."

a.   Aplikasi Pendekatan Islami dalam Membimbing Anak/Remaja di Era Teknologi Digital
      Dengan berpedoman kepada agama sebagai dasar rujukan berperilaku, dan arah tujuan hidupnya, berarti manusia telah mewujudkan fungsi-fungsi agama yang sebenarnya. Diantara fungsi-fungsi agama itu adalah sebagai berikut.
1.  Memelihara Fitrah
            Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci, bersih dari dosa dan noda. namun karena manusia mempunyai hawa nafsu, dan juga ada pihak kedua yang senantiasa berusaha menyelewengkan manusia dari kebenaran, yaitu syetan, maka manusia sering terjerumus melakukan perbuatan dosa. agar manusia dapat mengendalikan nafsunya dan terhindar dari godaan syetan, maka dia harus bertaqwa kepada tuhan, yaitu beriman dan beramal shaleh, bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada-nya. apabila manusia telah bertaqwa, berarti dia telah memelihara fitrahnya, dan menjadikan dirinya sebgai kekasih tuhan, yang dijanjikan akan mendapat kebahagiaan dalam hidupnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
2.  Memelihara Jiwa
      Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemuliaan manusia. oleh karena itu agama mengharamkan atau melarang manusia melakukan tindak kekerasan, penganiayaan, penyiksaan, atau pembunuhan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
3.  Memelihara Akal
      Tuhan telah memberikan karunia kepada manusia, yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya, yaitu akal. dengan akalnya, manusia memiliki (a) kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk, atau memahami nilai-nilai agama, dan (b) kemampuan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, atau kebudayaan. melalui kemampuan ini, manusia dapat berkembang menjadi makhluk yang berbudaya (beradab). mengingat pentingnya peran akal ini, agama memberi petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan memeliharanya, yaitu hendaknya manusia (a) mensyukuri nikmat akal itu, dengan cara memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berpikir, belajar,atau mencari ilmu, dan (b) menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merusak akal, seperti: meminum minuman keras, narkoba/naza, dan sebagainya.
4.  Memelihara Keturunan
      Agama mengajarkan manusia tentang cara memelihara keturunan atau sistem reproduksi, regenerasi yang suci. aturan atau norma agama untuk memelihara keturunan ini adalah pernikahan. pernikahan merupakan norma agama yang sakral (suci) yang harus ditempuh oleh pasangan pria dan wanita sebelum melakukan hubungan biologis sebagai suami istri. pernikahan ini bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta kasih), dan rahmah (mendapat rahmat atau anugerah dari tuhan).
5.  Memelihara Harta (Hak Milik)
      Agama memberi petunjuk kepada manusia tentang bagaimana cara memperoleh, dan menggunakan harta. agama tidak melarang umatnya untuk memiliki harta kekayaan yang banyak (menjadi jutawan atau milyuner), asal diperoleh dengan cara yang halal. agama memberi petunjuk bahwa harta itu amanah tuhan, yang harus digunakan dalam kebaikan, seperti : memberi nafkah keluarga, menolong fakir miskin (yatim piatu), dan membangun fasilitas pendidikan. agama juga mengajarkan, bahwa dalam rangka memelihara harta atau hak milik seseorang atau kelompok orang, siapapun diharamkan mengganggu atau mengambilnya dengan cara yang tidak sah, seperti: mengkorup, mencuri, merampok, merampas, dan mencopet.
            Dahlan (2003:92-93) melukiskan bagaimana upaya yang dilakukan Abu Bakar dalam meminta bantuan (konseling) pada  Rasulullah. Keyakinan Abu Bakar adalah keyakinan yang sanggup menanggung akibat dan tanggung jawab yang diperoleh melalui uasahanya yang luar biasa dari sekalian logika yang menjadi landasannya. Dari pengalamannya yang tak pernah meleset tentang kebenaran adanya kebesaran Muhammad, serta kesuciannya yang disaksikan kedua matanya.
            Abu Bakar As-Shiddiq mencari bantuan dari orang yang memang patut menjadi teladan, yang digambarkan sebagai berikut : ”Empat puluh tahun sudah. Ia tak pernah mengkhianati amanah, tidak pula berbuat kepalsuan walau hanya sekedar senda gurau. Iapun tidak memiliki cacat yang mengurani kebesarannya. Ia selalu tampak anggun dan sangat cocok untuk segala yang anggun karena peringainya yang menyenangkan, Muhammad sangat disenangi teman-temannya. Bukan hanya kepercayaan dalam urusan harta benda dan barang-barang titipan belaka, tetapi juga kepercayaan dalam nilai-nilai dan keutamaan yang terdapat dalam kehidupan Muhammad sebagai Rasulullah.
            Lebih lanjut, Dahlan menyampaikan bahwa inilah salah satu gambaran kualifikasi manusia profesional yang diyakini mampu memberikan bantuan. Ajaran yang dibawanya berpegang pada prinsip ”mudahkanlah dan jangan kalian persulit”. Betapa kejujuran itu menjadi sangat penting sebagai salah satu syarat kualifikasi pemberi bantuan profesional, ia dilukiskan sebagai berikut, ”ia tidak akan berani berdusta walaupun hanya sekedar kepada seekor unta sekalipun”.
            Sebagaimana telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya bahwa arah  konseling Rasulullah adalah mengembangkan fithrah kemanusiaan individu (Dahlan, 2003:89), agar dapat :
a.      Memahami potensi dirinya sebagai makhluk Allah sebagaimana termaktub dalam al-Quran Surat Al-Isra : 70, yaitu : ”Sesungguhnya telah Kami muliakan anak Adam. Kami angkat mereka di daratan dan di laut, Kami beri mereka rezeki yang sebaik-baiknya dan Kami  lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
b.      Mengembangkan fithrah dirinya supaya tetap bersandar hanya kepada Allah dan Rasullullah saw, sebagaimana firman Allah swt dalam surat Ali Imron ayat 102, yaitu : ”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Dan janganlah kamu mati, melainkan dalam  keadaan bergama Islam”
c.       Memiliki kesiapan untuk mempertangggungjawabkan semua alam perbuatannya selama hidup di muka bumi, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat al-Qiyamah ayat 36, yaitu :”Apakah manusia mengira ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)”


b.      Aplikasi Pendekatan Metode Rasulullah dalam Membimbing Anak/Remaja di Era Teknologi Digital
Berikut akan dikemukakan beberapa metode yang dipergunakan Rasulullah dalam membantu mengembangkan dan mengatasi permasalahan umat.
1. Metode Keteladanan
Metode keteladanan merupakan salah satu metode yang dianggap paling tepat diterapkan dalam membantu  klien, sebab dengan metode ini klien akan secara langsung melihat penampilan yang ditunjukkan konselordi sekolah ataupun di luar sekolah. Jika klien melihat darinya suatu kebaikan, maka ia akan belajar tentang kebaikan akan tetapi sebaliknya jika ia melihat dari konselor suatu keburukan, maka ia pun telah belajar kejelekan dari sang konselor.
Oleh karena itu, tatkala klien menemukan keteladanan yang baik dalam berbagai hal dari konselor, maka  ia akan menyerap dasar-dasar kebaikan dan berkembang dengan perilaku dan akhlak yang mulia. Akan tetapi tatkala ia menemukan contoh yang buruk, maka secara perlahan ia sedang bergerak ke arah yang menyimpang, dosa dan kebinasaan. (Dahlan & Salam,2006:38)
Dalam hal ini, sangat penting bagi seorang konselor  menjadi teladan yang baik bagi klien baik lisan ataupun perbuatan. Mereka tidak melihat dari konselor kecuali amal yang saleh dan mereka tidak mendengar dari konselor kecuali perkataan yang benar. Sesungguhnya dusta dalam amal perbuatan itu lebih berbahaya bagi pelakunya dan umatnya daripada berdusta dalam ucapan, sebab ucapan yang dusta adakalanya dapat ditutupi, adapun perbuatan dusta tidak mungkin dapat ditutupi. Demikian kira-kira seorang bijak berujar.
Prayitno (2004:412)  menyampaikan beberapa pedoman yang seyogianya dijadikan acuan oleh konselor/pendidik dalam memberikan teladan kepada para klien, yaitu : (a) perlu ditegaskan bahwa pengaruh yang besar dalam memberikan pembentukan kepribadian anak dan klien adalah contoh yang diberikan oleh orang dewasa disekitarnya, khususnya orang tua dan guru; (b) menunjukkan sikap baik. Orang dewasa yang bijak akan berusaha memberikan teladan yang baik, misalnya dalam menghadapi kendala hariann dengan bijaksana, sabar, dapat mengendalikan emosi, mengerjakan tugas dengan tekun, dapat menghargai karya orang lain dan juga menunjukkan pandangan hidup yang optimis; (c) mengurangi sikap yang kurang baik dihadapan anak dan klien; (d) berusaha sekuat mungkin menyembunyikan sikap yang tidak baik, contohnya penakut ataupun pemarah; (e) mengendalikan sikap yang tidak baik agar tidak muncul tingkah laku buruk; (f) menghindari kontradiksi antara kedua orang tua atau guru; dan (g) anak dan klien akan cenderung meniru orang lain yang dikaguminya, yang menyayanginya atau yang dekat pada mereka.

2. Metode Pembiasaan
Konselor seyogianya membelajarkan dan membiasakan para siswanya untuk melakukan kebaikan pada segala hal dan situasi. Imam Ghazali mengemukakan bahwa anak adalah amanat bagi orang tua (pendidik). Hatinya yang bersih adalah mutiara yang sangat berharga. Jika ia dibiasakan berbuat baik, maka ia akan berkembang menjadi baik dan hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Dalam agama telah diperintahkan kepada pendidik untuk mengajari para muridnya tentang pengenalan Tuhan, alam semesta dan juga penciptaan makhluk hidup lainnya. Membiasakan mereka datang tepat pada waktunya ke sekolah, melaksanakan ibadah, mentaati aturan yang berlaku di sekolah ataupun masyarakat.
Pendidikan kebiasan bagi klien dapat diejewantahkan dalam penyusunan kegiatan rutin. Pembiasaan ini dapat dalam bentuk menanamkan rasa tanggung jawab terhadap diri dan lingkungan, belajar mentaati aturan secara ikhlas dan juga toleran terhadap perbedaan pendapat dan gagasan, baik dengan teman di sekolah ataupun keluarga di rumah.
Pendidik dapat mengarahkan kegiatan pembiasaan bagi klien dengan cara (a) membantu membimbing dan mengevaluasi jadual kegiatan yang telah ditentukan para klien; (b) berusaha menyisihkan waktu untuk banyak berinteraksi dan berdialog dengan klien tentang berbagai topik pembicaraan, contohnya tentang belajar, karir ataupun pemilihan teman; (c) pendidik memberikan izin apabila klien ingin mengikuti kegiatan yang positif, edukatif dan normatif; dan (d) tunjukkan kepada klien bahwa kegiatan pembiasaan itu bukanlah paksaan akan tetapi lebih bersifat kegiatan yang menjadi kebutuhan dan bermanfaat.

3. Metode Nasihat
            Nasihat merupakan salah satu metode dalam pendidikan yang banyak dipergunakan dan memiliki pengaruh yang baik bagi perkembangan klien. Biasanya nasihat akan efektif apabila disampikan oleh orang yang dipandang penting (significant person) dan disenangi oleh klien.Oleh karena itu pada saat ini tidak sedikit para da’i yang menyampaikan materi dakwahnya dengan metode yang disenangi para klien; bahasanya cenderung ”gaul”, pakaiannya lebih ”modis” dan dialognya pun tampak dapat dipahami oleh pemikiran klien.
            Dalam memberikan nasihat konselor seyogianya menggunakan cara dan bahasa yang mudah dan menyenangkan, menjauhi cara yang berkesan kasar dan keras. Ada baiknya mereka menyertai nasihat dengan humor dan tidak boleh memberikan nasihat terus menerus agar anak tidak merasa bosan. Nasihat yang disajikan dan cara penyampaiannya sebaiknya divariasikan sedemian rupa.
            Pada sisi yang lain, konselor hendaknya sadar bahwa anak tidak akan melaksanakan nasihatnya, berubah dengan pepatahnya, memenuhi ucapan dan harapannya kecuali apabila mereka telah mampu melaksanakan apa yang dinasihatkan dan mengamalkan apa yang diperintahkannya.
            Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat memberikan nasihat kepada klien (a) nasihat sebaiknya dapat mengarahkan pikiran klien untuk bersikap dan berperasaan secara baik. Misalnya apabila klien terlalu letih bekerja kita dapat menasihatinya untuk beristirahat, kamu akan sembuh bila istirahat; (b) sebaiknya menghindari nasihat yang banyak menggunakan kata tidak atau bersifat larangan misalnya kamu tidak bertanggung jawab atau kamu pasti tidak mampu menjadi ketua kelas ; dan (c) biasakan nasihat yang disampaikan dalam bentuk tidak langsung. Cara ini biasanya akan lebih baik karena dapat memberikan kesan bahwa gagasan bukan semata-mata milik orang lain.

4. Metode Pengamatan dan Pengawasan
Konselor hendaknya berusaha mampu mengamati dan mengawasi perilaku klien baik di sekolah ataupun diluar sekolah sehingga mereka berada dalam lensa pemantauan para pendidik. Hendaklah konselor mengamati gerak-geriknya, ucap dan tindakannya, perilaku dan akhlaknya. Jika melihat kebaikan dari tindakannya, berilah penghargaan dan dorongan untuk lebih baik dan jika melihat keburukan darinya, segeralah cegah dan jelaskan akibatnya yang jelek serta hasilnya yang membahayakan.
Jika konselor kurang peduli terhadap perkembangan klien, tidak mau mengamati dan mengawasi mereka, maka sama dengan menjerumuskan mereka kepada kerusakan dan kebobrokan akhlaknya.
Dalam pengamatan dan pengawasan berikanlah aturan sesuai dengan kemampuan dan batasan yang dapat dilaksanakan klien sebab ketidakmampuan melaksanakan aturan akan membawa konflik. Sedangkan kesesuaian akan menimbulkan disiplin diri yang lebih kondusif.
Klien harus dapat hidup dengan kebiasaan dan aturan, sehingga segalanya dapat berlangsung secara teratur dan baik. Perkembangan kepribadian klien dapat baik apabila terdapat keseimbangan antara kasih sayang dengan pengawasan dan pengamatan dari orang dewasa di sekitarnya.

Berikut cara efektif yang dapat konselor lakukan untuk memberikan aturan sebagai bentuk pengawasan dan pengamatan kepada klien, yaitu : (a) sebaiknya aturan diberikan secara bertahap; (b) peraturan diterapkan secara tegas dan jelas; (c) peraturan dan batasan yang wajar diberikan kepada klien; (d) peraturan dapat dilaksanakan langsung oleh klien; (e) perintah diberikan dengan cara yang positif dan menekankan kepada apa yang harus dikerjakan bukan kepada apa yang harus dihindarkan; (f) waktu tambahan diberikan apabila klien tidak dapat melaksanakan tugas yang dikendaki; (g) jadikan hubungan dua arah yang baik antara klien dengan konselor ataupun orang tua; (h) usahakan semaksimal mungkin klien rela melakukan sesuatu; (i) peraturan atau tugas diberikan dengan pekerjaan yang ringan atau lebih ringan kemudian diberikan pekerjaan yang sebenarnya; (j) kesempatan diberikan kepada klien dalam memilih dan berbicara; dan (k) meninjau kembali peraturan yang sudah dilaksanakan dan mengevaluasinya.

Referensi: 

Al Quranul Karim.

Bintaswidi, Olih. (2016). Penerapan Program Bimbingan Islami untuk Mengembangkan Pola Asuh. Tesis. SPs BK UPI. Bandung. Tidak diterbitkan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...