Konsep Dasar
Terapi Permainan Kelompok
Oleh :
Iman Lesmana
1. Definisi dan Tujuan Terapi Permainan Kelompok
Sweeney and Homeyer (1999:5)
mendefiniskan play therapy sebagai
berikut:
“ a
dynamic interpersonal relationship
between a child and a therapist trained in play therapy procedures who provides
selected play materials and facilitates the development of safe relationship
for the child to fully express and explore self (feelings, thoughts,
experiences, and behaviors) throught the child’s natural medium of
communication, play”.
Pengertian yang terkandung
dalam pendapat ini adalah play therapy
merupakan hubungan dinamik antara terapis-anak melalui permainan sehingga
mereka mampu mengeksplorasi dan mengekspresikan diri.
Asumsi yang mendasari
penggunaan play therapy adalah
bermain merupakan cara alamiah anak
untuk mengekpresikan kebutuhan, dan melalui bermian pula anak secara simbolis
mencoba mengatasi ketakukan dan trauma yang mereka alami. Hal ini sejalan
dengan pandangan Sweeney and Homeyer dalam
Russ (2004) yang menyatakan bahwa “play
therapy is a primary, and usually the most appropriate intervention for
children, play is a natural expressive language of children”.
Sweeney and Homeyer (1999) menambahkan bahwa terdapat sembilan keuntungan dari terapi permainan kelompok,
yaitu (1) kelompok dapat meningkatkan spontanitas anak sehingga level partisipasi mereka juga tinggi, (2) terapi
permainan kelompok dapat merespon dua persoalan sekaligus yaitu dimensi intrapsikis dan interpersonal anak, (3)
dalam adegan kelompok memungkin untuk terjadi refleksi
dan katarsis, (4) terapi permainan kelompok merupakan
kesempatan bagi anak untuk mencapai self-growth
dan self-exploration, (5) melalui terapi
permaian kelompok (group play therapy anak lebih didekatkan dengan
realitas kehidupan sebenarnya, (6) karena terapi permainan kelompok ibarat miniatur masyarakat maka anak akan
memahami makna kehadiranya bagi anak-anak yang lain, (7) adegan dalam terapi
permainan kelompok dapat mengurangi kecenderungan anak berfantasi dalam
menyelesaikan masalah yang dialaminya, (8) anak memiliki peluang untuk
mempraktekkan pada kehidupan sehari-hari pengalaman yang diperoleh dalam terapi permainan kelompok, dan (9) kehadiran
satu atau beberapa orang anak mungkin dapat membantu dalam pengembangan
hubungan terapetik bagi beberapa orang anak.
Anak-anak belajar mengenal dirinya dalam terapi permainan kelompok. Mereka
belajar karena mereka dipersilahkan berkomunikasi dengan bahasa mereka, yaitu
bahasa bermain. Melaui permainan dan mereka belajar melalui apa yang mereka
dengar dan mengamati persepsi ahli terapi dan anak-anak lain terhadap mereka.
Anak-anak belajar bahwa menjadi seseorang dengan jati diri mandiri bukan hanya
dianjurkan dan diterima melainkan juga dinilai dengan penghargaan. Di dalam
suatu kelompok, kerjasama merupakan hal yang penting, dan kesediaan mengikuti
keinginan orang lain kadang-kadang merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan.
Pada saat yang sama, kreativitas dan orijinalitas merupakan sesuatu yang
dihargai.
Vander Kolk dalam Russ (2004) mengemukan
manfaat-manfaat terapi permaian kelompok adalah (1) menerima seorang anak
secara penuh, (2) semata-mata mengajak bermain tanpa uraian panjang-lebar,
tanpa menentukan sasaran, tanpa alasan yang tak perlu, tanpa bertanya-tanya,
atau tanpa perkecualian, (3) membantu anak-anak belajar mengekspresikan diri
dan menikmati indahnya dihargai, (4) membolehkan tetapi tidak mendorong prilaku
menyimpang pada awal terapi, (5) membolehkan semua “prilaku simbolik” sambil
membatasi prilaku destruktif, (6) mencegah anak-anak untuk saling menyerang
secara fisik, (7) memberlakukan batasan-batasan secara lembut, bukan dengan
jalan mengkritik, dan ringkas (tidak bertele-tele); (8) memberitahu
batasan-batasan hanya bilamana diperlukan, dan (9) merasakan dan menyatakan
empati.
2. Terapi Permainan Kelompok sebagai Alternatif
Model Psikoterapi.
Penggunaan terapi permainan sebagai alternatif model dalam psikoterapi
memang sempat diragukan oleh para ahli. Menurut Sweeney & Homeyer (1999) dewasa
ini, kecenderungan untuk menganggap terapi kelompok sebagai sesuatu yang
superfisial telah banyak berkurang selama satu dekade terakhir ini,
meskipun belum hilang sama sekali. Masih
diyakini bahwa terapi permainan kelompok adalah suatu bentuk terapi yang kurang
jelas intervensinya, yang hanya cocok bagi orang-orang yang kekurangan uang
atau memerlukan kesabaran yang tinggi di
dalam proses. Namun demikian, pada skala nasional dan internasional, terapi
permainan kelompok telah dapat diterima, baik oleh praktisi klinis secara
individual maupun oleh agen-agen yang berkecimpung di bidang layanan terapi.
Sweeney & Homeyer (1999) menyatakan dua faktor yang berperan penting
bagi perubahan sikap terhadap terapi perimainan kelompok, yaitu (1) terapi
permainan kelompok telah mengembangkan suatu teori sistematik dengan prinsip
yang dapat diuji melalui metode ilmiah dan memiliki akar epistimologi yang
jelas sehingga mendorong banyak ahli terapi untuk mencobakan terapi perimainan
kelompok sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan yang berkembang.
(2) Tujuan terapi perimainan
kelompok, seperti juga semua terapi, adalah
memberikan efek perubahan dasar bagi keseimbangan yang intrapsikis
individu. Melalui hubungan, perolehan kelegaan, kekuatan fikiran, pengujian realitas,
dan sublimasi, terapis mendorong timbulnya keseimbangan baru dalam struktur
kepribadian, ego yang semakin kokoh, superego yang diserasikan, dan citra-diri
yang semakin membaik. Pengalaman pribadi yang diperoleh menjanjikan efek-efek
penyembuhan pada orang yang diperlakukan secara tidak wajar.
Menurut Ginott dalam Sweeney & Homeyer (1999) dalam mengevaluasi suatu
pendekatan terapi, sekurang-kurangnya
ada enam pertanyaan yang harus terjawab
lebih dahulu, yakni: (1) apakah metode yang digunakan dapat memfasilitasi
atau menghambat terbangunnya suatu
hubungan terapis, (2) apakah metode tersebut memperlancar atau menghambat upaya melahirkan ide pemulihan
emosi, (3) apakah metode ini membantu atau
mementahkan pencapaian kekuatan berfikir, (4) apakah metode ini menambah
atau mengurangi kesempatan untuk
pengujian realita, (5) apakah metode ini membukakan atau menutup jalur-jalur
sublimasi (upaya mengarahkan-ulang yang mengacu pada tujuan yang lebih luhur
yang berselaras dengan cita dan aspirasi manusia beradab).
Bila pertanyaan tersebut diarahkan pada terapi permainan kelompok, maka
menurut Sweneey dan Homeyer (1999) jawaban adalah:
Apakah terapi permainan kelompok memfasilitasi atau menghambat terbangunnya suatu hubungan
terapeutik? Kehadiran beberapa anak nampaknya memfasilitasi
terbangunnya hubungan yang diinginkan antara terapis dengan anak. Penetapan
kerangka kelompok ternyata bermanfaat selama berlangsungnya pertemuan pertama.
Perjumpaan dengan terapis sering menakutkan bagi anak. Anak tadi merasa enggan untuk berpisah dari
ibunya dan harus mengikuti seorang yang asing dalam sebuah ruangan yang
dirasakan asing. Rasa takut anak akan berkurang karena ditemani oleh dua atau
tiga anak seusianya.
Dalam terapi individual, merupakan
hal yang lumrah bagi seorang anak untuk merasa tidak nyaman pada pertemuan
pertama, menarik diri sepenuhnya, tidak berani berbicara sepatah katapun atau
menyentuh sepotong mainan pun sepanjang pertemuan. Dalam terapi permainan
kelompok, kehadiran anak-anak lain terasa menimbulkan iklim yang santai,
mengurangi rasa tegang, dan menstimulir aktivitas dan partisipasi. Kelompok itu
berfungsi “menghimbau” munculnya spontanitas dan anak-anak mendekatkan dirinya
dengan terapis serta membangun perasaan percaya secara lebih pasti dibandingkan dalam terapi individual.
Kelompok memberikan kesempatan
hubungan multilateral yang tidak
terdapat pada terapi permainan individual. Selain menerima dan menghormati
kepercayaan orangtua yang telah mendelegasikan penanganan anaknya,
kelompok juga menawarkan banyak sekali
model identifikasi dan contoh ideal ego kepada anak. Anak-anak mengidentifikasi
dirinya bukan dengan terapis saja, melainkan juga dengan anggota-anggota
lainnya dari kelompok tersebut. Seorang
anak laki-laki yang berpenampilan keperempuan-perempuanan, misalnya, dapat
membangkitkan kekuatan egonya dengan cara berkawan dengan seorang teman bermain
yang maskulin dan mau menerima dirinya, dan seorang anak yang terbiasa terlalu
dilindungi bisa menjadi lebih independen dengan cara mengenali dirinya sendiri
dengan bergabung pada anggota-anggota kelompok yang lebih mandiri.
Anak-anak yang agak penghayal yang hidup sangat jauh dengan dunia nyata,
gemar berfantasi berlebihan, dicobakan untuk masuk ke dunia realita oleh
kawan-kawannya dari kelompok yang lebih terbuka. Anak-anak yang hiperkinetik, di sisi lainnya bisa
menjadi kurang aktif dan lebih introspektif
di bawah dengan kendali dari teman-teman sekelompok yang lebih tenang. Hasilnya
adalah bahwa keduanya baik anak yang bersifat suka menarik diri dan anak yang
aktif secara berlebihan mencapai keseimbangan yang lebih sehat antara dunia
pribadinya yang dipenuhi fantasi dan dunia terbuka yang menampilkan realita.
Fokus perlakuan dalam terapi
perrmain kelompok adalah anak secara perorangan. Tidak perlu ada sasaran
kelompok dan kohesi kelompok yang harus ditentukan. Setiap
anak dapat melibatkan dirinya dalam
kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan anggota-anggota lainnya.
Kelompok-kelompok kecil membentuk dan membubarkan diri secara spontan sesuai
dengan minat anak yang selalu berubah-ubah. Namun demikian hubungan interpersonal
merupakan suatu unsur yang penting
dalam terapi permainan kelompok. Proses terapi berdasarkan kenyataan
bahwa setiap anggota kelompok dapat berstatus sebagai pemberi dan bukan hanya
sebagai penerima bantuan. Seperti yang diringkaskan oleh Hobbs dalam Sweeney
(1999): “ dalam terapi permainan kelompok, seseorang dapat mencapai
keseimbangan kematangan antara status pemberi dan status penerima, antara keadaan bergantung pada diri sendiri
dan bergantung seperlunya secara realistik kepada orang lain”
Dalam terapi permainan kelompok, terdapat juga resiko yang harus diambil.
Sebagai contoh, seorang anak yang dikucilkan oleh kelompok berkemungkinan
mengalami kembali gejala trauma awal dan berperilaku yang bersifat merusak.
Namun demikian, bahaya-bahaya seperti itu tidak merupakan bagian dari kelompok
melainkan merupakan hasil dari pengelompokan yang keliru. Sama halnya seperti
terapi kelompok dewasa, klien dalam terapi permainan kelompok harus
dikelompokkan demi dampak terapis dari
masing-masing peserta.
Apakah terapi permainan kelompok memperlancar atau menghambat pemulihan emosi?. Anak-anak sangat berbeda dalam mempergunakan medium pemulihan emosi mereka
dan memilih cara untuk “memainkan” atau “mengutarakan” masalah-masalah mereka.
Medium terapis yang paling cocok bagi anak-anak usia belia adalah permainan.
Istilah terapi permainan sering disalah-artikan oleh para guru dan orangtua.
Seperti pernah terlontar pernyataan dari seorang guru tentang anak-anak didalam
terapi: “yang mereka butuhkan adalah pengurangan waktu bermain, bukan lebih
banyak bermain.” Dalam terapi, istilah permainan
dan bermain tidak berkonotasi
makna rekreasional seperti biasanya,
melainkan berekuivalensi dengan
kebebasan beraksi dan bereaksi, menerima dan mengekspresikan perasaan, menaruh prasangka
dan menghargai orang lain.
Dalam suasana atau iklim yang aman,
dapat dikatakan bahwa permainan dan
bermain adalah bahasa paling alami
dari seorang anak untuk mengekspresikan dirinya. Melalui permainan, anak dapat
menyatakan bagaimana ia merasakan siapa dirinya dan orang-orang yang berarti
dalam hidupnya dan peristiwa-peristiwa yang dialami didalam kehidupannya.
Bilamana terapis mengerti bahasa
permainan si anak dan mampu mengkomunikasikan pemahamannya, si anak biasanya
mengalami kemajuan dalam mengekspresikan
perasaannya yang baru dengan cara yang lebih mendalam. Urutan-urutan kegiatan
bermain anak dan respon yang diberikan oleh terapis kemudian menjadi percakapan psikologis dengan bahasa yang
dimengerti dan dihargai oleh anak.
Perlu untuk diperhatikan bahwa dalam menangani anak-anak yang masih belia tidak
terlalu verbal dan terlalu “berdasarkan bahasa buku teks.” Bahkan tidak selalu
perlu bagi anak-anak yang agak dewasa untuk menyatakan semua perasaannya secara
verbal. Bahasa simbol mainan sudah
sangat jelas dan membawa arti bagi sebagian besar anak-anak dan sering sudah
cukup bagi mereka untuk “menyatakan” masalah melalui bahasa permainan mereka sendiri. Banyak
kesalahan besar dalam terapi anak-anak yang dilakukan oleh orang dewasa yang mencoba memberikan
kedalaman fikiran mereka kepada anak-anak yang lebih muda dengan bahasa simboliknya
melalui permainan. Memaksa anak-anak untuk menyatakan fikiran dan
perasaannya secara verbal adalah bagaikan mengharuskan mereka bercakap-cakap
dengan menggunakan bahasa asing.
Terapi permainan kelompok merupakan upaya untuk melahirkan ide pemulihan
emosi, yaitu melalui permainan dan verbalisasi sehingga setiap anak dapat
menggunakan cara simbolik untuk mengekspresikan keinginannya. Pemulihan emosi simbolik selalu bersifat lebih terapis
dibandingkan dengan cara memperagakan langsung. Lebih berguna selama
terapi jika anak menendang boneka ibu daripada ibu sungguhan,
menembak boneka bayi daripada bayi sungguhan, dan menusuk boneka ayah daripada
ayah sungguhan.
Dalam terapi individual, pemulihan
emosi sebagian besar bebas dari bimbingan. Yang tampak dalam terapi adalah anak bergerak secara bebas dari satu kegiatan ke kegiatan lainya
dan dari satu permainan ke permainan lainnya. Kegiatan-kegiatan yang nampaknya
tidak berhubungan, seperti kegiatan
verbal yang bebas dari campur tangan
orang dewasa, dapat membimbing ke arah munculnya tema-tema yang berhubungan
dengan masalah utama anak
Terapi permainan kelompok mempunyai kelebihan dibandingkan dengan perlakuan
secara individu dalam kaitannya dengan pemulihan emosi. Selain “pemulihan emosi
yang bebas bimbingan,” terapi permainan kelompok juga memberikan kesempatan
untuk menjadi orang lain dalam merasakan
sesuatu” dan yang bersifat “membujuk” (Slavson dalam Sweeney, 1999). Banyak
anak-anak, terutama yang penakut, berpartisipasi secara sembunyi-sembunyi
sebagai penonton pada kegiatan-kegiatan yang mereka sangat ingin ikuti tetapi
mereka merasa takut. Kelompok dapat mempercepat timbulnya perasaan permisif
pada anak-anak. Bilamana seorang anak tampil dalam “kegiatan yang berani”, maka anak-anak lain
juga merasa mudah untuk melakukan hal yang sama. Anak-anak yang merasa takut
untuk memulai kegiatannya sendiri memperoleh keberanian melakukan hal yang sama
dengan ditemani oleh anak-anak sepermainannya. Seolah-olah mereka menyadari
bahwa ruangan bermain itu adalah “daerah
aman” di mana mereka bisa beristirahat ataupun berteriak tanpa rasa takut.
Dramatis rasanya menyaksikan seorang anak yang berdiri di pojok ruangan,
tidak berani melangkahkan kakinya tetapi dengan sorot mata yang penuh keinginan
untuk turut serta dalam kegiatan yang
sedang berlangsung, bagaimana matanya membelalak ketika anak lelaki lain
mencampakkan boneka bayi atau menembak boneka ibu. Dapat dicermati bagaimana
anak-anak berpindah dari pengamatan pasif
ke keterlibatan sesekali dalam
kegiatan-kegiatan awal, dan akhirnya sampai ke tingkat kerjasama dengan
anak-anak lain.
Harus ditekankan disini bahwa pelampiasan dan pelepasan ketegangan selalu
dipicu oleh adanya keeratan hubungan. Hal ini terjadi bilamana ada kepercayaan antara anak dengan terpis . Hanya dalam suasana yang aman anak-anak merasa bebas untuk mengungkapkan
tahapan-tahapan emosional yang tertahan sebelumnya dan melepaskannya dalam lingkungan yang lebih sehat dan
kondusif.
Apakah terapi permainan kelompok membantu ataukah
mementahkan pencapaian kekuatan berfikir? Tidak terdapat hubungan langsung antara kekuatan berfikir dengan
penyesuaian diri. Banyak orang dengan gangguan kejiwaan yang serius yang
bertumpu pada dinamika kepribadian mereka, sementara itu banyak sekali orang
yang disebut-sebut sebagai normal namun
memiliki i kekuatan berfikir yang relatif kecil untuk dapat menggerakkan motivasi perilaku mereka.
Pernyataan ini bukan untuk
mengecilkan arti kekuatan berfikir, tetapi untuk menunjukkan keterbatasannya
sebagai suatu katalisator perubahan dalam terapi. Sering terjadi kekuatan berfikir lebih merupakan hasil dan
bukan merupakan sebab suatu terapi, yang didapat oleh orang-orang yang
telah tumbuh secara emosional dan siap untuk berkenalan dengan orang-orang yang
tidak berkesadaran. Hal ini berlaku bagi orang dewasa dan anak-anak. Melalui
pertumbuhan emosional, anak-anak memperoleh kesadaran yang lebih mendalam
mengenai diri sendiri dan mengenai hubungan-hubungannya kepada orang-orang penting dalam kehidupan mereka. Kekuatan berfikir ini
seringkali mengakar dan diperoleh tanpa bantuan interpretasi dan penjelasan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Slavson dalam Sweeney (1999): “ dalam kegiatan
kelompok-kelompok di mana tidak diberikan interpretasi, anak-anak menjadi sadar
akan perubahan yang terjadi didalam dirinya sendiri dan sadar tentang motif dan
reaksi sebelumnya”. Dalam terapi
permainan kelompok kekuatan berfikir bersifat langsung dan mengakar, baik verbal
maupun non-verbal.
Menurut Sweeney (1999) beberapa terapis terkemuka mengemukakan bahwa terapi
individual memberikan kerangka yang lebih baik untuk menghasilkan kekuatan
berfikir dibandingkan dengan terapi kelompok. Mereka percaya bahwa hanya perlakuan individual yang dapat
memberikan keamanan dan keberanian kepada pasien untuk menghadapi
ketidaksadaran mereka. Hal ini mungkin benar adanya dalam terapi orang dewasa.
Namun demikian, pengalaman dengan kelompok-kelompok anak-anak usia belia telah
menunjukkan bahwa stimulasi timbal balik ide dan perasaan dan pengaktifan
emosional yang saling menguntungkan
membawa kekuatan berfikir cerdas ke permukaan.
Apakah terapi permainan kelompok menambah atau mengurangi kesempatan untuk pengujian
realita?. Berbeda dengan perlakuan
individual, terapi permainan kelompok memberikan kerangka sosial yang nyata untuk menemukan dan bereksperimen dengan
cara baru dan lebih memuaskan dalam
berinteraksi dengan rekan sebaya. Kelompok membentuk suatu lingkungan di mana
kekuatan berfikir dengan cara baru dapat diuji melalui hubungan-hubungan interpersonal
Kehadiran beberapa anak di ruang bermain berfungsi untuk menancapkan pengalaman terapi ke dunia realita. Perasaan kekanak-kanakan
untuk tampil sebagai yang paling hebat dan ajaib dapat mengganggu upaya menyesuaikan diri secara
baik, yang kemudian diungkap dan dimodifikasi melalui kelompok. Anak-anak
saling menolong satu sama lain untuk
menyadari tanggung jawab mereka di dalam hubungan antar perorangan.
Kelompok sebagai sebuah masyarakat kecil menawarkan motivasi
dan dukungan untuk terjadinya perubahan sekaligus merupakan ajang yang aman
untuk menguji pola-pola perilaku baru.
Dalam kelompok, seorang anak bukan hanya belajar aspek-aspek apa saja
dari perilakunya yang dapat diterima secara sosial, melainkan
juga belajar apa yang dapat disetujui oleh sesama anggota kelompok. Anak
dapat mengamati dan memperoleh pengalaman bahwa berbagi mainan ataupun gagasan
itu direstui oleh “kelompok”, selain itu
ia juga belajar bahwa
kontribusinya diharapkan dan diterima oleh kelompok.
Manfaat yang dapat diambil dari kelompok adalah bahwa anak-anak dapat
kesempatan memperoleh pengalaman bahwa realita eksternal itu memberikan
kepuasan dan berguna. Bagi banyak anak, realita berisi harapan-harapan negatif
yang memberatkan. Mereka memandang dunia sebagai sesuatu yang mengerikan dan
penuh dengan larangan, dan tidak ada yang bisa diharapkan darinya selain
kehancuran. Bagi anak-anak ini, realita
terapi yang dikondisikan merupakan pengalaman yang berganti-ganti secara
emosional. Mereka memperoleh pengalaman berkelompok, tetapi di dalam
kelompok-kelompok itu mereka harus berada di luar dirinya sendiri dan selalu
berada dalam pengawasan. Dalam
kelompok-kelompok itulah mereka harus lebih menyembunyikan diri daripada
mengungkapkan diri, dan penghalang antara mereka dan orang-orang lain sangatlah
besar.
Dalam terapi permainan kelompok, anak-anak didorong untuk menghadapi suatu
kualitas baru yang mencakup keakraban hubungan. Mereka belajar bahwa mereka
dapat tetap mempertahankan jati diri mereka sesuai keinginan hatinya tetapi
masih tetap terlindungi dengan aman, mereka dapat mendekatkan diri kepada
hal-hal baru maupun dunia anak dewasa, dan tidak perlu takut terluka hatinya.
Dalam suasana aman, anak-anak dapat saling bertatap muka secara langsung dengan
penuh kejujuran. Mereka akan meraih, mungkin pertama kali dalam hidupnya kedekatan emosional dan bukan
hanya kedekatan fisik.
Apakah terapi permainan kelompok membukakan atau menutup jalur-jalur sublimasi ?, Salah satu tujuan psikoterapi
adalah membantu anak-anak mengembangkan
sublimasi yang selaras dengan tuntutan lingkungan. Kemampuan untuk menerima sebagian, menekan
sebagian kecil, dan menyalurkan dorongan primitif merupakan ciri individu
yang sudah matang.
Berbeda dengan terapi orang dewasa, terapi permainan kelompok menawarkan
banyak kegiatan untuk menyalurkan berbagai dorongan
primitif. Sebagai contoh misalnya, anak-anak bisa mensublimasikan
minat dalam soal anal dengan cara
bermain dengan lumpur dan tanah liat, minat oral dengan cara “memasak” dan
“menyajikan makanan,” dan minat seksual dengan cara memakaikan dan membukakan
baju boneka. Selain itu, beberapa pembatasan atau larangan di dalam terapi
permainan kelompok dirancang untuk mendorong sublimasi. Saling menyerang secara
fisik dan langsung tidaklah diperkenankan. Penyerangan-penyerangan seperti itu
semata-mata hanyalah untuk menggantikan agresi dari korban awal yang sungguhan
dan menggantikannya dengan korban
mainan. Permainan bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan agresi
melalui peragaan simbolis, misalnya badut, mainan yang dipompa,
boneka-boneka berukuran manusia sesunguhnya, dan permainan-permainan
kompetitif.
Salah satu alat ukur kemajuan terapi permain kelompok adalah
pergeseran menjadi sublimasi. Pada tahap
awal terapi, anak-anak cenderung untuk menggantikan kekejaman kepada sesama
teman dalam satu kelompok dan terapis sebagai korbannya. Mereka menyerang
anggota-anggota kelompok, merampas mainan-mainan teman, dan mencampuri urusan anak yang lain
yang sedang beraktivitas. Selama terapi berlangsung, sublimasi menggantikan
penggantian. Sebagai pengganti,
kebiasaannya saling menyerang
anak-anak disublimasikan ke dalam permainan-permainan (games); sebagai pengganti keinginan
untuk saling mencipratkan air, anak memberi makan boneka; sebagai penyalur
hasrat memuncratkan cat, anak mewarnai
gambar; dan sebagai pengganti keinginan untuk melemparkan balok kayu, anak
membangun “rumah”.
Sweeney (1997) membuat ringkasan berupa sembilan manfaat dasar dari terpi
permainan kelompok:
1)
Kelompok-kelompok cenderung mempromosikan spontanitas kepada anak-anak dan oleh karenanya
meningkatkan derajat partisipasinya didalam permainan. Upaya ahli terapi untuk
mengkomunikasikan kelonggaran dipacu oleh dinamika kelompok, sehingga dapat
membebaskan anak-anak dari resiko keterlibatan didalam berbagai tingkah laku
permainan.
2)
Kehidupan
afektif anak-anak dicakup dalam dua tingkat – isu intrapsikis dari anggota-anggota kelompok individual dan isu interpersonal antara si ahli
terapi dan anggota-anggota kelompok.
3)
Pembelajaran tentang apa yang dirasakan oleh anak lain
dan penglepasan kelegaan berlangsung
pada tiap satuan kelompok. Anak-anak mengamati ekspresi emosional dan
tingkah-laku anggota-anggota kelompok lain dan belajar mengatasi prilaku,
ketrampilan memecahkan masalah, dan jalan alternatif untuk mengekspresikan
diri. Pada saat anak-anak melihat anggota kelompok lain terlibat didalam
kegiatan-kegiatan yang pada awalnya membuat mereka berhati-hati atau cemas,
pada saat berikutnya mereka akan memperoleh keberanian untuk menjajagi.
4)
Anak-anak mengalami perolehan kesempatan untuk pengembangan-diri dan ekplorasi-diri didalam
terapi permainan kelompok. Proses ini difasilitasi oleh respons dan reaksi
anggota kelompok terhadap ekspresi emosional dan ekpresi prilaku. Anak-anak
mempunyai kesempatan untuk merefleksikan
dan mencapai kemampuan memahami diri sendiri manakala mereka mengevaluasi
dan mengulang evaluasi diri mereka melaui masukan dari sesama teman.
5)
Kelompok-kelompok memberikan kesempatan yang signifikan
untuk menancapkan anak-anak ke dunia
nyata. Penentuan batas dan pengujian kenyataan terjadi bukan hanya diantara
ahli terapi dan anggota kelompok individual melainkan juga diantara anak-anak
itu sendiri. Karena kelompok tadi berfungsi sebagai sebuah mikrokosmo nyata
masyarakat, pengalaman terapi kelompok secara nyata dikaitkan dengan realita.
6)
Karena kelompok-kelompok terapi permainan berfungsi
sebagai mikrokosmo masyarakat, ahli
terapi mempunyai kesempatan untuk memperoleh pandangan yang substansial melalui
penampilan anak-anak didalam kehidupannya sehari-hari. Perspektif kehidupan
nyata ini dapat dilihat didalam mikrokosmo yang terbukti di ruang bermain.
7)
Kerangka permainan kelompok dapat mengurangi kebutuhan anak-anak, atau, kecenderungan
mengulang-ulang atau menarik diri
dari permainan fantasi. Sementara
prilaku-prilaku ini mungkin saja diperlukan oleh beberapa anak didalam
pemrosesan isu-isu mereka, kerangka permainan kelompok dapat membawa anak-anak
yang terhenti didalam pengulangan atau fantasi kedalam situasi
disini-dan-sekarang.
8)
Anak-anak mempunyai kesempatan berlatih untuk kehidupan sehari-hari. Terapi permainan kelompok
memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk mengembangkan kemampuan interpersonal, menguasai
prilaku baru, menawarkan dan menerima
bantuan, dan eksperimen dengan ekspresi-ekspresi alternatif emosi dan prilaku.
9)
Kehadiran lebih dari satu anak didalam kerangka terapi
permainan bisa menjadi faktor pembantu didalam pengembangan hubungan terapis
bagi beberapa anak. Ketika anak-anak yang suka menarik diri mengamati ahli
terapi sedang membangun kepercayaan dengan anak-anak lain, mereka sering
terdorong untuk turut serta didalamnya. Keadaan ini membantu mengurangi
kecemasan anak-anak yang merasa tidak yakin tentang keadaan ruang bermain
dan ahli terapi yang bekerja di dalamnya.
3.
Prosedur dan Langkah-langkah Terapi
Permainan Kelompok .
a.
Prosedur Terapi Permainan Kelompok
Menurut Sweeney & Homeyer (1999) ada enam prosedur yang
harus ditempuh dalam melaksanaan terapi kelompok yakni : (1) melakukan
pertimbangan-pertimbangan etis dan legal; (2) melakukan seleksi kelompok dan
ukurannya; (3) pembentukan kelompok dan
penyiapan bahan-bahan; (4) penentuan lama waktu setiap sesi dan frekuensinya; (5)
mengatur respon terapis; dan (6) menetapkan batasan –batasan antar kelompok.
1). Pertimbangan-pertimbangan Etis dan Legal
Wajar kiranya untuk
mengingatkan kembali perlunya tanggung jawab etis seorang ahli terapi permainan
kelompok untuk mengikuti pelatihan dan memperoleh pengalaman yang diawasi
didalam bidang ini. Selain itu, para ahli terapi anak-anak harus faham
tentang hukum yang berlaku di suatu negara dimana ia menjalankan praktek. Para
konselor juga harus sadar akan adanya pedoman-pedoman etis organisasi
profesional bersangkutan, demikian pula kebijakan dan prosedur bagi lembaga
yang mempekerjakannya. Bagi para ahli terapi yang mengkhususkan diri pada kerja
kelompok, menurut Sweeney (1999) Pedoman Etis untuk Konselor Kelompok yang
didirikan oleh Asosiasi Ahli Kerja Kelompok (1990) juga merupakan sumber acuan
yang berguna.
Izin orangtua harus diperoleh terlebih dulu sebelum memberikan terapi
kelompok untuk anak-anak, sama halnya seperti konseling individual. Karena para
orangtua secara legal bertanggung jawab terhadap anaknya, mereka harus
disadarkan tentang maksud kelompok tadi, dan persetujuan yang memadai dapat
diperoleh. Perlu diingat bahwa peradilan anak-anak sering merupakan isu,
sehingga krusial bagi ahli terapi untuk memastikan bahwa pembimbing legal
anak-anak itulah yang memberikan persetujuan, dan bahwasanya hal itu merupakan
persetujuan yang diketahui semua pihak. Latihan-latihan yang direncanakan harus
dijelaskan kepada para orangtua – dan kepada anak-anak. Didalam beberapa
situasi, yaitu dalam kaitan dengan konseling sekolah, soal kewenangan tidaklah
diperlukan.
Sama halnya dengan kelompok lain, anak-anak tidak dapat diberi janji mutlak
mengenai kerahasiaan ketika mereka berada didalam terapi permainan kelompok.
Kerahasiaan tidak boleh diungkapkan oleh si ahli terapi didalam situasi yang
bisa dilaporkan, seperti ketika dianggap perlu untuk melaporkan perlakuan kasar
kepada pihak yang berwenang ataupun memberikan informasi kepada sekolah atau
administratur lembaga menurut kebijakan.
Beberapa negara di dunia telah memperketat hukum tentang hak orangtua.
Hukum ini menyatakan sebagian bahwa tidak ada pegawai sekolah yang boleh
“mengedepankan atau mendorong seorang anak untuk menyembunyikan informasi dari
orangtua anak tersebut. Oleh karenanya, konselor sekolah telah diberitahu bahwa
mereka tidak diperkenankan untuk menuntut bahwa anak-anak didalam suatu
kelompok konseling mempertahankan kerahasiaan tentang apa yang dibagi bersama
oleh anak-anak lainnya didalam pertemuan-pertemuan kelompok. Walaupun oleh
hukum dimaksudkan bahwa secara pasti personil sekolah tidak diperkenankan
menyimpan kerahasiaan antara seorang anak tertentu dan orangtuanya, pada
prakteknya ketentuan ini telah berlaku. Jelasnya, memahami keadaan seseorang
dan hukum profesional serta kode etik merupakan hal yang penting.
Skrining dan penyiapan kelompok-kelompok permainan itu juga
merupakan satu isu etis. Anak-anak jarang mengetahui kemana mereka seharusnya,
sehingga merupakan tanggung jawab si ahli terapi itu untuk memastikan
penempatannya di kelompok yang sesuai.
Sama halnya dengan kelompok-kelompok dewasa, anak-anak sebaiknya mempunyai
kesempatan untuk berpartisipasi atau meninggalkan kelompoknya.
2).
Seleksi Kelompok dan Ukurannya
Keberhasilan suatu terapi
permainan kelompok boleh jadi erat hubungannya dengan seleksi anggota kelompok
dan besarnya jumlah anak didalam kelompok itu. Ginott dalam Sweeney &
Homeyer (1999) menyatakan bahwa persyaratan mendasar untuk seleksi kelompok
adalah kapasitas dan hadirnya “kelaparan sosial”. Hal ini mengacu pada kebutuhan anak-anak untuk diterima
oleh teman-temannya dan keigninan kuat untuk mendapatkan dan menjaga statusnya
didalam kelompok.
Ada anak-anak yang tidak akan merespons dengan baik kepada terapi permainan
kelompok. Anak-anak seperti ini sebaiknya dilihat secara umum berdasarkan
pendekatan individual. Sementara hal ini pada umumnya merupakan keputusan per
kasus, Ginott dalam Sweeney & Homeyer (1999) mengemukakan beberapa kontradiksi di antaranya
adalah: (1) Anak-anak menunjukkan persaingan yang ketat; (2) Anak-anak yang
luar biasa agresifnya; (3) Anak-anak yang memperagakan kebolehannya berdasarkan
gender; (4) Anak-anak yang mengalami kesulitan karena kurangnya ikatan ibu-anak;
(5) Anak-anak yang sosiopatik (yaitu anak-anak yang dengan sengaja menimbulkan
bahaya ataupun dendam); (6) Anak-anak dengan citra diri yang sangat buruk.
Pada umumnya dianjurkan
untuk menggunakan terapi permainan individual sebagai bagian dari proses skrining untuk anggota-anggota terapi
permainan kelompok yang potensial. Bahkan suatu sesi
permainan individual dapat mengungkapkan indikasi atau kontraindikasi untuk
memasukkannya kedalam sebuah kelompok. Metode-metode skrining lain dapat juga dianggap sesuai, termasuk laporan
orangtua, laporan guru, penilaian atas tingkah-laku, dan interviu anak.
Pertimbangan lain di dalam kerja kelompok dengan anak-anak adalah ukuran
kelompok. Pada umumnya, semakin muda usia anak-anak, semakin kecil kelompok
itu. Anak-anak yang masih sangat belia biasanya masih baru mulai belajar
bagaimana berfungsi didalam kelompok jenis apa saja diluar kerangka keluarganya
langsung. Isu yang dapat dikaitkan mungkin adalah tingkat struktur yang ada
didalam kelompok, dan apakah hal ini harus dihubungkan dengan usia anak-anak
itu. Hal ini pada umumnya akan bervariasi sesuai dengan teori kelompok dan
populasi kelompok, seperti yang nanti dibahas pada bab-bab yang berikutnya.
Perlu diingat bahwa akan sulit untuk mengamati terlalu banyak jumlah anak-anak,
dan sebagian besar fasilitas tidak dapat menampung sebuah kelompok besar. Ingat
juga bahwa dua orang anak sudah merupakan kelompok, dan bahkan kelompok kecil
ini bisa sangat banyak memberikan manfaat.
Mungkin akan bermanfaat mempertahankan kelompok agar tetap seimbang.
Misalnya, sementara sudah sering terbukti bermanfaat untuk menjalankan kelompok
yang membahas topik-topik tertentu dan untuk populasi tertentu, ada baiknya
mungkin untuk menghindari pembentukan kelompok anak-anak yang telah mengalami
trauma yang sama. Hal ini mungkin perlu untuk menghindari semakin meningkatnya
perilaku ataupun emosi traumatis.
Jika sebuah kelompok memiliki dua orang anak perempuan, mungkin akan
bermanfaat untuk mengimbanginya dengan dua anak laki-laki. Disarankan pada
umumnya bahwa sebuah kelompok tidak memiliki mayoritas berupa salah satu
gender. Jika sebuah kelompok mempunyai dua anak yang kurang supel, ada gunanya
untuk mengimbanginya dengan dua anak yang pandai bergaul atau yang penuh
percaya diri.
Walupun hal ini bervariasi pada terapi permainan kelompok anak-anak dan
kasus-kasus lainnya, rentang usia anak-anak didalam terapi permainan kelompok
pada umumnya tidak melebihi dua belas bulan. Perbedaan antara anak usia tiga
tahun dengan anak usia lima tahun jelas terlalu besar untuk sebagian besar
sasaran terapis. Hal ini merupakan suatu aturan yang sesuai untuk diikuti
kecuali jika isu yang dibahas adalah isu penundaan perkembangan. Dalam soal
gender, anak-anak pada umumnya tidak perlu dipisahkan oleh perbedaan jenis
kelamin sampai usia pertengahan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama.
Yang terakhir, ukuran fisik anak-anak juga perlu dipertimbangkan. Dengan adanya
berbagai pola pertumbuhan anak-anak secara individu, seorang anak dengan tubuh
besar atau seorang anak berukuran tubuh lebih kecil tidaklah dianjurkan untuk
dimasukkan kedalam kelompok. Sama halnya dengan dinamika-dinamika lainnya,
keseimbangan merupakan kunci.
3). Pembentukan Kelompok dan Penyiapan Bahan-bahan
Pertimbangan awal yang krusial haruslah ditujukan kepada fasilitas dan
bahan-bahan yang akan digunakan untuk terapi permainan kelompok. Kantor
konseling regular mungkin tidak sesuai karena perlunya untuk menetapkan terlalu
banyak batasan. Sementara banyak ruangan kelompok dilengkapi dengan karpet,
kursi, dan bantal empuk, ruangan kelompok permainan seringkali mempunyai
kebutuhan yang berbeda. Idealnya, ruangan kelompok yang dipersiapkan untuk
kelompok-kelompok terapi permainan adalah ruangan yang terbaik, berlantai
keramik dan dilengkapi dengan mainan-mainan tahan banting dan perabotan. Akan
tetapi sebuah ruangan berukuran memadai yang tidak dipersiapkan untuk terapi
permainan bisa saja berfungsi asalkan si ahli terapi itu mengenali perlunya
batas-batas kewajaran.
Ruangan sebaiknya tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar. Sebuah ruangan
yang setidak-tidaknya berukuran lebar empat meter dan panjang lima meter dapat
dianjurkan. Ruangan yang terlalu kecil dapat menjurus kepada frustasi dan
agresi diantara anggota-anggota kelompok. Ruangan yang terlalu besar bukan saja
akan menciptakan peluang terjadinya prilaku yang tak terkendali melainkan juga
akan memungkinkan anak-anak yang suka menarik diri dari pergaulan akan
menghindari interaksi. Potensi terjadinya kebisingan dan kesemrawutan juga
perlu diperhatikan, yang menjadikan lokasi ruangan kelompok didalam fasilitas
konseling sebuah pertimbangan penting.
Bahan-bahan permainan bisa beragam menurut teori dan maksudnya. Landreth dalam
Sweeney & Homeyer (1999) memberi saran bahwa pada umumnya media permainan
harus dipilih untuk menunjang maksud-maksud berikut ini: (1) memfasilitasi seluas mungkin ekspresi
kreatif; (2) memfasilitasi seluas mungkin ekspresi emosional yang melibatkan
minat anak-anak; (3) memfasilitasi permainan yang ekspresif dan eksploratif;
(4) memberikan kesempatan untuk bereksplorasi dan berekspresi tanpa verbalisasi;
(5) memberikan kesempatan untuk meraih sukses tanpa struktur yang direncanakan
terlebih dahulu; (6) memberikan kesempatan untuk berlangsungnya permainan yang
tidak didasari kesepakatan terlebih dahulu.
Pertimbangan lainnya juga dapat diberikan sebagai saran. Mungkin akan
menjadi kurang baik untuk menyediakan cukup mainan dari satu jenis apapaun
sehingga setiap anggota kelompok mendapatkan masing-masing satu. Sementara hal
ini mungkin nampak mencerminkan keadilan, keadaan seperti ini menghalangi
anak-anak untuk berkesempatan belajar berbagi dan mengatasi konflik dengan
bahan mainan dalam jumlah terbatas.
Dengan anak-anak yang lebih tua usianya dan anak-anak yang beranjak dewasa,
kerangka kelompok aktivitas dari suatu jenis tertentu sangatlah dianjurkan.
Salah satu manfaat utama dari kelompok-kelompok aktivitas adalah bahwa anggota
–anggota kelompok menikmati berlanjutnya kesempatan untuk menuangkan ekspresi
non-verbal yang disediakan oleh terapi permainan, yang disertai dengan manfaat
aktivitas kelompok dan diskusi.
4). Menetapkan Alokasi Waktu Setiap Sesi dan
Frekuensinya
Panjang setiap sesi kelompok harus dipertimbangkan. Pada umumnya dianjurkan
untuk mengaitkan panjang sesi kelompok dengan usia anak sebagai anggota. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa semakin muda usia anak-anak, pada umumnya
semakin pendek durasi sesi. Fasilitator kelompok harus mempertimbangkan rentang
perhatian si anak, dengan memperhitungkan usia psikologis diatas usia
kronologis. Untuk anak-anak pra-sekolah dan anak-anak usia awal sekolah dasar,
sebuah kelompok terapi permainan dapat berlangsung selama dua puluh sampai
empat puluh menit. Untuk anak-anak dengan usia mendekati usia sekolah menengah
pertama, kelompok permainannya bisa berlangsung sampai satu jam.
Durasi kelompok juga akan beragam. Gumaer (1984) mencatat bahwa sebagian
besar riset menunjukkan bahwa agar konseling kelompok berlangsung efektif
dengan anak-anak, paling sedikit diperlukan sepuluh sesi. Sekali lagi, hal ini
bervariasi untuk kelompok-kelompok yang bertemu didalam kerangka yang berbeda
(sekolah, rumah sakit, dan sebagainya) dan untuk populasi yang berbeda
(kelompok populasi yang teraniaya secara seksual, yang penuh duka dan
kecemasan, dan lainnya).
Frekuensi pertemuan kelompok adalah isu lain yang harus diperhatikan dengan
seksama. Hal ini akan berkaitan dengan tujuan kelompok dan kepelikan
masalah-masalah yang muncul. Pertemuan kelompok jangka pendek yang intensif dua
sampai lima kali seminggu bisa jadi akan sangat efektif. Penelitian oleh Kot
(1995) melaporkan hasil yang positif tentang keefektifan terapi permainan
jangka pendek dan intensif yang bertumpu pada anak, yang mengikutsertakan
anak-anak yang pernah menyaksikan kekerasan domestik dan sementara waktu
tinggal di penampungan-penampungan keluarga. Walaupun riset ini menyangkut
terapi permainan individual, penunjukkannya adalah signifikansi dan potensi
dari kelompok permainan terapis jangka pendek yang intensif.
5).
Mengatur Respon Terapis
Sementara respon-respon dari ahli terapi permainan kelompok lagi-lagi
beragam menurut teori dan penetapan kerangkanya, ada beberapa prinsip yang
harus dipertimbangkan. Peran terapis konselor di dalam terapi permainan adalah
sama dengan peran yang dimainkan didalam terapi permainan individual. Namun
demikian, ahli terapi permainan kelompok harus memiliki toleransi yang tinggi
pada kesemrawutan dan kebisingan dan
harus mampu menangani kericuhan yang sering terjadi. Perlu ditekankan disini
bahwa si ahli terapi itu menjaga agar respon-responnya berimbang diantara
anggota kelompok dan menghindari kiat menempatkan fokus pada anak-anak yang
lebih aktif dan memerlukan perhatian. Hal ini merupakan jebakan yang mudah
menjerumuskan namun memberi tahu bahwa tidak boleh terjadi penganak-tirian
kepada anak-anak yang kurang banyak bercakap dan kurang aktif. Pesan ini pada
umumnya mempertajam pandangan diri yang terlanjur ada dan bersifat negative.
Seperti halnya dengan setiap klien, respons terapis tidak boleh bersifat
memojokkan, dan dalam hal melakukan terapi permainan kelompok, sebaiknya nama
anak disertakan. Bilamana suatu respon diberikan tanpa menyebutkan nama anak
dimaksud, anggota-anggota kelompok mungkin tidak tahu kepada siapa respon tadi
ditujukan. Sebagai tambahannya, akan sangat berguna untuk menghindari pemakaian
bentuk orang ketiga bilamana sedang berinteraksi dengan anak-anak. Misalnya,
pada waktu akan menelusuri prilaku saja, akan sangat bijak untuk menggantikan
kalimat seperti “Randy sedang bermain di pasir” dengan kalimat dalam bentuk seperti
“Randy, kamu sedang bermain di pasir.” Tidak berbeda dengan orang dewasa,
anak-anak juga merasa lebih dihargai bilamana diajak bicara daripada dibicarakan.
6). Pembatasan pada Setiap Sesi Permainan Kelompok
Menurut Sweeney & Homeyer (1999) pembentukan kerangka/ pola pada terapi
permainan adalah salah satu aspek yang paling besar perannya dan paling
mendorong pertumbuhan proses konseling. Kerangka kerja terapi permainan
kelompok lebih jelas jika dibandingkan dengan sesi-sesi dalam konseling individual,
dan kehadiran serta kemampuan merespon sang ahli terapi dapat diuji secara
ketat. Oleh karena itu, ahli permainan kelompok haruslah seorang yang mahir
dalam hal menetapkan batas.
Sekedar mengingatkan bahwa asumsi dasar untuk menetapkan batas di dalam
ruang bermain akan berguna. Landreth dan Sweeney (1997: 34) meringkaskannya
sebagai berikut: (1) batas itu menentukan garis pemisah hubungan terapis; (2)
batas itu memberikan keamanan dan keselamatan bagi si anak, baik secara fisik
maupun secara emosional; (3) batas itu menunjukkan niat baik sang ahli terapi
untuk menyediakan jaminan keselamatan bagi si anak; (4) batas itu menancapkan
sesi pada realita; (5) batas itu memberikan peluang kepada sang ahli terapi
untuk tetap menjaga sikap positif dan sikap menerima sang anak; (6) batas
memberikan kesempatan kepada anak untuk menyatakan perasaan negatifnya tanpa
merusak suasana, dan kekhawatiran akan datangnya pembalasan dendam; (7) batas
menawarkan stabilitas dan konsistensi; (8) batas meningkatkan dan memperkuat
rasa tanggung jawab-diri dan kontrol-diri; (9) batas itu melindungi ruangan
terapi permainan; dan (10) batas menjamin standar legal, etis dan profesional
tetap terpelihara.
Batas dan kerangka terapi merupakan hal yang unik didalam terapi permainan kelompok.
Angota-anggota kelompok mengalami pemberlakuan batas yang ditetapkan bukan
hanya oleh ahli terapi melainkan juga oleh angota-anggota kelompok lainnya.
Seperti telah disarankan sebelumnya, hal ini bertindak sebagai fungsi kunci.
Ahli terapi permainan kelompok tadi juga harus cerdas didalam mengantisipasi
batas dan harus matang untuk menetapkan batas-batas. Batas yang jelas dan
menyeluruh (tanpa syarat) juga sangat menentukan bilamana bekerja dengan
kelompok-kelompok. Karena tingkat aktivitas bisa sedemikian tingginya,
keinginan untuk menetapkan batas secara terus-menerus mungkin tidak terbendung,
padahal maksudnya adalah untuk menjaga agar kontrol tetap berfungsi. Ahli terapi
permainan kelompok harus sabar dan membiarkan anak-anak melakukan sendiri
kegiatannya, sementara dia menetapkan batas yang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar