Investigasi Kelompok:
Membangun Nilai Pendidikan melalui Proses Demokratis
A.
Orientasi Model
Dalam Democracy and Education,
John Dewey berpendapat
bahwa siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan
melalui pengalaman, berangsur-angsur belajar bagaimana untuk menggunakan metode
ilmiah untuk meningkatkan masyarakat manusia. Menurut Dewey, ini adalah
penyiapan terbaik untuk kewarganegaraan dalam demokrasi. John U. Michaels telah mengeluarkan rumusan
dari kerja Dewey secara khusus untuk mengajarkan studi-studi sosial pada level
dasar. Yang utama dari metode pengajarannya adalah diciptakannya kelompok
demokrasi yang menentukan dan menyerang masalah yang memiliki kepentingan
sosial.
Model Investigasi Kelompok
Herbert Thelen menyerupai metode yang direkomendasikan oleh Dewey dan
Michaelis. Investigasi kelompok berusaha untuk menggabungkan dalam
satu strategi mengajar, bentuk dan dinamika dari proses demokratis dengan
proses kajian akademik. Thelen sedang menjangkau
situasi belajar berbasis pengalaman,
yang dapat dengan mudah ditransfer ke situasi-situasi kehidupan
selanjutnya, dan dicirikan oleh level kajian yang kuat.
1.
Tujuan dan Asumsi
Thelen
berasumsi mengenai pandangan sosial manusia. Menurutnya “Manusia bersama
manusia lainnya membuat aturan dan kesepakatan yang membentuk sebuah realitas
sosial”. Dalam membangun kesepakatan-kesepakatan sosial, setiap orang berusaha
untuk menentukan larangan dan kebebasan dalam bertindak. Aturan-aturan tindakan
berjalan dalam semua bidang, agama, politik, ekonomi, sain, dan membentuk
budaya masyarakat. Bagi Thelen, negosiasi dan negosiasi ulang tatanan sosial
ini adalah esensi dari proses sosial.
Kelas sama
halnya dengan masyarakat dalam konteks yang lebih kecil, yaitu memiliki aturan
sosial dan budaya-budaya kelas, dan siswa-siswanya peduli dengan cara kehidupan
yang berkembang disana, yaitu standar dan harapan yang ditetapkan.
Thelen
menolak aturan kelas normal yang berkembang diseputar nilai-nilai dasar
kenyamanan dan kesopanan atau membuat guru senang. Namun, kelompok kelas harus
secara serius mempertimbangkan proses pengembangan aturan sosial; “tugas guru
adalah berpartisipasi dalam aktifitas-aktifitas yang mengembangkan aturan
sosial dalam kelas untuk tujuan mengorientasikannya pada kajian, dan yang
dikembangkan adalah metode dan sikap disiplin untuk diajarkan pada siswa. Dalam
hal ini guru mempengaruhi aturan sosial yang muncul terhadap pengkajian, setiap
kajian dimulai dengan situasi stimulus dimana siswa dapat bereaksi dan menemukan
konflik-konflik dasar antara sikap, gagasan dan macam-macam persepsi mereka.
Berdasarkan informasi ini, mereka mengidentifikasikan masalah untuk
diselidiki, menganalisa peran-peran yang dibutuhkan untuk memecahkannya,
mengatur diri mereka sendiri untuk mengambil peran-peran tersebut, bertindak,
melaporkan dan mengevaluasi hasil-hasil tersebut. Langkah-langkah ini dijelaskan dengan
bacaan, dengan investigasi personal, dan dengan konsultasi dengan para para
ahli.
2.
Konsep-Konsep Dasar
Tiga konsep
(a) kajian, (b) pengetahuan, dan (c) dinamika kelompok belajar adalah sentral
untuk strategi Thelen.
a. Kajian (Inqury)
Kajian distimulasi oleh konfrontasi dengan masalah dan
hasil-hasil pengetahuan dari kajian. Inti dalam investigasi kelompok
terletak dalam perumusan kajiannya. Menurut Thelen, kajian adalah “memulai dan
mengawasi proses-proses memberikan perhatian kepada sesuatu, berinteraksi dan
distimulasi oleh orang lain, apakah melalui seseorang atau melalui tulisannya;
dan refleksi serta pengaturan kembali konsep dan sikap seperti diperlihatkan
ketika memunculkan kesimpulan, mengidentifikasikan investigasi-investigasi baru
yang akan diambil, mengambil tindakan dan menghasilkan produk yang lebih baik.”
Elemen pertama dari kajian adalah suatu peristiwa yang
dapat diberikan reaksi oleh seseorang, yaitu masalah untuk dipecahkan. Dalam
kelas, guru dapat memilih isi dan menumpahkannya menyangkut situasi-situasi
masalah. Siswa harus menambahkan kesadaran diri dan keinginan untuk makna
personal; selain itu, dia harus menerima peran ganda partisipasi dan pengamat,
secara simultan mengkaji masalah dan mengamati dirinya sendiri sebagai
pengkaji. Karena kajian pada dasarnya adalah suatu proses sosial,
maka siswa dibantu dalam peran pengamat sendiri dengan berinteraksi dan dengan
mengamati reaksi-reaksi dari orang-orang lain yang bingung. Titik-titik pandang bertentangan yang muncul juga
mendorong ketertarikan siswa dalam masalah.
Walaupun guru dapat memberikan situasi masalah, namun
tetaplah siswa sebagai pengkaji untuk mengidentifikasikan dan
merumuskan masalah dan mencari solusinya.
Siswa oleh karena itu harus mengetahui metode sehingga dia dapat
mengumpulkan data, menghubungkan dan mengklasifikasikan gagasan-gagasan yang
mengingat kembali pengalaman lampau, merumuskan dan menguji hipotesa,
mempelajari konsekuensi, dan memodifikasi rencana. Akhirnya, dia harus
mengembangkan kapasitas untuk refleksi, yaitu kemampuan untuk mensintesa
prilaku partisipatif dengan prilaku verbal simbolis.
b. Pengetahuan
Perkembangan pengetahuan adalah
tujuan dari kajian, tetapi Thelen menggunakan pengetahuan dalam cara khusus. Ini adalah aplikasi dari
universal dan prinsip-prinsip yang ditarik dari pengalaman masa lalu ke masa
sekarang. Mengapa kajian harus terjadi
dalam kelompok? Selain aplikasi metode
ilmiah, kajian memiliki aspek-aspek emosional, yaitu emosi-emosi yang muncul
dari keterlibatan dan kesadaran diri yang berkembang, pencarian makna personal
dan pengaruh yang menyertai prilaku reflektif sadar. Oleh karena itu kita
menemukan pandangan Thelen mengenai situasi belajar sebagai “situasi yang
melibatkan emosi siswa.” Kelompok adalah arena untuk kebutuhan-kebutuhan
personal ketika orang-orang menghadapi kecemasan, keraguan, dan keinginan
pribadi, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Pandangan-pandangan
yang bertentangan membentur individu, dia menemukan dirinya sendiri terlibat
dalam dimensi-dimensi sosial dan akademik dari kajian. Dia didorong oleh kebutuhan jiwa yang kuat
akan jenis kelas dimana dia dapat bertahan sebagai seseorang dan menemukan
tempat untuk dirinya sendiri dalam organisasi.
Aljabar mungkin kurang berarti baginya, tetapi harga diri, kebebasan,
stimulasi yang mendorongnya kedalam aktifitas mengganjar adalah penting.” Aspek-aspek
sosial dari investigasi kelompok memberikan rute untuk kajian akademik
terdisiplin.
c. Dinamika Kelompok Belajar
Thelen merasa bahwa “kelompok yang dapat diajarkan” adalah
prasyarat untuk investigasi kelompok yang produktif. Idealnya sekitar sepuluh hingga lima belas
siswa harus membentuk kelompok investigasi. Jumlah ini cukup besar untuk
keberagaman reaksi dan cukup kecil untuk partisipasi individu. Harus ada cukup
kesamaan nilai dimana komunikasi menjadi mudah dan cara-cara kerja menjadi
sama, tetapi memungkinkan cukup perbedaan untuk menghasilkan reaksi-reaksi
alternatif. Akhirnya, anggota-anggota kelompok harus memiliki level kecanggihan
dan orientasi yang sama terhadap area pengetahuan yang akan diselidiki. Jika kisaran terlalu besar, maka level-level
konseptualisasi kemungkinan akan terlalu jauh terpisah untuk memungkinkan kelompok
berhubungan secara produkitif.
3.
Ulasan Strategi Mengajar
Thelen memberikan contoh kelompok yang terdiri dari sebelas orang wanita
dewasa yang sedang mempersiapkan diri menjadi guru sekolah dasar. Kelompok ini
memiliki cukup kesamaan untuk memfasilitasi hubungan erat tetapi cukup memiliki
keberagaman untuk menghasilkan reaksi-reaksi berbeda. Mereka sedang menyelidiki
keahlian, sikap dan pengetahuan yang penting untuk menjadi guru yang efektif.
Konfrontasi awal berpusat pada tujuh kelas sekolah dasar yang telah diamati
oleh guru. Mereka tidak diberikan instruksi mengenai apa yang akan diamati
tetapi hanya diberitahukan untuk melaporkan temuan-temuan mereka kepada
kelompok. Diskusi
mengungkapkan banyak sikap dan gagasan mengenai belajar mengajar dan juga
banyak pertimbangan personal lainnya mengenai pelajaran.
Pada saat
itu, diskusi pecah kedalam argumen-argumen dan berhenti menjadi informatif.
Oleh karena itu, instruktur memberikan saran bahwa kelompok menerima perbedaan
opini dan secara lebih sistematis memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi
aktifitas kelas. Sampel aktifitas kelas kemudian disajikan. Kelompok memasukan
semua faktor yang dapat mereka pikirkan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan
diantara sampel. Tugas selanjutnya adalah menghubungkan prilaku yang diamati
dari anak-anak dengan motivasi guru. Dengan kata lain, konflik emosional awal
telah menuntun pada pengumpulan informasi baru, analisa yang lebih terdisiplin,
dan akhirnya instrumen untuk membuat penilaian-penilaian secara lebih
objektif. Kelompok terus melakukan
observasi dan membandingkan temuan-temuannya.
Dari
diskusi-diskusi ini orang-orang terstimulasi untuk mengejar aspek-aspek
pengajaran yang menarik bagi mereka, kemudian mereka saling bertemu secara
personal dan mengembangkan tujuan-tujuan individu lebih jauh.
Tetapi apa
aktifitas-aktifitas selanjutnya dari kelompok secara keseluruhan? Berdasarkan diskusi mereka dengan
siswa-siswa mereka, instruktur dapat mengidentifikasikan
pertanyaan-pertanyaan luas mengenai perkembangan anak yang menarik perhatian
kelompok. Mereka membuat proposal untuk mempelajari keahlian, sikap dan
orientasi anak-anak pada usia-usia yang berbeda. Kelompok memanggil orang-orang
sebagai sumber, mengevaluasi kemajuan mereka secara berangsur-angsur, dan
mengambil alih tanggung jawab untuk menuntun tindakan mereka sendiri.
B.
Model Pembelajaran
1.
Syntax (Langkah-Langkah)
Model ini dimulai dengan menghadapkan para siswa dengan
sebuah masalah yang menstimulasi. Konfrontasi mungkin disajikan secara verbal
atau mungkin menjadi pengalaman aktual; mungkin muncul secara natural, atau
mungkin diberikan oleh guru. Jika siswa
bereaksi, maka guru menarik perhatian mereka pada perbedaan-perbedaan dalam
reaksi mereka, yaitu pandangan-pandangan yang mereka ambil, apa yang mereka
tanggapi, bagaimana mereka mengatur hal-hal, dan apakah yang mereka rasakan.
Ketika siswa menjadi tertarik terhadap perbedaan-perbedaan mereka dalam reaksi,
maka guru menarik mereka terhadap perumusan dan penyusunan masalah untuk mereka
sendiri. Selanjutnya siswa menganalisa
peran-peran yang diharuskan, mengatur diri mereka sendiri, bertindak dan
melaporkan hasil-hasil mereka. Akhirnya,
kelompok mengevaluasi solusinya menyangkut tujuan-tujuan awalnya. Lingkaran itu
berulang sendiri, baik dengan konfrontasi lainnya atau dengan masalah baru yang
berkembang dari investigasi itu sendiri. (Lihat tabel).
Peta
Ringkasan: Model Investigasi Kelompok
SINTAKS
Fase Satu: Menemukan situasi-situasi
yang membingungkan (terencana atau tidak terencana).
Fase Dua: Mengeksplorasi reaksi-reaksi
terhadap situasi.
Fase Tiga: Merumuskan pemecahan
masalah dan
mengatur pemecahan masalah (definisi masalah, peran, tugas, dst)
Fase Empat: pemecahan
masalah
mandiri dan kelompok.
Fase Lima: Menganalisa proses dan progres.
Fase Enam: Memutar kembali
aktifitas.
2.
Sistem Sosial
Sistem sosial adalah demokratis, yang diatur oleh keputusan-keputusan yang
dikembangkan dari atau setidaknya divalidasikan oleh pengalaman kelompok,
didalam batasan-batasan dan dalam hubungannya dengan fenomena yang diidentifikasikan
oleh guru sebagai objek-objek untuk dipelajari.
Aktifitas-aktifitas kelompok muncul dengan jumlah minimal struktur luar
yang diberikan oleh guru. Siswa dan
guru memiliki status yang sama kecuali untuk perbedaan-perbedaan peran.
3.
Prinsip-Prinsip Reaksi
Peran guru dalam investigasi
kelompok adalah sebagai konselor, konsultan, dan kritikus yang ramah. Dia harus
menuntun dan mencerminkan pengalaman kelompok pada tiga level: level pemecahan
masalah atau tugas (Apakah sifat dari masalah?) Apakah faktor-faktor yang
terlibat?); level manajemen kelompok (Apakah informasi yang kita butuhkan
sekarang? Bagaimana kita dapat mengatur diri kita sendiri untuk
mendapatkannya?); dan level makna individu (Bagaimana yang anda rasakan tentang
kesimpulan-kesimpulan ini?) Peran mengajar ini adalah
peran yang sangat sulit dan peka, karena esensi dari kajian adalah aktifitas
siswa. Pada saat yang sama, instruktur
harus (a) memfasilitasi proses kelompok, (b) berintervensi dalam kelompok untuk
menyalurkan energinya kedalam aktifitas-aktifitas pendidikan potensial, dan (c)
mengawasi aktifitas-aktifitas pendidikan ini sehingga makna personal berasal
dari pengalaman. Bab 16, 17, dan 18 mengenai Kepemimpinan Kelompok Diskusi
oleh Gertrude K. Pollack memberikan diskusi mengenai kepemimpinan dalam
kelompok. Walaupun materi ini disiapkan
untuk orang-orang yang memimpin kelompok-kelompok terapi, namun ditulis pada
level yang sangat umum dan memberikan banyak saran berguna untuk orang-orang
yang ingin membangun kelas diseputar kajian kelompok.
4.
Sistem Dukungan
Sistem dukungan untuk investigasi kelompok haruslah
ekstensif dan merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa. Sekolah perlu
dilengkapi dengan perpustakaan kelas satu yang memberikan informasi dan opini
melalui beragam media dan memberikan akses untuk sumber-sumber luar juga. Anak-anak harus didorong untuk menyelidiki
dan mengontak orang-orang sumber diluar dinding sekolah.
5. Aplikasi
Investigasi
kelompok mengharuskan fleksibilitas dari konselor dan organisasi kelas.
Sementara kita beranggapan bahwa model ini sesuai dengan lingkungan kelas
“terbuka”, kami yakin bahwa ini sama sejalannya dengan kelas-kelas yang lebih
tradisional. Kita telah mengamati para
konselor investigasi kelompok yang sukses dalam konteks dimana subjek-subjek
lainnya seperti matematika dan membaca dilakukan dalam bentuk yang diarahkan
konselor dan lebih terstruktur. Jika
siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengalami jenis interaksi sosial,
pembuatan keputusan dan kajian bebas yang dibutuhkan dalam model ini, maka
membutuhkan waktu sebelum mereka berfungsi pada level tinggi. Sebaliknya, para
siswa yang telah berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan kelas dan
pembelajaran yang diorientasikan pada kajian kemungkinan akan memiliki waktu
yang lebih mudah. Dalam beberapa hal
kemungkinan berguna bagi konselor untuk mengingat bahwa aspek-aspek sosial dari
model mungkin tidak familiar bagi siswa sebagai aspek-aspek intelektual dan
mungkin menuntut menyangkut perolehan skill.
Walaupun
contoh-contoh dari model yang digambarkan disini cenderung menjadi jelas secara
intelektual dan organisasi, semua investigasi tidak perlu menjadi begitu
komplek. Terhadap anak-anak kecil atau siswa yang baru mengenal investigasi
kelompok, investigasi-investigas skala kecil adalah mungkin, dengan konfrontasi
awal yang memberikan kisaran topik yang sempit, isu, informasi dan aktifitas
alternatif. Misalnya, memberikan hiburan
malam untuk sekolah lebih terfokus daripada memecahkan krisis energi. Tentu saja, sifat kajian tergantung pada
minat dan usia dari siswa. Siswa-siswa
yang lebih tua usianya cenderung peduli dengan isu-isu yang lebih komplek. Namun, kami yakin bahwa konselor yang
terlatih dapat mendesain kajian-kajian yang tepat untuk kemampuan siswa dan
kemampuan konselor untuk mengatur investigasi.
6.
Efek-Efek Instruksional dan Pengembangan
Model ini
sangat serbaguna dan komprehensif, dengan mencampurkan tujuan-tujuan kajian
akademik, interaksi sosial, dan pembelajaran proses sosial. Model ini dapat digunakan dalam semua area bimbingan, dengan semua level usia,
dimana konselor ingin menekankan aspek-aspek pengetahuan perumusan dan
pemecahan masalah daripada pemasukan informasi yang ditentukan sebelumnya.
