Pendekatan Konseling Karir Psikodinamik
Oleh :
Iman Lesmana
Konseling karir psikodinamik (Psychodynamic career counseling) merupakan suatu pendekatan yang dilakukan oleh konselor
untuk membantu konseli dalam pemilihan dan pembuatan keputusan karir dengan
menggunakan metode penyembuhan yang lebih bersifat psikologis atau psikis
daripada dengan cara-cara fisik.
Konseli mengalami ketergantungan-ketergantungan terhadap
orang lain sehingga menjadikan orang lain itu sebagai perantara kebutuhan
konseli. Selain itu, hal lain yang membuat konseli mengalami kesulitan adalah
konflik diri atau pertentangan dari diri konseli antara konsep diri yang ia
pegang sebagai tuntutan hidup dengan harapan untuk masa depan, sehingga
menimbulkan kecemasan pada konseli dan berimbas pada kemantapan dalam memilih
dan memutuskan karir yang akan diambil untuk masa depannya.
Konseling karir psikodinamik berguna untuk membantu
menyesuaikan dan menyeimbangkan aspek-aspek dorongan dan kebutuhan dalam diri
konseli dengan tuntutan dan kebutuhan dunia kerja. Maka dari itu dalam hal ini
peran konselor adalah membantu dalam pemilihan dan pembuatan keputusan karir
yang dapat dilakukan dengan pendekatan psikodinamik. Peran konselor diantaranya
adalah memberikan masukan-masukan kepada konseli dan lebih bersifat klinis.
Pandangan psikodinamik mengungkap bahwa pemilihan karir
adalah salah satu dari sekian banyak keputusan penting yang harus dibuat
seorang individu di dalam hidupnya. Individu yang memiliki pola pikir maju,
diperkirakan mampu mengidentifikasi faktor-faktor pemilihan profesi yang
mengarah kepada pembuatan keputusan pemilihan profesi sehingga ia mampu
mengembangkan semua sumber daya yang dimilikinya guna mengimplementasikan
keputusan tersebut, sehingga ia mampu bekerja secara efektif.
Karakteristik konseli yang ditangani oleh oleh
psikodinamik menggambarkan seseorang yang mempunyai masalah antara dinamika
kepribadian dengan pembuatan keputusan karir.
1.
Model
Bordin (1968) mengemukakan suatu sintesis yang
mengintegrasikan beberapa konsep dan prinsip yang berhubungan dengan pendekatan
psikodinamik. Prinsip pokok tersebut adalah bahwa individu memiliki sistem
motif yang dipengaruhi oleh tekanan-tekanan keluarga dalam proses psikososial.
Pada semua konsepsinya tentang konseling karir psikodinamik, Bordin (1968)
menggunakan prinsip-prinsipnya ke dalam proses pengambilan keputusan karir
(Bordin, Nachman, Segal, 1963). Bordin menegaskan bahwa :
“sejauh individu memiliki kebebasan dalam memilih karier,
ia cenderung akan memilih karir yang dapat mengekspresikan kepuasan dan
kegemarannya guna melindungi dirinya dari kecemasan. Teori psikoanalisis
menyebutkan bahwa dalam pendekatan perkembangan vokasional sebaiknya diteliti
pengaruh dari pembentukan kepribadian sejak lahir bahkan dari masa konsepsi.”
Untuk
mencegah konflik psikologis yang dapat mengganggu perkembangan kepribadian,
maka pendekatan psikodinamik dilakukan dengan menggunakan konsep-konsep
diagnosis, proses dan hasil.
a.
Diagnosis
Pendekatan psikodinamik menekankan pentingnya diagnosis
dalam proses konseling karir. Lima kategori masalah konseli (yang memungkinkan
ditangani oleh pendekatan psikodinamik) dikemukakan oleh Bordin (1946) sebagai
berikut.
1)
Defendence, yaitu permasalahan mengenai kesulitan dalam mengatasi
masalah dan memenuhi tugas-tugas perkembangan sehingga konseli cenderung
mengandalkan orang lain dalam mengatasi kesulitannya dan menggantungkan diri
kepada orang lain sebagai media pemenuhan kebutuhan.
2)
Lack of information, yaitu kesulitan dalam mengambil keputusan karir karena
kurangnya informasi yang dimiliki. Hal ini terjadi pada konseli yang mempunyai
status ekonomi atau berpendidikan rendah sehingga konseli tidak memiliki
informasi yang relevan dalam membuat keputusan karir.
3)
Self conflict, yaitu konflik yang terjadi antara fungsi respon yang
berkaitan dengan dua konsep diri atau lebih atau antara konsep diri dengan
fungsi stimulus yang lain.
4)
Choice anxiety, yaitu kecemasan yang terjadi dalam proses pemilihan
karir konseli. Hal ini terjadi bila individu memiliki keinginan untuk melakukan
sesuatu tetapi seseorang yang berarti mengharapkan untuk melakukan sesuatu yang
berbeda dengan pilihannya, sehingga terjadi kecemasan dalam pembuatan keputusan
karir.
5)
No problem, yaitu seorang konseli yang telah membuat keputusan karir
namun tetap mengadakan konseling untuk mengontrol dan memantapkan pilihannya.
Perkembangan selanjutnya dalam menganalisis sumber-sumber
konflik motivasional konseli yang meminta konseling diungkapkan oleh Bordin dan
Koplin (1973) berikut.
1)
Synthetic
difficulties, yaitu konseli
menghadapi gangguan konflik minimal terbatas. Biasanya konseli mengalami
kesulitan dalam memadukan dan mencapai kejelasan kognisi.
2)
Identity problems, yaitu pembentukan semangat diri dan persepsi diri
sehingga konseli belum sepenuhnya menyadari berbagai kebutuhan yang dibutuhkan
oleh konseli tersebut.
3)
Gratification
conflict, yaitu pandangan yang
menguji pekerjaan untuk menemukan bentuk nyata dan mendapatkan kepuasan
psikososial dalam aktivitas pekerjaan.
4)
Change orientation, yaitu konseli merasa tidak puas terhadap dirinya dan
berupaya melakukan pekerjaannya itu untuk mengubah dirinya.
5)
Over pathology, yaitu konseli yang mengidap beberapa penyakit sehingga
tidak bisa memasuki dunia kerja.
6)
Unclassifiable, yaitu masalah-masalah yang tidak termasuk kategori di
atas, yang tidak melibatkan konflik motivasional.
Selanjutnya Crites merumuskan sistem diagnosis yang
berorientasi kepada psikodinamik yang dapat digunakan sebelum atau selama konseling
karir dan dapat dihubungkan secara langsung kepada pilihan strategi dan teknik
perlakuan. Hal tersebut didasari oleh perpaduan antara teori Horney tentang
psikoterapi (1945; 1950) dan Edward Personal Preference Scales (EPPS)
yaitu alat pengungkap profil kepribadian individu melalui pemahaman lima belas
kecenderungan atau kebutuhan psikologis yang dimiliki individu yang cenderung
mengarahkan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut.
1)
Achievement, yaitu kebutuhan untuk mengerjakan atau menyelesaikan
tugas dengan sukses.
2)
Deference, yaitu kebutuhan untuk menyesuaikan diri terhadap
kesepakatan dan mengikuti kepemimpinan seseorang.
3)
Order, yaitu kebutuhan untuk teratur dan rapi dalam kegiatan.
4)
Exhibition, yaitu kebutuhan untuk menarik perhatian orang lain.
5)
Autonomy, yaitu kebutuhan untuk berbuat secara bebas dari orang
lain dan aturan-aturan.
6)
Affiliation, yaitu kebutuhan untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan
dengan teman.
7)
Intraceptio,n yaitu kebutuhan kebutuhan untuk berpikir mengenai motif
yang mendasari perilakunya.
8)
Succorance, yaitu kebutuhan untuk menerima dukungan atau dorongan,
simpati, rasa kasih sayang dari orang lain.
9)
Dominance, yaitu kebutuhan untuk mendominasi atau menjadi pemimpin.
10) Abasement, yaitu kebutuhan untuk merasa bersalah jika melakukan kesalahan terutama
takut dan berkualitas rendah.
11) Nurturance, yaitu kebutuhan untuk memberi bantuan, simpati dan afeksi kepada orang
lain.
12) Change, yaitu kebutuhan
untuk mencari pengalaman baru.
13) Endurance, yaitu kebutuhan untuk bekerja keras dan tetap bertahan terhadap suatu
pekerjaan atau tanggung jawab.
14) Heterosexuality, yaitu kebutuhan untuk terlibat pengalaman sosial dengan
lawan jenis.
15) Aggression, yaitu kebutuhan untuk menyerang, mengecam atau memperolok-olok orang lain.
Hal di atas, berhubungan dinamika kepribadian konseli.
Oeh karena itu, EPPS dapat membantu konselor untuk mendiagnosis konflik
motivasional pada diri konseli yang mungkin akan menimbulkan masalah di dalam
proses pembuatan keputusan karir.
b.
Proses
Konseling karir
psikodinamik dilakukan melalui tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1)
Exploration and
contract setting atau rehearsing.
Pada tahap ini konseli menceritakan tentang dirinya, dan konselor hanya
mendengarkan cerita konseli dalam konteks pengembangan terapeutik. Hubungan
pada tahap ini bersifat hangat, permisif, serta kejujuran yang lebih dari
sekedar nasehat.
2)
Critical decision atau refocusing. Pada tahap ini konselor
menawarkan beberapa pilihan pada konseli agar terdapat kesesuaian hubungan
antarpribadi. Konselor memfasilitasi penerimaan diri konseli dalam kaitannya
dengan pembuatan keputusan karir melalui suatu interaksi kooperatif dengan
konseli.
3)
Working for change atau reconstructing. Arah dari tahap akhir ini
adalah konseli mengalami peningkatan kesadaran dan pemahaman tentang dirinya.
c.
Hasil
Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, hasil-hasil
yang dicapai dalam konseling karir psikodinamik dapat diketahui dari analisis
tahap-tahap proses konseling. Sasaran dalam konseling pskodinamik adalah
terpecahkannya masalah-masalah karir dan tercapainya keputusan karir.
2.
Metode
Seperti yang telah dikemukakan oleh Bordin (1968), metode
konseling karir psikodinamik merupakan campuran dari berbagai teknik yang bukan
sekedar praktik-praktik psikoanalitik namun juga diturunkan dari pendekatan trait
and factor dan client centered.
a.
Teknik wawancara
Bagian utama dalam proses konseling karir ialah interaksi
wawancara antara konseli dengan konselor. Proses konseling bisa dilakukan
dengan beberapa kali pertemuan. Terlebih dari banyaknya wawancara yang
dilakukan, proses konseling karir terdiri dari tiga tahapan penting, yaitu: 1)
pengumpulan data konseli, sebagai bahan untuk melakukan diagnosis; 2) pemberian
tes yang sesuai dengan konseli untuk kemudian ditafsirkan; dan 3) pemberian
informasi karir yang sesuai dengan hasil penafsiran pada proses pertama dan
kedua.
Secara lebih khusus, terdapat tiga tahapan wawancara yang
penting untuk dilakukan dalam konseling karir psikodinamik, yaitu sebagai
berikut.
Tahap
pertama, wawancara untuk keperluan diagnosis. Bukan hanya untuk mengidentifikasi parameter
permasalahan konseli, tetapi juga untuk mengetahui segala informasi tentang
konseli. Pada tahap pertama konselor dan konseli mungkin akan mengalami
kesulitan, konselor sulit untuk menemukan penyebab dari masalah yang dirasakan
konseli. Konseli kesulitan untuk menceritakan masalahnya kepada konselor. Oleh
karena itu, pergeseran dari komunikasi ke hubungan sangatlah penting.
Tahap
kedua, klarifikasi dan spesifikasi permasalahan. Konseli dan konselor bekerja sama untuk mengidentifikasi
sikap dan perilaku dalam masalah konseli. Pada tahap ini, konseli dapat
berperan aktif untuk menentukan tes yang akan diambil. Penjelasan terhadap
beberapa tes diberikan terhadap konseli, selanjutnya konseli akan menentukan
informasi penilaian diri mana yang akan berguna bagi pembuatan keputusannya.
Hasil tes ini berguna untuk memberikan informasi diagnostik bagi konselor.
Selain itu, hasil tes ini dapat menjadi stimulus bagi konseli untuk menemukan
potensi yang bisa ditingkatkan.
Tahap ketiga, konselor dan konseli dapat menggolongkan
pemecahan masalah. Pada tahap ini, diharapkan konselor mampu mengetahui
permasalahan yang dihadapinya dan menjadi aktif dalam pencapaian solusi.
Selanjutnya kegiatan konseling karir berlanjut menuju pertimbangan apa yang
harus dilakukan konseli. Dalam tahap ini konseli diberikan informasi-informasi
pekerjaan yang dianggap sesuai dengan konseli setelah menjalani tahapan-tahapan
yang telah dilalui. Jenis informasi tentang pekerjaan yang bersatu dengan konseling
karir psikodinamik akan sangat berarti berarti bila didasarkan pada “analisis
kebutuhan” kerja dan tugas.
Setelah konseli menjalani semua tahapan dalam konseling
karir ini, diharapkan konseli dapat mengatasi masalah yang berhubungan dengan
keputusan karirnya. Konseling akan dianggap berhasil bila konseli mampu
menerapkan pendekatan pemecahan masalah ini, tidak hanya dalam pembuatan karir
saja, melainkan dalam masalah pribadi, keluarga dan penyesuaian sosial.
Ada tiga kategori respon interpretatif konselor, yang
dapat digunakan dalam wawancara konseling psikodinamik, yaitu sebagai berikut.
1)
Clarification, dimaksudkan untuk memusatkan perhatian konseli terhadap
hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang sedang dihadapinya, dan untuk
membuka pembicaraan serta merangkum percakapan yang terjadi. Klarifikasi dapat
berbentuk pertanyaan, perintah sederhana, pernyataan kembali yang
disederhanakan, pemberian nasihat, dan pertanyaan terbuka.
2)
Comparison dua topik atau lebih dikemukakan kepada konseli untuk
melihat persamaan dan perbedaannya secara lebih jelas. Hal ini dilakukan untuk
menegaskan hubungan antara kepribadian dan perkembangan karir.
3)
Interpretation of
wish-defence, teknik ini lebih
bersifat terapeutik. Konselor berupaya menyadarkan konseli mengenai hubungan
motivasi internal dengan pembuatan keputusan karir.
b.
Interpretasi Tes
Menurut Bordin, seorang konseli harus berperan aktif
dalam memutuskan tes mana yang akan diambil. Setelah melakukan tes, konselor
akan menjelaskan dan mendiskusikan makna dari tes tersebut, yang akan
mengarahkan konseli kepada pembuatan keputusan karir. Meskipun demikian,
keputusan tetap berada pada konseli, konseli akan memutuskan mana informasi
yang penting bagi pemecahan masalahnya.
Peran konselor di sini ialah mengkomunikasikan hasil tes
kepada konseli untuk membantu konseli mengeksplorasi diri dan membuat keputusan
karir yang dapat memenuhi kebutuhannya.
Di bawah ini disebutkan beberapa keuntungan dari
penggunaan tes, yaitu sebagai berikut.
1)
Dapat memberikan
informasi diagnostik bagi konselor.
2)
Membantu konseli
dalam mengembangkan harapan yang realistik dalam konseling.
3)
Memberikan data
penilaian diri konseli.
4)
Merupakan stimulus
bagi eksplorasi diri konseli, jika digunakan secara deskriptif (menafsirkan
skor lebih didasarkan referensi, dibandingkan validitas data).
Dalam mengkomunikasikan hasil tes, sedapat mungkin skor
dilaporkan dalam bentuk non-evaluatif. Konselor cukup memberikan prediksi
statistik kepada konseli.
c.
Informasi Pekerjaan
Informasi pekerjaan yang terdapat dalam konseling karir
psikodinamik sebaiknya diberikan berdasarkan analisis kebutuhan mengenai
kewajiban-kewajiban dan tugas-tugas pekerjaan.
Referensi
:
Uman
Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling
Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar