Selasa, 21 April 2020

Kedudukan Konseling Kelompok

Kedudukan Konseling Kelompok dalam Komponen Bimbingan dan Konseling Komprehensif

Oleh :
Iman Lesmana


A.     Pengantar
Berikut akan dijelaskan mengenai posisi atau kedudukan konseling kelompok yang berbeda yang diberikan di sekolah serta strategi yang digunakan konselor sekolah profesional untuk membentuk kelompok dan berkolaborasi dengan pemimpin lainnya di sekolah. Hal ini juga menjelaskan mengapa konselor sekolah yang professional perlu memberikan menu lengkap bagi kelompok mengenai informasi yang akan membantu dalam pelaksanaan konseling kelompok sebagai komponen sentral dari keseluruhan program bimbingan dan konseling perkembangan di sekolah.
Untuk memahami peranan konseling kelompok di sekolah, konselor sekolah professional pertama-tama perlu memahami terlebih dahulu program konseling sekolah secara komprehensif. Tujuan dari program konseling komprehensif sekolah adalah untuk mempromosikan kesuksesan akademik dengan cara mendukung dan memenuhi kebutuhan akademik, karir serta perkembangan social dan pribadi seluruh siswa. Kebutuhan ini diidentifikasi melalui asesmen yang sistematis terhadap seluruh konstitusi dalam komunitas sekolah. Dari kebutuhan yang telah teridentifikasi itu, tujuan dapat diformulasikan dan kompetensi dapat dikembangkan. Kompetensi-kompetensi ini mengidentifikasi apa yang perlu dipelajari siswa sebagai hasil dari keikutsertaan dalam program konseling sekolah yang komprehensif.
National Model for School Counseling Program dari ASCA (Bowers dan Hatch, 2002; ASCA 2003) mengidentifikasi sistem penyampaian sebagai kurikulum bimbingan, perencanaan individual siswa, layanan responsif dan dukungan sistem. Dalam layanan responsif, konseling kelompok merupakan makna dari penyampaian layanan langsung terhadap siswa K-12. Dalam hal ini konseling kelompok, seperti aspek lainnya dalam program komprehensif, merupakan data yang diarahkan dan dihubungkan terhadap misi sekolah.
Literatur profesional mengemukakan bahwa konseling kelompok berguna untuk membantu siswa (Whiston dan Sexton, 1998). Pertama, konseling kelompok merupakan bentuk intervensi yang lebih efisien bila dibandingkan dengan konseling individual, karena konselor dapat bertemu dengan banyak siswa sekaligus. Kedua, bila dipandang dari perspektif perkembangan dan pedagogik, seringkali cara terbaik bagi siswa dalam belajar adalah dengan belajar dari satu sama lain (sesama siswa). Konseling kelompok memberikan forum yang tepat bagi pembelajaran siswa-ke-siswa semacam ini. berhubungan dengan hal ini, kekuatan dari kelompok sebaya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang positif dibawah kepemimpinan yang terampil dari konselor sekolah profesional. Akhirnya, kelompok merupakan suatu komunitas mikrokosmos dan dapat memberikan suatu setting kehidupan-nyata dimana siswa dapat mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan dan masalah-masalah (Brigman dan Early, 1991; Gladding, 2003). Konseling kelompok merupakan fungsi utama yang disumbangkan oleh ASCA, dan penelitian mengemukakan bahwa konselor sekolah profesional menggunakan 8 sampai 12% waktunya untuk terlibat dalam proses konseling kelompok. (ASCA, 1999; Partin, 1993).
Konseling kelompok merupakan salah satu keterampilan khusus yang paling perlu dikuasai oleh seorang konselor sekolah profesional. Karenanya, penting bagi konselor untuk memiliki wawasan seputar teori dan praktek konseling kelompok. Selain itu, konselor sekolah profesional perlu mengetahui bagaimana untuk mengambil peran sebagai pemimpin dan mengimplementasikan konseling kelompok kedalam program konseling sekolah komprehensif dengan sukses. Bab ini akan menyelidiki jenis-jenis bimbingan kelompok yang berbeda yang diberikan di sekolah, jenis intervensi kelompok, strategi untuk menggunakan pembentukan kelompok, dan bagaimana berkolaborasi dengan pemimpin lainnya di lingkungan sekolah dalam rangka memberikan menu lengkap tentang topik-topik kelompok yang memiliki keuntungan yang potensial bagi seluruh sistem sekolah.
B.     Konseling Kelompok : Developmental, Remedial dan Kelompok dengan Iklim Sekolah
Konseling kelompok dalam program konseling sekolah yang komprehensif berperan sebagai tonggak perkembangan, memberikan remediasi, dan mempromosikan iklim sekolah yang sehat. Melalui tonggak perkembangan, kami mengartikan bahwa konselor sekolah professional secara beralasan dapat berharap bahwa kebanyakan atau seluruh siswa akan memperoleh keuntungan dari keikutsertaan mereka dalam kelompok yang dirancang untuk mempromosikan perkembangan karir, akademik, social dan pribadi. Sebagai contoh, topic kelompok developmental yang mengarah pada perkembangan akademik mencakup keterampilan belajar, strategi pengambilan resiko, dan transisi menuju sekolah menengah atau perguruan tinggi. Topik bagi kelompok pengembangan karir mencakup pencapaian tujuan dan pembuatan keputusan, transisi menuju pilihan pasca-sekunder, eksplorasi karir, dan perencanaan masuk perguruan tinggi. Topik kelompok pribadi-sosial mencakup hubungan dengan teman sebaya, persahabatan, self-esteem, membentuk hubungan yang romantis, aman dan sehat, pemberdayaan personal, serta menerima adik kandung yang baru lahir.
Konseling kelompok, merupakan suatu upaya remedial saat membahas topic atau isu-isu seputar hal-hal yang mengganggu atau menghambat proses belajar dan perkembangan kelompok siswa tertentu. Kelompok remedial membantu siswa mengembangkan keterampilan coping untuk membantu mereka dalam menghadapi isu-isu personal dan social yang sulit. Kelompok semacam ini nampaknya dapat mendorong siswa untuk memperoleh kembali kendali terhadap hidup mereka dan terlibat (atau kembali terlibat) dalam proses pembelajaran. Kelompok yang membahas isu-isu remedial dapat mencakup isu-isu seputar perceraian orangtua dan perpisahan keluarga, identitas seksual, pemakaian obat-obatan terlarang, kematian dan kehilangan, menghadapi HIV/AIDS, manajemen amarah, resolusi konflik, serta belajar untuk hidup dalam keluarga campuran. Beberapa kelompok diberikan isu yang dapat mempengaruhi kelompok besar siswa. Contohnya, dalam daerah basis militer, orangtua dan anggota keluarga lainnya seringkali harus meninggalkan rumah untuk turut serta dalam wajib militer. Hal semacam ini dapat menyebabkan pergolakan dan ketidakpastian dalam sebagian besar keluarga serta dapat mengganggu proses belajar banyak siswa.
Pada akhirnya, topic kelompok remedial dapat mencakup isu-isu yang mempengaruhi seluruh siswa. Isu-isu ini bisa berupa bencana alam seperti angina topan, kejadian tragis seperti aksi terror, insiden kekerasan khusus di sekolah, atau kematian salah seorang siswa. Konseling kelompok remedial dapat membantu siswa memeparkan trauma yang mereka alami sebagai akibat langsung dari suatu tragedy. Isu-isu yang muncul dari berbagai peristiwa diatas, saat tidak tertangani, pertumbuhan personal yang rusak akan menghambat proses belajar. Dengan memberi respon terhadap kebutuhan remedial siswa melalui konseling kelompok, konselor sekolah professional telah menyampaikan suatu layanan yang sangat penting dan terspesialisasi.
Ada kategori kelompok ketiga yang juga memerlukan layanan bimbingan dari konselor sekolah professional, yakni kelompok yang membahas tentang budaya dan iklim sekolah. Beberapa kelompok semacam ini membahas topic seputar kesadaran akan keragaman, reduksi bias dan prasangka, resolusi konflik dan saling menghormati satu sama lain. Kelompok ini bisa juga membahas tentang hambatan-hambatan kultural dan institusional dalam belajar yang dialami oleh kelompok siswa tertentu (missal kelompok siswa kulit berwarna, kelompok gay/lesbian, kelompok biseksual dan transgender, kelompok siswa dengan status ekonomi rendah). Konselor sekolah professional perlu mengembangkan dukungan tambahan untuk kelompok-kelompok tersebut dan kelompok lainnya dalam rangka menghilangkan hambatan individual dan sistemik yang mereka alami serta menciptakan kesetaraan dalam hal kondisi dan akses terhadap penawaran terbaik dari sekolah dan masayarakat.
Dalam rangka membentuk kelompok dari tiga kategori ini, konselor sekolah professional perlu menilai kebutuhan siswa secara luas. Kultur dan iklim institusional secara keseluruhan dari sekolah dapat membatasi kesetaraan dan akses terhadap konseling kelompok bagi seluruh siswa. Konselor sekolah professional perlu mencapai kelompok yang termarginalisasi dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan konseling kelompok sebagai cara yang bermakna dalam memenuhi kebutuhan. Pengalaman akan hambatan-hambatan dan bias-bias kemasyarakatan dan institusional dapat menghilangkan kepercayaan dan membuat siswa ragu bahwa sekolah dan perwakilannya memiliki minat terhadap kasih saying. Dalam menjalin hubungan dengan siswa, adalah penting bagi konselor sekolah professional untuk memvalidasi permasalahan, memperoleh kepercayaan dan advokasi terhadap kebutuhan-kebutuhan. Hal ini dapat membangun kredibilitas dan membantu dalam menciptakan rasa kebersamaan bagi seluruh siswa.
C.   Psikoedukasi dan Konseling : Intervensi Kelompok
Kelompok di sekolah, dibimbing oleh keberadaan konselor sekolah professional menuju suatu rangkaian kesatuan didaktis dan psikoedukasional, untuk menjadi benar-benar terapeutik dalam sebuah pengalaman konseling. Kebanyakan kelompok memiliki elemen masing-masing dan beberapa diantaranya berbeda dari sesi ke sesi. Banyak kelompok developmental terutama berorientasi psikoedukasional dan memfokuskan terhadap pemberian topik (informasi spesifik bagi kelompok kecil siswa). Kehadiran informasi dirancang secara hati-hati untuk dapat secara langsung diaplikasikan terhadap kehidupan siswa dalam rangka mencapai perkembangan sesuai-umur dan kesuksesan akademik. Sebagai contoh, siswa yang berada dalam transisi dapat diajari mengenai lingkungan yang akan mereka tuju- apakah itu sekolah menengah pertama, sekolah menegah atas, atau perguruan tinggi.
Psikoedukasi juga memiliki tempat bagi kelompok remedial. Siswa mengatasi kesedihan karena kehilangan seseorang yang dicintai dapat diajarkan tentang tahapan-tahapan berkabung, pengetahuan ini berguna dalam proses penyembuhan luka hati. Dalam pembahasan kelompok mengenai iklim sekolah, informasi seringkali diberikan pada siswa. Contohnya, dalam kelompok resolusi konflik, siswa perlu diajarkan mengenai karakteristik konflik dan jenis-jenis konflik yang beragam (Ripley, dalam cetakan). Dengan demikian, penerapan psikoedukasi bagi siswa dalam semua bentuk konseling kelompok merupakan hal yang umum di sekolah, dan sesuai dengan kultur pendidikan K-12, sehingga siswa dapat mempelajari informasi yang baru.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, psikoedukasi dapat disajikan dalam ketiga kategori kelompok. Pada dasarnya, penerapan psikoedukasi dapat membawa siswa untuk mengaplikasikan informasi terhadap diri mereka sendiri. Saat mereka melakukan hal ini, mereka seringkali membutuhkan bantuan. Pemrosesan semacam ini dapat membawa pada aspek kedua dalam kerja kelompok di sekolah : konseling. Dimana dalam proses tersebut keterampilan unik dari konselor sekolah profesional digunakan. Saat siswa memproses informasi mereka seringkali mengungkap informasi yang rahasia mengenai diri mereka, hal ini berarti membuka diri mereka terhadap resiko psikologis. Konselor sekolah profesional terlatih untuk menangani resiko ini, dengan cara membantu untuk mempromosikan pertumbuhan dan perkembangan siswa melalui pengambilan resiko dan sharing.
Saat siswa berbagi dan memproses suatu hal bersama, konselor sekolah profesional menggunakan keterampilan konseling yang ia miliki untuk mempromosikan kepercayaan personal dan membantu anggota kelompok mengembangkan rasa kebersamaan dengan rekan satu kelompoknya. Konselor kelompok yang efektif dapat membantu dalam menciptakan lingkungan dimana anggota kelompok saling mengenal satu sama lain dalam cara yang bermakna. Dalam kelompok remedial bagi anak dari keluarga pengguna alkohol dan narkoba, konselor sekolah profesional tidak hanya akan menggunakan psikoedukasi (misalnya mengajarkan peranan yang diambil dalam keluarga yang alkoholik), akan tetapi juga akan membantu mempromosikan penyembuhan dengan cara membantu seluruh siswa berbagi tentang situasi tertentu. Dengan bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok, konselor sekolah profesional dapat membantu siswa menyadari bahwa mereka tidak sendirian.singkatnya, konselor sekolah profesional memberikan psikoedukasi pada siswa dan membantu mereka untuk memproses informasi dalam cara yang mereka maknai secara pribadi. Lebih jauh lagi, mereka memanfaatkan kekuatan kelompok untuk memberikan kesempatan bagi pertumbuhan, remediasi dan pengembangan iklim sekolah.
D.  Dua Bentuk Kelompok : Heterogen dan Homogen
Kelompok yang dideskripsikan dalam bahasan diatas merupakan kelompok homogen dimana seluruh siswa menghadapi isu-isu yang serupa. Untuk beberapa alasan, adalah tepat bahwa keanggotaan suatu kelompok harus dibatasi. Pertama, siswa yang membagi suatu permasalahan umum mampu berkenalan dengan satu sama lain dan saling membantu dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain. Sementara itu, konseling kelompok bukanlah tentang memberikan saran pada orang lain, anggota kelompok memberikan perspektif mereka sendiri; dalam perspektif ini bisa saja ada informasi dan strategi coping yang dipandang bermanfaat oleh anggota kelompok. Terkait dengan pemberian dukungan, terdapat konsep tentang universalitas; pengetahuan bahwa orang lain berbagi mengenai pengalaman dan perasaan tertentu dapat mengurangi rasa terisolasi yang banyak dirasakan siswa sehingga mereka merasa tidak sendirian. Proses universalitas ini merupakan salah satu faktor kunci dalam proses kelompok yang mempromosikan pertumbuhan dan penyembuhan (Yalom, 1995). Akhirnya, saat kelompok dibentuk secara homogen, topik psikoedukasi khusus dapat diberikan dalam suasana yang menguntungkan bagi semuanya.
Sementara keuntungan dari kelompok homogen telah terbukti, ada beberapa alasan mengapa kelompok bisa juga memiliki komposisi yang heterogen. Dalam kelompok ini, kesamaan masalah yang dihadapi tidaklah begitu penting karena siswa mempelajari suatu metode (misalnya solusi terfokus, pemecahan masalah, kognitif-behavioral) dimana berbagai masalah dapat dibahas. Siswa juga mempelajari bahwa metode yang terpilih dapat diterapkan pada situasi lain yang mungkin mereka hadapi. Jenis kelompok semacam ini membantu dalam menggolongkan pembelajaran dan membantu dalam memberdayakan siswa sehingga mereka memperoleh kepercayaan diri untuk menggunakan keterampilan pemecahan masalah mereka yang baru dalam beragam situasi yang menantang.
Cara lain penggunaan kelompok heterogen adalah dengan menjadikan satu atau lebih anggota kelompok sebagai model bagi siswa target. Contohnya, sebuah kelompok keterampilan sosial yang terdiri atas siswa SD mungkin akan kurnag efektif bila semua anggotanya kurang memiliki keterampilan sosial. Salah satu alasan bahwa konseling kelompok berhasil adalah bahwa siswa dapat belajar dari siswa lainnya. Karena hal ini, konselor sekolah dasar seringkali menggunakan model behavioral dalam kelompok keterampilan sosial. Siswa yang menjadi model disini adalah siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik; siswa yang menjadi target konseling dapat belajar darinya. Hasilnya, kelompok ini terdiri atas kelompok-kelompok siswa yang heterogen, tidak semuanya merupakan siswa yang membutuhkan remediasi dalam hal keterampilan sosial.
E.   Keterampilan Konseling Kelompok
Untuk memandu kelompok secara efektif di sekolah, konselor sekolah profesional perlu memiliki keterampilan-keterampilan yang berkenaan dengan empat dimensi konseling kelompok di sekolah, yaitu sebagai berikut : (1) mereka harus memiliki pengetahuan tentang hubungan antara teori perkembangan dan teori konseling, (2) mereka harus memiliki pengetahuan tentang topik atau materi kelompok, (3) mereka harus memahami dinamika kelompok, dan (4) mereka harus memahami faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi makna dari perilaku siswa. Pertama, konselor sekolah profesional harus dapat memahami siswa dari berbagai perspektif perkembangan (misalnya, kognitif, psikososial, dan identitas etnis/rasial). Dari perspektif terkait ini, konselor sekolah profesional dapat menyeleksi strategi konseling dan intervensi yang tepat bagi perkembangan siswa. Sebagai contoh, konselor sekolah dasar dapat memilih untuk menggunakan strategi Adlerian, karena banyak konsep Adlerian yang dapat diaplikasikan terhadap kebutuhan developmental anak.
Konselor sekolah profesional perlu memahami penerapan teoretis dengan baik agar merasa percaya diri dalam memilih strategi dan teknik dalam lingkup metode praktek yang dapat diterima serta mampu mencapai tujuan kelompok. Kedua, kompetensi dalam hal memilih topik dan materi yang akan dibahas adalah juga esensial. Sementara itu tidaklah penting bagi konselor sekolah profesional untuk menjadi ahli dalam tiap area kelompok yang ditangani, mereka memerlukan pengetahuan yang spesifik-misalnya, mereka perlu mengetahui bagaimana suatu topik cenderung termanifestasi dalam populasi yang mereka tangani. Sebagai contoh, untuk membantu kelompok orang yang berkabung, konselor sekolah profesional tidak perlu menjadi ahli dalam isu-isu yang berhubungan dengan dukacita dan belasungkawa, akan tetapai mereka perlu cukup pengetahuan tentang hal itu dan tentunya, bagaimana memproses kehilangan dan kematian dengan dimediasi oleh faktor-faktor seperti perkembangan kognitif dan keyakinan beragama. Hal ini berhubungan dengan ketarampilan konseling kelompok kategori ketiga : memahami banyak konteks yang beragam dari kehidupan siswa.
Faktor kontekstual yang beragam mempengaruhi kehidupan siswa dan membentuk cara dimana siswa memproses topik dan interaksi dinamik dalam kelompok. Contohnya, faktor-faktor seperti status sosioekonomik, ras/etnisitas, gender, keyakinan dan praktek religius/spiritual, orientasi seksual, hambatan institusional dalam belajar, dan komposisi keluarga, hal-hal tersebut menjadi layar yang melalui itu semua lah siswa menyaring materi kelompok dan dinamika proses yang ada dalam kelompok. Faktor-faktor yang saling terkait ini menantang konselor sekolah profesional untuk secara berkelanjutan terlibat dalam pengembangan profesional agar secara kompeten dan etis dapat memenuhi kebutuhan konseling kelompok bagi siswa.
Pada akhirnya, konselor sekolah profesional perlu menjaga semua hal tersebut dalam pikirannya sehingga mereka mampu membuat hipotesis mengenai perilaku anggota kelompoknya, dan memfasilitasi pertumbuhan kelompok. Dalam melakukan hal ini, konselor sekolah profesional harus mampu mendorong anggota kelompok untuk berpartisipasi secara penuh dalam kelompok dan menghargai keragaman siswa dan perbedaan dalam hal gaya partisipasi. Dengan adanya penghampiran terhadap dimensi-dimensi konseling kelompok ini, konselor sekolah profesional dapat membangun kohesi dan menjaga agar kelompok tetap terfokus pada topik yang sedang ditangani.
F.      Ruang Lingkup Sekolah Publik
Banyak tulisan mengenai hambatan-hambatan yang merintangi terlaksananya konseling kelompok yang efektif di sekolah. Beberapa hambatan tersebut berkenaan dengan masalah penjadwalan, resistensi guru, kebijakan sekolah dan praktik yang membatasi akses siswa serta budaya sekolah secara keseluruhan (Dansby, 1996; Ripley & Goodnough, 2001; Schmidt, 2003). Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan ini, konselor sekolah profesional perlu menghormati dan memahami konteks dimana mereka bekerja. Mereka perlu memahami bahwa administrator dan guru memegang peranan terhadap performansi akademik siswa-seringkali seperti yang diukur oleh skor tes yang terstandarisasi. Guru dan administrator tidak terlalu memfokuskan pada peran dan fungsi dari program konseling sekolah komprehensif, metode penyampaian layanan dan tugas yang sesuai bagi konselor sekolah profesional (Fitch, Newby, Ballestero, dan Marshall, 2001; Perusse dan Goodnough, 2001; Schmidt, 2003). Akibatnya, banyak persepsi administrator  terhadap konseling sekolah mencerminkan pengalamannya sendiri terhadap konseling sekolah. Saat administrator memegang posisi pemimpin di sekolah, mereka seringkali mengabadikan praktek masa lalu ini.
Terdapat tiga cara utama dimana konselor sekolah profesional dapat menangani permasalahan legitimasi terhadap administrator dan membantu mereka dalam mengawasi dan memfasilitasi implementasi konseling kelompok oleh konselor dengan cara yang tepat dan kontemporer. Yang pertama berkenaan dengan persiapan profesional. Diutamakan pada pemberian gagasan mengenai program konseling kelompok, konselor sekolah profesional perlu mengkomitmenkan diri dan waktunya untuk mempersiapkan dan menjadwalkan konseling kelompok. Hal ini mensyaratkan konselor untuk merancang kalendar mereka dan mengalokasikan waktu yang signifikan bagi konseling kelompok. Dengan memasukkannya ke dalam kalender mereka, berarti konselor memberi konseling kelompok prioritas sebagai metode penyampaian layanan dalam program konseling sekolah komprehensif. Konselor sekolah profesional membuat rencana bagi kelompok mereka dalam cara yang sama dengan guru mata pelajaran dalam merencanakan unit akademis. Sebagai contoh, guru matematika tidak boleh membuat rencana pengajaran secara rahasia, begitu pula halnya konselor sekolah.
Konselor sekolah profesional membuat tujuan, sasaran dan materi pendukung kelompok mereka tersaji bagi publik sebagai bagian dari program konseling sekolah komprehensif. Sesuai dengan standar etis ASCA, mereka melihat adanya keuntungan yang didapat melalui kerja sama dengan keluarga serta pencarian tim dan kerjasama dengan mereka dalam membantu perkembangan siswa. Sebagai bagian dari upaya kolaboratif tersebut, konselor sekolah profesional perlu meminta izin dari orangtua  atau wali siswa untuk partisipasi siswa dalam konseling kelompok. Dengan mempersiapkan dengan baik konseling kelompok yang akan dilaksanakan, mereka membawa profesionalisme pada metode penyampaian layanan yang penting ini.
Cara kedua konselor sekolah profesional dalam memfasilitasi pelaksanaan konseling kelompok adalah dengan berkolaborasi dan membentuk tim bersama para administrator untuk membahas, menafsirkan kembali, atau merevisi kebijakan-kebijakan sekolah yang menonjol. Program sekolah dipercaya oleh para administrator berada diluar misi akademik, seperti konseling kelompok, seringkali menyangkal pertemuan kelas, sehingga fokus siswa tinggal pada tugas-tugas akademik saja. Sebagai akibat dari kebijakan semacam ini, konseling kelompok seringkali hanya diberikan selama jam makan siang, pertemuan di aula sekolah, atau sebelum dan sesudah jam sekolah. Suatu kebijakan sekolah yang dikeluarkan tanpa syarat bahwa jam pelajaran tidak dapat dikompromikan untuk menjalankan inisiatif konseling kelompok yang efektif.
Melalui kepemimpinan dan advokasi, konselor sekolah profesional perlu membantu guru dan administrator untuk melihat pengecualian terhadap kebijakan penting semacam ini telah diberikan pada kegiatan lainnya yang disponsori oleh sekolah. Sebagai contoh, di SMA, atlit dari berbagai cabang olahraga biasanya kehilangan kelas terakhir mereka karena bepergian untuk mengikuti pertandingan. Hal ini diizinkan karena partisipasi pada pertandingan olahraga antar sekolah sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa-begitu menguntungkannya sampai menyita waktu akademik bagi sebagian siswa. Adalah keyakinan yang diterima bahwa atletik memberikan siswa keuntungan yang akan meningkatkan prestasi akademik dengan cara mengembangkan interaksi yang positif dengan teman sebaya, membuat siswa mempelajari keterampilan baru yang dapat mengembangkan pengendalian diri dan dapat mengembangkan rasa bersemangat dalam menyelesaikan aktivitas yang menantang.
Tugas bagi konselor sekolah profesional adalah melobi sekolah untuk merevisi dan menginterpretasikan kembali kebijakan yang memungkinkan seluruh siswa untuk memiliki kesempatan dalam memperoleh keuntungan serupa melalui konseling kelompok jika mereka begitu menginginkannya. Untuk melakukan hal ini, konselor profesional perlu mengingatkan guru dan administrator bahwa konseling kelompok merupakan bagian dari program konseling sekolah komprehensif yang lebih luas dan dengan demikian turut membagi misi sekolah bagi kesuksesan akademik. Lebih spesifik lagi, dengan membantu siswa menghadapi dukacita dan rasa kehilangan mereka dapat kembali memfokuskan pada tujuan akademik yang penting bagi perkembangan pribadi, sosial dan akademik sebagian siswa, seperti halnya olahraga gulat atau bola voli terhadap sebagian siswa lainnya.
Dengan demikian saat kebijakan sekolah ditinjau ulang, diinterpretasikan kembali dan direvisi, konselor sekolah profesional dapat berkolaborasi dengan administrator dan guru dalam membantu mengangkat pertanyaan seperti “Kapan kelompok dapat dijalankan?” atau “Apakah mereka menjauhi waktu belajar?” sampai pada “Bagaimana kita mengimplementasikan konseling kelompok dalam rangka meningkatkan kualitas siswa dalam pembelajaran matematika?”. Sekali kebijakan diinterpretasikan kembali atau direvisi, maka kebijakan tersebut perlu dihormati oleh seluruh staf guru. Hal ini berarti, kemampuan guru untuk menyangkal hak siswa untuk menghadiri kelompok harus dilarang, dan mereka tidak diperbolehkan untuk memperhitungkan absen siswa jika siswa menghadiri pertemuan kelompok. Lebih jauh lagi, siswa harus diberi jumlah waktu yang sama untuk melakukan perbaikan atas pekerjaannya sama seperti jika mereka mengikuti kegiatan lain yang disponsori oleh sekolah (Ripley dan Goodnough, 2001).
Akhirnya, konselor sekolah profesional dan siswa harus menghormati hak khusus yang muncul karena adanya revisi dan reinterpretasi terhadap sistem. Saat harus menghadiri konseling kelompok selama jam pelajaran berlangsung, hal ini berarti bahwa mereka harus mematuhi kebijakan sekolah, menjadi pemimpin kelompok dan mempelajari karakteristik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin kelompok yang efektif. Saat konseling kelompok diimplementasikan, intervensi yang bagus ini akan menjadi bagian yang bernilai dari program konseling sekolah yang komprehensif developmental.
Konselor sekolah profesional pada semua tingkatan yang tidak membimbing kelompok, berarti belum melakukan tugas mereka secara memadai. Hal ini dikarenakan konseling kelompok merupakan makna sentral dalam penyampaian program konseling komprehensif sekolah. Dalam memberikan pengalaman konseling kelompok yang efektif pada siswa membutuhkan sikap kepemimpinan, pengetahuan dan keterampilan khusus, serta kemampuan untuk mengadvokasikan secara efektif pelaksanaan program konseling kelompok di sekolah.

Referensi :

Rusmana, Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok : Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung. Rizki Press.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...