Kamis, 30 April 2020

Helping Families from War to Peace


Helping Families from War to Peace : Trauma-Stabilizinng Principles for Helpers, Parents, and Children

Oleh :
Iman Lesmana


Tulisan ini dimaksudkan sebagai terjemahan teori trauma modern ke dalam 10 prinsip praktik bagi orang-orang yang bekerja dalam keluarga pengungsi trauma perang. Trauma yang kompleks dapat disebabkan oleh perang, dan anak menjadi mudah untuk mengalami trauma kompleks karena permasalahan pengalaman sepanjang hidupnya. Penelitian memberitahukan bahwa para pengungsi memiliki gejala trauma psikologis 3 tahun setelah kedatangan mereka ke negara-negara yang aman. 10 Prinsip-prinsip untuk menstabilkan trauma yang efektif dikembangkan setelah 2 tahun projek dengan pengungsi Chechnian di Norwegia. Mereka memperoleh informasi kualitatif, pemahaman klinis yang dikombinasikan dengan teori trauma. Teori trauma dalam proyek ini sebagian besar yaitu : fase yang berorientasi pada perawatan, terutama sekali tahap stabilisasi, teori Polyvagal, untuk menjelaskan fungsi universal dari sistem saraf manusia dalam bahaya dan konsep dasar atas pengolahan neuropsikologi.

A.   Pengenalan
1.      Refugees (pengungsi)
Dewan Pengungsi Norwegia mendefinisikan pengungsi sebagai “sebagian atau beberapa orang yang meninggalkan negaranya karena ketakutan akan dituntutnya ras, agama, kebangsaan, sudut pandang  politik atau miliki kelompok sosial tertentu” (Lindstad dan Skretteberg, 2011, hlm. 33). UNHCR menyatakan bahwa dalam 2010 ada 43, 7 juta pengungsi. 27, 5 juta menyeberangi perbatasan negara mereka dan diterapkan ditempat lain. Ini merupakan angka tertinggi sejak awal dekade ini. 358.840 pengungsi kedunia barat dan 10.064 dari para pengungsi tersebut datang ke Norwegia (Lindstad dan Skretteberg, 2011).
2.      Efek Traumatis dari Perang pada Keluarga
Figley dan Nash (2007, cover) menulis bahwa “kekeliruan yang tidak dicek, efek psikologis dari pertempuran terbuka dapat menghancurkan para pejuang, keluarga dan komunitasnya”. Mereka kemudian menulis “perang seperti tantangan yang dapat dihadapi orang, khususnya untuk remaja dan orang dewasa muda...“(hlm. 17). Seperti yang dijelaskan oleh Figley dan Nash, banyak pengungsi perang yang menghadapi stres terutama orang-orang yang telah berada dalam pertempuran aktif.
Lie (2003) menemukan bahwa dalam studinya dari 462 pengungsi di Norwegia setelah 3 tahun datang ke Norwegia mengalami simptom trauma yang tinggi. Gejala tersebut diperparah dengan pengangguran, kekhawatiran terhadap keluarga di negara asal mereka, kurangnya dukungan dan keluarga di Norwegia. Mereka 4 kali lebih mungkin untuk mengalami ketakutan dan kecemasan, keputusasaan, dan depresi (Blom, S. 2010). Trauma perang merupakan trauma kolektif, ini merupakan pengalaman trauma yang dapat berdampak pada seluruh keluarga sebagai lawan satu anggota keluarga, seluruh masyarakat serta budaya. Perang mempengaruhi kemampuan orang tua untuk menjadi tempat yang aman bagi anak-anak mereka, serta menurunkan kepercayaan anak terhadap orang tuanya.
3.      Perang dan body
Perang biasanya lebih banyak berisi ancaman, hal ini selanjutnya akan mengaktifkan bagian dari otak manusia. Howard Bath (2011) mengutip penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa otak manusia mengembangkan pengalaman. Dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa anak-anak kehilangan kemampuan mereka untuk membedakan rasa aman dan rasa bahaya. Seperti yang dikutip dari Mandi (2011) bahwa inti dari trauma untuk anak-anak dan orang dewasa adalah hilangnya kemampuan mereka untuk mengatur intensitas dan durasi dari kerusakan. Menurut Perry (2009) kita tidak dapat menghilangkan kenangan buruk (dari dalam tubuh), tetapi kita bisa membuat ruang baru dipikiran kita tentang hal-hal positif yang baru.
B.    Trauma Kompleks
Pada gejala tingkat satu yang menyatakan bahwa setelah trauma, reaksi bertahan akan menjadi bagian dari pribadi seseorang. Kompleksitas melibatkan adaptasi dari waktu ke waktu menjadi berbahaya. Seseorang yang mengalami trauma kompleks akan memiliki kekurangan rasa kepemilikan pribadi yang akan menyakitkan reaksi dan kenangannya, sedangkan dilain waktu mereka kewalahan oleh kenangan traumatis itu sendiri. “Paparan trauma kompleks mengakibatkan hilangnya kapasitas inti untuk regulasi diri dan hubungan interpersonal yang berkaitan.
Anak-anak yang mendapatkan trauma kompleks sering memiliki permasalahan pengalaman sepanjang hidupnya yang menempatkannya pada risiko trauma tambahan dan gangguan kumulatif misalnya gangguan kejiwaan dan adiktif, penyakit kronis, hukum, kejuruan, dan masalah keluarga. Masalah ini dapat berlangsung dari masa kanak-kanak sampai remaja dan menjadi dewasa (Cook et al, 2007).
1.    Fokus dalam Fase
Kebanyak perawatan dalam trauma dikembangkan dalam perspektif trauma tunggal, tetapi baru-baru ini perspektif baru dan pemahaman ke perawatan kompleks trauma juga dikembangkan. Salah satu pemahaman pentingnya adalah fokus pada fase dari teori disosiasi struktural (van der Hart, Nijenhuis dan Steele, 2006). 3 fase intervensi ini menggambarkan stabilisasi, integrasi, dan rehabilitasi. Hal ini sependapat dengan Herman (1992) yang mendefinisikan tahap pemulihan sebagai tahap bekerja untuk keselamatan, peringatan dan berkabung, rekoneksi dan persamaan.
2.    Mendukung Penghindaran Ingatan tentang Trauma
Sebuah perspektif menjelaskan bahwa apa yang dialami oleh seseorang akan menjadi bahan dasar untuk penyembuhan. Hal ini akan efektif dengan PTSD sederhana, korban dari trauma kompleks membutuhkan fokus yang kuat dalam pengaturan gejala, keselamatan, dan membangun sumber daya. Dukungan untuk menghindari ingatan trauma adalah intervensi yang relevan dalam fase pertama pada treatment. Kepercayaan dalam “working through” trauma adalah cara abreaktif emosional (Nordanger, 2008) yang juga merupakan konsep penyembuhan Barat.
3.    Surfing or deep sea diving?
Tujuan berbicara dengan anak-anak atau orang tua tentang masa lalu mereka yang utama dan terpenting adalah membebaskan simptom. Fokus yang kuat pada trauma dan detail sejarah dianjurkan dalam fase pertama. Hal ini akan mengaktifkan kenangan traumatis. Seringkali detail dari trauma sejarah adalah bagian dari prosedur. Lebih sederhana dikatakan : menempatkan headline dalam pengalaman traumatis berbeda dari bekerja melalui kenangan trauma (Hart van der, Nijenhuis dan Steele, 2006).
4.    Struktur yang retak diantara fungsi harian dan fungsi yang berorientasi pada trauma
Ketika anak atau orang tua berada dalam trauma bagian ketidaksadaran maka mereka akan merasa bahwa masa lalu lebih nyata daripada masa sekarang. Sehingga pemahaman yang mendalam tentang sifat dialektik trauma diperlukan ketika bekerja dengan keluarga pengungsi perang. Selanjutnya fluktuasi perlu dan normal untuk direncanakan. Teori disosiasi struktural menyatakan secara eksplisit bahwa penyembuhan akan datang dengan cepat setika salah satu membangun intevensi pada “fungsi hidup keseharian”. Teori disosiasi struktural menyatakan integrasi meningkat ketika satu hubungan dikembangkan ke satu bagian disosiasi.
C.   Keluarga Chechnian dalam perang ke keluarga Chechnian dalam kedamaian
Pada tahun 2009, alternatif untuk kekerasan menerima dukungan finansial dari extrafoundation Norwegia unuk kesehatan dan rehabilitasi. Tujuan dari 2 tahun proyek tersebut adalah untuk mengembangkan dan meningkatkan pelayanan pada komunitas Chechnian di Baerum. Kota Baerum berjuang dengan melayani pengiriman keseluruh populasi ini. Terdapat laporan bahwa terjad kesulitan antara layanan perlndungan anak dan keluarga Chechnian.
D.   10 Prinsip untuk Bekerja dengan Keluarga yang Mengalami Trauma Perang
Artikel ini akan menjelaskan 10 prinsip-prinsip trauma yang diinformasikan berdasarkan teori trauma dan aplikasi klinis pada populasi tertentu. Ke-10 prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Ketepatan Level dari Trauma Sejarah Pengetahuan
Memahami gejala trauma dalam konteksnya akan mengarah pada solusi kreatif terhadap masalah kehidupan sehari-hari. Dalam beberapa kasus masa lalu dianggap tidak relevan dan strategi difokuskan pada perilaku. Garis besar pada sejarah yang dipelajari anak akan secara alami mencakup pengalaman traumatis, sumber dan latar belakang budaya. Ahmad yang berusia 17 tahun kehlangan teman terbaiknya ketika berusia 7 tahun dalam perjalanannya kesekolah. Menyaksikan kematian teman-temannya akhirnya hal ini mengakibatkan trauma sehingga Ahmad tidak mau lagi dihubungkan dengan sekolah.
Sang guru tidak mengetahui akan hal ini dan berpikir bahwa Ahmad datang terlambat kesekolah karena malas, padahal jika seorang guru mengetahui tentang latar belakang trauma yang dialami oleh Ahmad dapat memberikan bantuan dengan membuat perencanaan sepanjang perjalanan Ahmad dari dan ke sekolah, dapat memberikan ruang untuk berlindung, dan bisa menerima dengan baik tentang perilaku Ahmad tersebut. Dalam kasus Ahmad guru dapat mengembangkan intervensi trauma efektif berbasis semata-mata pada garis cerita tentang kematian teman-temannya.
Sehingga untuk menjadi seorang “trauma surfer” yang baik kami menyarankan untuk menahan diri dari bertanya tentang pengalaman emosional dalam percakapan trauma. Selanjutnya kami merekomendasikan untuk fokus pada time line dan narasi daripada refleksi emosional pada pengalaman (van der Weele, 2006). Apakah ia dapat menggambarkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya ketika ia sedang berjalan menuju kesekolah? Apakah dia berpikr untuk membantu di masa sekarang saat berjalan kesekolah? Apakah ada sesuatu yang gurunya dapat lakukan untuknya ketika dia tiba?
2.    Bentuk Keaslian Hubungan dan Membangun Kepercayaan
Keluarga yang mengalami trauma peperangan sering kali kehilangan kepercayaannya dalam kemanusiaan, sistem, dan keadilan. Sehingga membentuk hubungan yang otentik sangatlah penting. Yalom (2004) menyatakan bahwa keduanya dalam hidup dan treatment, kebermaknaan adalah efek samping dari keterlibatan dan kewajiban. Dalam pendapat kami hubungan yang otentik (asli) berarti hubungan yang siap untuk timbal balik. Kita sebagai pembantu perlu membangun rasa hubungan yang aman, terutama dengan orang tua yang pada gilirannya akan membentuk obligasi yang aman dengan anak-anak mereka. Pengobatan trauma bagi anak-anak harus dimulai dengan menciptakan suasana keselamatan dan keamanan. Hubungan yang selamat dan ikatan yang aman merupakan jalan untuk menuju penyembuhan.
3.    Normalize dan psychoeducate
Salah satu strategi psikoedukatif paling ampuh telah mengajar keluarga dan pembantu tentang cara untuk menghalangi over and under activation yang umumnya menjadi trauma indivdu. Konsep jendela digunakan untuk menggambarkan kemampuan seseorang untuk mengendalikan selama gejala. Pertama nya yaitu mengaku pemicu dan reaksi dari pemicu tersebut. Selanjutnya seseorang tersebut akan belajar mengatur keterampilannya. Keterampilan ini terdiri dari jenis landasan, gangguan, dan teknik pengaturan emosi (van der Weele and With, 2011; van der Hart, Nijenhuis and Steele, 2006). Lihat gambar di bawah ini
Pengurangan stres adalah strategi yang kuat untuk mengurangi berbagai gejala trauma. Aktivasi adrenalin dapat menjadi pemicu umum untuk mantan pertahanan tanggapan. Menemukan tingkat aktivasi yang membuat trauma dalam jendela toleransi adalah tugas yang menantang, tetapi ketika ditemukan memberikan kontrol dan mengurangi stres. Tugas penting untuk trauma adalah untuk mempelajari apa pemicu nya. Pemicu adalah rangsangan yang membawa para trauma keluar dari jendela toleransi. Pemicu internal, bisa pada tubuh atau pikiran dan perasaan. Atau juga eksternal seperti musiman, terkait dengan waktu hari atau terkait dengan orang-orang dan tempat.
4.    Bekerja Melalui Tubuh (Work through body)
Psikoedukasi tentang gejala distress membantu anak-anak menjembatani masa lalu dengan masa kini. Tapi ini hanya langkah pertama sebagai pengalaman fisik beton baru memperkuat realitas keselamatan di masa sekarang.
Di tempat kerja, kami menyarankan bahwa orang-orang trauma memiliki pekerjaan yang akan mencakup kegiatan dan variasi tugas. Pekerjaan statis dengan mudah akan meningkatkan akses ke memori trauma. Menstabilkan pekerjaan akan menjadi orang yang termasuk gerakan fisik secara teratur dan variasi dalam tugas. "Aktif lebih baik daripada pasif". Pekerjaan atau situasi sekolah dengan penyimpangan panjang kerja monoton akan dengan mudah membuka pintu untuk memori traumatis.
5.    Fokus Ketika Mendukung dan Ketika Menantang
Konflik sering muncul dalam tim perawatan kesehatan pada masalah apakah seseorang harus mendukung atau menantang klien untuk mulai bekerja, untuk pergi ke sekolah dan sebagainya. Anak trauma dapat pergi ke sekolah sendiri atau dijemput oleh taksi? Orang tua trauma dapat bekerja penuh waktu atau paruh waktu? Keseimbangan antara pendukung dan menantang anak trauma dan orang tua adalah keseimbangan yang sulit. Pembantu akan dengan mudah berakhir di kedua ekstrem kontinum ini. Beberapa akan menjadi terlalu pemahaman untuk kebutuhan isolasi dan kebutuhan untuk dukungan eksternal dalam fungsi sehari-hari, sementara yang lain akan merasa bahwa waktu sudah matang untuk tuntutan. Konflik antara perspektif ini sering diperbesar oleh kenyataan bahwa orang-orang yang sangat trauma dapat melihat cukup mampu berfungsi kehidupan sehari-hari biasa.
Gejala trauma akan berkurang dengan penilaian yang lebih realistis dari fungsi seseorang. Poin-poin berikut dapat membantu ketika mencoba untuk menemukan keseimbangan antara pendukung strategi avoidan dan menantang strategi ini:
1.      Kesulitan tidur lagi, semakin rendah jumlah tantangan. Gangguan tidur membuat Anda rentan untuk stres. Semua 32 klien yang telah kita lihat dalam proyek kami; ibu, ayah dan anak-anak tidur di rata-rata hanya 3 jam per malam! Ini termasuk anak-anak ke usia 3 dan itu termasuk pengungsi yang melarikan diri selama 8 tahun yang lalu!
2.      Perilaku impulsif adalah tanda kebutuhan kurang stres dan regulasi yang lebih mendukung.
3.      Ketika kualitas hubungan Anda sebagai pekerja perawatan kesehatan rendah, tantangan harus rendah.
4.      Ketika seseorang berada dalam bahaya, baik secara psikologis maupun fisik, tuntutan lebih sedikit dapat dibuat pada pengelolaan kehidupan sehari-hari. Pemboman kota Anda di misalnya Chechnya akan berarti bahwa tuntutan kelas perlu disesuaikan dengan dukungan lebih dari permintaan.
5.      Hidup dengan kekerasan dalam rumah tangga juga akan mengarah pada kebutuhan untuk mengatur tujuan pembelajaran dan meningkatkan fokus pada isu-isu keselamatan.
Kami menggunakan metafora "dinding bagian dalam" untuk menggambarkan jendela toleransi, manajemen memicu dan keseimbangan antara dukungan dan tantangan. "Dinding bagian dalam" (van der Weele, 2006) menjelaskan kekuatan mental berfluktuasi seseorang harus mundur kenangan yang membanjiri. Ketika "dinding dalam" tebal, orang dapat memilih untuk membuka pintu untuk bekerja pada beberapa kenangan. Ketika "dinding dalam" tipis, kenangan dengan mudah tanpa sadar mengganggu kehidupan sehari-hari. Dinding yang kuat ketika salah satu adalah dalam keselamatan, memiliki menyenangkan dalam hidup, tidur dengan baik dan memiliki tujuan yang realistis kecil. Dinding melemahkan ketika dalam bahaya, ketika stres dan oleh tugas-tugas sehari-hari yang luar biasa.
Dalam proyek ini kami telah mengatur malam tari, konser, malam terpisah untuk wanita, pria, anak laki-laki dan perempuan dengan makanan dan pembicaraan yang baik, akhir pekan pergi bersama-sama untuk ayah dan anak serta sekolah hari Sabtu untuk anak-anak untuk belajar kegiatan seperti menggambar dan menari. Semua kegiatan ini mengambil keluarga keluar dari isolasi dan fokus pada kenangan trauma masa lalu, dan untuk menstabilkan kegiatan kelompok yang "membangun dinding bagian dalam mereka" berdasarkan kenangan baru yang menyenangkan. Akhir pekan pergi untuk ayah dan anak, dikombinasikan dengan pembuatan film dibangun sumber daya yang kuat identitas, terutama untuk anak-anak remaja.
Konflik sering muncul dalam tim perawatan kesehatan pada masalah apakah seseorang harus mendukung atau menantang klien untuk mulai bekerja, untuk pergi ke sekolah dan sebagainya. Anak trauma dapat pergi ke sekolah sendiri atau dijemput oleh taksi? Orang tua trauma dapat bekerja penuh waktu atau paruh waktu? Keseimbangan antara pendukung dan menantang anak trauma dan orang tua adalah keseimbangan yang sulit. Pembantu akan dengan mudah berakhir di kedua ekstrem kontinum ini. Beberapa akan menjadi terlalu pemahaman untuk kebutuhan isolasi dan kebutuhan untuk dukungan eksternal dalam fungsi sehari-hari, sementara yang lain akan merasa bahwa waktu sudah matang untuk tuntutan. Konflik antara perspektif ini sering diperbesar oleh kenyataan bahwa orang-orang yang sangat trauma dapat melihat cukup mampu berfungsi kehidupan sehari-hari biasa.
Gejala trauma akan berkurang dengan penilaian yang lebih realistis dari fungsi seseorang. Poin-poin berikut dapat membantu ketika mencoba untuk menemukan keseimbangan antara pendukung strategi avoidan dan menantang strategi ini:
6.      kesulitan tidur lagi, semakin rendah jumlah tantangan. Gangguan tidur membuat Anda rentan untuk stres. Semua 32 klien yang telah kita lihat dalam proyek kami; ibu, ayah dan anak-anak tidur di rata-rata hanya 3 jam per malam! Ini termasuk anak-anak ke usia 3 dan itu termasuk pengungsi yang melarikan diri selama 8 tahun yang lalu!
7.      perilaku impulsif adalah tanda kebutuhan kurang stres dan regulasi yang lebih mendukung.
8.      Ketika kualitas hubungan Anda sebagai pekerja perawatan kesehatan rendah, tantangan harus rendah.
9.      Ketika seseorang berada dalam bahaya, baik secara psikologis maupun fisik, tuntutan lebih sedikit dapat dibuat pada pengelolaan kehidupan sehari-hari. Pemboman kota Anda di misalnya Chechnya akan berarti bahwa tuntutan kelas perlu disesuaikan dengan dukungan lebih dari permintaan.
10.  Hidup dengan kekerasan dalam rumah tangga juga akan mengarah pada kebutuhan untuk mengatur tujuan pembelajaran dan meningkatkan fokus pada isu-isu keselamatan.
Kami menggunakan metafora "dinding bagian dalam" untuk menggambarkan jendela toleransi, manajemen memicu dan keseimbangan antara dukungan dan tantangan. "Dinding bagian dalam" (van der Weele, 2006) menjelaskan kekuatan mental berfluktuasi seseorang harus mundur kenangan yang membanjiri. Ketika "dinding dalam" tebal, orang dapat memilih untuk membuka pintu untuk bekerja pada beberapa kenangan. Ketika "dinding dalam" tipis, kenangan dengan mudah tanpa sadar mengganggu kehidupan sehari-hari. Dinding yang kuat ketika salah satu adalah dalam keselamatan, memiliki menyenangkan dalam hidup, tidur dengan baik dan memiliki tujuan yang realistis kecil. Dinding melemahkan ketika dalam bahaya, ketika stres dan oleh tugas-tugas sehari-hari yang luar biasa.
Dalam proyek ini kami telah mengatur malam tari, konser, malam terpisah untuk wanita, pria, anak laki-laki dan perempuan dengan makanan dan pembicaraan yang baik, akhir pekan pergi bersama-sama untuk ayah dan anak serta sekolah hari Sabtu untuk anak-anak untuk belajar kegiatan seperti menggambar dan menari. Semua kegiatan ini mengambil keluarga keluar dari isolasi dan fokus pada kenangan trauma masa lalu, dan untuk menstabilkan kegiatan kelompok yang "membangun dinding bagian dalam mereka" berdasarkan kenangan baru yang menyenangkan. Akhir pekan pergi untuk ayah dan anak, dikombinasikan dengan pembuatan film dibangun sumber daya yang kuat identitas, terutama untuk anak-anak remaja.
6.    Jangan Membiarkan Perbaikan Sabotase untuk Koneksi
Banyak program pengobatan dan program sekolah yang memiliki penekanan kuat pada intervensi perilaku. Masalah bagi anak-anak yang mengalami trauma adalah bahwa intervensi ini dapat menekan reaksi yang tidak diinginkan mereka, tetapi tidak membantu mereka melawan respons pertahanan, penerbangan atau membekukan. Coregulation adalah istilah yang digunakan oleh Bath (2011) sebagai lawan regulasi koersif.
Bila Anda tidak fokus pada trauma yang mendasari menyebabkan perilaku yang tidak diinginkan Anda akan melakukan intervensi terutama pada tingkat perilaku dengan menghentikan "buruk" perilaku. Intervensi trauma informasi pertama akan membantu anak tenang dan akan fokus pada kebutuhan anak. Hal ini bertentangan dengan strategi perilaku yang akan cenderung mengabaikan kebutuhan anak. Ketika seorang anak merasa bahwa ia / dia dalam bahaya, bahkan ketika dalam keselamatan, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah untuk meningkatkan rasa aman.
7.    Menjadi Rumah yang Bercahaya (Be a lighthouse)
Strategi ini dapat dipahami sebagai eksternalisasi dalam terapi narasi (Epston, 1993). Orang trauma belajar untuk berbicara dengan trauma diri miliknya. Dalam pemodelan keterampilan self regulation ini pembantu dapat berbicara langsung dengan trauma ketika anak atau orang tua secara emosional sangat marah.
Untuk menjadi mercusuar berarti bahwa anda dapat membantu integrasi dengan berfokus pada pernyataan mendukung yang penting bagi pengalaman traumatis. Anda dapat berbicara dengan rasa bersalah langsung mengatakan; "Anda melakukan apa yang Anda bisa dalam keadaan". Atau dengan mengatakan: "Kamu masih muda" kepada orang muda yang berkolaborasi dengan musuh.
Seringkali anda merasa terjebak dalam realitas trauma yang sedang berlangsung. Mereka mungkin merasa kewalahan bersama-sama dengan keluarga trauma sebagai lawan mampu menjadi mercusuar mereka. Prinsip penting dalam bekerja dengan anak-anak adalah; tidak percaya kenyataan bahkan ketika itu nyata! Anda perlu menghindari terjebak dengan berfokus hanya pada skenario terburuk. Tak satu pun dari kami tahu apa-apa tentang masa depan kita; sesuatu yang mungkin terjadi yang mengubah hidup kita terbalik besok. Anak-anak perlu merasa aman; mereka butuhkan untuk merasa bahwa orang tua mereka akan melakukan apa pun dalam kekuasaan mereka untuk melindungi mereka.
8.    Fokus pada Asas Sumber Helpers
Salah satu konsekuensi dari perang adalah hilangnya makna. Tanpa makna, anak-anak maupun orang dewasa dapat merasa mereka memiliki kehidupan dengan tujuan; merasa berarti terletak pada kepercayaan masa depan dan tujuan hidup Anda. Berarti membuat Oleh karena itu salah satu kemungkinan sumber daya.
Sumber daya lain yang mungkin adalah harga diri. Salah satu jalan untuk menghormati diri adalah untuk memahami bahwa sistem pertahanan seseorang selama peristiwa traumatik menyelamatkan hidup dan kewarasan seseorang tetapi setelahnya dapat menjadi masalah seseorang. Pemahaman yang mendalam tentang sistem pertahanan manusia ketika dalam bahaya adalah penyembuhan.
Mengisi peran menjadi seorang penjaga yang baik dan bertanggung jawab merupakan pusat identitas orang tua. Membangun sumber daya ini adalah intervensi trauma. Secara umum arena politik tidak memiliki fokus yang memadai tentang bagaimana membantu orang tua trauma dalam peran mereka dari orangtua. Dalam pekerjaan kami dengan orang tua, kami berfokus pada sumber daya mereka sebagai pengasuh: mengajar mereka untuk menstabilkan anak-anak mereka, dan mendorong pentingnya tradisi dan warisan budaya. Banyak pengungsi menemukan bahwa keterampilan orangtua mereka dipandang rendah oleh mayoritas etnis. Program ICDP ditemukan untuk membantu orang tua dalam proyek ini.
9.    Membuat Struktur
Orang yang trauma perlu didasarkan pada kenyataan bahwa daerah yang lebih tinggi dari otak sering "off line". Defisit dalam fungsi eksekutif aspek sentral untuk orang berjuang dengan trauma. Masalah memori seperti lupa janji, kurang konsentrasi dan perasaan bingung perlu ditangani dalam pengobatan. Gangguan defisit perhatian dan mengorganisir kesulitan yang satu melihat dengan anak-anak dalam spektrum autisme dan spektrum ADHD yang mirip dengan anak-anak yang mengalami trauma. Dalam bekerja dengan orang dewasa yang trauma, dapat diatasi oleh ponsel texting, informasi tertulis, dan rasa hormat umum untuk masalah memori akan sama pentingnya dengan anak-anak yang mengalami trauma. Anak trauma dan orang tua sering kali merasa terbebani oleh kekacauan batin mereka, dan karena itu menyambut gaya intervensi terstruktur ini.
10. Fokus dalam Ritual
Teori stabilisasi dapat menjadi alasan untuk tidak bekerja dengan kenangan yang menyakitkan ampuh. Memberikan ruang rasa sakit akan berkurang fokus paksa pada kenangan traumatis. Menciptakan ritual yang memegang pengalaman umum nyeri akan menjadi bagian penting dari pekerjaan menstabilkan masyarakat.
Berfokus pada hari historis tertentu, menyalakan lilin atau memiliki sudut di kelas untuk kenangan yang menyakitkan semua mungkin cara membingkai realitas menyakitkan. Anak-anak dengan cerita dramatis perlu memiliki masyarakat dan sekolah yang ingat bahwa cerita mereka ada. Apakah ada peringatan, patung, karya seni yang dapat menjadi pengingat kehidupan penduduk.

Referensi :

Larsen, C. K dan Weele, J. (2011). Helping families from war to peace : trauma-stabilizing principles for helpers, parents, and children. Journal of the National Network for Professionals in Preventing Child Abuse and Neglect, 30-31, hlm. 85-99.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...