Selasa, 21 April 2020

Aplikasi Permainan dalam Edukasi dan Pelatihan


Penggunaan Pemainan dalam Pembelajaran
dan Pelatihan

Oleh :
Iman Lesmana

A. Permainan Bagi Trainer Profesional
Trainer Profesional bertanggung jawab untuk menangani muatan isi, proses dan lingkungan dalam suatu situasi pembelajaran. Muatan isi yang dimaksud adalah fakta-fakta, data, informasi dan aturan-aturan yang dipandang penting untuk dapat diaplikasikan dalam suatu tugas belajar tertentu. Sementara proses mengacu pada bentuk-bentuk pendekatan yang digunakan untuk menyajikan muatan isi pembelajaran. Sedangkan lingkungan merupakan aspek fisik dan psikologis yang terkait dangan penyelenggaraan sesi training (lokasi, fasilitas, tata letak/ruangan, makanan dan lain-lain).
Buku ini memfokuskan pada permainan-permainan yang dapat dimainkan oleh para trainer dan pendidik profesional. Permainan-permainan tersebut merupakan bagian dari elemen proses pengalaman belajar. Dalam buku ini, suatu permainan dapat berupa suatu latihan, ilustrasi, aktivitas, atau suatu peristiwa tak terduga yang dimanfaatkan untuk mempresentasikan atau menyokong kegiatan pembelajaran trainee. Pembelajaran, tentunya , ditujukan pada tiga level yakni kognitif, afektif dan psikomotor. Keterandalan pengetahuan, sikap atau keterampilan dapat ditempuh melalui pemanfaatan yang selektif terhadap permainan yang tepat dalam pembelajaran.

B. Permainan VS Latihan Eksperimental Lainnya
          Permainan disini berbeda dengan kebanyakan latihan eksperiental lainnya, misalnya simulasi, board game, latihan komputer, bermain peran, atau latihan-latihan in-basket. Walaupun sulit untuk digeneralisasikan, dalam simulasi biasanya diupayakan terciptanya semacam signifikansi dalam suatu pengorganisasian yang kompleks dan menampilkan suatu peluang untuk menerapkan solusi persolan secara realistis. Banyaknya faktor-faktor yang saling terkait dalam simulasi seringkali tampak pada level mikro dan makro serta melibatkan dimensi waktu longitudinal yang menyatu dalam proses pembelajaran. Sebagai misal, latihan-latihan eksperiental dan simulasi seringkali menuntut komitmen untuk meluangkan waktu dan bersifat lebih kompleks dari mulai fase pengaturan, pengoperasian hingga penafsiran.
          Penjelasan tentang karakteristik-karateristik permainan akan dapat menunjukkan tanda pembeda yang kontras. Meski demikian, permainan yang dibahas dalam buku ini tidak kemudian ‘dibela’ sebagai pendekatan yang lebih baik apalagi dipandang sebagai pengganti pendekatan-pendekatan lainnya. Permainan memiliki suatu cirri khas dan dipandang sebagai pendekatan yang memiliki fitur-fitur unik yang menjadikannya tepat untuk digunakan dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

C. Karakteristik Permainan
Permainan biasanya memiliki beberapa karakteristik tertentu, yakni :
  1. Berdurasi pendek. Durasi dapat berkisar antara satu menit dalam bentuk ilustrasi visual atau deskripsi verbal singkat sampai dengan 30 menit dalam bentuk latihan atau diskusi kelompok. Dalam fungsinya sebagai pelengkap materi pembelajaran, durasi waktu yang dialokasikan untuk permainan biasanya diminimalisir.
  2. Murah. Umumnya, tidak ada alat atau bahan yang perlu dibeli dengan biaya mahal untuk digunakan dalam permainan. Permainan-permainan dalam buku ini bahkan ada yang dapat digunakan tanpa biaya sama sekali.
  3. Partisipatif. Agar efektif, permainan perlu melibatkan trainee secara fisik melalui gerakan atau pelibatan secara psikologis melalui pengarahan perhatian visual dan mental. Permainan yang menarik perhatian dan mampu membuat trainee berpikir, bereaksi dan tertawa.
  4. Menggunakan alat bantu. Beberapa permainan membutuhkan beberapa alat bantu sederhana untuk menambah dimensi realisme aktivitas. Alat bantu dapat berupa gambar, sekantong jeruk, pakaian olah raga atau beberapa set kartu.
  5. Berisiko kecil. Semua permainan yang disajikan pada buku ini telah di uji-cobakan berkali-kali. Apabila suatu permainan dilakukan sesuai dengan konteksnya dan diterapkan dengan sikap positif dan profesional, maka permainan tersebut hampir dipastikan selalu berhasil.
  6. Dapat diadaptasikan. Permainan yang baik layaknya cerita humor (komik) terbaik, dapat diadaptasi sesuai situasi dan beberapa point dapat ditonjolkan secara berbeda-beda. Permainan bahkan sering juga dimodifikasi secara sederhana, sehingga cita rasa dan karakter aslinya tetap tidak luntur.
  7. Berfokus tunggal. Dibandingkan dengan simulasi, permainan lebih sering digunakan sebagai ilustrasi hanya untuk satu point materi saja. Dengan demikian, permainan diorientasikan hanya terhadap isu-isu mikro pembelajaran daripada difungsikan secara interdependen terhadap isu-isu makro pembelajaran.

D. Permainan yang Tepat Guna
          Penjelasan mengenai 100 lebih permainan dalam buku ini menunjukkan bahwa setiap permainan mempunyai maksud yang berlainan. Akan tetapi, ragam permainan tersebut dapat diklasifikasikan sesuai dengan cara pengaplikasiannya secara umum. Terdapat empat tujuan utama pengaplikasian permainan yang dimaksud, yaitu:
  1. Sebagai sessi icebreakers. Para trainer yang baik mencuri dan mengunci perhatian trainee di awal permulaan tiap sesi pembelajaran. Permainan merupakan sarana untuk pemanasan kelompok dan pola permainan yang digunakan biasanya dapat memicu terbentuknya pengharapan-pengharapan dalam pikiran para trainee.
  2. Melibatkan para trainee dalam pembelajaran. Banyak permainan mensyaratkan perlunya kemunculan respons verbal, gerakan fisik maupun aktivitas intelektual. Sebagai konsekuensinya, permainan memunculkan daya rangsang terhadap partisipasi para trainee dengan cara-cara yang positif.
  3. Sebagai ilustrasi. Presentasi mengenai konsep-konsep, teori dan model yang luas cenderung membuat hampir setiap audience merasa bosan. Permainan menyajikan contoh-contoh yang lebih ‘hidup’ sehingga dapat tertanam dalam memori para trainee untuk jangka waktu yang lama. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi pada bagian memori trainee mengenai materi pembelajaran yang disajikan melalui game, hanya mungkin terjadi karena tindakan medis yang dilakukan oleh dokter.
  4. Sebagai sesi penutupan. Sebagai tambahan pada tahap penyimpulan, para traineer profesional menyusun suatu alat bantu untuk menambah “zing (hawa enerjik/emas)” pada akhir sesi yang panjang. Lebih jauh lagi, para traineer profesional berupaya untuk menstimulasi  para trainee agar bertindak. Beberapa permainan dalam buku ini dirancang untuk memfasilitasi terjadinya proses transfer pembelajaran dari konteks training menuju lingkungan riil pekerjaan.

E. Permainan yang Tidak Tepat Guna
          Ada  banyak kendala tak terduga dalam penggunaan permainan sebagai bagian dari serangkaian kegiatan pelatihan. Trainer yang kurang cermat, kurang berpengalaman atau tanpa persiapan mungkin saja malah menjadikan permainan untuk menghabiskan sebagian besar waktu penyajian materi, mengesankan kepada para trainee bahwa trainer sangat cerdas atau bahkan menjatuhkan trainee. Manakala kegiatan permainan mulai cenderung mendominasi fokus proses pembelajaran, maka kebanyakan trainee akan mempersepsikan permainan sebagai hokey atau daya tarik. Trainee juga pasti akan terdorong untuk melontarkan pertanyaan “So what? (terus apa lagi)” atau “Apa pentingnya ini untuk saya?” pada setiap permainan dan hanya akan mendapatkan paling tidak satu jawaban saja. Intinya, permainan yang baik seharusnya tidak terlalu rumit ataupun membuat peserta training merasa terusik atau terganggu secara personal karena permainan tersebut.


F. Permainan Sebagai Sarana Pembelajaran
          Beberapa prinsip pembelajaran klasik dihimpun dalam pengunaan permainan. Beberapa prinsip tersebut secara singkat dipaparkan sebagai berikut,
  1. Repetisi (pengulangan): bertahannya pengenalan (retensi) terhadap materi atau keterampilan baru akan meningkat disaat trainee mendengar materi atau mempraktekkan keterampilan tersebut lebih dari satu kali. Masukkan permainan ke dalam modul pelatihan, hal tersebut memberi kesempatan pada trainer untuk memperkenalkan suatu point materi dengan cara yang berbeda. Karena itu kemungkinan terjadinya retensi dan pengaplikasikan materi pun akan meningkat.
  2. Reinforcement (penguatan): kebanyakan permainan yang dipaparkan dalam buku ini memberikan peluang kepada sebagian peserta untuk sukses dan meraih prestasi dalam pembelajaran. Dengan pemberian reward  yang menyenangkan terhadap kesuksesan/prestasi peserta, maka peserta tersebut mendapatkan penguatan dan akibatnya pencapaian kesuksesan/prestasi tersebut cenderung diulang pada masa yang akan datang.
  3. Asosiasi: kebanyakan dari proses pembelajaran yang kita lakukan tidak sepenuhnya baru, akan tetapi terkait dengan hal-hal yang sebelumnya telah kita ketahui. Seringkali, lebih mudah bagi kita berpindah secara gradual dari suatu basis pengetahuan menuju ketidaktahuan. Permainan, apalagi yang familiar, membantu kita untuk membuat semisal koneksi antara konteks-konteks yang berbeda yang dapat memudahkan proses pembelajaran. Selanjutnya, tidak menutup kemungkinan justru trainee-lah yang pertama kali mengingat suatu permainan yang dapat mempermudah mereka memahami prinsip pembelajaran yang berlaku.
  4. Sensasi-sensasi: para peneliti menekankan bahwa suatu pembelajaran dapat lebih efektif manakala lima sensasi dasar (indera) dilibatkan (penglihatan, pendengaran, perkataan/pengecapan, penciuman dan sentuhan). Permainan umumnya dapat membentuk kelima sensasi tersebut kecuali untuk penciuman, dan juga menambahkan pembentukan sensasi sebagai dimensi kedua/ketiga bagi proses pembelajaran klasik.

G. Permainan-permainan yang Baru dan Berbeda
          Permainan-permainan yang disertakan dalam buku ini hanya merepresentasikan contoh kecil dari sekian banyak permainan popular lain yang banyak digunakan dalam pendidikan dan pelatihan saat ini. Para pembaca disarankan untuk memilih di antara sekian banyak permainan, menguji cobakannya untuk mendapatkan tingkat kenyamanan penggunaan  permainan secar pribadi dan selanjutnya menggunakan permainan-permainan terpilih untuk menampilkan suatu perubahan yang memunculkan kesan penyegaran (pencerahan) bagi program-program pembelajaran yang akan ditampilkan. Saran yang kedua adalah para pembaca dianjurkan untuk menjadi observer bagi trainer lain sehingga mereka dapat memperoleh pengayaan dalam penyusunan permainan. Saran yang ketiga, hendaknya para pembaca dapat mengembangkan satu set permainannya sendiri. Proses pengembangan tersebut dimulai dengan terjawabnya pertanyaan-pertanyaan “Apa tujuan saya? Berapa banyak waktu yang saya miliki? Siapa yang akan menjadi peserta dalam pelatihan? Apa inti materi yang akan saya coba ilustrasikan? Bagaimana respons para trainee?”

H. Simpulan
          Pelatihan merupakan persoalan yang sangat serius. Jika permainan dipandang sebagai inti dari program pelatihan, maka permainan-permainan para trainer cenderung akan menjadi olokan dan gagal mencapai tujuan program. Namun saat dipandang sebagai suplemen yang bermanfaat untuk digunakan sesekali dalam rangka penguatan dan pengukuhan pembelajaran, permainan-permainan dapat menduduki posisi yang tepat dalam perannya sebagai‘pembantu’ pencapaian tujuan program. Trainer yang berkeinginan untuk mengeksprerimenkan beberapa peralatan baru untuk mencapai ketepat-gunaan permainan secara personal pasti akan mendapatkan banyak manfaat dari permainan-permainan berikut ini.


Referensi :

Rusmana, Nandang. (2009). Game & Play : Permainan untuk para Pendidik, Pembimbing, Pelatih, dan Widyaiswara. Bandung. Rizki Press.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...