Pendekatan Konseling Karir Behavioral
Oleh :
Iman Lesmana
1.
Model
Lebih tepat kiranya mempergunakan beberapa model dalam
pendekatan behavioral dibandingkan dengan penggunaan satu model
tertentu. Goodstein (1972) melihat hal tersebut, walaupun model-model tersebut
sama yaitu dalam lingkup psikologi belajar eksperimental,tetapi dalam konseling behavioral ini terdapat dua
orientasi yang berbeda, pertama yaitu fokus tidak langsung melalui aspek mediasi bahasa yang memberikan
respon yang jelas dan terbuka, dan yang kedua adalah konsentrasi langsung pada
konsekuensi sebuah respon dari pemberian sebuah penghargaan atau hukuman yang
diberikan. Perbedaan lebih jauh lagi dari kedua model tersebut dalam lingkup
konseling behavioral adalah sebutan behavioral teoritis dan behavioral
pragmatis dan mengandung arti penggambaran bentuk dalam konsep dan prinsip dari
teori belajar dalam menjelaskan metode konseling karir behavioral.
Pandangan yang mendukung pada model ini berasal dari Goodstein (1972) dan
Krumboltz dan Thoresen (1969; 1976).
Meskipun Goodstein membuat kontribusi yang tak
ternilai dalam menganalisis dan
mendiagnosis ketidakmampuan membuat keputusan (indecision) dan
ketidakyakinan (indecisive) konseli dalam hal karir, tetapi dia tidak
memberikan teori umum pilihan karir dari pendekatan konseling karir behavioral.
Krumboltz mengajukan teori yang serupa, walaupun tidak
secara resmi dan jelas hubungannya dengan konseling karier, dalam teorinya
menjelaskan tentang konsep asosiatif dan instrumental belajar dalam pembuatan
keputusan dari seorang individu. Dia mengungkapkan teori dalam serangkaian
dalil dan hipotesis yang menggambarkan pengaruh positif dan negatif yang berpengaruh pada:
1)
Perkembangan
pendidikan/pemilihan vokasional.
2)
Perolehan
keterampilan dalam pengambilan keputusan karir.
3)
Faktor yang
mempengaruhi dalam program pelatihan dan dunia kerja.
Teori yang diajukan oleh Krumboltz tersebut penyesuaian
dengan dimensi waktu, jadi teori ini dipengaruhi oleh peristiwa tertentu
sedangkan pilihan karir telah nampak sebelumnya, Krumboltz dan Baker
mengungkapkan langkah konseling karir behavioral yaitu:
1)
pendefinisi
masalah dan tujuan konseli
2)
kesepakatan bersama
agar tujuan konseling dapat dicapai
3)
alternatif solusi
pemecahan masalah secara umum
4)
mengumpulkan
informasi tentang alternatif pemecahan masalah
5)
mempertimbangkan konsekuensi dari alternatif pemecahan masalah
6)
peninjauan kembali
tujuan, alternatif pemecahan masalah,
dan konsekuensi
7)
pembuatan keputusan
atau pilihan sementara dari kemungkinan alternatif yang didasarkan pada
perkembangan serta kesempatan yang baru
8)
Generalisasi proses pengambilan keputusan dalam masalah
baru lainnya.
a.
Diagnosis
Pada
prinsipnya diagnosis terhadap konseli diawali dengan munculnya perasaan konseli
yang cemas terhadap karir selanjutnya (masa yang akan datang). Hal tersebut
sebagai dampak dari tidak biasanya konseli dalam membuat pilihan, tidak mampu
memilih salah satu pilihan secara realistis dan konsekuen. Perasaan cemas
mengenai ketidak punyaan model pekerjaan yang sesuai dengan potensinya terhadap
perkembangan karir merupakan bagian dari keputusan yang memunculkan
ketidakmauan untuk berkarie. Hal tersebut tercermin dari sering munculnya
pertanyaan dari dirinya sendiri sering muncul seperti “apa yang akan kamu
lakukan setelah besar nanti?” atau “akan menjadi apakah kamu nanti?”
Krumboltz dan Thoresen (1969) mengklasfikasikan beberapa
permasalahan yang dihadapi oleh konseli secara umum meliputi tujuh bagian yaitu
sebagai berikut.
1)
Permasalahan ada pada
perilaku individu
2)
Permasalahan ada di
perasaan yang diungkapkan oleh konseli
3)
Ketidakjelasan atau
ketidaktahuan tujuan karir
4)
Keinginan yang tidak
tersalurkan
5)
Konseli tidak
mengetahui bahwa perilakunya merupakan ketidakpraktisan
6)
Konflik dalam memilih
7)
Ketertarikan pribadi
terhadap sebuah karir bukan berdasarkan identifikasi potensi diri atau
masalahnya.
b.
Proses
Tidak bisanya konseli mengambil keputusan karir tersebut
adalah adanya kegelisahan atau kebingungan dalam memilih salah satu karir.
Diasumsikan konselor harus menghilangkan kegelisahan atau kebingungan tersebut
sebelum mengandalkan pertimbangan kognitif dalam pemilihan karir.
Dalam hal ini proses konseling karir terbagi menjadi dua
tahapan (Shoben, 1949). Tahap pertama, konselor berusaha menghilangkan
kecemasan, kebimbangan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Kedua, setelah konseli terbebas dari
kecemasan, pembelajaran (pemahaman) bisa terjadi dan membantu menstimulasi
konseli untuk mempelajari pilihan-pilihan karir. Pembelajaran dis ini
dimaksudkan pada informasi yang nyata dan diberikan oleh konselor sebagai
layanan informasi terhadap konseli.
Proses konseling karir sebagai kesimpulan utama dari
teori behavioral (Goodstein, 1972) mengemukakan dua tahapan, hal
tersebut diambil bila masalah konseli meliputi kecemasan , kebimbangan,
keragu-raguan, serta ketidakpastian dalam memilih karir. Tahapan itu adalah counterconditioning
dan instrumen learning.
Proses counterconditioning di sini terjadi dengan
adanya stimulus yang tidak pelajari (refleks), yaitu konseli mengungkapkan
tentang pengambilan keputusan baik ketika dulu ataupun pada saat sekarang yang
memunculkan stimulus dan akan direspon sebagai “kecemasan”. Proses berikutnya instrumental
learning, yaitu konselor berusaha mengeksplorasi titik kecemasan tersebut.
Konselor memberikan informasi yang dapat memunculkan stimulus yang baru (new
learning) dan pemahaman baru dan juga diperkuat dengan “relationship
terapist” (terapi hubungan dengan menghadirkan model nyata). Sehingga
memunculkan respon (R2) sebagai harapan baru, jaminan, dan kepercayaan (lihat
skema).
a.
Hasil
Ada dua hipotesis yang merupakan hasil dari konseling
karir behavioral teoretis, yaitu:
1)
Penghilangan atau
pengurangan penyebab dan konsekuensi kecemasan.
2)
Perolehan keterampilan dalam pengambilan keputusan.
Pertanyaan yang timbul apakah kedua hasil tersebut
bergantung pada tingkat keinginan yang mendahului munculnya masalah konseli?
Untuk mengidentifikasi masalah konseli, digunakan Manifest Anxiety Scale
(MAS) dan Career Maturity Inventory (CMI), individu yang ketika pre-test masih
belum memilih dan belum memperoleh kejelasan pilihan karirnya ketika diberikan post-test
walaupun telah diberikan informasi yang jelas maka dapat disebut sebagai indecisive
sedangkan mereka yang telah mempunyai pilihan karir setelah diberikan informasi
kita definisikan sebagai indecision.
Tujuan dari konseling karir behavioral pragmatis
sangat berhubungan perolehan keterampilan umum tetapi yang lebih istimewa.
Krumboltz (1966, pp. 154-155) mengemukakan bahwa tujuan konseling harus memenuhi
tiga kriteria, yaitu:
1)
tujuan konseling
harus mampu merumuskan untuk tiap konseli secara individu.
2)
tujuan konseling
untuk tiap konseli harus cocok dengan
konselor, walaupun tidak harus identik dengan nilai yang dimiliki oleh konselor.
3)
derajat tujuan
konseling harus dapat dicapai oleh setiap konseli agar dapat diobservasi.
Hal tersebut akan seiring dengan perubahan perilaku
maladaptif konseli, proses belajar pengambilan keputusan, pencegahan masalah,
dan pada akhirnya keputusan yang diambil harus sesuai dengan keinginan dari
konseli itu sendiri dan persetujuan dari konselor. Kesimpulan dari pelaksanaan
pendekatan behavioral pragmatis adalah jika stimulus yang diberikan
merupakan stimulus positif maka akan menghasilkan reinforcement positif
dan sebaliknya jika ada stimulus negatif maka akan menghasilkan reinforcement
negatif.
2.
Metode
Metoda dari pelaksanaan konseling karir behavioral
yaitu secara pragmatis. Kadang-kadang orang lain menganggap konselor sebagai
seorang yang spesifik dan lingkungan mempertanyakan kelayakan konseling yang
erat kaitannya dengan nilai-nilai dan pencapaian tujuan yang lebih luas
(Patterson, 1964) sebagai contoh aktualisasi diri konseli. Teori behavioral ini
sangat cepat perkembangannya dan teori ini menjawab bahwa yang melaksanakan
konseling terdaftar secara ideal sebagai bentuk dari aktualisasi diri, tetapi
untuk mencapai tujuan dari pelaksanaan konseling, abstraksi dan banyak istilah
yang kurang dimengerti membuat konselor dan konseli merasa kesulitan untuk
mengetahui apa yang akan mereka lakukan dan kapan mereka akan menyelesaikan
suatu masalah secara baik.
Oleh karena itu, terdapat suatu penekanan dan harus
adanya suatu kesepakatan mengenai pelaksanaan metode konseling karir behavioral.
Aliran behavioral sejalan dengan pragmatisme, dan dalam pelaksanaannya
terdapat pengenalan konseli oleh konselor mengenai diri dan lingkungannya.
Goodstein (Patterson : 281) menyatakan bahwa :
“Beberapa penulis
terutama Waipe (1951:1969) menetapkan hubungan antara pribadi yang baik dapat
dikatakan sebagai bagian integral dari proses perilaku. Dan aliran ini
menetapkan adanya reinforcement terhadap diri konseli, konseling akan berjalan
baik jika terdapatnya hubungan yang baik antara konseli dan konselor.”
Semua itu haruslah dipahami, oleh karena itu teknik
wawancara dan metode interpretasi tes digunakan sebagai alat untuk menggunakan
informasi pekerjaan dan menjalin hubungan yang baik antara konselor dan
konseli.
a.
Teknik Wawancara
Dalam hal ini Goodstein mengusulkan adanya tiga buah
prosedur yang dapat digunakan dalam teori dan psikoterapi behavioral
yang lebih diorientasikan pada keputusan pemilihan karir.
Goodstein (1972) menetapkan tiga prosedur yang dapat
digunakan dalam orientasi psikoterapi behavioral yang juga dapat
diterapkan dalam konseling karir.
1)
Adaptasi atau
desentisisasi (adaptation or desentisization). Yakni dapat dikatakan presentasi kecemasan dengan
meningkatkan stimulus secara kuat lalu melepaskan kecemasan itu secara nyata,
dengan harapan terjadi penyesuaian diri pada konseli, dan akhirnya konseli
dapat memutuskan pilihan karirnya tanpa disertai perasaan cemas. Dengan kata
lain, ketertarikan untuk menghadapi masalah konseli sangat diperhatikan dengan
melakukan suatu pengkondisian secara terus-menerus (conditioning). Di
dalam pelaksanaan konseling seorang konselor dilarang untuk memaksakan kehendak
dalam membuat keputusan karir sebagai penuntasan perkembangan karir pada
konseli. Untuk membangun ketertarikan perhatian konseli konselor boleh
melakukan kerjasama dengan konseli seperti bertanya “kursus apa yang akan
diambil semester mendatang?.” Dalam hal ini seorang konselor meminta konseli
untuk membayangkan situasi yang akan
terjadi sampai konseli tersebut tertarik dalam membuat suatu keputusan karir
yang terbaik bagi diri konseli.
2)
Mengkondisikan
inhibisi atau inhibisi internal (inhibitory conditioning or internal
inhibition). Dapat diartikan
sebagai kecemasan yang ditandai adanya kekuatan untuk melepaskan respon
kecemasan yang diberikan secara terus-menerus (conditioning). Dalam hal
ini seorang konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk mengeluarkan
segala kecemasan yang ada dalam dirinya sehingga pada akhirnya konseli terlepas
dari kecemasan itu dan ia dapat melakukan keputusan karirnya.
3)
Counterconditioning. Ditandai sebagai konsekuensi pengkondisian kecemasan yang
digeneralisasikan agar dapat mengkondisikan stimulus dengan harapan konseli
dapat merasa aman dalam mengambil keputusannya dalam pemilihan karir. Counterconditioning
ini terjadi jika konseli mengalami kecemasan dalam pembuatan keputusan
pemilihan karirnya selam wawancara berlangsung. Banyak alasan mengapa konselor
harus menjaga hubungan baik dengan konseli, salah satu di antaranya supaya
tercapainya perasaan yang aman dalam diri konseli.
Pendekatan konseling karir behavioral menggunakan
teknik yang berbeda dalam proses konseling. Goodstein (1972) menggambarkan tiga
prosedur yang digunakan dalam membantu konseli, yaitu sebagai berikut.
1)
Reinforcement. Konselor menggunakan penguatan atas respon konseli dalam
proses pembuatan keputusan karir. Pembiasaan yang positif bisa mengarahkan
langsung konseli melalui respon konseli berupa anggukan. Pembiasaan yang
negatif akan menunjukan pada suatu kegagalan dan dijadikan suatu ancaman bagi
konseli.
2)
Pemodelan sosial dan
pembelajaran baru dari Goodstein (1977, p. 276). Hal terpenting dari seluruh proses pembelajaran adalah
memberikan pengalaman langsung karena mengalaminya sendiri. Konselor berperan
sebagai model kemudian menjadi unsur terpenting dalam proses konseling karir.
3)
Pembelajaran yang
berbeda. Penerapan dalam pembuatan keputusan karir melalui
pembelajaran dilakukan konselor sehingga konseli dapat membedakan antara
berbagai aspek dalam pemilihan permasalahan yang kompleks dengan maksud untuk
mendewasakan sikap dalam pemilihan karir. Konselor dapat membedakan bagi
konseli bagaimana sikap yang realistik dalam pengambilan keputusan. Dalam
diskusi yang dilakukan dengan konseli dan konseli memberikan tanggapan mengenai
suatu sikap. ”Seseorang dapat melakukan berbagai jenis pekerjaan laki-laki
ataupun wanita sesuai usahanya .“ Apabila konseli sudah dewasa dan berpikir
realistik, akan dipilih suatu pekerjaan kemudian merencanakan bagaimana cara
memasuki pekerjaan tersebut.
b.
Interpretasi Tes
Gambaran penggunaan tes dalam konseling karir, sedikit
banyak diperluas yang salah satunya dengan teori. Oleh karena itu, jenis tes
diperbaiki dalam suatu model, dengan item-item yang distandarkan (Underwood,
1957: Crites 1961). Dengan kata lain, skor tes mengukur perbedaan perilaku
individu, tetapi mereka jarang memikirkan pribadi serta interaksinya dengan
lingkungan. Yang terpenting terletak pada perilaku konselor karir. Data empirik
dapat digunakan konselor untuk suatu proses studi serta menguji akibat dari
alternatif yang dipilih, konselor dan konseli ada ketika melakukan suatu
pembicaran.
Konseling karir behavioral memberikan solusi
alternatif dalam pengambilan keputusan karir dengan maksud agar konseli
memberikan tanggapan atas item-item yang didiskusikan tentang beberapa
alternatif pekerjaan, skor dari hasil dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh
konselor.
c.
Informasi Pekerjaan
Dibutuhkan kreativitas dan daya imajinatif dalam
memberikan informasi pekerjaan terutama pada konselor karir. Krumboltz dan
rekannya menetapkan secara sistematik dalam pemecahan masalah pekerjaan.
1)
Suatu masalah harus
realistik dan mewakili jenis masalah pekerjaan.
2)
95% dari target
populasi (siswa SMU) harusnya tidak mengalami kesulitan dalam mengatasi
masalah.
3)
Masalah harus
dipertimbangkan berdasarkan ketertarikan terbanyak pada target populasi.
4)
75% dari target
populasi harus bisa memahami alat dan pemecahan masalah.
5)
Suatu masalah harus
dapat melengkapi dan mengatur diri individu.
3.
Materi
Untuk mengilustrasikan pendekatan konseling karir behavioral,
sebuah kasus telah dipilih dari praktek pribadi penulis, yang amat sangat
berbeda dari kesibukan konseli dalam proses pembuatan keputusan, yang menerima
paling banyak sorotan beberapa tahun belakangan ini adalah seseorang yang di
pertengahan kehidupannya mengalami krisis karir, dia adalah Jim Calhoun 38
tahun, kapten angkatan udara Amerika dengan 12 tahun masa tugas aktif, ia
meminta bantuan konseling karir karena ia telah di non-aktifkan dan tidak tahu
apa yang harus ia lakukan.
a.
Diagnosis
Dalam wawancara pertama ditemukan bahwa Jim menghadapi
pilihan karir. Pertama, pensiun dari angkatan udara dengan tunjangan
yang besar ($15.000) tetapi tanpa keuntungan masa depan. Kedua, tetap di
angkatan udara sebagai orang pasif. Ketiga, melamar sebagai bintara yang
berpangkat tinggi di angkatan darat. Jim menderita kecemasan yang tinggi dan
untuk mereduksi kecemasannya ia minum minuman keras secara berlebihan untuk
sementara ia merasa lebih baik tetapi dengan segera ia menjadi alkoholik
kemudian Jim membuat kontrak jangka pendek dengan konselor untuk tidak minum
sampai ia dapat memutuskan pilihan statusnya. Dan dengan pengetahuan dan
pemahaman yang didapatkannya dari konselor, ia memutuskan untuk meninggalkan
angkatan udara dan menjadi warga sipil.
Dalam wawancara kedua yang dipakai untuk mengetahui
sejarah pengambilan keputusan, ditemukan bahwa Jim tidak pernah memikul
tanggung jawab pribadi pada berbagai pilihan. Hal ini dikarenakan
ketergantungan kepada ibunya yang selalu mengambil keputusan untuk dirinya.
Akibatnya ia menderita kecemasan yang berlebih karena kurangnya pengalaman
dalam pembuatan keputusan. Untuk mendiagnosisnya konselor menggunakan kuesioner
tentang kecemasan Spielberger Trait and State dan Career Maturity
Inventory. Berdasarkan kedua tes tersebut, Jim memiliki kecemasan yang
tinggi yang berkaitan dengan respektivitas dan konsekuensi kecemasan dalam
analisis kebimbangan Goodstein (1972). Ia juga memiliki skor yang relatif kecil
dalam skala sikap CMI dan tes kompetensi, kemungkinan terhubung dengan sikap protected
ibunya dan di angkatan udara. Karena ketergantungannya, pengalaman perkembangan
karirnya sangat terbatas dan kematangan karirnya sangat rendah.
b.
Proses
Pemberian diagnosis dalam ketidakmampuan mengambil
keputusan, konselor melakukan konseling karir yang dicobakan kepada Jim untuk
mengkondisikan kecemasannya dalam membuat keputusan. Konselor percaya selama
perkembangan kekerabatan untuk berbagi merupakan isyarat yang tidak dapat
dibuat keputusan menyenangkan dan merupakan ketentuan dengan diskusi, tapi dia
merasakan penurunan kecemasan ini tidak dapat dijadikan suatu cara dari sistem yang kuat, khususnya sejak konseli menggunakan
minuman untuk bantuan dalam mengalami gejala kecemasan. Dengan kata lain,
minuman hampir dapat mengurangi kecemasan saat itu juga, konselor memberikan
beberapa tawaran alternatif, sehingga Jim menyetujui untuk menahan diri dari
minuman. Akibatnya, konselor memilih pengkondisian kecemasan dengan cara
istirahat. Dengan bekerja sama, Jim dapat membangun keadaan untuk mengatasi
kecemasannya dalam sebuah keputusan. Dia juga mengajar Jim dalam relaksasi,
dengan tidak selalu menggunakan bagian wawancara dalam pengkondisian kecemasan
tapi juga secara klinis ketika konseli mengalami kecemasan. Konselor berharap
menggunakan cara itu sebagai relaksasi dalam beberapa waktu sebagai pengganti
dan mengembalikan kemungkinan Jim meminum minuman keras. Dengan menggunakan
pendekatan ini, Jim dan konselor mengusahakan dari apa yang terlihat ini dapat
mengkondisikan kecemasan secara efektif untuk
6 kali wawancara.
Kedua tingkatan dalam konseling karir dengan orientasi
perilaku ini membawa serta membantu Jim belajar memperoleh sikap dan
kemampuannya dalam kematangan karir bertambah dan memudahkan membuat pilihan
karir yang realistik. Dalam wawancara ke-5, konselor memulai keterangan menurut
sistem dalam CMI, diawali dengan skala sikap. Dia memberikan kepada Jim tiruan
dalam inventaris profil kematangan karir. Dengan hal itu, Jim memiliki gambaran
dan dapat menentukan untuk menggabungkan latar belakang Air Force dalam
administrasi dan manajemen dengan minat dalam ilmu pengetahuan untuk berkarir
di bidang sistem komputer.
c.
Hasil
Hasil
konseling karir Jim terbukti dari proses tersebut. Pertama, dengan
segera ia dapat menentukan beberapa pilihan yang menjadi kemelut baginya dengan
meninggalkan Air Force dibandingkan diam di tingkatan yang rendah. Dan lagi,
dia terbukti dapat membuat keputusan tanpa minum minuman keras. Kedua,
fakta pertama dalam konseling karir, membuat keinginan yang dahulu untuk
menggabungkan dengan membuat keputusan, dengan nyata dapat berhasil karena Jim
mengatasi ketidakmampuannya dalam mengambil pilihan karirnya yang kedua. Jika
keinginannya yang dahulu masih direspon, ia tidak dapat memutuskan untuk
memulai pekerjaannya yang spesifik. Ketiga, umpan balik yang
didapatkannya mengindikasikan bahwa kemungkinan untuk mengatasi kecemasan dapat
berkurang dan dapat lebih mengefektifkan aktivitas sehari-harinya daripada ia
harus pergi keluar hanya sekedar untuk minum-minum; dan daripada ia harus
melebarkan kegiatannya untuk melepaskan lelah dan berkumpul dengan
teman-temannya. Ia dapat mengaplikasikannya untuk beberapa posisi, tetapi untuk
mendengar semua itu sangat terbatas. Pada umumnya, ia nampak selalu dapat
mengambil manfaat dari konseling karir dengan mengurangi kecemasan pilihan dan
membuat keputusan karir. Tetapi dengan keputusan konflik dan penyelesaian
keputusan, ia melepaskan kekuatan untuk menambah garis keliling dalam hidupnya.
Lagi-lagi, terdapat hubungan yang signifikan antara perkembangan karir dengan
perkembangan dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar