Berkomunikasi Secara Efektif
Oleh :
Iman Lesmana
Dalam profesi bimbingan dan
konseling, komunikasi yang terjadi antara konselor dan konseli merupakan salah
satu kompetensi yang harus dikuasai konselor. Kompetensi komunikasi menentukan
keberhasilan dalam membantu penyelesaian permasalahan yang dihadapi oleh
konseli. Tidak mudah bagi seorang konselor untuk menggali keterangan dari
konseli karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan
saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan
kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya
hubungan saling percaya, konseli akan memberikan keterangan dan informasi yang
dibutuhkan secara lengkap lengkap sehingga dapat membantu konselor dalam
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Komunikasi yang baik dan
berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-inferior) sangat diperlukan
agar konseli mau atau dapat menceritakan permasalahan yang dialaminya secara
jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi konseli dalam pengambilan
keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sebaliknya komunikasi yang tidak
efektif akan mengundang masalah yang lain. Komunikasi yang digunakan merupakan
percakapan antara konselor dengan konseli secara efektif yang artinya penuh
makna, memilikim kehangatan dalam berbicara, menambah wawasan, dan informasi
yang disampaikan dapat diterima secara personal.
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia
baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak,
komunikasi adalah bahagian dari kehidupan manusia itu sendiri. Manusia sejak
dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya (Widjaja, 1993:1). Manusia
sebagai makhluk sosial akan berusaha untuk berhubungan dengan orang lain dan
hidup bersama orang lain. Disini terdapat dorongan-dorongan yang timbul dari
dirinya untuk memenuhi keinginannya dan kebutuhannya antara lain dorongan untuk
melangsungkan hidupnya serta dorongan untuk meneruskan kebutuhannya. Oleh
karena itu, komunikasi memiliki peranan penting bagi manusia, sebab tanpa
komunikasi tidak akan terjadi interaksi dan tidak akan terjadi saling tukar
pengetahuan dan pengalaman.
Keterampilan berkomunikasi dalam bimbingan dan konseling
tentu sangat diperlukan dalam pemberian layanan. Konselor yang professional
harus sudah memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan efektif dengan
konseli, hal ini dikarenakan konseli akan merasa lebih nyaman bila mendapatkan
layanan dimana konselornya mampu berkomunikasi dengan baik. Konseli akan lebih
terbuka dalam mengemukakan berbagai permasalahan yang sedang dihadapinya.
Lebih jauhnya kemampuan berkomunikasi yang dimiliki konselor
akan menunjang berbagai keprofesioanalan lainnya seperti kemampuan berempati, dan
memudahkan konselor untuk merespek permasalahan yang dihadapi konseli.
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai
salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang
apapun. Komunikasi berbicara tentang cara menyampaikan dan menerima
pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi
seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama
antara penyampai pesan dan penerima pesan.
Istilah
komunikasi sudah demikian populer dan dipergunakan oleh banyak orang. Manusia sebagai
makhluk individu maupun makhluk sosial memiliki dorongan ingin tahu, ingin
maju, dan ingin berkembang, maka salah satu syaratnya adalah komunikasi, karena
itu komunikasi merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia. Oleh karena itu, kehidupan
manusia dan komunikasi tidak dapat dipisahkan satu sama lain sejak lahir.
Kegiatan komunikasi sudah menjadi sebagian besar kegiatan kita sehari-hari,
mulai antar teman/pribadi, kelompok, organisasi atau massa. Sebagai makhluk
sosial, manusia membutuhkan komunikasi untuk bergaul dengan orang lain. Agar
terjadi komunikasi yang baik tentunya digunakan bahasa sebagai alat pengantar
dalam menyampaikan ide, saran, pesan dan gagasan. Dalam hal ini komunikasi
dapat berjalan jika memiliki komponen seperti komunikator, media, pesan
komunikan, dan feed back. Komunikasi
memegang peranan yang sangat penting, karena tanpa adanya komunikasi tidak akan
ada perubahan dan kemajuan yang dapat dicapai dan diinginkan manusia, begitu
pula dengan konteks pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta
didik. Konselor atau guru pembimbing dituntut untuk memiliki keterampilan berkomunikasi
secara efektif karena komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya proses
konseling. Salah satu keterampilan yang diperlukan oleh konselor adalah
keterampilan berkomunikasi secara dialogis dengan konseli.
Komunikasi efektif yang dibangun oleh konselor diharapkan
dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan konseli, banyak hal-hal
negatif dapat dihindari. Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif
justru tidak memerlukan waktu lama. Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih
sedikit waktu karena konselor terampil melakukan manajemen pengelolaan informasi
yang dibutuhkan terkait masalah yang dihadapi oleh konseli. Komunikasi efektif
yang dibangun oleh konselor dan konseli adalah kondisi yang diharapkan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling, sehingga agar proses komunikasi
dalam konseling yang dibangun oelh konselor dan konseli dapat berjalan dengan
baik, maka diperlukan penguasaan materi masalah yang akan dikomunikasikan dalam
prose koseling tersebut.
Definisi Komunikasi
Istilah
komunikasi berasal dari Bahasa Latin yakni Communicare
atau Communis yang berarti sama atau
menjadikan milik bersama.
Proses komunikasi pada hakikatnya
merupakan proses penyampaian pesan antar manusia baik secara kelompok/lembaga
maupun secara individual dari satu pihak kepada pihak yang lain. Dalam proses
penyampaian pesan tersebut juga mengandung arti adanya pembagian pesan (sharing of information) yang cenderung
mengarah ke pencapaian titik tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar
pihak-pihak yang terlibat.
Secara
umum komunikasi dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi kepada
komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian sehingga informasi
dapat dipahami oleh kedua belah pihak, serta saling memiliki kesamaan arti
lewat transmisi pesan secara simbolik. Sebagai suatu proses penyampaian
informasi, individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi, khususnya
komunikator perlu merancang dan menyajikan yang benar dan tepat sesuai dengan setting komunikasi dan informasi yang
disajikan dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan
tingkat nalar penerima lawan komunikasi. Secara sederhana, kegiatan komunikasi
dipahami sebagai kegiatan penyampaian dan penerimaan pesan atau ide dari satu
pihak ke pihak lain, dengan tujuan untuk mencapai kesamaan pandangan atas ide
yang dipertukarkan tersebut.
Komaruddin (1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994;
Koontz & Weihrich, 1988) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses
penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain
melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti betul apa
yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau informasi.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian
pesan yang berupa lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh
komunikator dan ditujukan kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.
Unsur-unsur Komunikasi
Keberhasilan
sebuah komunikasi dapat ditentukan oleh unsur-unsur yang ada. Oleh karena itu
sebagai seorang konselor dalam hal ini yang termasuk ke dalam helping profession kita harus mengetahui
dan mempelajari unsur-unsur apa saja yang terkandung dalam proses komunikasi.
Minimal unsur-unsur yang diperlukan dalam proses komunikasi adalah
1. Komunikator
: orang yang menyampaikan pesan
2. Pesan
: ide atau informasi yang disampaikan
3. Media
: sarana komunikasi
4. Komunikan
: audience,
pihak yang menerima pesan
5. Umpan
Balik : respon dari komunikan terhadap pesan yang
diterimanya
Tujuan
Tujuan dari proses komunikasi yang efektif adalah untuk memberi
kemudahan dalam memahami
pesan yang disampaikan antara pemberi
dan penerima sehingga bahasa lebih jelas,
lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang
dan melatih penggunaan bahasa nonverbal
secara baik yang dalam hal ini adalah antara konselor sebagai pemberi pesan dan
konseli sebagai penerima pesan.
Pengembangan hubungan antara konselor dan konseli yang
terjalin secara efektif yang berlangsung secara efisien dengan tujuan utama
penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka
membangun kerja sama antara konselor dan konseli. Komunikasi yang dilakukan
dapat dilakukan secara verbal dan non-verbal yang bertujuan untuk menghasilkan
pemahaman konseli terhadap keadaan dan permasalahan yang dialaminya, peluang
dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama mencari alternatif untuk mengatasi
permasalahannya.
Langkah-Langkah Membangun Komunikasi yang Efektif
Ada empat langkah yang terangkum dalam satu kata untuk
melakukan komunikasi, yaitu
SAJI (Poernomo, Ieda SS, Program Family Health Nutrition, Depkes RI, 1999).
S = Salam
A = Ajak Bicara
J = Jelaskan
I = Ingatkan
Secara rinci penjelasan mengenai SAJI adalah sebagai
berikut.
1.
Salam: memberi salam dapat dilakukan dengan menyapa konseli dan
tunjukkan bahwa kita sebagai konselor bersedia meluangkan waktu untuk berbicara dengannya.
2.
