Selasa, 21 April 2020

Pendekatan Konseling Karir Behavioral


Pendekatan Konseling Karir Behavioral

Oleh :
Iman Lesmana


1.       Model
Lebih tepat kiranya mempergunakan beberapa model dalam pendekatan behavioral dibandingkan dengan penggunaan satu model tertentu. Goodstein (1972) melihat hal tersebut, walaupun model-model tersebut sama yaitu dalam lingkup psikologi belajar eksperimental,tetapi dalam  konseling behavioral ini terdapat dua orientasi yang berbeda, pertama yaitu fokus tidak langsung  melalui aspek mediasi bahasa yang memberikan respon yang jelas dan terbuka, dan yang kedua adalah konsentrasi langsung pada konsekuensi sebuah respon dari pemberian sebuah penghargaan atau hukuman yang diberikan. Perbedaan lebih jauh lagi dari kedua model tersebut dalam lingkup konseling behavioral adalah sebutan behavioral teoritis dan behavioral pragmatis dan mengandung arti penggambaran bentuk dalam konsep dan prinsip dari teori belajar dalam menjelaskan metode konseling karir behavioral. Pandangan yang mendukung pada model ini berasal dari Goodstein (1972) dan Krumboltz dan Thoresen (1969; 1976).
Meskipun Goodstein membuat kontribusi yang tak ternilai  dalam menganalisis dan mendiagnosis ketidakmampuan membuat keputusan (indecision) dan ketidakyakinan (indecisive) konseli dalam hal karir, tetapi dia tidak memberikan teori umum pilihan karir dari pendekatan konseling karir behavioral.
Krumboltz mengajukan teori yang serupa, walaupun tidak secara resmi dan jelas hubungannya dengan konseling karier, dalam teorinya menjelaskan tentang konsep asosiatif dan instrumental belajar dalam pembuatan keputusan dari seorang individu. Dia mengungkapkan teori dalam serangkaian dalil dan hipotesis yang menggambarkan pengaruh positif dan negatif  yang berpengaruh pada:
1)      Perkembangan pendidikan/pemilihan vokasional.
2)      Perolehan keterampilan dalam pengambilan keputusan karir.
3)      Faktor yang mempengaruhi dalam program pelatihan dan dunia kerja.
Teori yang diajukan oleh Krumboltz tersebut penyesuaian dengan dimensi waktu, jadi teori ini dipengaruhi oleh peristiwa tertentu sedangkan pilihan karir telah nampak sebelumnya, Krumboltz dan Baker mengungkapkan langkah konseling karir behavioral yaitu:
1)      pendefinisi masalah  dan tujuan konseli
2)      kesepakatan bersama agar tujuan konseling dapat dicapai
3)      alternatif solusi pemecahan masalah secara umum
4)      mengumpulkan informasi tentang alternatif pemecahan masalah
5)      mempertimbangkan  konsekuensi dari alternatif pemecahan masalah
6)      peninjauan kembali tujuan, alternatif  pemecahan masalah, dan konsekuensi
7)      pembuatan keputusan atau pilihan sementara dari kemungkinan alternatif yang didasarkan pada perkembangan serta kesempatan yang baru
8)      Generalisasi   proses pengambilan keputusan dalam masalah baru lainnya.

a.      Diagnosis
             Pada prinsipnya diagnosis terhadap konseli diawali dengan munculnya perasaan konseli yang cemas terhadap karir selanjutnya (masa yang akan datang). Hal tersebut sebagai dampak dari tidak biasanya konseli dalam membuat pilihan, tidak mampu memilih salah satu pilihan secara realistis dan konsekuen. Perasaan cemas mengenai ketidak punyaan model pekerjaan yang sesuai dengan potensinya terhadap perkembangan karir merupakan bagian dari keputusan yang memunculkan ketidakmauan untuk berkarie. Hal tersebut tercermin dari sering munculnya pertanyaan dari dirinya sendiri sering muncul seperti “apa yang akan kamu lakukan setelah besar nanti?” atau “akan menjadi apakah kamu nanti?”
Krumboltz dan Thoresen (1969) mengklasfikasikan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh konseli secara umum meliputi tujuh bagian yaitu sebagai berikut.
1)      Permasalahan ada pada perilaku individu
2)      Permasalahan ada di perasaan yang diungkapkan oleh konseli
3)      Ketidakjelasan atau ketidaktahuan tujuan karir
4)      Keinginan yang tidak tersalurkan
5)      Konseli tidak mengetahui bahwa perilakunya merupakan ketidakpraktisan
6)      Konflik dalam memilih
7)      Ketertarikan pribadi terhadap sebuah karir bukan berdasarkan identifikasi potensi diri atau masalahnya.  
b.     Proses
Tidak bisanya konseli mengambil keputusan karir tersebut adalah adanya kegelisahan atau kebingungan dalam memilih salah satu karir. Diasumsikan konselor harus menghilangkan kegelisahan atau kebingungan tersebut sebelum mengandalkan pertimbangan kognitif dalam pemilihan karir.
Dalam hal ini proses konseling karir terbagi menjadi dua tahapan (Shoben, 1949). Tahap pertama, konselor berusaha menghilangkan kecemasan, kebimbangan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan.  Kedua, setelah konseli terbebas dari kecemasan, pembelajaran (pemahaman) bisa terjadi dan membantu menstimulasi konseli untuk mempelajari pilihan-pilihan karir. Pembelajaran dis ini dimaksudkan pada informasi yang nyata dan diberikan oleh konselor sebagai layanan informasi terhadap konseli.
Proses konseling karir sebagai kesimpulan utama dari teori behavioral (Goodstein, 1972) mengemukakan dua tahapan, hal tersebut diambil bila masalah konseli meliputi kecemasan , kebimbangan, keragu-raguan, serta ketidakpastian dalam memilih karir. Tahapan itu adalah counterconditioning dan instrumen learning.
Proses counterconditioning di sini terjadi dengan adanya stimulus yang tidak pelajari (refleks), yaitu konseli mengungkapkan tentang pengambilan keputusan baik ketika dulu ataupun pada saat sekarang yang memunculkan stimulus dan akan direspon sebagai “kecemasan”. Proses berikutnya instrumental learning, yaitu konselor berusaha mengeksplorasi titik kecemasan tersebut. Konselor memberikan informasi yang dapat memunculkan stimulus yang baru (new learning) dan pemahaman baru dan juga diperkuat dengan “relationship terapist” (terapi hubungan dengan menghadirkan model nyata). Sehingga memunculkan respon (R2) sebagai harapan baru, jaminan, dan kepercayaan (lihat skema). 
a.      Hasil
Ada dua hipotesis yang merupakan hasil dari konseling karir behavioral teoretis, yaitu:
1)      Penghilangan atau pengurangan penyebab dan konsekuensi kecemasan.
2)      Perolehan  keterampilan dalam pengambilan keputusan.
Pertanyaan yang timbul apakah kedua hasil tersebut bergantung pada tingkat keinginan yang mendahului munculnya masalah konseli? Untuk mengidentifikasi masalah konseli, digunakan Manifest Anxiety Scale (MAS) dan Career Maturity Inventory (CMI),  individu yang ketika pre-test masih belum memilih dan belum memperoleh kejelasan pilihan karirnya ketika diberikan post-test walaupun telah diberikan informasi yang jelas maka dapat disebut sebagai indecisive sedangkan mereka yang telah mempunyai pilihan karir setelah diberikan informasi kita definisikan sebagai indecision.
Tujuan dari konseling karir behavioral pragmatis sangat berhubungan perolehan keterampilan umum tetapi yang lebih istimewa. Krumboltz (1966, pp. 154-155) mengemukakan bahwa tujuan konseling harus memenuhi tiga kriteria, yaitu:
1)      tujuan konseling harus mampu merumuskan untuk tiap konseli secara individu.
2)      tujuan konseling untuk tiap konseli harus cocok dengan  konselor, walaupun tidak harus identik dengan nilai yang  dimiliki oleh konselor.
3)      derajat tujuan konseling harus dapat dicapai oleh setiap konseli agar dapat diobservasi.
Hal tersebut akan seiring dengan perubahan perilaku maladaptif konseli, proses belajar pengambilan keputusan, pencegahan masalah, dan pada akhirnya keputusan yang diambil harus sesuai dengan keinginan dari konseli itu sendiri dan persetujuan dari konselor. Kesimpulan dari pelaksanaan pendekatan behavioral pragmatis adalah jika stimulus yang diberikan merupakan stimulus positif maka akan menghasilkan reinforcement positif dan sebaliknya jika ada stimulus negatif maka akan menghasilkan reinforcement negatif.


2.      Metode
Metoda dari pelaksanaan konseling karir behavioral yaitu secara pragmatis. Kadang-kadang orang lain menganggap konselor sebagai seorang yang spesifik dan lingkungan mempertanyakan kelayakan konseling yang erat kaitannya dengan nilai-nilai dan pencapaian tujuan yang lebih luas (Patterson, 1964) sebagai contoh aktualisasi diri konseli. Teori behavioral ini sangat cepat perkembangannya dan teori ini menjawab bahwa yang melaksanakan konseling terdaftar secara ideal sebagai bentuk dari aktualisasi diri, tetapi untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan konseling, abstraksi dan banyak istilah yang kurang dimengerti membuat konselor dan konseli merasa kesulitan untuk mengetahui apa yang akan mereka lakukan dan kapan mereka akan menyelesaikan suatu masalah secara baik.
Oleh karena itu, terdapat suatu penekanan dan harus adanya suatu kesepakatan mengenai pelaksanaan metode konseling karir behavioral. Aliran behavioral sejalan dengan pragmatisme, dan dalam pelaksanaannya terdapat pengenalan konseli oleh konselor mengenai diri dan lingkungannya.
            Goodstein  (Patterson : 281) menyatakan bahwa :
Beberapa penulis terutama Waipe (1951:1969) menetapkan hubungan antara pribadi yang baik dapat dikatakan sebagai bagian integral dari proses perilaku. Dan aliran ini menetapkan adanya reinforcement terhadap diri konseli, konseling akan berjalan baik jika terdapatnya hubungan yang baik antara konseli dan konselor.”

Semua itu haruslah dipahami, oleh karena itu teknik wawancara dan metode interpretasi tes digunakan sebagai alat untuk menggunakan informasi pekerjaan dan menjalin hubungan yang baik antara konselor dan konseli.
a.      Teknik Wawancara
Dalam hal ini Goodstein mengusulkan adanya tiga buah prosedur yang dapat digunakan dalam teori dan psikoterapi behavioral yang lebih diorientasikan pada keputusan pemilihan karir. 
Goodstein (1972) menetapkan tiga prosedur yang dapat digunakan dalam orientasi psikoterapi behavioral yang juga dapat diterapkan dalam konseling karir.
1)      Adaptasi atau desentisisasi (adaptation or desentisization). Yakni dapat dikatakan presentasi kecemasan dengan meningkatkan stimulus secara kuat lalu melepaskan kecemasan itu secara nyata, dengan harapan terjadi penyesuaian diri pada konseli, dan akhirnya konseli dapat memutuskan pilihan karirnya tanpa disertai perasaan cemas. Dengan kata lain, ketertarikan untuk menghadapi masalah konseli sangat diperhatikan dengan melakukan suatu pengkondisian secara terus-menerus (conditioning). Di dalam pelaksanaan konseling seorang konselor dilarang untuk memaksakan kehendak dalam membuat keputusan karir sebagai penuntasan perkembangan karir pada konseli. Untuk membangun ketertarikan perhatian konseli konselor boleh melakukan kerjasama dengan konseli seperti bertanya “kursus apa yang akan diambil semester mendatang?.” Dalam hal ini seorang konselor meminta konseli untuk membayangkan situasi  yang akan terjadi sampai konseli tersebut tertarik dalam membuat suatu keputusan karir yang terbaik bagi diri konseli.  
2)      Mengkondisikan inhibisi atau inhibisi internal (inhibitory conditioning or internal inhibition). Dapat diartikan sebagai kecemasan yang ditandai adanya kekuatan untuk melepaskan respon kecemasan yang diberikan secara terus-menerus (conditioning). Dalam hal ini seorang konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengeluarkan segala kecemasan yang ada dalam dirinya sehingga pada akhirnya konseli terlepas dari kecemasan itu dan ia dapat melakukan keputusan karirnya.
3)      Counterconditioning. Ditandai sebagai konsekuensi pengkondisian kecemasan yang digeneralisasikan agar dapat mengkondisikan stimulus dengan harapan konseli dapat merasa aman dalam mengambil keputusannya dalam pemilihan karir. Counterconditioning ini terjadi jika konseli mengalami kecemasan dalam pembuatan keputusan pemilihan karirnya selam wawancara berlangsung. Banyak alasan mengapa konselor harus menjaga hubungan baik dengan konseli, salah satu di antaranya supaya tercapainya perasaan yang aman dalam diri konseli.
Pendekatan konseling karir behavioral menggunakan teknik yang berbeda dalam proses konseling. Goodstein (1972) menggambarkan tiga prosedur yang digunakan dalam membantu konseli, yaitu sebagai berikut.
1)      Reinforcement. Konselor menggunakan penguatan atas respon konseli dalam proses pembuatan keputusan karir. Pembiasaan yang positif bisa mengarahkan langsung konseli melalui respon konseli berupa anggukan. Pembiasaan yang negatif akan menunjukan pada suatu kegagalan dan dijadikan suatu ancaman bagi konseli.
2)      Pemodelan sosial dan pembelajaran baru dari Goodstein (1977, p. 276). Hal terpenting dari seluruh proses pembelajaran adalah memberikan pengalaman langsung karena mengalaminya sendiri. Konselor berperan sebagai model kemudian menjadi unsur terpenting dalam proses konseling karir.
3)      Pembelajaran yang berbeda.  Penerapan dalam pembuatan keputusan karir melalui pembelajaran dilakukan konselor sehingga konseli dapat membedakan antara berbagai aspek dalam pemilihan permasalahan yang kompleks dengan maksud untuk mendewasakan sikap dalam pemilihan karir. Konselor dapat membedakan bagi konseli bagaimana sikap yang realistik dalam pengambilan keputusan. Dalam diskusi yang dilakukan dengan konseli dan konseli memberikan tanggapan mengenai suatu sikap. ”Seseorang dapat melakukan berbagai jenis pekerjaan laki-laki ataupun wanita sesuai usahanya .“ Apabila konseli sudah dewasa dan berpikir realistik, akan dipilih suatu pekerjaan kemudian merencanakan bagaimana cara memasuki pekerjaan tersebut.
b.     Interpretasi Tes
Gambaran penggunaan tes dalam konseling karir, sedikit banyak diperluas yang salah satunya dengan teori. Oleh karena itu, jenis tes diperbaiki dalam suatu model, dengan item-item yang distandarkan (Underwood, 1957: Crites 1961). Dengan kata lain, skor tes mengukur perbedaan perilaku individu, tetapi mereka jarang memikirkan pribadi serta interaksinya dengan lingkungan. Yang terpenting terletak pada perilaku konselor karir. Data empirik dapat digunakan konselor untuk suatu proses studi serta menguji akibat dari alternatif yang dipilih, konselor dan konseli ada ketika melakukan suatu pembicaran.
Konseling karir behavioral memberikan solusi alternatif dalam pengambilan keputusan karir dengan maksud agar konseli memberikan tanggapan atas item-item yang didiskusikan tentang beberapa alternatif pekerjaan, skor dari hasil dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh konselor.
c.       Informasi Pekerjaan
Dibutuhkan kreativitas dan daya imajinatif dalam memberikan informasi pekerjaan terutama pada konselor karir. Krumboltz dan rekannya menetapkan secara sistematik dalam pemecahan masalah pekerjaan.
1)      Suatu masalah harus realistik dan mewakili jenis masalah pekerjaan.
2)      95% dari target populasi (siswa SMU) harusnya tidak mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah.
3)      Masalah harus dipertimbangkan berdasarkan ketertarikan terbanyak pada target populasi.
4)      75% dari target populasi harus bisa memahami alat dan pemecahan masalah.
5)      Suatu masalah harus dapat melengkapi dan mengatur diri individu.
3.      Materi
Untuk mengilustrasikan pendekatan konseling karir behavioral, sebuah kasus telah dipilih dari praktek pribadi penulis, yang amat sangat berbeda dari kesibukan konseli dalam proses pembuatan keputusan, yang menerima paling banyak sorotan beberapa tahun belakangan ini adalah seseorang yang di pertengahan kehidupannya mengalami krisis karir, dia adalah Jim Calhoun 38 tahun, kapten angkatan udara Amerika dengan 12 tahun masa tugas aktif, ia meminta bantuan konseling karir karena ia telah di non-aktifkan dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
a.      Diagnosis
Dalam wawancara pertama ditemukan bahwa Jim menghadapi pilihan karir. Pertama, pensiun dari angkatan udara dengan tunjangan yang besar ($15.000) tetapi tanpa keuntungan masa depan. Kedua, tetap di angkatan udara sebagai orang pasif. Ketiga, melamar sebagai bintara yang berpangkat tinggi di angkatan darat. Jim menderita kecemasan yang tinggi dan untuk mereduksi kecemasannya ia minum minuman keras secara berlebihan untuk sementara ia merasa lebih baik tetapi dengan segera ia menjadi alkoholik kemudian Jim membuat kontrak jangka pendek dengan konselor untuk tidak minum sampai ia dapat memutuskan pilihan statusnya. Dan dengan pengetahuan dan pemahaman yang didapatkannya dari konselor, ia memutuskan untuk meninggalkan angkatan udara dan menjadi warga sipil.
Dalam wawancara kedua yang dipakai untuk mengetahui sejarah pengambilan keputusan, ditemukan bahwa Jim tidak pernah memikul tanggung jawab pribadi pada berbagai pilihan. Hal ini dikarenakan ketergantungan kepada ibunya yang selalu mengambil keputusan untuk dirinya. Akibatnya ia menderita kecemasan yang berlebih karena kurangnya pengalaman dalam pembuatan keputusan. Untuk mendiagnosisnya konselor menggunakan kuesioner tentang kecemasan Spielberger Trait and State dan Career Maturity Inventory. Berdasarkan kedua tes tersebut, Jim memiliki kecemasan yang tinggi yang berkaitan dengan respektivitas dan konsekuensi kecemasan dalam analisis kebimbangan Goodstein (1972). Ia juga memiliki skor yang relatif kecil dalam skala sikap CMI dan tes kompetensi, kemungkinan terhubung dengan sikap protected ibunya dan di angkatan udara. Karena ketergantungannya, pengalaman perkembangan karirnya sangat terbatas dan kematangan karirnya sangat rendah.

b.     Proses
Pemberian diagnosis dalam ketidakmampuan mengambil keputusan, konselor melakukan konseling karir yang dicobakan kepada Jim untuk mengkondisikan kecemasannya dalam membuat keputusan. Konselor percaya selama perkembangan kekerabatan untuk berbagi merupakan isyarat yang tidak dapat dibuat keputusan menyenangkan dan merupakan ketentuan dengan diskusi, tapi dia merasakan penurunan kecemasan ini tidak dapat dijadikan suatu cara dari sistem yang  kuat, khususnya sejak konseli menggunakan minuman untuk bantuan dalam mengalami gejala kecemasan. Dengan kata lain, minuman hampir dapat mengurangi kecemasan saat itu juga, konselor memberikan beberapa tawaran alternatif, sehingga Jim menyetujui untuk menahan diri dari minuman. Akibatnya, konselor memilih pengkondisian kecemasan dengan cara istirahat. Dengan bekerja sama, Jim dapat membangun keadaan untuk mengatasi kecemasannya dalam sebuah keputusan. Dia juga mengajar Jim dalam relaksasi, dengan tidak selalu menggunakan bagian wawancara dalam pengkondisian kecemasan tapi juga secara klinis ketika konseli mengalami kecemasan. Konselor berharap menggunakan cara itu sebagai relaksasi dalam beberapa waktu sebagai pengganti dan mengembalikan kemungkinan Jim meminum minuman keras. Dengan menggunakan pendekatan ini, Jim dan konselor mengusahakan dari apa yang terlihat ini dapat mengkondisikan kecemasan secara efektif untuk  6 kali wawancara.
Kedua tingkatan dalam konseling karir dengan orientasi perilaku ini membawa serta membantu Jim belajar memperoleh sikap dan kemampuannya dalam kematangan karir bertambah dan memudahkan membuat pilihan karir yang realistik. Dalam wawancara ke-5, konselor memulai keterangan menurut sistem dalam CMI, diawali dengan skala sikap. Dia memberikan kepada Jim tiruan dalam inventaris profil kematangan karir. Dengan hal itu, Jim memiliki gambaran dan dapat menentukan untuk menggabungkan latar belakang Air Force dalam administrasi dan manajemen dengan minat dalam ilmu pengetahuan untuk berkarir di bidang sistem komputer.
c.       Hasil
            Hasil konseling karir Jim terbukti dari proses tersebut. Pertama, dengan segera ia dapat menentukan beberapa pilihan yang menjadi kemelut baginya dengan meninggalkan Air Force dibandingkan diam di tingkatan yang rendah. Dan lagi, dia terbukti dapat membuat keputusan tanpa minum minuman keras. Kedua, fakta pertama dalam konseling karir, membuat keinginan yang dahulu untuk menggabungkan dengan membuat keputusan, dengan nyata dapat berhasil karena Jim mengatasi ketidakmampuannya dalam mengambil pilihan karirnya yang kedua. Jika keinginannya yang dahulu masih direspon, ia tidak dapat memutuskan untuk memulai pekerjaannya yang spesifik. Ketiga, umpan balik yang didapatkannya mengindikasikan bahwa kemungkinan untuk mengatasi kecemasan dapat berkurang dan dapat lebih mengefektifkan aktivitas sehari-harinya daripada ia harus pergi keluar hanya sekedar untuk minum-minum; dan daripada ia harus melebarkan kegiatannya untuk melepaskan lelah dan berkumpul dengan teman-temannya. Ia dapat mengaplikasikannya untuk beberapa posisi, tetapi untuk mendengar semua itu sangat terbatas. Pada umumnya, ia nampak selalu dapat mengambil manfaat dari konseling karir dengan mengurangi kecemasan pilihan dan membuat keputusan karir. Tetapi dengan keputusan konflik dan penyelesaian keputusan, ia melepaskan kekuatan untuk menambah garis keliling dalam hidupnya. Lagi-lagi, terdapat hubungan yang signifikan antara perkembangan karir dengan perkembangan dirinya sendiri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...