Rabu, 20 November 2019

Kualitas Pribadi Konselor


Kerangka Teori dan Konsep Kualitas Pribadi Konselor



Terdapat dua teori utama yang menjadi pembahan mengenai kualitas pribadi konselor, yakni teori pribadi konselor dan five minds. Teori utama pribadi konselor adalah teori pribadi konselor dari Cavanagh and Justin (2002), Geldard, D & Geldard, K. (2005), dan dari William J. L. and Alissa S. (2008). Sedangkan teori five minds yang digunakan adalah teori five minds dari Gardner (2000 dan 2008) sehingga disebut pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds.

Teori Pribadi Konselor
Secara etimologi, kepribadian yang bahasa Inggrisnya  personality, berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona, yang berarti topeng dan personare, yang berarti menembus. Menurut Boeree (2005: 120) persona adalah topeng yang dipakai ketika individu menampilkan diri ke dunia luar.  Namung seiring dengan perkembangan yang dialami individu, konsep persona yang semula sebagai arketip sehingga diartikan topeng, lambat laun ia menyadari bahwa topeng itu merupakan bagian dari dirinya sendiri yang paling jauh letaknya dari alam bawah sadar kolektif (Boeree, 2005: 120). Ketidaksadaran ini mendorong individu senantiasa memunculkan kesan baik ketika lingkungan menuntut untuk menampilkan peran itu, terutama ketika lingkungan mendukung.
Prinsipnya kepribadian itu akan terus berkembang dan menjadi bagian dari sistem yang ada dalam diri individu. Artinya, kepribadian bersifat dinamis. Apa lagi jika dikaji dari sisi determinasi perkembangan, bahwa determinan perkembangan kepribadian adalah faktor lingkungan, maka sangat yakin bahwa kepribadian bersifat dinamis. Dinamika ini terutama dalam rangka memperkokoh suatu sistem yang disebut sistem psiko-fisik.
Demikian halnya dengan perkembangan pribadi konselor, dalam arti karakteristik kepribadian seorang konselor akan terus berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi pada lingkungannya, khususnya yang disebut pembelajaran. Karakteristik pribadi konselor yang dimaksud adalah   pemahaman diri, sepenuh hati, dapat dipercaya, sehat secara psikologis, jujur, ketegasan, hangat, memberikan respon yang aktif, sabar, sensitif, mandiri, kesadaran holistik (Cavanagh and Justin, 2002 : 46). Menurut Brammer (1982 : 75) cirri pribadi konselor yang efektif adalah konselor yang empati (emphaty), terbuka (open mindedness), konkret (concreteness), dan realistis (realistic). Geldard, D & Geldard, K. (2005 : 23) mengemukakan sepuluh karakteristik konselor efektif dalam mengembangkan hubungan yang bersifat membantu, yakni  penerimaan (acceptance), empati (empathy), stabilitas emosi (emotional stability), fleksibilitas (flexibility), keterbukaan (open-mindedness), ketertarikan pada orang (interest in people), keaslian (genuineness), kepercayaan/keyakinan (confidence),sensitivitas (sensitivity), dan (fairness). Sementara itu Verheul .R,  et.al. (2008 : 23-34) mengemukakan tiga factor yang berkorelasi dengan kualitas hubungan yang bersifat membantu (helping relationship), yakni kontrol diri (self-control), integrasi identitas (identity integration), kapasitas hubungan (relational capacities), dan tanggung jawab (responsibility).
  Pribadi konselor yang berkualitas berkembang optimal pada pengasuhan (attechment) yang memfasilitasi (William J. L. and Alissa S., 2008 ; 406), yakni pembelajaran yang memberikan kemudahan kepada mahasiswa mengembangkan pribadi konselornya. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds. Pembelajaran ini dipandang cocok sebab pribadi konselor dilandasi berpikir keilmuan, sintesis, kreatif, respek, sampai berpikir persoalan etik. Pembelajaran berbasis Gardner’s Five Minds tidak mengajarkan substansi melainkan mengajarkan alat berpikir untuk pengembangan pikiran secara kontekstual dan normatif.

Teori Pembelajaran Berbasis Gardner’s Five Minds.
Konsep Gardner’s Five Mind
Petualangan intelektual Howard Gardner, yang sering lebih dikenal dengan nama Gardner, selama lebih dari 30 tahun menghasilkan paradigma berpikir yang berbeda dari para pemikir lainnya. Setelah sukses pada awal tahun 1990an dengan teori multiple intelligence, pada tahun 1999 ia menerbitkan buku yang diberi judul The Disciplined Mind. Buku ini termasuk best seller, karena isinya menggagas berpkir ilmu yang bukan sekedar pengetahuan, malainkan berpikir yang powerfull yang bukan hanya sekedar memahami keilmuan bidang-bidang studi. Namun demikian, Gardner begitu haus dengan pengembangan berpikirnya sehingga pada suatu seminar tahun 2008 mengemukakan konsep five minds for the future.
1.         The Disciplined Mind
Menurut Gardner (2008 : 5) ada tiga konotasi discipline, yakni melakukan sasuatu hal secara ajeg dan mantap yang akhirnya memperoleh hasil yang terbaik, menguasai cara-cara pokok berpikir sehingga disscipline merupakan cara berpikir yang powerful tetapi tidak intuitif,  menjadi seorang ahli pada sesuatu yang digeluti, dan discipline mind selalu menunjukkan kebaruan.  Discipline mind dintandai dengan minimal melibatkan penguasaan satu cara berpikir dan pemanfaatan pendekatan saintifik dalam memecahkan masalah pada area manapun.
2.      The Synthesizing Mind
Pikiran sintesa (synthesizing mind) pikiran yang mampu mengumpulkan informasi dari pelbagai  sumber yang berbeda dan menempatkan ide-ide bersama-sama dalam cara yang masuk akal untuk pelajar. Kemampuan untuk mensintesis ide-ide adalah keterampilan penting di masa depan – suatu keterampilan dasar kepemimpinan yang inovatif. Gardner (2008 : 8) berpendapat bahwa salah satu figure synthesizer mind adalah Charles Darwin. Ia berkeliling ke beberapa Negara dan mengamati flora dan fauna. Ia melakukan uji coba dan observasi di berbagai belahan dunia. Pada 20 tahun berikut ia mengemukakan sintesa intelektual terbaiknya “On the Origin of the Species”.
3.      The Creative Mind
Pikiran kreatif (creative mind) adalah pikiran yang mampu memecah landasan baru, mengembangkan ide-ide baru, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baru atau memunculkan alternatif lain.
4.      The Respectful Mind
Pikiran respek (respectful mind) adalah pikiran yang mengakui perbedaan antara individu, kelompok dan budaya, belajar untuk menghargai rasa 'orang lain'. Pikiran ini membutuhkan lompatan imajinatif untuk memungkinkan kita untuk memahami orang lain dengan cara mereka sendiri.
5.      The Ethical Mind
Pikiran etis ethical mind) adalah yang mempertimbangkan bagaimana siswa dapat melayani tujuan di luar kepentingan diri sendiri. Pikiran ini memperhitungkan 'kebaikan bersama' dari masyarakat luas khususnya di bawah situasi yang menantang atau dilema. Perkembangan keyakinan bersama yang penting untuk mencapai pikiran ini dan proyek-proyek yang melibatkan memberikan layanan kepada orang lain.

Five Minds sebagai Dasar Pembelajaran
Dalam pandangan Gardner (2008 : 1) five minds for the future merupakan sesuatu antara must dan should. Must dalam pengertian bahwa five mind merupakan kompetensi yang orang muda dan masyarakat perlukan pada abad 21 yang sedang dijalani. Should dalam pengertian keputusan tentang pengembangan five minds sesuai dengan nilai masing-masing orang. Artinya, jika seseorang yakin bahwa pengembangan  five minds  amat penting bagi seseorang untuk menghadapi masa depan, maka orang itu sudah seharusnya mengembangkan five minds yang terintegrasi pada pribadinya.
Bagi Gardner (2008 : 2) five minds sangat penting sebab gambaran masa depan sebagai the genetic revolution, yakni suatu masa dimana anak pergi sekolah dengan membawa chips gene masing-masing dan mereka akan berkata kepada guru dan administrtator “these are the genes that are inactive, these are the ones that are working – teach me effectively (Inilah gen yang belum aktif, tetapi sebagaian sedang berkembang – ajarlah kami dengan efektif.)” dan kita tidak akan bisa menolak permohonan ini.
Dalam konteks pembelajaran pengembangan pribadi konselor five minds dipandang sebagai keutuhan. Implikasinya pembelajaran harus mengembangkan kelima minds itu sebagai keutuhan pribadi. Gardner’s Five Minds dianggap cocok bagi penegmbangan pembelajaran pribadi konselor dengan pemikiran sebagai berikut.
1.       Pribadi konselor dilandasi pengetahuan tapi bukan sebatas pengetahuan melainkan sampai pada persoalan etik.
2.         Pengembangan pribadi konselor menghendaki keutuhan pembelajaran yang melintas aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara terstruktur dan terprogram, sehingga five minds bisa merepresentasikan struktur, proses dan program dimaksud.
3.  Five minds tidak mengajarkan substansi melainkan mengajarkan alat berpikir untuk pengembangan pikiran secara kontekstual dan normatif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...