Ajak Bicara: Usahakan berkomunikasi secara dua arah. Jangan bicara
sendiri. Dorong agar konseli mau dan dapat mengemukakan pikiran dan perasaannya. Tunjukkan
bahwa kita sebagai konselor menghargai pendapatnya, dapat memahami kecemasannya, serta
mengerti perasaannya. Konselor dapat menggunakan pertanyaan terbuka
maupun tertutup dalam usaha menggali informasi.
3. Jelaskan: Berikan penjelasan
mengenai hal-hal yang menjadi perhatiannya, yang ingin diketahuinya, dan yang
akan dijalani atau dihadapinya agar konseli tidak terjebak oleh pikirannya
sendiri. Luruskan persepsi yang keliru. Berikan penjelasan mengenai penyakit,
terapi, atau apapun secara jelas dan detil.
4. Ingatkan: Percakapan yang
terjadi antara konselor dan konseli dapat memungkinkan memasukkan berbagai materi
secara luas, yang tidak mudah diingat kembali oleh konseli.
Di bagian akhir percakapan, ingatkan dia untuk hal-hal yang
penting dan koreksi untuk persepsi yang keliru. Selalu melakukan klarifikasi
apakah konseli telah mengerti benar, maupun klarifikasi terhadap hal-hal yang
masih belum jelas bagi kedua belah pihak serta mengulang kembali akan pesan-pesan
kesehatan yang penting.
Keterampilan Berkomunikasi
Agar
terlaksananya suatu komunikasi konseling yang dialogis setidaknya terdapat
delapan keterampilan yang harus dikuasai yaitu penghampiran, empati, merangkum,
bertanya, kejujuran, asertif, konfrontasi, dan pemecahan masalah.
- Penghampiran
Penghampiran merupakan keterampilan
dasar dalam berkomunikasi. Penghampiran merupakan pembuka pintu untuk memulai
komunikasi. Penghampiran merupakan keterampilan berkomunikasi melalui
isyarat-isyarat verbal dan nonverbal sehingga memungkinkan memberika perhatian
kepada pembicara pada tahap awal, karena penghampiran menjadi tahap awal dalam melanjutkan
proses komunikasi selanjutnya. Secara psikologis, penghampiran menciptakan
suasana di mana konseli merasa dirinya diterima, merasa dekat, merasa penting, dan
dihargai martabatnya.
- Empati
Berempati keada pihak lain merupakan
keterampilan dasar dalam berkomunikasi terutama komunikasi dialogis. Empati
merupakan kesediaan untuk memahami orang lain dalam aspek perasaan, pikiran,
dan keinginan. Berempati artinya berusaha menempatkan diri dalam suasana
perasaan, pikiran, dan keinginan rang lain sedekat mungkin. Secara psikologis,
empati dapat menunjang berkembangnya suasana hubungan yang didasari atas saling
pengertian, suasana rasa diterima dan dipahami, dan kesamaan diri.
- Merangkum
Merangkum dapat berperan sebagai wujud
sikap penerimaan konselor terhadap apa yang disampaikan konseli. Keterampilan
merangkum dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan membuat rangkuman
secara tepat terhadap isi pembicaraan yang disampaikan, sehingga konselor
dituntut untuk mampu menyimak seluruh pembicaraan bersama konseli dengan baik.
Keterampilan merangkum dapat memberikan dampak psikologis seperti adanya rasa
diterima, dihargai, dan diakui yang pada gilirannya dapat menunjang proses
konseling selanjutnya.
- Bertanya
Bertaya merupakan salah satu aspek yang
sangat penting dalam proses komunikasi konseling baik dalam memulai, selama
proses berjalan, maupun dalam mengakhiri proses konseling. Keterampilan
bertanya merupakan keterampilan yang cukup penting dan strategis dalam
komunikasi konseling sebab dapat menentukan kelancaran proses konseling. Dalam
komunikasi konseling terdapat dua macam bentuk pertanyaan, yaitu pertanyaan
terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan yang
menuntut jawaban secara terbuka oleh konseli. Pertanyaan terbuka dapat membantu
konseli dalam memulai perbincangan, meminta penjelasan lebih lanjut, member
cotoh, dan memusatkan pada perasaan konseli. Sedangkan pertanyaan tertutup
merupakan pertanyaan yang menuntut jawaban yang sudah pasti dan bersifat faktual.
- Kejujuran
Dalam komunikasi konseling, konselor
selaku komunikator harus mampu menunjukkan sikap jujur sehingga dapat memberikan
pesan secara objektif atau secara terbuka tanpa harus memanipulasi.
Berkomunikasi secara jujur dan asli merupakan keterampilan komunikasi konseling
yang sangat penting, karena konselor dapat menyatakan perasaannya mengenai
perasaan konseli dengan cara sedemikian rupa sehingga konseli dapat menerima tanpa
ada rasa ketersinggungan. Keterampilan kejujuran dapat membantu untuk berbagi
perasaan terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan konseli dan tetap menjaga
hubungan baik.
- Asertif
Asersi adalah suatu tindakan dalam
meberikan respon atas tindakan orang lain dalam bentuk mempertahankan hak asasi
sendiri tanpa melanggar hak asasi orang lain. Dalam komunikasi konseling,keterampilan
untuk bersikap asertif diperlukan dalam menerima respon konseli dan memberikan
respon kembali dengan cara sedemikian rupa sehingga konseli merasa haknya tidak
terganggu. Keterampilan asertif mencakup keterampilan untuk menyatakan pikiran
dan perasaan dengan cara jujur dan sopan, dan menghargai hak orang lain.
Keterampilan ini dapat dikembangkan melalui ungkapan verbal da nonverbal.
- Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi digunakan
untuk memberikan respon terhadap pesan seseorang yang mengandung pesan ganda
yang tidak sesuai atau bertentangan satu dengan yang lainnya. Dengan
keterampilan konfrontasi konselor dapat mengenal dan merespon pesan ganda
konseli sehingga konseli menyadarinya dan kemudian berkembang kea rah yang
lebih baik. Dalam komunikasi konseling, keterampilan konfrontasi merupakan cara
konselor untuk membetulkan titik perbedaan dan pertentangan dalam beberapa
situasi seperti perbedaan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan
konseli, perbedaan antara apa yang telah dikatakan dengan apa yang dilaporkan
orang lain tentang dirinya, perbedaan antara apa yang dikatakan dengan apa yang
Nampak, dan sebagainya.
- Pemecahan masalah
Ketermapilan pemecahan masalah sangat
diperlukan dalam komunikasi konseling untuk membantu konseli dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, konselor harus mampu mengembangkan
suatu mekanisme komunikasi yang memberikan kesempatan pada konseli dalam
menyampaikan pendapat dan sumbangan pikiran, menjabarkan dan memilih
alternative, mempertimbangkan nilai-nilai, dan membuat rencana tindakan.
Surya (2009; 121) menyebutkan terdapat
tujuh tahapan yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah, yaitu:
a. Menjajagi masalah, yaitu tahapan di mana melalui dialog
antara konselor dan konseli menetapkan masalah yang dihadapi.
b. Memahami masalah, yaitu untuk lebih mempertegas masalah yang
sesungguhnya beserta aspek-aspek yang terkait seperti latar belakang, alasan,
tujuan sumber-sumber terkait.
c. Membatasi masalah, yaitu tahapan untuk bersama-sama
menetapkan batas-batas masalah baik dari dimensi waktu maupun ruang, serta
sumber-sumber daya penunjangnya.
d. Menjabarkan alternative, yaitu konselor dan konseli bersama-sama
melakukan “curah pendapat” (brainstorming)
untuk menjabarkan berbagai alternative kemungkinan pemecahan masalah.
e. Mengevaluasi alternative, yaitu menilai setiap alternative. Setiap
alternative dievaluasi satu per satu dilihat dari kekuatan, kelemahan, peluang,
sumber daya, dan prioritasnya.
f.
Memilih alternative terbaik, yaitu
menetapkan alternative yang dianggap paling tepat berdasarkan hasil evaluasi.
g. Menerapkan alternative, yaitu tahap melaksanakan alternative
yang dianggap paling baik dalam bentuk tindakan nyata.
Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi
antar pribadi merupakan proses pemberian dan penerimaan pesan antara dua atau
di antara orang-orang dalam kelompok kecil melalui satu saluran atau lebih,
dengan melibatan beberapa pengaruh dan umpan balik. Komunikasi antar pribadi
melibatkan hubungan pribadi antara dua individu atau lebih. Dalam bimbingan dan
konseling, komunikasi antar pribadi memungkinkan terjadinya interaksi yang
bersifat pribadi antara konselor dan konseli. Oleh karena itu, komunikasi antar
pribadi perlu dikuasai oleh konselor untuk menunjang keefektifan proses
bimbingan dan konseling. Komunikasi antar pribadi dapat ditandai dengan
beberapa hal seperti (1) perkiraan berdasarkan informasi psikologis; (2) interaksi
berdasarkan pengetahuan yang lebih jelas; dan (3) interaksi berdasarkan aturan yang
dibuat secara pribadi. Adapun maksud dari komunikasi antar pribadi adalah untuk
(1) menemukan diri sendiri; (2) menemukan dunia luar; (3) membentuk dan
memlihara hubungan yang bermakna dengan orang lain; (4) mengubah sikap dan
prilaku sendiri dan orang lain; (5) Bermain dan hiburan; dan (6)memberikan
bantuan.
1. Persepsi dalam komunikasi antar pribadi
Persepsi adalah proses individu menjadi
sadar dan member makna terhadap objek dan peristiwa di luar diri individu.
Persepsi mendasari proses komunikasi antar pribadi, dalam arti kualitas suatu
komunikasi akan banyak ditentukan oleh persepsi masing-masing partisipan.
Persepsi dipengaruhi oleh beberapa
factor, atara lain adalah sebagai berikut:
a. Harapan individu
b. Kesan pertama
c. Kesan kelompok
d. Derajat kesamaan perilaku orang lain
e. Konsistensi (ketetapan) perilaku dalam berbagai situasi
f.
Motivasi internal dan eksternal
Oleh karena itu, dalam proses konseling
perlu dikembangkan persepsi yang benar dan tepat, baik dalam diri konselor
maupun dalam diri konseli dan harus dihindari munculnya perbedaan persepsi
antara konselor dan konseli.
2. Menyimak dalam komunikasi antar pribadi
Menyimak merupakan keterampilan yang
sangat diperlukan dalam proses komunikasi antar pribadi. Menyimak dapat
diartikan sebagai suatu aktivitas yang diwujudkan dalam bentuk proses mengirim
kembali kepada pembicara mengenai makna isi dan perasaan pembicara.
Fungsi menyimak dalam komunikasi antar
pribadi adalah sebagai bentuk memperoleh rasa senang, informasi, dan bantuan.
Sedangkan maksud menyimak adalah untuk membuat pendengar mengecek pemahaman
secara tepat, menyatakan penerimaan perasaan pembicara, merangsang pembicara
agar memperluas perasaan dan pikiran, memberitahukan kepada pembicar mengenai
reaksi pendengar, memberikan bimbingan kepada pembicara untuk menyesuaikan isi
pesan-pesannya. Menyimak yang efektif dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Berhenti berbicara
b. Tempatkan pembicara dengan mudah
c. Konsentrasi pada apa yang sedang dibicarakan
d. Jangan tergesa-gesa dalam memberikan tafsiran
e. Berbagi tanggung jawab dalam komunikasi
f.
Menyatakan pemahaman
g. Mengajukan pertanyaan
h. Bersikap secara baik seperti bersahabat, sopan, terbuka, dan
sebagainya.
3. Efektifitas komunikasi antar pribadi
Efektifitas komunikasi antar pribadi
dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:
a. Keterbukaan, yaitu kesediaan membuka diri, mereaksi kepada
orang lain, merasakan pikiran dan perasaan orang lain.
b. Empati, yaitu menghayati perasaan orang lain.
c. Mendukung, yaitu kesediaan secara spontan untuk menciptakan
suasana yang bersifat mendukung.
d. Positif, yaitu menyatakan sikap pusitif terhadap diri
sendiri, orang lain, dan situasi.
e. Keseimbangan, yaitu mengakui bahwa kedua belah pihak
mempunyai kepentingan yang sama dan pertukaran komunikasi secara seimbang.
f.
Percaya diri, yaitu merasa yakin kepada
diri sendiri dan bebas dari rasa malu.
g. Kesegaran, yaitu untuk segera melakukan kontak disertai rasa
suka dan minat.
h. Manajemen interaksi, yaitu megendalikan interaksi untuk memberikan
kepuasan kepada kedua belah pihak, mengelola pembicaraan dengan pesan-pesan yang
beik dan konsisten.
i.
Pengungkapan, yaitu keterlibatan secara
jujur dalam berbicara dan menyimak baik secara verbal maupun non verbal.
j.
Orientasi kepada orang lain, yaitu
penuh perhatian, minat, da kepedulian kepada orang lain.
4. Tujuan Komunikasi Antar Pribadi
Sebagai sarana pembelajaran. Melalui
komunikasi antarpribadi kita belajar untuk lebih memahami dunia luar atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini. Walaupun sebagian besar
informasi tersebut kita dapatkan melalui media massa, informasi tersebut dapat
kita bicarakan melalui komunikasi antarpribadi.
Mengenal diri sendiri dan orang lain.
Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mengenal diri kita sendiri. Dengan
membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain, kita akan mendapatkan
perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang
sikap dan perilaku kita. Persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil interkasi
kita dengan orang lain.
Komunikasi antarpribadi membantu kita
dalam membentuk suatu relasi (person to person). Karena manusia adalah mahluk
social, maka kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain merupakan kebutuhan
yang paling besar. Melalui komunikasi antarpribadi kita dapat mempengaruhi
individu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan yang kita inginkan.
Melalui komunikasi antarpribadi kita
dapat mengakrabkan diri kita dengan orang lain. Bermain dan mencari hiburan.
Dalam berkomunikasi tidak selamanya kita selalu berusaha mempengaruhi orang
lain. Kita berkomunikasi juga untuk memperoleh kesenangan. Bercerita tentang
film yang kita tonton, melontarkan lelucon, membicarakan hobi merupakan
kegiatan yang bertujuan untuk memperolah hiburan.
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi
nonverbal merupakan salah satu bentuk komunikasi yang mewarnai corak konseling
yang berfungsi sebagai suplemen, komplemen, dan substitusi komunikasi verbal.
Oleh karena itu, konselor dituntut untuk memiliki pemahaman dan keterampilan
dalam komunikasi nonverbal. Adapun bentuk dari perilaku komunikasi nonverbal
dapat ditunjukkan dengan menggunakan anggota badan (seperti kontak mata, postur
tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, dan sebagainya), dengan menggunakan media
vocal (seperti tekanan suara, kecepatan berbicara, gaya bicara, dan
sebagainya), dan dengan menggunakan lingkungan keadaaan sekitar (seperti
mengatur jarak duduk, mengatur posisi duduk dan ruangan, berpakaian, dan
sebagainya).
Kesimpulan
Komunikasi merupakan landasan bagi berlangsungnya proses
bimbingan dan konseling karena keterampilan berkomunikasi merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai oleh konselor dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling baik itu konseling individual maupun konseling
kelompok. Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan yang
berupa lambang-lambang yang bermakna yang disampaikan oleh komunikator dan
ditujukan kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Secara sederhana
komunikasi sekurang-kurangnya harus melibatkan dua partisipan yakni penyampai
pesan (komunikator) dan penerima pesan (komunikan), namun secara umum agar lebih
efektif proses komunikasi sekurang-kurangnya harus mengandung lima unsure yakni
orang yang menyampaikan pesan (komunikator ), pesan yang
disampaikan, sarana komunikasi (Media), pihak yang menerima pesan
(komunikan), dan respon dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya (umpan
balik).
Komunikasi yang efektif terbukti memerlukan lebih sedikit
waktu karena konselor terampil melakukan manajemen pengelolaan informasi yang
dibutuhkan terkait masalah yang dihadapi oleh konseli. Komunikasi efektif yang
dibangun oleh konselor dan konseli adalah kondisi yang diharapkan dalam
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Dalam
proses konseling, terciptanya suatu komunikasi yang dialogis merupakan sesuatu
yang harus ada, di mana pihak pemberi (konselor) dan pihak penerima (konseli)
berperan sebagai komunikator yang selain berperan sebagai pemberi pesan juga
sebagai penerima pesan. Dengan demikian, konselor dan konseli akan saling
member dan menerima pesan sehingga dapat meningkatkan pemahaman informasi di
antara kedua belah pihak.
Referensi
:
Anonim.
(2009). Pengertian
- Proses - Model – Komunikasi.
[Online]. Tersedia di: http://farchanbinadnan.blogspot.com/2009/12/pengertian-proses-model-komunikasi.html.
(11 Maret 2011).
Departemen
Pendidikan Nasional. (2008). Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Bandung: Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP
UPI (Tidak diterbitkan).
Mulyohadi
Ali, M. dkk. (2006). Komunikasi Efektif
Dokter-Pasien. [Online]. Tersedia di: http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf.
(11 Maret 2011).
Surya, M. (2009). Psikologi Konseling. Bandung: Maestro
Tanti, D. (2007). Komunikasi Efektif. [Online]. Tersedia di: http://rumakom.wordpress.com/2007/08/07/komunikasi-efektif/.
(11 Maret 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar