Selasa, 22 Oktober 2019

Model Investigasi Kelompok


Investigasi Kelompok:
 Membangun Nilai Pendidikan melalui Proses Demokratis


A.     Orientasi Model
Dalam Democracy and Education, John Dewey berpendapat bahwa siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, berangsur-angsur belajar bagaimana untuk menggunakan metode ilmiah untuk meningkatkan masyarakat manusia. Menurut Dewey, ini adalah penyiapan terbaik untuk kewarganegaraan dalam demokrasi.  John U. Michaels telah mengeluarkan rumusan dari kerja Dewey secara khusus untuk mengajarkan studi-studi sosial pada level dasar. Yang utama dari metode pengajarannya adalah diciptakannya kelompok demokrasi yang menentukan dan menyerang masalah yang memiliki kepentingan sosial.
Model Investigasi Kelompok Herbert Thelen menyerupai metode yang direkomendasikan oleh Dewey dan Michaelis. Investigasi kelompok berusaha untuk menggabungkan dalam satu strategi mengajar, bentuk dan dinamika dari proses demokratis dengan proses kajian akademik. Thelen sedang menjangkau situasi belajar berbasis pengalaman,  yang dapat dengan mudah ditransfer ke situasi-situasi kehidupan selanjutnya, dan dicirikan oleh level kajian yang kuat.

1.        Tujuan dan Asumsi
Thelen berasumsi mengenai pandangan sosial manusia. Menurutnya “Manusia bersama manusia lainnya membuat aturan dan kesepakatan yang membentuk sebuah realitas sosial”. Dalam membangun kesepakatan-kesepakatan sosial, setiap orang berusaha untuk menentukan larangan dan kebebasan dalam bertindak. Aturan-aturan tindakan berjalan dalam semua bidang, agama, politik, ekonomi, sain, dan membentuk budaya masyarakat. Bagi Thelen, negosiasi dan negosiasi ulang tatanan sosial ini adalah esensi dari proses sosial.
Kelas sama halnya dengan masyarakat dalam konteks yang lebih kecil, yaitu memiliki aturan sosial dan budaya-budaya kelas, dan siswa-siswanya peduli dengan cara kehidupan yang berkembang disana, yaitu standar dan harapan yang ditetapkan.
Thelen menolak aturan kelas normal yang berkembang diseputar nilai-nilai dasar kenyamanan dan kesopanan atau membuat guru senang. Namun, kelompok kelas harus secara serius mempertimbangkan proses pengembangan aturan sosial; “tugas guru adalah berpartisipasi dalam aktifitas-aktifitas yang mengembangkan aturan sosial dalam kelas untuk tujuan mengorientasikannya pada kajian, dan yang dikembangkan adalah metode dan sikap disiplin untuk diajarkan pada siswa. Dalam hal ini guru mempengaruhi aturan sosial yang muncul terhadap pengkajian, setiap kajian dimulai dengan situasi stimulus dimana siswa dapat bereaksi dan menemukan konflik-konflik dasar antara sikap, gagasan dan macam-macam persepsi mereka.
Berdasarkan informasi ini, mereka mengidentifikasikan masalah untuk diselidiki, menganalisa peran-peran yang dibutuhkan untuk memecahkannya, mengatur diri mereka sendiri untuk mengambil peran-peran tersebut, bertindak, melaporkan dan mengevaluasi hasil-hasil tersebut. Langkah-langkah ini dijelaskan dengan bacaan, dengan investigasi personal, dan dengan konsultasi dengan para para ahli.

2.      Konsep-Konsep Dasar
Tiga konsep (a) kajian, (b) pengetahuan, dan (c) dinamika kelompok belajar adalah sentral untuk strategi Thelen.
a.      Kajian (Inqury)
Kajian distimulasi oleh konfrontasi dengan masalah dan hasil-hasil pengetahuan dari kajian. Inti dalam investigasi kelompok terletak dalam perumusan kajiannya. Menurut Thelen, kajian adalah “memulai dan mengawasi proses-proses memberikan perhatian kepada sesuatu, berinteraksi dan distimulasi oleh orang lain, apakah melalui seseorang atau melalui tulisannya; dan refleksi serta pengaturan kembali konsep dan sikap seperti diperlihatkan ketika memunculkan kesimpulan, mengidentifikasikan investigasi-investigasi baru yang akan diambil, mengambil tindakan dan menghasilkan produk yang lebih baik.”
Elemen pertama dari kajian adalah suatu peristiwa yang dapat diberikan reaksi oleh seseorang, yaitu masalah untuk dipecahkan. Dalam kelas, guru dapat memilih isi dan menumpahkannya menyangkut situasi-situasi masalah. Siswa harus menambahkan kesadaran diri dan keinginan untuk makna personal; selain itu, dia harus menerima peran ganda partisipasi dan pengamat, secara simultan mengkaji masalah dan mengamati dirinya sendiri sebagai pengkaji.  Karena kajian pada dasarnya adalah suatu proses sosial, maka siswa dibantu dalam peran pengamat sendiri dengan berinteraksi dan dengan mengamati reaksi-reaksi dari orang-orang lain yang bingung.  Titik-titik pandang bertentangan yang muncul juga mendorong ketertarikan siswa dalam masalah.
Walaupun guru dapat memberikan situasi masalah, namun tetaplah siswa sebagai pengkaji untuk mengidentifikasikan dan merumuskan masalah dan mencari solusinya.  Siswa oleh karena itu harus mengetahui metode sehingga dia dapat mengumpulkan data, menghubungkan dan mengklasifikasikan gagasan-gagasan yang mengingat kembali pengalaman lampau, merumuskan dan menguji hipotesa, mempelajari konsekuensi, dan memodifikasi rencana. Akhirnya, dia harus mengembangkan kapasitas untuk refleksi, yaitu kemampuan untuk mensintesa prilaku partisipatif dengan prilaku verbal simbolis. 

b.      Pengetahuan
Perkembangan pengetahuan adalah tujuan dari kajian, tetapi Thelen menggunakan pengetahuan dalam cara khusus. Ini adalah aplikasi dari universal dan prinsip-prinsip yang ditarik dari pengalaman masa lalu ke masa sekarang.  Mengapa kajian harus terjadi dalam kelompok?  Selain aplikasi metode ilmiah, kajian memiliki aspek-aspek emosional, yaitu emosi-emosi yang muncul dari keterlibatan dan kesadaran diri yang berkembang, pencarian makna personal dan pengaruh yang menyertai prilaku reflektif sadar. Oleh karena itu kita menemukan pandangan Thelen mengenai situasi belajar sebagai “situasi yang melibatkan emosi siswa.” Kelompok adalah arena untuk kebutuhan-kebutuhan personal ketika orang-orang menghadapi kecemasan, keraguan, dan keinginan pribadi, dan alat untuk memecahkan masalah-masalah sosial. Pandangan-pandangan yang bertentangan membentur individu, dia menemukan dirinya sendiri terlibat dalam dimensi-dimensi sosial dan akademik dari kajian.  Dia didorong oleh kebutuhan jiwa yang kuat akan jenis kelas dimana dia dapat bertahan sebagai seseorang dan menemukan tempat untuk dirinya sendiri dalam organisasi.  Aljabar mungkin kurang berarti baginya, tetapi harga diri, kebebasan, stimulasi yang mendorongnya kedalam aktifitas mengganjar adalah penting.” Aspek-aspek sosial dari investigasi kelompok memberikan rute untuk kajian akademik terdisiplin.

c.       Dinamika Kelompok Belajar
Thelen merasa bahwa “kelompok yang dapat diajarkan” adalah prasyarat untuk investigasi kelompok yang produktif.  Idealnya sekitar sepuluh hingga lima belas siswa harus membentuk kelompok investigasi. Jumlah ini cukup besar untuk keberagaman reaksi dan cukup kecil untuk partisipasi individu. Harus ada cukup kesamaan nilai dimana komunikasi menjadi mudah dan cara-cara kerja menjadi sama, tetapi memungkinkan cukup perbedaan untuk menghasilkan reaksi-reaksi alternatif. Akhirnya, anggota-anggota kelompok harus memiliki level kecanggihan dan orientasi yang sama terhadap area pengetahuan yang akan diselidiki.  Jika kisaran terlalu besar, maka level-level konseptualisasi kemungkinan akan terlalu jauh terpisah untuk memungkinkan kelompok berhubungan secara produkitif.

3.      Ulasan Strategi Mengajar
Thelen memberikan contoh kelompok yang terdiri dari sebelas orang wanita dewasa yang sedang mempersiapkan diri menjadi guru sekolah dasar. Kelompok ini memiliki cukup kesamaan untuk memfasilitasi hubungan erat tetapi cukup memiliki keberagaman untuk menghasilkan reaksi-reaksi berbeda. Mereka sedang menyelidiki keahlian, sikap dan pengetahuan yang penting untuk menjadi guru yang efektif. Konfrontasi awal berpusat pada tujuh kelas sekolah dasar yang telah diamati oleh guru. Mereka tidak diberikan instruksi mengenai apa yang akan diamati tetapi hanya diberitahukan untuk melaporkan temuan-temuan mereka kepada kelompok. Diskusi mengungkapkan banyak sikap dan gagasan mengenai belajar mengajar dan juga banyak pertimbangan personal lainnya mengenai pelajaran.
Pada saat itu, diskusi pecah kedalam argumen-argumen dan berhenti menjadi informatif. Oleh karena itu, instruktur memberikan saran bahwa kelompok menerima perbedaan opini dan secara lebih sistematis memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas kelas. Sampel aktifitas kelas kemudian disajikan. Kelompok memasukan semua faktor yang dapat mereka pikirkan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan diantara sampel. Tugas selanjutnya adalah menghubungkan prilaku yang diamati dari anak-anak dengan motivasi guru. Dengan kata lain, konflik emosional awal telah menuntun pada pengumpulan informasi baru, analisa yang lebih terdisiplin, dan akhirnya instrumen untuk membuat penilaian-penilaian secara lebih objektif.  Kelompok terus melakukan observasi dan membandingkan temuan-temuannya. 
Dari diskusi-diskusi ini orang-orang terstimulasi untuk mengejar aspek-aspek pengajaran yang menarik bagi mereka, kemudian mereka saling bertemu secara personal dan mengembangkan tujuan-tujuan individu lebih jauh.
Tetapi apa aktifitas-aktifitas selanjutnya dari kelompok secara keseluruhan? Berdasarkan diskusi mereka dengan siswa-siswa mereka, instruktur dapat mengidentifikasikan pertanyaan-pertanyaan luas mengenai perkembangan anak yang menarik perhatian kelompok. Mereka membuat proposal untuk mempelajari keahlian, sikap dan orientasi anak-anak pada usia-usia yang berbeda. Kelompok memanggil orang-orang sebagai sumber, mengevaluasi kemajuan mereka secara berangsur-angsur, dan mengambil alih tanggung jawab untuk menuntun tindakan mereka sendiri.
B.     Model Pembelajaran
1.        Syntax (Langkah-Langkah)
Model ini dimulai dengan menghadapkan para siswa dengan sebuah masalah yang menstimulasi. Konfrontasi mungkin disajikan secara verbal atau mungkin menjadi pengalaman aktual; mungkin muncul secara natural, atau mungkin diberikan oleh guru.  Jika siswa bereaksi, maka guru menarik perhatian mereka pada perbedaan-perbedaan dalam reaksi mereka, yaitu pandangan-pandangan yang mereka ambil, apa yang mereka tanggapi, bagaimana mereka mengatur hal-hal, dan apakah yang mereka rasakan. Ketika siswa menjadi tertarik terhadap perbedaan-perbedaan mereka dalam reaksi, maka guru menarik mereka terhadap perumusan dan penyusunan masalah untuk mereka sendiri.  Selanjutnya siswa menganalisa peran-peran yang diharuskan, mengatur diri mereka sendiri, bertindak dan melaporkan hasil-hasil mereka.  Akhirnya, kelompok mengevaluasi solusinya menyangkut tujuan-tujuan awalnya. Lingkaran itu berulang sendiri, baik dengan konfrontasi lainnya atau dengan masalah baru yang berkembang dari investigasi itu sendiri. (Lihat tabel).
Peta Ringkasan: Model Investigasi Kelompok
SINTAKS
Fase Satu: Menemukan situasi-situasi yang membingungkan (terencana atau tidak terencana).
Fase Dua: Mengeksplorasi reaksi-reaksi terhadap situasi.
Fase Tiga: Merumuskan pemecahan masalah dan mengatur pemecahan masalah (definisi masalah, peran, tugas, dst)
Fase Empat: pemecahan masalah mandiri dan kelompok.
Fase Lima: Menganalisa proses dan progres.
Fase Enam: Memutar kembali aktifitas.

2.      Sistem Sosial
Sistem sosial adalah demokratis,  yang diatur oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan dari atau setidaknya divalidasikan oleh pengalaman kelompok, didalam batasan-batasan dan dalam hubungannya dengan fenomena yang diidentifikasikan oleh guru sebagai objek-objek untuk dipelajari.  Aktifitas-aktifitas kelompok muncul dengan jumlah minimal struktur luar yang diberikan oleh guru.  Siswa dan guru memiliki status yang sama kecuali untuk perbedaan-perbedaan peran.

3.      Prinsip-Prinsip Reaksi
Peran guru dalam investigasi kelompok adalah sebagai konselor, konsultan, dan kritikus yang ramah. Dia harus menuntun dan mencerminkan pengalaman kelompok pada tiga level: level pemecahan masalah atau tugas (Apakah sifat dari masalah?) Apakah faktor-faktor yang terlibat?); level manajemen kelompok (Apakah informasi yang kita butuhkan sekarang? Bagaimana kita dapat mengatur diri kita sendiri untuk mendapatkannya?); dan level makna individu (Bagaimana yang anda rasakan tentang kesimpulan-kesimpulan ini?)  Peran mengajar ini adalah peran yang sangat sulit dan peka, karena esensi dari kajian adalah aktifitas siswa.  Pada saat yang sama, instruktur harus (a) memfasilitasi proses kelompok, (b) berintervensi dalam kelompok untuk menyalurkan energinya kedalam aktifitas-aktifitas pendidikan potensial, dan (c) mengawasi aktifitas-aktifitas pendidikan ini sehingga makna personal berasal dari pengalaman. Bab 16, 17, dan 18 mengenai Kepemimpinan Kelompok Diskusi oleh Gertrude K. Pollack memberikan diskusi mengenai kepemimpinan dalam kelompok.  Walaupun materi ini disiapkan untuk orang-orang yang memimpin kelompok-kelompok terapi, namun ditulis pada level yang sangat umum dan memberikan banyak saran berguna untuk orang-orang yang ingin membangun kelas diseputar kajian kelompok.

4.      Sistem Dukungan
Sistem dukungan untuk investigasi kelompok haruslah ekstensif dan merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa. Sekolah perlu dilengkapi dengan perpustakaan kelas satu yang memberikan informasi dan opini melalui beragam media dan memberikan akses untuk sumber-sumber luar juga.  Anak-anak harus didorong untuk menyelidiki dan mengontak orang-orang sumber diluar dinding sekolah. 

5.      Aplikasi
Investigasi kelompok mengharuskan fleksibilitas dari konselor dan organisasi kelas. Sementara kita beranggapan bahwa model ini sesuai dengan lingkungan kelas “terbuka”, kami yakin bahwa ini sama sejalannya dengan kelas-kelas yang lebih tradisional.  Kita telah mengamati para konselor investigasi kelompok yang sukses dalam konteks dimana subjek-subjek lainnya seperti matematika dan membaca dilakukan dalam bentuk yang diarahkan konselor dan lebih terstruktur.  Jika siswa tidak memiliki kesempatan untuk mengalami jenis interaksi sosial, pembuatan keputusan dan kajian bebas yang dibutuhkan dalam model ini, maka membutuhkan waktu sebelum mereka berfungsi pada level tinggi. Sebaliknya, para siswa yang telah berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan kelas dan pembelajaran yang diorientasikan pada kajian kemungkinan akan memiliki waktu yang lebih mudah.  Dalam beberapa hal kemungkinan berguna bagi konselor untuk mengingat bahwa aspek-aspek sosial dari model mungkin tidak familiar bagi siswa sebagai aspek-aspek intelektual dan mungkin menuntut menyangkut perolehan skill.
Walaupun contoh-contoh dari model yang digambarkan disini cenderung menjadi jelas secara intelektual dan organisasi, semua investigasi tidak perlu menjadi begitu komplek. Terhadap anak-anak kecil atau siswa yang baru mengenal investigasi kelompok, investigasi-investigas skala kecil adalah mungkin, dengan konfrontasi awal yang memberikan kisaran topik yang sempit, isu, informasi dan aktifitas alternatif.  Misalnya, memberikan hiburan malam untuk sekolah lebih terfokus daripada memecahkan krisis energi.  Tentu saja, sifat kajian tergantung pada minat dan usia dari siswa.  Siswa-siswa yang lebih tua usianya cenderung peduli dengan isu-isu yang lebih komplek.  Namun, kami yakin bahwa konselor yang terlatih dapat mendesain kajian-kajian yang tepat untuk kemampuan siswa dan kemampuan konselor untuk mengatur investigasi.

6.      Efek-Efek Instruksional dan Pengembangan
Model ini sangat serbaguna dan komprehensif, dengan mencampurkan tujuan-tujuan kajian akademik, interaksi sosial, dan pembelajaran proses sosial.  Model ini dapat digunakan dalam semua area bimbingan, dengan semua level usia, dimana konselor ingin menekankan aspek-aspek pengetahuan perumusan dan pemecahan masalah daripada pemasukan informasi yang ditentukan sebelumnya.
Asalkan kita menerima pandangan Thelem mengenai pengetahuan dan rekonstruksinya,  maka Model Investigasi Kelompok (gbr.13-1) dapat dianggap sebagai cara yang efisien dan sangat langsung untuk mengajarkan pengetahuan akademik dan juga proses sosial.  Juga tampaknya mengembangkan kehangatan dan kepercayaan interpersonal, menghargai aturan dan kebijakan yang dinegosiasikan, kemandirian dalam belajar, dan menghormati martabat orang lain.





Ketika memutuskan apakah akan menggunakan model ini, maka efek-efek pengembangan potensial mungkin sama pentingnya dengan efek-efek instruksional langsung. 
Peta Ringkasan: Model Investigasi Kelompok
SINTAKS
Fase Satu: Menemukan situasi-situasi yang membingungkan (terencana atau tidak terencana).
Fase Dua: Mengeksplorasi reaksi-reaksi terhadap situasi.
Fase Tiga: Merumuskan pemecahan masalah dan mengatur pemecahan masalah (definisi masalah, peran, tugas, dst)
Fase Empat: pemecahan masalah mandiri dan kelompok.
Fase Lima: Menganalisa proses dan progres.
Fase Enam: Memutar kembali aktifitas.


SISTEM SOSIAL
Sistem berdasarkan pada proses demokratis dan keputusan kelompok, dengan struktur luar yang rendah. Kebingungan haruslah tulus, tidak dapat ditekankan. Pertukaran otentis adalah penting.  Atmosfir adalah salah satu dari alasan dan negosiasi.
PRINSIP REAKSI
Konselor memainkan peran fasilitatif yang diarahkan pada proses kelompok (membantu siswa merumuskan rencana, bertindak, mengatur kelompok) dan syarat-syarat kajian (kesadaran metode). Dia berfungsi sebagai konselor akademik.
SISTEM DUKUNGAN
Lingkungan harus dapat merespon terhadap beragam tuntutan siswa. Konselor dan siswa harus dapat mengumpulkan apa yang mereka butuhkan ketika mereka membutuhkannya.

Kesimpulan
Model pengajaran sosial muncul karena adanya suatu anggapan mengenai tabiat dasar manusia sebagai makhluk sosial dan bagaimana cara-cara mereka belajar. Model sosial, sebagaimana namanya, menitik beratkan pada tabiat sosial kita, bagaimana kita mempelajari tingkah laku sosial, dan bagaimana interaksi sosial tersebut dapat mempertinggi hasil capaian akademik. Hampir semua penggagas teori model sosial percaya bahwa peran utama pendidikan adalah untuk mempersiapkan warga negara yang akan mengembangkan tingkah laku demokratis yang terpadu, baik dalam tataran pribadi maupun sosial serta meningkatkan taraf kehidupan yang berbasis sosial yang produktif. Mereka juga percaya bahwa sebuah usaha yang dilakukan bersama-sama dapat meningkatkan kualitas kehidupan, penigkatan aspek sosial dan mendorong aspek intelektual serta mencegah adanya konflik sosial yang dekonstruktif. Beberapa penggagas teori sosial berpandangan bahwa pola-pola pendidikan individualistik digabungkan dengan hafalan yang dikuasai seorang guru sebenarnya merupakan suatu hal yang kontraproduktif, baik dalam tataran individu ataupun sosial. Hal ini disebabkan model tersebut hanya menekankan angka pembelajaran, menciptakan sebuah interaksi tidak alamiah bahkan menjelma menjadi iklim yang anti sosial serta tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya dan melatih kemampuan untuk bekerja sama. Bagaimanapun manusia pada dasarnya suka bekerja sama, berdebat, berdiskusi, dan selalu berupaya menyaingi kompetensi lawan debat atau diskusinya (Lih. Jhonson & Jhonson, 1990. Sharan, 1990. Thelen, 1960).
Pada dasarnya investigasi kelompok merupakan salah satu cabang dari rumpun kelompok model pengajaran sosial selain kajian tentang nilai-nilai. (bruce joyce, marsha weil, dan emily calhoun dalam bukunya model of teaching edisi ke delapan) dimana kelompok model pengajaran sosial ini akan mengembangkan apa saja  yang akan dicapai jika kita melakukannya bersama-sama dan menciptakan suasan demokratis dalam masyarakat kita. Selain itu model ini juga membantu kita dalam membentuk komunitas pembelajaran yang nantinya dapat meingkatkan pola pembelajaran siswa secara drastis. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa investigasi kelompok masuk dalam kelompok model pengajaran sosial. Dalam investigasi kelompok itu sendiri, terdapat beberapa tujuan dalam pelaksanaan modelnya. Yang diantaranya mampukah investigasi kelompok ini jika dipakai dalam meningkatkan pembelajaran para anggotanya, mampukah siswa mengelola sebuah komunitas pelajaran demokratis dan belajar menerapkan metode-metode ilmu pengetahuan dalam setiap aktifitas mereka. Investigasi kelompok dapat diterapkan untuk merancang kembali sekolah-sekolah dan meningkatkan pembelajarn pribadi, sosial dan akademik di antara para siswa.
Model Group Investigation berawal dari perspektif filosofis  terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, orang harus memiliki  pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey menulis sebuah  buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey  menggagas konsep pendidikan bahwa kelas seharusnya merupakan  cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar  tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al, 1996)  adalah:
a.      Siswa hendaknya aktif: learning by doing
b.      Belajar  hendaknya didasari motivasi intrinsic
c.       Pengetahuan berkembang,  tidak bersifat tetap
d.      Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan  kebutuhan dan minat siswa
e.      Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu  sama lain: prosedur demokratis sangat penting.
f.        Kegiatan belajar  hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model Group Investigation  yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan  bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan  mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi (Arends, 1998). Selain itu, Group Investigation dikembangkan Thelen sebagai upaya untuk mengkombinasikan strategi mengajar yang berorientasi pada pengembangan proses pengkajian akademis. Kemudian Joyce dan Weil (1980:230) menambahkan bahwa model Group Investigation yang dikembangkan oleh Thelen yang bertolak dari pandangan John Dewey dan Michaelis yang memberikan pernyataan bahwa pendidikan dalam masyarakat demokrasi seyogyanya mengajarkan demokrasi langsung.
Menurut Anwar (Aisyah, 2006:14) secara harfiah investigasi diartikan sebagai penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta-fakta, melakukan peninjauan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang suatu peristiwa atau sifat. Selanjutnya Krismanto (2003:7) mendefinisikan investigasi atau penyelidikan sebagai kegiatan model yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil yang benar sesuai pengembangan yang dilalui siswa.
Height (Krismanto, 2003:7) menyatakan to investigation berkaitan dengan kegiatan mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis. Jadi investigasi adalah proses penyelidikan yang dilakukan seseorang, dan selanjutnya orang tersebut mengkomunikasikan hasil perolehannya, dapat membandingkannya dengan perolehan orang lain, karena dalam suatu investigasi dapat diperoleh satu atau lebih hasil. Dengan demikian akan dapat dibiasakan untuk lebih mengembangkan rasa ingin tahu. Hal ini akan membuat siswa untuk lebih aktif berpikir dan mencetuskan ide-ide atau gagasan, serta dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil diskusinya di kelas.
Model investigasi kelompok merupakan model bimbingan yang melatih para siswa berpartisipasi dalam pengembangan sistem sosial dan melalui pengalaman, secara bertahap belajar bagaimana menerapkan metode ilmiah untuk meningkatkan kualitas masyarakat. model ini merupakan bentuk model yang mengkombinasikan dinamika proses demokrasi dengan proses inquiry akademik. melalui negosiasi siswa-siswa belajar pengetahuan akademik dan mereka terlibat dalam pemecahan masalah sosial. Dengan demikian kelas harus menjadi sebuah miniatur demokrasi yang menghadapi masalah-masalah dan melalui pemecahan masalah, memperoleh pengetahuan dan menjadi sebuah kelompok sosial yang lebih efektif.
Group Investigation merupakan  salah satu bentuk model model kooperatif  yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Selanjutnya Thelen (Joyce dan Weil, 1980:332) mengemukakan tiga konsep utama dalam model Group Investigation, yaitu:
a.      Inquiry
b.      Knowledge
c.       The dynamics of the learning group.
Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir model. Penelitian di sini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh siswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan dinamika kelompok menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok saling berinteraksi yang melibatkan berbagai ide dan pendapat serta saling bertukar pengalaman melaui proses saling beragumentasi.
1.        Tujuan dan Asumsi
a.      Asumsi
“Manusia bersama manusia lainnya membuat aturan dan kesepakatan yang membentuk sebuah realitas sosial”.
b.      Tujuan
Dari model ini diperoleh tujuan-tujuan yang membantu siswa dalam:
§  Investigasi kelompok berusaha untuk menggabungkan dalam satu strategi mengajar, bentuk dan dinamika dari proses demokratis dengan proses kajian akademik. 
§  Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir model.
§  Dapat melatih siswa memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
§  Output dari model ini ialah siswa memiliki kepercayaan diri, integritas, tanggung jawab, serta menghormati dan menghargai orang lain.
Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model Group Investigation menjadi enam tahapan, yaitu:
1)       Tahap Mengidentifikasi Topik dan Pengelompokan
Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh Konselor. Para siswa selanjutnya diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas (task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi kelompok pada model ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik, maupun kemampuan akademik.
2)      Tahap Merencakan Penyelidikan Kelompok
Para siswa beserta Konselor merencakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih dari langkah a. di atas.
3)      Tahap Melaksakan Penyelidikan
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah b. Model harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Konselor secara terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan.
4)     Tahap Menyiapkan Laporan Akhir
Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh pada langkah c. dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu penyajian yan menarik di depan kelas.
5)     Tahap Menyajikan Laporan
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
6)     Tahap Evaluasi
Konselor beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.
Selain itu, Slavin (1995) mengatakan model Group Investigation  memiliki enam langkah:
1)       Grouping: Menetapkan jumlah anggota  kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan  permasalahan.
2)      Planning: Menetapkan hal yang akan dipelajari,  bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, dan apa tujuannya.
3)      Investigation: Saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,  mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat inferensi.
4)     Organizing: Anggota kelompok menulis laporan, merencanakan  presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis.
5)     Presenting: Salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati,  mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
Evaluating: Masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap  laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan Konselor  berkolaborasi mengevaluasi model yang dilakukan, dan  melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian  pemahaman.
Konsep-Konsep Dasar
Secara garis besar thelen membagi tiga konsep utama dalam model investigasi kelompok yaitu kajian (Inqury), pengetahuan dan dinamika kelompok belajar. Kajian merupakan tahap awal pada model bimbingan investigasi kelompok ini yaitu dengan diangkatnya sebuah masalah untuk selanjutnya dilakukan pengkajian oleh para konselinya. Menurut Thelen, kajian adalah “memulai dan mengawasi proses-proses memberikan perhatian kepada sesuatu, berinteraksi dan distimulasi oleh orang lain, baik melalui seseorang atau melalui tulisannya, dan refleksi serta pengaturan kembali konsep dan sikap seperti diperlihatkan ketika memunculkan kesimpulan, mengidentifikasikan investigasi-investigasi baru yang akan diambil, mengambil tindakan dan menghasilkan produk yang lebih baik.” Kajian merupakan proses awal dalam model bimbingan infestigasi kelompok yaitu dengan mengkaji permasalahan- permasalahan yang muncul dengan melihat pengalaman sebelumnya ataupun dari kajian lainnya. Konselor dapat memilih isi dan menumpahkannya menyangkut situasi-situasi masalah. Pada dasarnya kajian adalah suatu proses sosial, maka siswa dibantu dalam peran pengamat sendiri dengan berinteraksi dan dengan mengamati reaksi-reaksi dari orang-orang lain yang bingung. Titik-titik pandang bertentangan yang muncul juga mendorong ketertarikan siswa dalam masalah.
Walaupun guru dapat memberikan situasi masalah, namun tetaplah siswa sebagai pengkaji untuk mengidentifikasikan dan merumuskan masalah dan mencari solusinya. Untuk pada akhirnya kelompok tersebut mempunyai pengetahuan mengenai permasalahan yang diangkat, pengetahuan merupakan tujuan dari kajian yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Setelah dilakukan kajian, tentunya konseli memiliki pengetahuan baru yang lebih terfahami mengenai masalah yang terangkat sehingga timbulah perubahan- perubahan pada diri anggota kelompok masing- masing sehingga terjadilah dinamika kelompok kearah yang lebih positif. Karena pada model investigasi kelompok ini melibatkan pemahaman kognitif saja namun juga adanya keterlibatan emosiaonal yang melibatkan kognitif, prilaku, sikap dan pemahaman baru.
Ulasan Strategi Mengajar
Thelen memberikan contoh kelompok yang terdiri dari sebelas orang wanita dewasa yang sedang mempersiapkan diri menjadi guru sekolah dasar. Mereka sedang menyelidiki keahlian, sikap dan pengetahuan yang penting untuk menjadi guru yang efektif. Langkah yang dilakukan sebagai berikut:
a.      Kelompok tidak diberikan instruksi mengenai apa yang akan diamati tetapi hanya diberitahukan untuk melaporkan temuan-temuan mereka kepada kelompok.
b.      Diskusi pecah kedalam argumen-argumen dan berhenti menjadi informatif.
c.       Instruktur memberikan saran bahwa kelompok menerima perbedaan opini dan secara lebih sistematis memeriksa faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas kelas.
d.      Kelompok memasukan semua faktor yang dapat mereka pikirkan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan diantara sampel.
e.      Selanjutnya adalah menghubungkan prilaku yang diamati dari anak-anak dengan motivasi guru.
f.        Dari diskusi-diskusi ini orang-orang terstimulasi untuk mengejar aspek-aspek pengajaran yang menarik bagi mereka, kemudian mereka saling bertemu secara personal dan mengembangkan tujuan-tujuan individu lebih jauh.
g.      Kelompok memanggil orang-orang sebagai sumber, mengevaluasi kemajuan mereka secara berangsur-angsur, dan mengambil alih tanggung jawab untuk menuntun tindakan mereka sendiri.
Model investigasi kelompok ini dapat dianggap sebagai cara yang efisien dan sangat langsung untuk mengajarkan pengetahuan akademik dan juga proses sosial. Juga tampaknya mengembangkan kehangatan dan kepercayaan interpersonal, menghargai aturan dan kebijakan yang dinegosiasikan, kemandirian dalam belajar, dan menghormati martabat orang lain.
Dalam model ini siswa dirangsang dengan pertanyaan untuk mengemukakan gagasannya. Menurut Steven W. Vannoy sarana mengajarkan dengan pertanyaan ini sangat efektif. Dengan metode mengajarkan dengan pertanyaan, selain membuat siswa kreatif mencari jawaban juga ada pesan-pesan halus yang mengatakan ; “kamu bisa, saya percaya padamu, kamu dapat bertanggung jawab, saya menghormati kamu, dan lain-lain”.
Di awal disebutkan bahwa investigasi kelompok harus bersifat fleksibel dalam hal pengorganisasian kelas dan bawaan konselornya sendiri ketika membimbing kelompok. Fleksibel dalam hal pengorganisasian kelas berarti kita harus melihat kondisi para siswa yang akan mengikuti bimbingan. Dewasa, remaja, atau anak-anak. Sehingga pemberian stimulasi tidak salah kaprah.
Fleksibel dalam hal bawaan konselornya ketika membimbing berarti seorang konselor harus melihat perjalanan proses investigasi secara jeli. Ketika prosesnya mengalami kebuntuan, konselor memberi stimulus/pertanyaan yang menuntun para siswa/konseli menemukan jawaban/solusinya.
Dengan kata lain, investigasi kelompok ini dalam prosesnya tidak hanya menekankan pada pemahaman. Akan tetapi juga melibatkan aspek emosi dan menuntun perubahan perilaku yang berasal dari dalam diri konseli.
2.      Peran Konselor Dalam Model Group Investigation
Dalam model model ini, prinsip yang dikembangkan adalah Konselor  lebih berperan sebagai pembimbing, konsultan, dan sumber kritik yang  konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan  masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan  Konselor terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan  kemampuan meneliti hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan  ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang  diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi  tersebut.
Setiawan (2006:12) mendeskripsikan peranan Konselor dalam model Group Investigation sebagai berikut:
a.      Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
b.      Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukan cara penyelesaianya).
c.       Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
d.      Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa
e.      Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir.
Sarana pendukung model model ini adalah lembaran kerja siswa,  bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk Konselor, peralatan  penelitian yang sesuai, meja dan kursi yang mudah dimobilisasi atau  ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
3.      Kelebihan Model Group Investigation
Setiawan (2006:9) mendeskripsikan beberapa kelebihan dari model Group Investigation, yaitu sebagai berikut:
a.      Secara Pribadi
§  Dalam proses belajarnya dapat bekerja secara bebas
§  Memberi semangat untuk berinisiatif, kreatif, dan aktif
§  Rasa percaya diri dapat lebih meningkat
§  Dapat belajar untuk memecahkan, menangani suatu masalah
§  Mengembangkan antusiasme.

b.      Secara Sosial
§  Meningkatkan belajar bekerja sama
§  Belajar berkomunikasi baik dengan teman sendiri maupun guru
§  Belajar berkomunikasi yang baik secara sistematis
§  Belajar menghargai pendapat orang lain
§  Meningkatkan partisipasi dalam membuat suatu keputusan.
c.       Secara Akademis
§  Siswa terlatih untuk mmpertanggungjawabkan jawaban yang diberikan
§  Bekerja secara sistematis
§  Mengembangkan dan melatih keterampilan dalam berbagai bidang
§  Merencanakan dan mengorganisasikan pekerjaannya
§  Mengecek kebenaran jawaban yang mereka buat
§  Selalu berfikir tentang cara atau strategi yang digunakan sehingga didapat suatu kesimpulan yang berlaku umum.
4.      Kelemahan Model Group Investigation
a.      Sedikitnya materi yang tersampaikan pada satu kali pertemuan
b.      Sulitnya memberikan penilaian secara personal
c.       Tidak semua topik cocok dengan model Group Investigation, model Group Investigation cocok untuk diterapkan pada suatu topik yang menuntut siswa untuk memahami suatu bahasan dari pengalaman yang dialami sendiri.
d.      Diskusi kelompok biasanya berjalan kurang efektif
e.      Siswa yang tidak tuntas memahami materi prasyarat akan mengalami kesulitan saat menggunakan model ini.
Berdasarkan pemaparan mengenai model Group Investigation tersebut, jelas bahwa model Group Investigation mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama (Setiawan, 2006:9).
Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:24) bahwa dalam proses perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi merupakan penyesuaian atau mencocokan informasi yang baru dengan apa yang telah ia ketahui. Sedangkan proses akomodasi adalah anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui sebelumnya sehingga informasi yang baru itu dapat disesuaikan dengan lebih baik. Sementara itu menurut Suherman (2003:36) bahwa proses asimilasi dan akomodasi merupakan perkembangan skemata. Skemata tersebut membentuk suatu pola penalaran tertentu dalam pikiran anak.
Kemudian jika dilihat dari fase-fase model Group Investigation, terlihat adanya proses interaksi antara siswa dalam model, memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara berkelompok dalam menyelidiki, menemukan, dan memecahkan masalah. Dengan demikian diharapkan kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Pieget (Sagala, 2007:190) bahwa pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat distimulasi oleh konfrontasi kritis, khususnya dengan teman-teman setingkat. Oleh karena itu diharapkan dengan menggunakan model Group Investigation ini, kompetensi penalaran siswa dapat lebih baik daripada model secara ekspositori.
Berdasarkan pemaparan mengenai model Group Investigation tersebut, dapat disimpulkan bahwa model Group Investigation mendorong siswa untuk belajar lebih aktif dan lebih bermakna. Artinya siswa dituntut selalu berfikir tentang suatu persoalan dan mereka mencari sendiri cara penyelesaiannya. Dengan demikian mereka akan lebih terlatih untuk selalu menggunakan keterampilan pengetahuannya, sehingga pengetahuan dan pengalaman belajar mereka akan tertanam untuk jangka waktu yang cukup lama.

Referensi :
Joyce, B. & Weil, M. (1978). Model of Teaching. Englewood Cliffs, N.J. Prentic Hall.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...