Asalkan kita
menerima pandangan Thelem mengenai pengetahuan dan rekonstruksinya, maka Model Investigasi Kelompok (gbr.13-1)
dapat dianggap sebagai cara yang efisien dan sangat langsung untuk mengajarkan
pengetahuan akademik dan juga proses sosial.
Juga tampaknya mengembangkan kehangatan dan kepercayaan interpersonal,
menghargai aturan dan kebijakan yang dinegosiasikan, kemandirian dalam belajar,
dan menghormati martabat orang lain.
Ketika
memutuskan apakah akan menggunakan model ini, maka efek-efek pengembangan
potensial mungkin sama pentingnya dengan efek-efek instruksional langsung.
Peta
Ringkasan: Model Investigasi Kelompok
SINTAKS
Fase Satu: Menemukan situasi-situasi
yang membingungkan (terencana atau tidak terencana).
Fase Dua: Mengeksplorasi
reaksi-reaksi terhadap situasi.
Fase Tiga: Merumuskan pemecahan
masalah dan
mengatur pemecahan masalah (definisi masalah, peran, tugas, dst)
Fase Empat: pemecahan
masalah
mandiri dan kelompok.
Fase Lima: Menganalisa proses dan progres.
Fase Enam: Memutar kembali
aktifitas.
SISTEM SOSIAL
Sistem berdasarkan pada proses
demokratis dan keputusan kelompok, dengan struktur luar yang rendah.
Kebingungan haruslah tulus, tidak dapat ditekankan. Pertukaran otentis adalah
penting. Atmosfir adalah salah satu dari
alasan dan negosiasi.
PRINSIP REAKSI
Konselor memainkan peran fasilitatif
yang diarahkan pada proses kelompok (membantu siswa merumuskan rencana,
bertindak, mengatur kelompok) dan syarat-syarat kajian (kesadaran metode). Dia
berfungsi sebagai konselor akademik.
SISTEM DUKUNGAN
Lingkungan harus dapat merespon
terhadap beragam tuntutan siswa. Konselor dan siswa harus dapat mengumpulkan
apa yang mereka butuhkan ketika mereka membutuhkannya.
Kesimpulan
Model pengajaran
sosial muncul karena adanya suatu anggapan mengenai tabiat dasar manusia
sebagai makhluk sosial dan bagaimana cara-cara mereka belajar. Model sosial,
sebagaimana namanya, menitik beratkan pada tabiat sosial kita, bagaimana kita
mempelajari tingkah laku sosial, dan bagaimana interaksi sosial tersebut dapat
mempertinggi hasil capaian akademik. Hampir semua penggagas teori model sosial
percaya bahwa peran utama pendidikan adalah untuk mempersiapkan warga negara
yang akan mengembangkan tingkah laku demokratis yang terpadu, baik dalam
tataran pribadi maupun sosial serta meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis
sosial yang produktif. Mereka juga percaya bahwa sebuah usaha yang dilakukan
bersama-sama dapat meningkatkan kualitas kehidupan, penigkatan aspek sosial dan
mendorong aspek intelektual serta mencegah adanya konflik sosial yang
dekonstruktif. Beberapa penggagas teori sosial berpandangan bahwa pola-pola
pendidikan individualistik digabungkan dengan hafalan yang dikuasai seorang
guru sebenarnya merupakan suatu hal yang kontraproduktif, baik dalam tataran
individu ataupun sosial. Hal ini disebabkan model tersebut hanya menekankan
angka pembelajaran, menciptakan sebuah interaksi tidak alamiah bahkan menjelma
menjadi iklim yang anti sosial serta tidak memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan melatih kemampuan untuk
bekerja sama. Bagaimanapun manusia pada dasarnya suka bekerja sama, berdebat,
berdiskusi, dan selalu berupaya menyaingi kompetensi lawan debat atau
diskusinya (Lih. Jhonson & Jhonson, 1990. Sharan, 1990. Thelen, 1960).
Pada dasarnya
investigasi kelompok merupakan salah satu cabang dari rumpun kelompok model
pengajaran sosial selain kajian tentang nilai-nilai. (bruce joyce, marsha weil,
dan emily calhoun dalam bukunya model of
teaching edisi ke delapan) dimana kelompok model pengajaran sosial ini akan
mengembangkan apa saja yang akan dicapai
jika kita melakukannya bersama-sama dan menciptakan suasan demokratis dalam
masyarakat kita. Selain itu model ini juga membantu kita dalam membentuk
komunitas pembelajaran yang nantinya dapat meingkatkan pola pembelajaran siswa
secara drastis. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa investigasi kelompok
masuk dalam kelompok model pengajaran sosial. Dalam investigasi kelompok itu
sendiri, terdapat beberapa tujuan dalam pelaksanaan modelnya. Yang diantaranya
mampukah investigasi kelompok ini jika dipakai dalam meningkatkan pembelajaran
para anggotanya, mampukah siswa mengelola sebuah komunitas pelajaran demokratis
dan belajar menerapkan metode-metode ilmu pengetahuan dalam setiap aktifitas
mereka. Investigasi kelompok dapat diterapkan untuk merancang kembali
sekolah-sekolah dan meningkatkan pembelajarn pribadi, sosial dan akademik di
antara para siswa.
Model Group Investigation
berawal dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat
belajar, orang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John
Dewey menulis sebuah buku Democracy
and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep
pendidikan bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan
berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al, 1996) adalah:
a. Siswa hendaknya aktif:
learning by doing
b. Belajar hendaknya
didasari motivasi intrinsic
c. Pengetahuan
berkembang, tidak bersifat tetap
d. Kegiatan belajar hendaknya
sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa
e. Pendidikan harus mencakup
kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati
satu sama lain: prosedur demokratis sangat penting.
f.
Kegiatan
belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan Dewey akhirnya
diwujudkan dalam model Group Investigation yang kemudian dikembangkan
oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan
miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar
pribadi (Arends, 1998). Selain itu, Group Investigation dikembangkan Thelen
sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada
pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230)
menambahkan bahwa model Group Investigation yang dikembangkan oleh Thelen yang
bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan
bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi
langsung.
Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi
diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta,
melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya Krismanto
(2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan model
yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui
berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.
Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to investigation
berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara
sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan
seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya,
dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu
investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat
dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa
untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat
menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.
Model investigasi kelompok merupakan model bimbingan yang
melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui
pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk
meningkatkan kualitas masyarakat. model ini merupakan bentuk model yang
mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik.
melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat
dalam pemecahan masalah sosial. Dengan demikian kelas harus menjadi sebuah
miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan
masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih
efektif.
Group Investigation merupakan salah satu
bentuk model model kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan
aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan
dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau
siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan,
baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui
investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik
dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil, 1980:332) mengemukakan
tiga konsep utama dalam model Group Investigation, yaitu:
a.
Inquiry
b.
Knowledge
c.
The dynamics of the learning group.
Model Group Investigation dapat
melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa
secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir model.
Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap
masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar
yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan
dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling
berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar
pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
1.
Tujuan dan Asumsi
a. Asumsi
“Manusia bersama manusia
lainnya membuat aturan dan kesepakatan yang membentuk sebuah realitas sosial”.
b. Tujuan
Dari
model ini diperoleh tujuan-tujuan yang membantu siswa dalam:
§ Investigasi
kelompok berusaha untuk menggabungkan dalam satu strategi mengajar, bentuk dan
dinamika dari proses demokratis dengan proses kajian akademik.
§ Model Group Investigation dapat
melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa
secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir model.
§ Dapat melatih siswa
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan
proses kelompok.
§ Output
dari model ini ialah siswa memiliki kepercayaan diri, integritas, tanggung
jawab, serta menghormati dan menghargai orang lain.
Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model Group
Investigation menjadi enam tahapan, yaitu:
1) Tahap Mengidentifikasi Topik dan Pengelompokan
Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah
masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh Konselor. Para siswa
selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada
tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang.
Komposisi kelompok pada model ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik,
maupun kemampuan akademik.
2) Tahap Merencakan Penyelidikan Kelompok
Para siswa beserta Konselor merencakan berbagai prosedur
belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik
yang telah dipilih dari langkah a. di atas.
3) Tahap Melaksakan Penyelidikan
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada
langkah b. Model harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber,
baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Konselor secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika
diperlukan.
4) Tahap Menyiapkan Laporan Akhir
Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi
yang diperoleh pada langkah c. dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam
suatu penyajian yan menarik di depan kelas.
5) Tahap Menyajikan Laporan
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari
berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan
mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
6) Tahap Evaluasi
Konselor beserta siswa melakukan evaluasi mengenai
kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan.
Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan
kedua-duanya.
Selain itu, Slavin (1995) mengatakan model Group Investigation memiliki enam
langkah:
1) Grouping: Menetapkan jumlah
anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan
permasalahan.
2) Planning: Menetapkan hal yang akan
dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, dan apa
tujuannya.
3) Investigation: Saling tukar informasi dan
ide, berdiskusi, klarifikasi, mengumpulkan informasi, menganalisis data,
dan membuat inferensi.
4) Organizing: Anggota kelompok menulis
laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator,
dan notulis.
5) Presenting: Salah satu kelompok
menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi,
mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
Evaluating: Masing-masing siswa
melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil
diskusi kelas, siswa dan Konselor berkolaborasi mengevaluasi model yang
dilakukan, dan melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada
pencapaian pemahaman.
Konsep-Konsep
Dasar
Secara garis
besar thelen membagi tiga konsep utama dalam model investigasi kelompok yaitu kajian (Inqury),
pengetahuan dan dinamika kelompok belajar. Kajian merupakan tahap awal pada
model bimbingan investigasi kelompok ini yaitu dengan diangkatnya sebuah
masalah untuk selanjutnya dilakukan pengkajian oleh para konselinya. Menurut Thelen, kajian adalah
“memulai dan mengawasi proses-proses memberikan perhatian kepada sesuatu, berinteraksi dan
distimulasi oleh orang lain, baik
melalui seseorang atau melalui tulisannya, dan refleksi serta pengaturan kembali
konsep dan sikap seperti diperlihatkan ketika memunculkan kesimpulan,
mengidentifikasikan investigasi-investigasi baru yang akan diambil, mengambil
tindakan dan menghasilkan produk yang lebih baik.” Kajian merupakan
proses awal dalam model bimbingan infestigasi kelompok yaitu dengan mengkaji
permasalahan- permasalahan yang muncul dengan melihat pengalaman sebelumnya
ataupun dari kajian lainnya.
Konselor
dapat memilih isi dan menumpahkannya menyangkut situasi-situasi masalah. Pada dasarnya kajian adalah suatu proses sosial,
maka siswa dibantu dalam peran pengamat sendiri dengan berinteraksi dan dengan
mengamati reaksi-reaksi dari orang-orang lain yang bingung. Titik-titik
pandang bertentangan yang muncul juga mendorong ketertarikan siswa dalam
masalah.
Walaupun guru
dapat memberikan situasi masalah, namun tetaplah siswa sebagai pengkaji untuk
mengidentifikasikan dan merumuskan masalah dan mencari solusinya. Untuk
pada akhirnya kelompok tersebut mempunyai pengetahuan mengenai permasalahan
yang diangkat, pengetahuan merupakan tujuan dari kajian yang telah dilakukan
pada tahap sebelumnya. Setelah dilakukan kajian, tentunya konseli memiliki
pengetahuan baru yang lebih terfahami mengenai masalah yang terangkat sehingga
timbulah perubahan- perubahan pada diri anggota kelompok masing- masing
sehingga terjadilah dinamika kelompok kearah yang lebih positif. Karena pada
model investigasi kelompok ini melibatkan pemahaman kognitif saja namun juga
adanya keterlibatan emosiaonal yang melibatkan kognitif, prilaku, sikap dan
pemahaman baru.
Ulasan Strategi Mengajar
Thelen memberikan
contoh kelompok yang terdiri dari sebelas orang wanita dewasa yang sedang
mempersiapkan diri menjadi guru sekolah dasar. Mereka sedang
menyelidiki keahlian, sikap dan pengetahuan yang penting untuk menjadi guru
yang efektif. Langkah yang dilakukan sebagai berikut:
a.
Kelompok tidak diberikan instruksi mengenai apa yang akan
diamati tetapi hanya diberitahukan untuk melaporkan temuan-temuan mereka kepada
kelompok.
b. Diskusi pecah kedalam argumen-argumen
dan berhenti menjadi informatif.
c. Instruktur memberikan saran
bahwa kelompok menerima perbedaan opini dan secara lebih sistematis memeriksa
faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas kelas.
d. Kelompok memasukan semua
faktor yang dapat mereka pikirkan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan
diantara sampel.
e. Selanjutnya adalah
menghubungkan prilaku yang diamati dari anak-anak dengan motivasi guru.
f.
Dari
diskusi-diskusi ini orang-orang terstimulasi untuk mengejar aspek-aspek
pengajaran yang menarik bagi mereka, kemudian mereka saling bertemu secara
personal dan mengembangkan tujuan-tujuan individu lebih jauh.
g. Kelompok memanggil
orang-orang sebagai sumber, mengevaluasi kemajuan mereka secara
berangsur-angsur, dan mengambil alih tanggung jawab untuk menuntun tindakan
mereka sendiri.
Model investigasi
kelompok ini dapat
dianggap sebagai cara yang efisien dan sangat langsung untuk mengajarkan
pengetahuan akademik dan juga proses sosial. Juga tampaknya
mengembangkan kehangatan dan kepercayaan interpersonal, menghargai aturan dan
kebijakan yang dinegosiasikan, kemandirian dalam belajar, dan menghormati
martabat orang lain.
Dalam model ini
siswa dirangsang dengan pertanyaan untuk mengemukakan gagasannya. Menurut
Steven W. Vannoy sarana mengajarkan dengan pertanyaan ini sangat efektif.
Dengan metode mengajarkan dengan pertanyaan, selain membuat siswa kreatif
mencari jawaban juga ada pesan-pesan halus yang mengatakan ; “kamu bisa, saya
percaya padamu, kamu dapat bertanggung jawab, saya menghormati kamu, dan
lain-lain”.
Di awal disebutkan bahwa investigasi
kelompok harus bersifat fleksibel dalam hal pengorganisasian kelas dan bawaan
konselornya sendiri ketika membimbing kelompok. Fleksibel dalam hal
pengorganisasian kelas berarti kita harus melihat kondisi para siswa yang akan
mengikuti bimbingan. Dewasa, remaja, atau anak-anak. Sehingga pemberian
stimulasi tidak salah kaprah.
Fleksibel dalam hal bawaan
konselornya ketika membimbing berarti seorang konselor harus melihat perjalanan
proses investigasi secara jeli. Ketika prosesnya mengalami kebuntuan, konselor
memberi stimulus/pertanyaan yang menuntun para siswa/konseli menemukan
jawaban/solusinya.
Dengan kata lain,
investigasi kelompok ini dalam prosesnya tidak hanya menekankan pada pemahaman.
Akan tetapi juga melibatkan aspek emosi dan menuntun perubahan perilaku yang
berasal dari dalam diri konseli.
2. Peran
Konselor Dalam Model Group Investigation
Dalam model model ini,
prinsip yang dikembangkan adalah Konselor lebih berperan sebagai
pembimbing, konsultan, dan sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut
ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan
pemaknaan perseorangan. Peranan Konselor terkait dengan proses pemecahan
masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti hakikat dan fokus masalah.
Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi
yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh
informasi tersebut.
Setiawan (2006:12) mendeskripsikan peranan Konselor dalam
model Group Investigation sebagai berikut:
a. Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b. Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali
pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan cara
penyelesaianya).
c. Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
d. Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa
e. Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir.
Sarana
pendukung model model ini adalah lembaran kerja siswa, bahan ajar,
panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk Konselor, peralatan penelitian
yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas
yang sudah ditata untuk itu.
3. Kelebihan
Model Group Investigation
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan
beberapa kelebihan dari model Group Investigation, yaitu sebagai berikut:
a. Secara Pribadi
§ Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
§ Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
§ Rasa percaya diri dapat lebih meningkat
§ Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
§ Mengembangkan antusiasme.
b. Secara Sosial
§ Meningkatkan belajar bekerja sama
§ Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun
guru
§ Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
§ Belajar menghargai pendapat orang lain
§ Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
c. Secara Akademis
§ Siswa terlatih untuk mmpertanggungjawabkan jawaban yang
diberikan
§ Bekerja secara sistematis
§ Mengembangkan dan melatih keterampilan dalam berbagai
bidang
§ Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya
§ Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat
§ Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan
sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
4. Kelemahan
Model Group Investigation
a. Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali
pertemuan
b. Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c.
Tidak semua topik cocok dengan model Group Investigation,
model Group Investigation cocok untuk diterapkan pada suatu
topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang
dialami sendiri.
d. Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif
e.
Siswa yang
tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami kesulitan
saat menggunakan model ini.
Berdasarkan pemaparan mengenai model Group Investigation
tersebut, jelas bahwa model Group Investigation mendorong siswa untuk belajar
lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang
suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan
demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan
pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan
tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).
Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24)
bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses
asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan
informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan proses
akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang
telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan
dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi
dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata
tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase-fase model Group
Investigation, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam model, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki,
menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi
penalaran siswa dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget
(Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara
langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya
dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan
model Group Investigation ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik
daripada model secara ekspositori.
Berdasarkan pemaparan
mengenai model Group Investigation
tersebut, dapat disimpulkan bahwa model Group
Investigation mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna.
Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka
mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih
terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga
pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang
cukup lama.
Referensi :
Joyce, B. & Weil, M. (1978). Model of Teaching. Englewood Cliffs, N.J. Prentic
Hall.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar