Kedudukan
Konseling Kelompok dalam Komponen Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Oleh :
Iman
Lesmana
A. Pengantar
Berikut akan
dijelaskan mengenai posisi atau kedudukan konseling kelompok yang berbeda yang
diberikan di sekolah serta strategi yang digunakan konselor sekolah profesional
untuk membentuk kelompok dan berkolaborasi dengan pemimpin lainnya di sekolah. Hal
ini juga menjelaskan mengapa konselor sekolah yang professional perlu
memberikan menu lengkap bagi kelompok mengenai informasi yang akan membantu
dalam pelaksanaan konseling kelompok sebagai komponen sentral dari keseluruhan
program bimbingan dan konseling perkembangan di sekolah.
Untuk memahami
peranan konseling kelompok di sekolah, konselor sekolah professional
pertama-tama perlu memahami terlebih dahulu program konseling sekolah secara
komprehensif. Tujuan dari program konseling komprehensif sekolah adalah untuk
mempromosikan kesuksesan akademik dengan cara mendukung dan memenuhi kebutuhan
akademik, karir serta perkembangan social dan pribadi seluruh siswa. Kebutuhan
ini diidentifikasi melalui asesmen yang sistematis terhadap seluruh konstitusi
dalam komunitas sekolah. Dari kebutuhan yang telah teridentifikasi itu, tujuan
dapat diformulasikan dan kompetensi dapat dikembangkan. Kompetensi-kompetensi
ini mengidentifikasi apa yang perlu dipelajari siswa sebagai hasil dari
keikutsertaan dalam program konseling sekolah yang komprehensif.
National Model for
School Counseling Program dari ASCA (Bowers dan Hatch, 2002; ASCA 2003)
mengidentifikasi sistem penyampaian sebagai kurikulum bimbingan, perencanaan
individual siswa, layanan responsif dan dukungan sistem. Dalam layanan
responsif, konseling kelompok merupakan makna dari penyampaian layanan langsung
terhadap siswa K-12. Dalam hal ini konseling kelompok, seperti aspek lainnya
dalam program komprehensif, merupakan data yang diarahkan dan dihubungkan
terhadap misi sekolah.
Literatur
profesional mengemukakan bahwa konseling kelompok berguna untuk membantu siswa
(Whiston dan Sexton, 1998). Pertama, konseling kelompok merupakan bentuk
intervensi yang lebih efisien bila dibandingkan dengan konseling individual,
karena konselor dapat bertemu dengan banyak siswa sekaligus. Kedua, bila
dipandang dari perspektif perkembangan dan pedagogik, seringkali cara terbaik
bagi siswa dalam belajar adalah dengan belajar dari satu sama lain (sesama
siswa). Konseling kelompok memberikan forum yang tepat bagi pembelajaran
siswa-ke-siswa semacam ini. berhubungan dengan hal ini, kekuatan dari kelompok
sebaya dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan yang positif dibawah
kepemimpinan yang terampil dari konselor sekolah profesional. Akhirnya,
kelompok merupakan suatu komunitas mikrokosmos dan dapat memberikan suatu
setting kehidupan-nyata dimana siswa dapat mencari jalan keluar dari
persoalan-persoalan dan masalah-masalah (Brigman dan Early, 1991; Gladding,
2003). Konseling kelompok merupakan fungsi utama yang disumbangkan oleh ASCA,
dan penelitian mengemukakan bahwa konselor sekolah profesional menggunakan 8
sampai 12% waktunya untuk terlibat dalam proses konseling kelompok. (ASCA,
1999; Partin, 1993).
Konseling kelompok
merupakan salah satu keterampilan khusus yang paling perlu dikuasai oleh
seorang konselor sekolah profesional. Karenanya, penting bagi konselor untuk
memiliki wawasan seputar teori dan praktek konseling kelompok. Selain itu,
konselor sekolah profesional perlu mengetahui bagaimana untuk mengambil peran
sebagai pemimpin dan mengimplementasikan konseling kelompok kedalam program
konseling sekolah komprehensif dengan sukses. Bab ini akan menyelidiki
jenis-jenis bimbingan kelompok yang berbeda yang diberikan di sekolah, jenis
intervensi kelompok, strategi untuk menggunakan pembentukan kelompok, dan
bagaimana berkolaborasi dengan pemimpin lainnya di lingkungan sekolah dalam
rangka memberikan menu lengkap tentang topik-topik kelompok yang memiliki
keuntungan yang potensial bagi seluruh sistem sekolah.
B.
Konseling Kelompok : Developmental, Remedial dan Kelompok dengan Iklim
Sekolah
Konseling kelompok
dalam program konseling sekolah yang komprehensif berperan sebagai tonggak
perkembangan, memberikan remediasi, dan mempromosikan iklim sekolah yang sehat.
Melalui tonggak perkembangan, kami mengartikan bahwa konselor sekolah
professional secara beralasan dapat berharap bahwa kebanyakan atau seluruh
siswa akan memperoleh keuntungan dari keikutsertaan mereka dalam kelompok yang
dirancang untuk mempromosikan perkembangan karir, akademik, social dan pribadi.
Sebagai contoh, topic kelompok developmental yang mengarah pada perkembangan
akademik mencakup keterampilan belajar, strategi pengambilan resiko, dan
transisi menuju sekolah menengah atau perguruan tinggi. Topik bagi kelompok
pengembangan karir mencakup pencapaian tujuan dan pembuatan keputusan, transisi
menuju pilihan pasca-sekunder, eksplorasi karir, dan perencanaan masuk
perguruan tinggi. Topik kelompok pribadi-sosial mencakup hubungan dengan teman
sebaya, persahabatan, self-esteem, membentuk hubungan yang romantis, aman dan
sehat, pemberdayaan personal, serta menerima adik kandung yang baru lahir.
Konseling
kelompok, merupakan suatu upaya remedial saat membahas topic atau isu-isu
seputar hal-hal yang mengganggu atau menghambat proses belajar dan perkembangan
kelompok siswa tertentu. Kelompok remedial membantu siswa mengembangkan
keterampilan coping untuk membantu mereka dalam menghadapi isu-isu personal dan
social yang sulit. Kelompok semacam ini nampaknya dapat mendorong siswa untuk
memperoleh kembali kendali terhadap hidup mereka dan terlibat (atau kembali
terlibat) dalam proses pembelajaran. Kelompok yang membahas isu-isu remedial
dapat mencakup isu-isu seputar perceraian orangtua dan perpisahan keluarga,
identitas seksual, pemakaian obat-obatan terlarang, kematian dan kehilangan,
menghadapi HIV/AIDS, manajemen amarah, resolusi konflik, serta belajar untuk
hidup dalam keluarga campuran. Beberapa kelompok diberikan isu yang dapat
mempengaruhi kelompok besar siswa. Contohnya, dalam daerah basis militer,
orangtua dan anggota keluarga lainnya seringkali harus meninggalkan rumah untuk
turut serta dalam wajib militer. Hal semacam ini dapat menyebabkan pergolakan
dan ketidakpastian dalam sebagian besar keluarga serta dapat mengganggu proses
belajar banyak siswa.
Pada akhirnya,
topic kelompok remedial dapat mencakup isu-isu yang mempengaruhi seluruh siswa.
Isu-isu ini bisa berupa bencana alam seperti angina topan, kejadian tragis
seperti aksi terror, insiden kekerasan khusus di sekolah, atau kematian salah
seorang siswa. Konseling kelompok remedial dapat membantu siswa memeparkan
trauma yang mereka alami sebagai akibat langsung dari suatu tragedy. Isu-isu
yang muncul dari berbagai peristiwa diatas, saat tidak tertangani, pertumbuhan
personal yang rusak akan menghambat proses belajar. Dengan memberi respon
terhadap kebutuhan remedial siswa melalui konseling kelompok, konselor sekolah
professional telah menyampaikan suatu layanan yang sangat penting dan
terspesialisasi.
Ada kategori
kelompok ketiga yang juga memerlukan layanan bimbingan dari konselor sekolah
professional, yakni kelompok yang membahas tentang budaya dan iklim sekolah.
Beberapa kelompok semacam ini membahas topic seputar kesadaran akan keragaman,
reduksi bias dan prasangka, resolusi konflik dan saling menghormati satu sama
lain. Kelompok ini bisa juga membahas tentang hambatan-hambatan kultural dan
institusional dalam belajar yang dialami oleh kelompok siswa tertentu (missal
kelompok siswa kulit berwarna, kelompok gay/lesbian, kelompok biseksual dan
transgender, kelompok siswa dengan status ekonomi rendah). Konselor sekolah
professional perlu mengembangkan dukungan tambahan untuk kelompok-kelompok
tersebut dan kelompok lainnya dalam rangka menghilangkan hambatan individual
dan sistemik yang mereka alami serta menciptakan kesetaraan dalam hal kondisi
dan akses terhadap penawaran terbaik dari sekolah dan masayarakat.
Dalam rangka
membentuk kelompok dari tiga kategori ini, konselor sekolah professional perlu
menilai kebutuhan siswa secara luas. Kultur dan iklim institusional secara
keseluruhan dari sekolah dapat membatasi kesetaraan dan akses terhadap
konseling kelompok bagi seluruh siswa. Konselor sekolah professional perlu
mencapai kelompok yang termarginalisasi dan mendorong mereka untuk
mempertimbangkan konseling kelompok sebagai cara yang bermakna dalam memenuhi
kebutuhan. Pengalaman akan hambatan-hambatan dan bias-bias kemasyarakatan dan
institusional dapat menghilangkan kepercayaan dan membuat siswa ragu bahwa
sekolah dan perwakilannya memiliki minat terhadap kasih saying. Dalam menjalin
hubungan dengan siswa, adalah penting bagi konselor sekolah professional untuk
memvalidasi permasalahan, memperoleh kepercayaan dan advokasi terhadap
kebutuhan-kebutuhan. Hal ini dapat membangun kredibilitas dan membantu dalam
menciptakan rasa kebersamaan bagi seluruh siswa.
C. Psikoedukasi dan
Konseling : Intervensi Kelompok
Kelompok di
sekolah, dibimbing oleh keberadaan konselor sekolah professional menuju suatu
rangkaian kesatuan didaktis dan psikoedukasional, untuk menjadi benar-benar
terapeutik dalam sebuah pengalaman konseling. Kebanyakan kelompok memiliki elemen masing-masing dan beberapa diantaranya
berbeda dari sesi ke sesi. Banyak kelompok developmental terutama berorientasi
psikoedukasional dan memfokuskan terhadap pemberian topik (informasi spesifik
bagi kelompok kecil siswa). Kehadiran informasi dirancang secara hati-hati
untuk dapat secara langsung diaplikasikan terhadap kehidupan siswa dalam rangka
mencapai perkembangan sesuai-umur dan kesuksesan akademik. Sebagai contoh,
siswa yang berada dalam transisi dapat diajari mengenai lingkungan yang akan
mereka tuju- apakah itu sekolah menengah pertama, sekolah menegah atas, atau
perguruan tinggi.
Psikoedukasi juga memiliki tempat bagi kelompok remedial. Siswa mengatasi
kesedihan karena kehilangan seseorang yang dicintai dapat diajarkan tentang
tahapan-tahapan berkabung, pengetahuan ini berguna dalam proses penyembuhan
luka hati. Dalam pembahasan kelompok mengenai iklim sekolah, informasi
seringkali diberikan pada siswa. Contohnya, dalam kelompok resolusi konflik,
siswa perlu diajarkan mengenai karakteristik konflik dan jenis-jenis konflik
yang beragam (Ripley, dalam cetakan). Dengan demikian, penerapan psikoedukasi
bagi siswa dalam semua bentuk konseling kelompok merupakan hal yang umum di
sekolah, dan sesuai dengan kultur pendidikan K-12, sehingga siswa dapat
mempelajari informasi yang baru.
Sebagaimana dinyatakan sebelumnya, psikoedukasi dapat disajikan dalam
ketiga kategori kelompok. Pada dasarnya, penerapan psikoedukasi dapat membawa
siswa untuk mengaplikasikan informasi terhadap diri mereka sendiri. Saat mereka
melakukan hal ini, mereka seringkali membutuhkan bantuan. Pemrosesan semacam
ini dapat membawa pada aspek kedua dalam kerja kelompok di sekolah : konseling.
Dimana dalam proses tersebut keterampilan unik dari konselor sekolah
profesional digunakan. Saat siswa memproses informasi mereka seringkali
mengungkap informasi yang rahasia mengenai diri mereka, hal ini berarti membuka
diri mereka terhadap resiko psikologis. Konselor sekolah profesional terlatih
untuk menangani resiko ini, dengan cara membantu untuk mempromosikan
pertumbuhan dan perkembangan siswa melalui pengambilan resiko dan sharing.
Saat siswa berbagi dan memproses suatu hal bersama, konselor sekolah
profesional menggunakan keterampilan konseling yang ia miliki untuk
mempromosikan kepercayaan personal dan membantu anggota kelompok mengembangkan
rasa kebersamaan dengan rekan satu kelompoknya. Konselor kelompok yang efektif
dapat membantu dalam menciptakan lingkungan dimana anggota kelompok saling
mengenal satu sama lain dalam cara yang bermakna. Dalam kelompok remedial bagi
anak dari keluarga pengguna alkohol dan narkoba, konselor sekolah profesional
tidak hanya akan menggunakan psikoedukasi (misalnya mengajarkan peranan yang
diambil dalam keluarga yang alkoholik), akan tetapi juga akan membantu
mempromosikan penyembuhan dengan cara membantu seluruh siswa berbagi tentang
situasi tertentu. Dengan bekerjasama dengan seluruh anggota kelompok, konselor
sekolah profesional dapat membantu siswa menyadari bahwa mereka tidak
sendirian.singkatnya, konselor sekolah profesional memberikan psikoedukasi pada
siswa dan membantu mereka untuk memproses informasi dalam cara yang mereka
maknai secara pribadi. Lebih jauh lagi, mereka memanfaatkan kekuatan kelompok
untuk memberikan kesempatan bagi pertumbuhan, remediasi dan pengembangan iklim
sekolah.
D.
Dua Bentuk Kelompok : Heterogen dan Homogen
Kelompok yang dideskripsikan dalam bahasan diatas merupakan kelompok
homogen dimana seluruh siswa menghadapi isu-isu yang serupa. Untuk beberapa
alasan, adalah tepat bahwa keanggotaan suatu kelompok harus dibatasi. Pertama,
siswa yang membagi suatu permasalahan umum mampu berkenalan dengan satu sama
lain dan saling membantu dalam cara yang tidak bisa dilakukan orang lain.
Sementara itu, konseling kelompok bukanlah tentang memberikan saran pada orang
lain, anggota kelompok memberikan perspektif mereka sendiri; dalam perspektif
ini bisa saja ada informasi dan strategi coping yang dipandang bermanfaat oleh
anggota kelompok. Terkait dengan pemberian dukungan, terdapat konsep tentang
universalitas; pengetahuan bahwa orang lain berbagi mengenai pengalaman dan perasaan
tertentu dapat mengurangi rasa terisolasi yang banyak dirasakan siswa sehingga
mereka merasa tidak sendirian. Proses universalitas ini merupakan salah satu
faktor kunci dalam proses kelompok yang mempromosikan pertumbuhan dan
penyembuhan (Yalom, 1995). Akhirnya, saat kelompok dibentuk secara homogen,
topik psikoedukasi khusus dapat diberikan dalam suasana yang menguntungkan bagi
semuanya.
Sementara keuntungan dari kelompok homogen telah terbukti, ada beberapa
alasan mengapa kelompok bisa juga memiliki komposisi yang heterogen. Dalam
kelompok ini, kesamaan masalah yang dihadapi tidaklah begitu penting karena
siswa mempelajari suatu metode (misalnya solusi terfokus, pemecahan masalah,
kognitif-behavioral) dimana berbagai masalah dapat dibahas. Siswa juga mempelajari
bahwa metode yang terpilih dapat diterapkan pada situasi lain yang mungkin
mereka hadapi. Jenis kelompok semacam ini membantu dalam menggolongkan
pembelajaran dan membantu dalam memberdayakan siswa sehingga mereka memperoleh
kepercayaan diri untuk menggunakan keterampilan pemecahan masalah mereka yang
baru dalam beragam situasi yang menantang.
Cara lain penggunaan kelompok heterogen adalah dengan menjadikan satu atau
lebih anggota kelompok sebagai model bagi siswa target. Contohnya, sebuah kelompok
keterampilan sosial yang terdiri atas siswa SD mungkin akan kurnag efektif bila
semua anggotanya kurang memiliki keterampilan sosial. Salah satu alasan bahwa
konseling kelompok berhasil adalah bahwa siswa dapat belajar dari siswa
lainnya. Karena hal ini, konselor sekolah dasar seringkali menggunakan model
behavioral dalam kelompok keterampilan sosial. Siswa yang menjadi model disini
adalah siswa yang memiliki keterampilan sosial yang baik; siswa yang menjadi
target konseling dapat belajar darinya. Hasilnya, kelompok ini terdiri atas
kelompok-kelompok siswa yang heterogen, tidak semuanya merupakan siswa yang
membutuhkan remediasi dalam hal keterampilan sosial.
E.
Keterampilan Konseling Kelompok
Untuk memandu kelompok secara efektif di sekolah, konselor sekolah
profesional perlu memiliki keterampilan-keterampilan yang berkenaan dengan
empat dimensi konseling kelompok di sekolah, yaitu sebagai berikut : (1) mereka
harus memiliki pengetahuan tentang hubungan antara teori perkembangan dan teori
konseling, (2) mereka harus memiliki pengetahuan tentang topik atau materi
kelompok, (3) mereka harus memahami dinamika kelompok, dan (4) mereka harus
memahami faktor-faktor kontekstual yang mempengaruhi makna dari perilaku siswa.
Pertama, konselor sekolah profesional harus dapat memahami siswa dari berbagai
perspektif perkembangan (misalnya, kognitif, psikososial, dan identitas
etnis/rasial). Dari perspektif terkait ini, konselor sekolah profesional dapat
menyeleksi strategi konseling dan intervensi yang tepat bagi perkembangan
siswa. Sebagai contoh, konselor sekolah dasar dapat memilih untuk menggunakan
strategi Adlerian, karena banyak konsep Adlerian yang dapat diaplikasikan
terhadap kebutuhan developmental anak.
Konselor sekolah profesional perlu memahami penerapan teoretis dengan baik
agar merasa percaya diri dalam memilih strategi dan teknik dalam lingkup metode
praktek yang dapat diterima serta mampu mencapai tujuan kelompok. Kedua,
kompetensi dalam hal memilih topik dan materi yang akan dibahas adalah juga
esensial. Sementara itu tidaklah penting bagi konselor sekolah profesional
untuk menjadi ahli dalam tiap area kelompok yang ditangani, mereka memerlukan
pengetahuan yang spesifik-misalnya, mereka perlu mengetahui bagaimana suatu
topik cenderung termanifestasi dalam populasi yang mereka tangani. Sebagai
contoh, untuk membantu kelompok orang yang berkabung, konselor sekolah
profesional tidak perlu menjadi ahli dalam isu-isu yang berhubungan dengan
dukacita dan belasungkawa, akan tetapai mereka perlu cukup pengetahuan tentang
hal itu dan tentunya, bagaimana memproses kehilangan dan kematian dengan
dimediasi oleh faktor-faktor seperti perkembangan kognitif dan keyakinan
beragama. Hal ini berhubungan dengan ketarampilan konseling kelompok kategori
ketiga : memahami banyak konteks yang beragam dari kehidupan siswa.
Faktor kontekstual yang beragam mempengaruhi kehidupan siswa dan membentuk
cara dimana siswa memproses topik dan interaksi dinamik dalam kelompok.
Contohnya, faktor-faktor seperti status sosioekonomik, ras/etnisitas, gender,
keyakinan dan praktek religius/spiritual, orientasi seksual, hambatan
institusional dalam belajar, dan komposisi keluarga, hal-hal tersebut menjadi
layar yang melalui itu semua lah siswa menyaring materi kelompok dan dinamika
proses yang ada dalam kelompok. Faktor-faktor yang saling terkait ini menantang
konselor sekolah profesional untuk secara berkelanjutan terlibat dalam
pengembangan profesional agar secara kompeten dan etis dapat memenuhi kebutuhan
konseling kelompok bagi siswa.
Pada akhirnya, konselor sekolah profesional perlu menjaga semua hal
tersebut dalam pikirannya sehingga mereka mampu membuat hipotesis mengenai
perilaku anggota kelompoknya, dan memfasilitasi pertumbuhan kelompok. Dalam
melakukan hal ini, konselor sekolah profesional harus mampu mendorong anggota
kelompok untuk berpartisipasi secara penuh dalam kelompok dan menghargai
keragaman siswa dan perbedaan dalam hal gaya partisipasi. Dengan adanya
penghampiran terhadap dimensi-dimensi konseling kelompok ini, konselor sekolah
profesional dapat membangun kohesi dan menjaga agar kelompok tetap terfokus
pada topik yang sedang ditangani.
F.
Ruang Lingkup Sekolah Publik
Banyak tulisan mengenai hambatan-hambatan yang merintangi terlaksananya
konseling kelompok yang efektif di sekolah. Beberapa hambatan tersebut
berkenaan dengan masalah penjadwalan, resistensi guru, kebijakan sekolah dan
praktik yang membatasi akses siswa serta budaya sekolah secara keseluruhan
(Dansby, 1996; Ripley & Goodnough, 2001; Schmidt, 2003). Dalam rangka
mengatasi hambatan-hambatan ini, konselor sekolah profesional perlu menghormati
dan memahami konteks dimana mereka bekerja. Mereka perlu memahami bahwa
administrator dan guru memegang peranan terhadap performansi akademik
siswa-seringkali seperti yang diukur oleh skor tes yang terstandarisasi. Guru
dan administrator tidak terlalu memfokuskan pada peran dan fungsi dari program
konseling sekolah komprehensif, metode penyampaian layanan dan tugas yang
sesuai bagi konselor sekolah profesional (Fitch, Newby, Ballestero, dan Marshall,
2001; Perusse dan Goodnough, 2001; Schmidt, 2003). Akibatnya, banyak persepsi
administrator terhadap konseling sekolah
mencerminkan pengalamannya sendiri terhadap konseling sekolah. Saat
administrator memegang posisi pemimpin di sekolah, mereka seringkali
mengabadikan praktek masa lalu ini.
Terdapat tiga cara utama dimana konselor sekolah profesional dapat
menangani permasalahan legitimasi terhadap administrator dan membantu mereka
dalam mengawasi dan memfasilitasi implementasi konseling kelompok oleh konselor
dengan cara yang tepat dan kontemporer. Yang pertama berkenaan dengan persiapan
profesional. Diutamakan pada pemberian gagasan mengenai program konseling
kelompok, konselor sekolah profesional perlu mengkomitmenkan diri dan waktunya
untuk mempersiapkan dan menjadwalkan konseling kelompok. Hal ini mensyaratkan
konselor untuk merancang kalendar mereka dan mengalokasikan waktu yang
signifikan bagi konseling kelompok. Dengan memasukkannya ke dalam kalender
mereka, berarti konselor memberi konseling kelompok prioritas sebagai metode
penyampaian layanan dalam program konseling sekolah komprehensif. Konselor
sekolah profesional membuat rencana bagi kelompok mereka dalam cara yang sama
dengan guru mata pelajaran dalam merencanakan unit akademis. Sebagai contoh,
guru matematika tidak boleh membuat rencana pengajaran secara rahasia, begitu
pula halnya konselor sekolah.
Konselor sekolah profesional membuat tujuan, sasaran dan materi pendukung
kelompok mereka tersaji bagi publik sebagai bagian dari program konseling
sekolah komprehensif. Sesuai dengan standar etis ASCA, mereka melihat adanya
keuntungan yang didapat melalui kerja sama dengan keluarga serta pencarian tim
dan kerjasama dengan mereka dalam membantu perkembangan siswa. Sebagai bagian
dari upaya kolaboratif tersebut, konselor sekolah profesional perlu meminta
izin dari orangtua atau wali siswa untuk
partisipasi siswa dalam konseling kelompok. Dengan mempersiapkan dengan baik
konseling kelompok yang akan dilaksanakan, mereka membawa profesionalisme pada
metode penyampaian layanan yang penting ini.
Cara kedua konselor sekolah profesional dalam memfasilitasi pelaksanaan
konseling kelompok adalah dengan berkolaborasi dan membentuk tim bersama para
administrator untuk membahas, menafsirkan kembali, atau merevisi
kebijakan-kebijakan sekolah yang menonjol. Program sekolah dipercaya oleh para
administrator berada diluar misi akademik, seperti konseling kelompok,
seringkali menyangkal pertemuan kelas, sehingga fokus siswa tinggal pada
tugas-tugas akademik saja. Sebagai akibat dari kebijakan semacam ini, konseling
kelompok seringkali hanya diberikan selama jam makan siang, pertemuan di aula
sekolah, atau sebelum dan sesudah jam sekolah. Suatu kebijakan sekolah yang
dikeluarkan tanpa syarat bahwa jam pelajaran tidak dapat dikompromikan untuk
menjalankan inisiatif konseling kelompok yang efektif.
Melalui kepemimpinan dan advokasi, konselor sekolah profesional perlu
membantu guru dan administrator untuk melihat pengecualian terhadap kebijakan
penting semacam ini telah diberikan pada kegiatan lainnya yang disponsori oleh
sekolah. Sebagai contoh, di SMA, atlit dari berbagai cabang olahraga biasanya
kehilangan kelas terakhir mereka karena bepergian untuk mengikuti pertandingan.
Hal ini diizinkan karena partisipasi pada pertandingan olahraga antar sekolah
sangat menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa-begitu
menguntungkannya sampai menyita waktu akademik bagi sebagian siswa. Adalah
keyakinan yang diterima bahwa atletik memberikan siswa keuntungan yang akan
meningkatkan prestasi akademik dengan cara mengembangkan interaksi yang positif
dengan teman sebaya, membuat siswa mempelajari keterampilan baru yang dapat
mengembangkan pengendalian diri dan dapat mengembangkan rasa bersemangat dalam
menyelesaikan aktivitas yang menantang.
Tugas bagi konselor sekolah profesional adalah melobi sekolah untuk
merevisi dan menginterpretasikan kembali kebijakan yang memungkinkan seluruh
siswa untuk memiliki kesempatan dalam memperoleh keuntungan serupa melalui
konseling kelompok jika mereka begitu menginginkannya. Untuk melakukan hal ini,
konselor profesional perlu mengingatkan guru dan administrator bahwa konseling
kelompok merupakan bagian dari program konseling sekolah komprehensif yang
lebih luas dan dengan demikian turut membagi misi sekolah bagi kesuksesan
akademik. Lebih spesifik lagi, dengan membantu siswa menghadapi dukacita dan
rasa kehilangan mereka dapat kembali memfokuskan pada tujuan akademik yang
penting bagi perkembangan pribadi, sosial dan akademik sebagian siswa, seperti
halnya olahraga gulat atau bola voli terhadap sebagian siswa lainnya.
Dengan demikian saat kebijakan sekolah ditinjau ulang, diinterpretasikan
kembali dan direvisi, konselor sekolah profesional dapat berkolaborasi dengan
administrator dan guru dalam membantu mengangkat pertanyaan seperti “Kapan
kelompok dapat dijalankan?” atau “Apakah mereka menjauhi waktu belajar?” sampai
pada “Bagaimana kita mengimplementasikan konseling kelompok dalam rangka
meningkatkan kualitas siswa dalam pembelajaran matematika?”. Sekali kebijakan
diinterpretasikan kembali atau direvisi, maka kebijakan tersebut perlu
dihormati oleh seluruh staf guru. Hal ini berarti, kemampuan guru untuk
menyangkal hak siswa untuk menghadiri kelompok harus dilarang, dan mereka tidak
diperbolehkan untuk memperhitungkan absen siswa jika siswa menghadiri pertemuan
kelompok. Lebih jauh lagi, siswa harus diberi jumlah waktu yang sama untuk
melakukan perbaikan atas pekerjaannya sama seperti jika mereka mengikuti
kegiatan lain yang disponsori oleh sekolah (Ripley dan Goodnough, 2001).
Akhirnya, konselor sekolah profesional dan siswa harus menghormati hak
khusus yang muncul karena adanya revisi dan reinterpretasi terhadap sistem.
Saat harus menghadiri konseling kelompok selama jam pelajaran berlangsung, hal
ini berarti bahwa mereka harus mematuhi kebijakan sekolah, menjadi pemimpin
kelompok dan mempelajari karakteristik dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
menjadi pemimpin kelompok yang efektif. Saat konseling kelompok
diimplementasikan, intervensi yang bagus ini akan menjadi bagian yang bernilai
dari program konseling sekolah yang komprehensif developmental.
Konselor sekolah profesional pada semua tingkatan yang tidak membimbing
kelompok, berarti belum melakukan tugas mereka secara memadai. Hal ini
dikarenakan konseling kelompok merupakan makna sentral dalam penyampaian
program konseling komprehensif sekolah. Dalam memberikan pengalaman konseling
kelompok yang efektif pada siswa membutuhkan sikap kepemimpinan, pengetahuan
dan keterampilan khusus, serta kemampuan untuk mengadvokasikan secara efektif
pelaksanaan program konseling kelompok di sekolah.
Referensi :
Rusmana,
Nandang. (2009). Bimbingan dan Konseling
Kelompok : Metode, Teknik dan Aplikasi. Bandung. Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar