RENCANA
PENGEMBANGAN PROGRAM MEDIA BIMBINGAN DAN KONSELING REMAJA
Oleh :
Asep Rohiman Lesmana
A.
Identifikasi
Kebutuhan Remaja
Secara hukum,
posisi konselor ditingkat sekolah menengah telah ada sejak tahun 1975, yaitu
sejak diberlakukannnya kurikulum bimbingan dan konseling. Dalam sistem
pendidikan indonesia, konselor disekolah
menengah mendapat peran dan posisi/tempat yang jelas. Peran konselor, sebagai
salah satu komponen student support
services, adalah men-suport perkembangan aspek-aspek pribadi, sosial, karir
dan akademik peserta didik melalui pengembangan program bimbingan dan
konseling. (ABKIN,2008).
Di antara
orientasi masa depan yang mulai diperhatikan pada usia remaja, orientasi masa
depan remaja akan lebih terfokuskan dalam bidang pendidikan. Hal ini dinyatakan
oleh Eccles (dalam Santrock, 2004), dimana usia remaja merupakan usia kritis
karena remaja mulai memikirkan tentang prestasi yang dihasilkannya, dan
prestasi ini terkait dengan bidang akademis mereka. Suatu prestasi dalam bidang
akademis menjadi hal yang serius untuk diperhatikan, bahkan mereka sudah mampu
membuat perkiraan kesuksesan dan kegagalan mereka ketika mereka memasuki usia
dewasa (Santrock, 2001).
Penelitian yang dilakukan
Bandura (dalam Santrock, 2001) terkait dengan prestasi remaja, diketahui kalau
prestasi seorang remaja akan meningkat bila mereka membuat suatu tujuan yang
spesifik, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek. Selain itu, remaja
juga harus membuat perencanaan untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Dalam
proses pencapaian tujuan, remaja juga harus memperhatikan kemajuan yang mereka
capai, dimana remaja diharapkan melakukan evaluasi terhadap tujuan, rencana,
serta kemajuan yang telah mereka capai (Santrock, 2001), sehingga dapat
dikatakan kalau orientasi masa depan yang dimiliki remaja akan lebih terkait
dengan bidang pendidikan.
Suherman AS (2007)
mengungkapkan bahwa Program bimbingan dan konseling merupakan rancangan
aktivitas kegiatan yang akan memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan
nasional. Artinya program bimbingan dan konseling di sekolah harus menyediakan
sistem layanan yang bermanfaat bagi kemajuan akademik, karir, dan perkembangan
pribadi sosial para siswa dalam menyiapkan dan menghadapi tantangan masa depan
dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bangsanya di masa depan. Berdasarkan
itu semua, maka semua pemegang kebijakan pendidikan di sekolah lebih memahami
karakteristik dan kebutuhan siswa yang merupakan subjek layanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
Data atau informasi tentang
karakteristik dan kebutuhan siswa merupakan komponen atau faktor-faktor yang
berkaitan dengan penentuan tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Data yang sudah terkumpul perlu dianalisis secara cermat dan komprehensif
(menyeluruh), untuk kemudian ditafsirkan dan implementasikan dalam beberapa
alternatif rencana program bimbingan dan
konseling di sekolah. Alternatif program tersebut harus dievaluasi dan dipilih
mana yang memiliki peluang besar untuk mencapai tujuan, tetapi paling hemat
dalam menggunakan tenaga, waktu, dan biayanya.
Program bimbingan dan
konseling ini berfokus pada tugas perkembangan remaja. Tugas-tugas perkembangan
(developmental task) terkait dengan
sikap, pengetahuan, dan keterampilan (perbuatan atau tingkah laku) yang
seyogyanya dimiliki oleh setiap siswa sesuai dengan fase perkembangannya. Hurlock
(1981) mengemukakan bahwa tugas-tugas perkembangan merupakan social expectations (harapan-harapan
sosial masyarakat). Dalam srti setiap kelompok budaya mengharapkan para
angotanya menguasai keterampilan tertentu yang penting dan memperoleh pola
perilaku yang disetujui bagi berbagai usia sepanjang rentang kehidupan.
Munculnya tugas-tugas perkembangan
bersumber pada faktor-faktor berikut :
1. Kematangan
fisik, misalnya (a) belajar berjalan karena kematangan otot-otot kaki, dan (b)
belajar bergaul dengan jenis kelamin yang berbeda pada masa remaja, karena
kematangan hormon seksual.
2. Tuntutan
masyarakat secara kultural, misalnya (a) belajar membaca, (b)
belajar menulis, (c) belajar berhitung, dan (d) belajar berorganisasi.
3. Tuntutan dari
dorongan dan cita-cita dari siswa itu sendiri, misalnya (a) memilih pekerjaaan,
dan (b) memilih teman hidup.
4. Tuntutan
norma agama, misalya (a) taat beribadah kepada Allah, dan (b) berbuat baik
kepada sesama umat manusia.
Tugas-tugas
perkembangan remaja yaitu sebagai berikut :
1. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman
kualitasnya (seperti kecantikan, keberfungsian, dan keutuhan).
2. Mencapai
kemandirian emosional dari orang tua atau figur yang mempunyai otoritas
(mengembangkan sikap respek terhadap orang tua dan orang lain).
3. Mengembangkan
keterampilan komunikasi interpersonal (lisan dan tulisan).
4. Mampu bergaul
dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar.
5. Menemukan
manusia model yang dijadikan pusat identifikasinya.
6. Menerima
dirinya sendiri dan memimili kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.
7. Memperoleh self-control (kemampuan mengendalikan
sendiri) atas dasar skala nilai, prinsip-pronsip, atau falsafah hidup.
8. Mempu
meningglakn reeaksi dan penyesuaian diri (sikap dan perilaku) yang kekanak-kanakan.
9. Bertingkahlaku
yang bertanggung jawab secara sosial.
10. Mengembangkan
keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan bagi warga negara,.
11. Memilih dan
mempersiapkan karir (pekerjaan).
12. Memiiki
sikapmpositif terhadap pernikahan dan hidup berkeluarga (meyakini bahwa
pernikahan merupakan satu-satunya jalan yang menghalalkan hubungan sksual
pria-wanita).
13. Mengamalkan
ajaran agama yang dianutnya.
Dalam membahas tujuan tugas
perkembangan remaja, pikunas (1976) mengemukakan pendapat Luella Cole yang mengklasifikasikan
kedalam sembilan kategori yaitu (1) kematangan emosional; (2) pemantapan
minat-minat heteroseksual; (3) kematangan sosial; (4) emansipasi dari kontrol
keluarga; (5) kematangan intelektual; (6) memilih pekerjaan; (7) menggunakan
waktu senggang secara tepat; (8) memiliki filasafat hidup; dan (9) identifikasi
diri.
Dalam proses pendidikan, siswa sebagai
subjek pendidikan tidak terlepas dari berbagai permasalahan, diantaranya:
1. Masalah
belajar; motivasi belajar kurang, prestasi belajar rendah, terdapat siswa yang under achiever, kesulitan dalam
pengaturan waktu belajar, berubahnya orientasi dan tujuan instirusional pada
suatu institusi memerlukan penyesuaian serta belajar pada diri siswa dan
pengembangan potensinya.
2. Masalah
keluarga; suasana rumah yang tidak harmonis, keluarga retak, orang tua yang
terlalu menuntut, menekan, otoriter, dan sebagainya.
3. Masalah
pribadi sosial; konflik dengan sesama siswa maupun konflik dengan diri sendiri,
penolakan diri, rendah diri, dan sebagainya.
B.
Identifikasi
Program
ABKIN
menguraikan standar kompetensi kemandirian peserta didik berdasarkan tugas
perkembangan anak dan remaja. Standar kompetensi ini dijadikan acuan dalam
merumuskan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa sebagai bagian dari program
bimbingan dan konseling di sekolah. Standar kompetensi kemandirian peserta
didik ini meliputi beberapa aspek perkembangan yakni :
1) Landasan
hidup religius
2) Landasan
perilaku etis
3) Kematangan
emosi
4) Kematangan
intelektual
5) Kesadaran
tanggungjawab sosial
6) Kesadaran
gender
7) Pengembangan
pribadi
8) Perilaku
kewirausahaan
9) Wawasan dan
persiapan karir
10) Kematangan
hubungan dengan teman sebaya
11) Kesiapan diri
untuk menikah dan berkeluarga.
Suherman AS
(2007) mengungkapkan bahwa sebelum alternatif program bimbingan dan konseling yang
dipiliha dan dilaksanakan, konselor perlu menjabarkan secara rinci program itu
sampai dengan tahap-tahap pelaksanaannya. Dalam setiap tahap pelaksanaan,
paling tidak harus mengenai : (1) sasaran yang ingin dicapai, (2) kegitaan yang
dilakukan, (3) siapa pelaksana dan penanggungjawabnya, (4) kapan waktu
pelaksanaannya, dan (5) sarana atau prasarana dan dana yang diperlukan.
Pelaksanan
program bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya sesuai dengan kurikulum
bimbingan dan konseling. Pelaksananya adalah konselor dibantu oleh pihak
sekolah, orangtua atau wali siswa dan anggota masyrakat yang terkait. Sistem
pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif mencakup empat
komponen yakni kurikulum bimbingan atau layanan dasar, perencnaan individual, layanan
responsif, dan dukungan sistem. Komponen kurikulum memberi sarana untuk
mengantarkan isi bimbingan dan konseling pada siswa dengan cara yang
sistematis.
C.
Idetifikasi
Media/Strategi yang Relevan
Media atau
strategi yang relevan untuk pengembangan program bimbingan dan konseling remaja
diantaranya yaitu :
1. Poster
2. Puisi
3. Tayangan dari
powerpoint
4. Permainan
kelompok
5. Radio
6. Internet atau
jejaring sosial
7. Sosiodrama
8. Workshop BK
Referensi :
Muhibbin Syah. 2007. Psikologi
Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suherman
AS, Uman. (2007). Manajemen Bimbingan dan
Konseling. Bekasi : Madani
Production.
ABKIN (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan
Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Depdiknas.
Rusmana, Nandang.
(2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok
di Sekolah (Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung : RIZQI Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar