Selasa, 21 April 2020

Pendekatan Konseling Karir Berpusat pada Konseli


Pendekatan Konseling Karir Berpusat pada Klien (Konseli)
Oleh :
Iman Lesmana


Konseling   karir  yang  berpusat  pada   konseli     (client   centered   career counseling) secara superficial tampaknya merupakan pertentangan terhadap pendekatan ciri dan faktor. Teori client centered  memposisikan “the self” tidak hanya sebagai konsep mengorganisasi, yang dibatasi oleh karakteristik-karakteristik pribadi sebagai “aku”, tapi juga sebagai kekuatan motivasi utama terhadap aktualisasi potensi-potensi diri seseorang (Rogers, 1951).
Dalam pembuatan keputusan pilihan karir, konseli seringkali menghadapi permasalahan seputar ketidaksesuaian antara diri dengan informasi atau pengalaman kerja yang dimilikinya. Konseling karir client centered  membantu konseli dalam menghadapi permasalahan tersebut. Konselor bersama-sama dengan konseli mencoba mencari dan mengatasi ketidaksesuaian antara diri dan pengalaman konseli dengan dunia kerja. Konseli berusaha mengembangkan konsep diri dan pengalamannya terhadap dunia kerja sehingga terbentuk kongruensi diantara kedunya. Konselor memberi informasi mengenai jenis pekerjaaan yang dibutuhkan oleh konseli tanpa mempengaruhinya. Hasil akhir dari pendekatan ini adalah konseli memiliki kematangan dan kesesuaian mengenai konsep diri dan konsep pekerjaan, kemudian dia mampu memutuskan pilihan karir yang sesuai dengan diri dan pengalaman dunia kerja yang dimilikinya.

1.      Model
a.      Diagnosis
Ada dua permasalahan yang perlu didiagnosis dalam pembuatan keputusan karir, yaitu:
1) Ketidakmatangan (Immaturity), yakni kekurangan informasi atau pengalaman kerja.
2)  Salahsuai (Maladjustment), yakni adanya penolakan atau distorsi.
            Ketidaksesuaian ini menyebabkan konseli menjadi: 1) kekurangan informasi atau pengalaman dengan dunia kerja; 2) kekurangan informasi atau pengalaman dengan diri; 3) kekurangan informasi atau pengalaman dengan diri dan  dunia kerja; dan 4) distorsi informasi atau pengalaman dengan dunia kerja/diri.

b.     Proses
Proses dalam konseling karir client centered menurut Patterson (1964) dan di hubungkan dengan teori Rogers adalah sebagai berikut.
1)      Tahap pertama, terdapat suatu sikap segan dalam mengkomunikasikan diri konseli sendiri. Komunikasi hanya berkisar pada lingkungan eksternal saja.
2)      Tahap kedua, ekspresi berlangsung secara mengalir dalam rangka menganggapi namun tidak berdasarkan pada diri, melainkan masalah datang dari lingkungan luar yang datang ke dalam diri konseli. Pengalaman terbatas hanya pada struktur masa lalu.
3)      Tahap ketiga, perasaan rileks namun hanya sedikit perhatian pada isi pembicaraan yang berlangsung, dan hubungan ini tidak begitu dalam.
4)      Tahap keempat, perasaan adalah ikatan dalam diri individu. Kesulitan masih ada dalam diri individu dalam mengekspresikannya.
5)      Tahap kelima, perasaan diekspresikan secara bebas dalam tahap ini.
6)      Tahap keenam, self sebagai objek menghilang. Ketidaksesuaian antara pengalaman dan kesadaran perasaan yang hidup sebagai hal yang hilang. Dalam tahap ini tidak terdapat masalah yang datang dari dalam ataupun dari luar, konseli melihat dirinya secara subjektif.
7)      Tahap  ketujuh,  self   konseli   menjadi   subjek   yang   lebih    sederhana   dan
mencerminkan kesadaran dan pengalamannya.

c.       Hasil
Hasil konseling karir client centered dapat dibatasi dalam istilah-istilah tertentu yang diterima selama proses interaksi konselor dengan konseli. Patterson dan Grummon (1974) menyatakan bahwa tujuan awal konseling atau psikoterapi client centered adalah perkembangan konseli dalam proses dengan menimbang tujuan akhir yaitu untuk mewujudkan aktualisasi diri sehingga konseli dapat memutuskan pilihan karir yang sesuai dengan diri dan pengalaman serta informasi dunia kerja yang dimilikinya.

2.      Metode
a.      Teknik wawancara
Konseling karir client centered akan membuat respon-respon selama wawancara. Tujuannya untuk memperkaya pengalaman konseli yang berhubungan dengan  penafsiran konsep diri dalam peranannya dengan pekerjaan. Snyder (1945;1963) sudah mengembangkan sistem klasifikasi wawancara untuk konseling karir client centered dengan membatasi kategori dalam merespon dan memberikan gambaran untuk konselor untuk menentukan mana yang lebih banyak digunakan dan bagaimana menggunakannya. Pada tahun 1963, kategorinya telah mendefinisikan kategori konselor tentang wawancara. Kategori-kategorinya adalah sebagai berikut.
Pertama, mengarahkan dalam memberikan respon (lead taking responses), terdiri atas: 1) strukturisasi (structuring); 2) mengarahkan tidak langsung (nondirective lead); 3)  mengarahkan secara langsung (directive lead); dan              4) bertanya (questioning).
Kedua, merefleksikan atau mengajarkan kembali respon (reflective or reeducative responses), terdiri atas : 1) menyatakan kembali masalah (restatement); 2) mengklarifikasi masalah (clarification); 3) menginterpretasikan (interpretation); 4) memberikan perhatian (attention); dan 5) menyarankan (advice).
Ketiga, merespon hubungan (relationship response) yakni dengan menjalin hubungan yang lebih hangar antara konselor dengan konseli sehingga keterbukaan sikap dan pengungkapan masalah lebih mudah.
Keempat, respon yang dapat memberikan dukungan (supportive responses), terdiri atas : 1) menjamin kembali (reassuranse); 2) menawarkan bantuan (offer for help); 3) menyetujui (approval).
Kelima, respon untuk mengarahkan kembali (Redirecting responses), terdiri atas: 1) memperhatikan dengan seksama (calling attention);                        2) memberikan tantangan (challenging); 3) memberikan dukungan (witholding support); 4) mempengaruhi (persuasion); dan 5) tidak menyetujui (disapproval).
Hart & Tomlinson (1970) menggambarkan tiga periode teknik–teknik wawancara mempunyai pengaruh yang berbeda – beda, yaitu sebagai berikut.
1)      Periode Tidak Langsung (1940–1950). Konselor menggunakan respon lisan dengan sedikit memimpin (Robinson, 1950). Seperti klarifikasi, persetujuan yang mudah, mengulang kembali pernyataan untuk dapat memperoleh pengertian dari konseli.
2)      Periode Refleks (1950–1957). Konselor memusatkan lebih khusus pada refleks dari perasaan, dimana mengalami perubahan untuk klarifikasi dari periode sebelumnya, dan hasilnya menjadi “cerminan konseli pada dunia yang luar biasa” (Hart & Tamlinson, 1970).
3)      Periode  Berpengalaman  (1957–sekarang).    Konselor    mengikat    secara   luas
tentang wawancara yang sopan untuk mengekspresikan sikap dan untuk membedakan peranan sebelumnya, menghubungkan hubungan pengalaman orang kepada konseli, dalam konteks untuk membantu pengalaman yang sebelumnya. Jadi, dalam masa sekarang psikoterapi client centered, konselor lebih aktif daripada sebelumnya, seperti pedoman. Sebagai contoh, dengan perbandingan bicara antara konselor dan konseli. 
Konseling karir client centered akan membuat respon-respon selama wawancara. Tujuannya untuk memperkaya pengalaman konseli yang berhubungan dengan  penafsiran konsep diri dalam peranan dalam pekerjaan. Snyder (1945;1963) sudah mengembangkan sistem klasifikasi wawancara untuk konseling yang memusatkan pada konseli yang mana membatasi kategori dalam merespon dan memberikan gambaran untuk konselor untuk menentukan mana yang lebih banyak digunakan dan bagaimana menggunakannya. Pada tahun 1963, kategorinya telah mendefinisikan kategori konselor tentang wawancara.
Lead-Taking Categories. Kategori ini untuk menentukan tujuan dari wawancara; dimana menunjukkan apa yang harus konseli bicarakan.
XCS    Structuring. Pernyataan yang menjelaskan tentang situasi konseling yang menunjukkan tujuan wawancara yang diharapkan dapat dilakukan atau merespon satu sama lain.
XFT    Forcing client to choose and develop topic. Menguatkan konseli untuk memilih dan mengembangkan topik. Termasuk semua upaya dari konselor untuk menolak yang menentukan wawancara. Contoh : “Apa yang harus kita bicarakan tentang hari ini?” atau “ Jadi, bagaimana perasaanmu tentang itu ?”
XDC   Directive Question specific types of questions. Pertanyaan yang menentukan : Tipe pertanyaan yang spesifik. Menanyakan pertanyaan yang meyakinkan yang membutuhkan jawaban yang jujur atau asli. Itu tidak termasuk pertanyaan yang menanyai kembali atau membatasi, mengklarifikasi atau menerangkan kembali perasaan. Ini termasuk “Apa pendapatmu tentang itu?” “ Berapa umurmu?” “Apakah mereka tersinggung akan kenyataan bahwa kamu tidak bersikap agresif setelah bekerja?” itu tidak termasuk “Dan kamu tidak terlalu bahagia dengan itu?” atau “Itu lebih tidak menyenangkan untukmu bukankah begitu?” terutama ketika beberapa pertanyaan mengikuti beberapa pernyataan yang serupa.
XND   Nondirective leads and questions. Pernyataan yang diberikan kepada konseli untuk menyatakan masalah selanjutnya. Ini tidak termasuk bimbingan yang mana membatasi konseli dalam apa dia bisa menjelaskan tentang masalah atau perasaan dia tentang itu. Itu termasuk “Beritahu padaku lebih jelas tentang itu” atau “Apakah kamu mau untuk mengatakan bagaimana perasaanmu tentang itu?” atau “ Bagaimana kabarmu hari ini?” Umumnya tipe bimbingan seperti ini adalah salah satu yang memberi semangat pernyataan tanpa membatasi respon yang alami kecuali dalam keadaan yang sangat umum.

Nondirective response-to-feeling categories. Kategori ini berusaha untuk menyatakan kembali perasaan yang telah diekspresikan oleh konseli, tetapi tidak untuk menafsirkan atau mengemukakan nasihat, kritik atau saran.
XSA    Simple acceptance. Persetujuan sederhana. “ya”, “Mm-hmmm”,”Itu benar” ( jika tidak menjawab pertanyaan )  atau menyerupai respon. Jangan sampai menyindir persetujuan atau kritikan.
XRC   Restatement of content or problem. Menyatakan kembali masalah. Mengulang kembali apa yang konseli telah katakan tanpa mengklarifikasi atau usaha untuk memperlihatkan bahwa konselor mengahrgai pernyataan konseli tentang perasaaannya dengan cara memahaminya.
XCF    Clarification or recognition of feeling. Mengklarifikasi atau pengakuan tentang perasaan. Pernyataan dari konselor yang menyimpan tentang perasaan dari konseli. “Itu membuat kamu merasa lebih tergoda” “Kamu menyayangi ibumu tetapi kamu marah kepada dia memberitahu kamu apa yang harus dilakukan.”

            Semidirective response-to-feeling-category.
XIT     Interpretation. Penafsiran. Respon yang mana konselor menggambarkan arah dan hubungan dalam keterangan yang telah ditampilkan. Kategori ini selalu digunakan ketika penyebabnya adalah sindiran. “Kamu melakukan ini karena……” jika konselor mencoba mengatakan “kenapa” walaupun tidak jelas. Konseli akan merasakan sesuatu, merupakan tafsiran yang penuh perhatian. “Mungkin kamu membuka perasaan tentang rendah diri.” Saat orang merasa frustasi mereka selalu bertingkah seperti yang kamu lakukan.”
                        Directive conseling categories. Kategori ini menyatakan secara tidak langsung suatu hubungan dimana konselor mencoba untuk mengubah atau mempengaruhi ide aau sikap konseli secara cepat.
XIX     Giving information or explanation. Memberikan informasi atau penjelasan. Menjawab semua pertanyaan tentang psikologi alami atau semua informasi, apapun yang diakui sebagai fakta yang tidak dapat dipungkiri, semua informasi pribadi tentang konselor.
XCA   Proposing client activity. Mengusulkan kegiatan konseli. Semua pernyataan yang menyatakan konseli sebaiknya mengambil beberapa tindakan.
XPS    Persuasion. Berusaha meyakinkan konseli bahwa dia sebaiknya menerima pandangan konselor “Tidakkah kamu pikir itu akan menjadi lebih baik?”
XDE    Disapproval and critism. Kritik dan sindiran. “Kamu perlu menahan dirimu sendiri”

Minor categories. Kategori ini tidak berhubungan dengan masalah utama konseli.
XEC    Ending of the contact. Semua respon yang merata yang membawa pada akhir pertemuan atau dengan keadaan untuk pertemuan berikutnya.
XES    Ending of the series. Respon yang mengarah ke akhir dari rangakain wawancara atau ke awal perasaan konseli, dimana dia merasa tidak perlu pertemuan berikutnya.
XFD    Friendly discussion. Hal yang tidak mengarah ke masalah konseli dan hanya memberi makna yang benar yang berhubungan antara konseli dengan konselor.
XUN   Unclassifiable. Tidak dapat digolongkan. Semua respon yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori.           
Perasaan yang tepat melibatkan tidak hanya kemampuan dari konselor untuk merasakan dunia pribadi konseli seperti kenyataan dia. Itu juga melibatkan kemampuan yang lebih tidak hanya kemampuan konselor untuk mengetahui kemauan konseli. Perasaan yang tepat melibatkan kepekaan konselor untuk perasaan yang umum dan kemampuan bicara untuk berkomunikasi agar mudah dipahami yang disesuaikan dengan perasaan konseli (Truax & Carkhuff, 1967).

b.     Interpretasi Tes
Untuk mencapai “client centered“ ini dengan menggunakan tes, telah diajukan beberapa prosedur inovatif, yaitu: pertama, tes dilakukan atas keinginan dan permintaan konseli (Super, 1950). Kedua, konseli berpartisipasi dalam proses pemilihan tes (Bordin & Bixler, 1946). Konselor menggambarkan jenis-jenis informasi yang akan diperoleh dari berbagai tes yang tersedia, dan konseli menentukan kebiasaan mana yang ingin dia nilai. Kemudian, konselor biasanya menentukan tes mana yang paling sesuai dengan karakteristik psikometrik mereka (norma, relibilitas, validitas). Ketiga, setelah tes dilakukan dan diskor, konselor melaporkan hasil tes kepada konseli secara objektif dan tidak dalam bentuk memvonis, serta memberikan respon terhadap reaksi yang muncul.
Bixler  dan  Bordin    menyimpulkan    pendekatan-pendekatan   tersebut
sebagai berikut.
1)      Berikan kepada konseli prediksi statistik sederhana berdasarkan data yang ada.
2)      Izinkan konseli untuk mengevaluasi prediksi tersebut ketika diterapkan pada dirinya sendiri.
3)      Konselor tetap netral terhadap data tes dan reaksi konseli.
4)      Memfasilitasi evaluasi diri konseli dan penentuan keputusan dengan menggunakan prosedur-prosedur terapeutik.
5)      Menghindari metode persuasif yang memberikan motivasi adalah data, bukan konselor. 

Prosedur-prosedur Interpretasi Tes pada Konseling Karir

Trait and Factor dan Client Centered



Trait and Factor
Client Centered
Dimulai dengan presentasi profil tes. Arti dan implikasi dari skor-skor tes diberikan secara rinci melalui elaborasi verbal konselor.
Konselor memulai dengan mendrong siswa untuk memperhatikan fakta-fakta yang sudah dia miliki, seperti sikap dan minat, keberhasilan dan kesukaan terhadap berbagai pelajaran sekolah, pengalaman kerjanya, dan lain-lain.
Konselor tidak perlu berusaha untuk menimbulkan respon dari subjek, meskipun komentar dan saran subjek tidak menakutkan. Pertanyaan-pertanyaan dijawab; komentar konseli dikenali melalui pendengaran tentatif yang mencerminkan respon konseli.
Ketika evaluasi kemampuan dan minat siswa berlawanan dengan hasil tes, maka ia diminta untuk memperhatikan masalah-masalah selanjutnya. Kemudian hasil tes dibandingkan dengan taksiran yang dibuat berdasarkan fakta non-tes, dengan membahasakan diskrepansi dan kesesuaian dari dua atau lebih indikasi. Profil lengkap tidak dipresentasikan kepada siswa, namun hasil-hasil test dipresentasikan satu persatu dalam bnetuk coret-coretan, ini dilakukan untuk menghindari perhatian yang berlebih pada data tes.
c.       Informasi Pekerjaan
Prinsip yang mendasari penggunaan informasi pekerjaan dalam konseling karir client centered sama seperti yang mendasari interpretasi tes. Patterson (1964, p. 453-455) menyebutkan empat prinsip, yaitu:
1)      “Informasi pekerjaan  dimasukkan dalam proses konseling jika diketahui ada kebutuhan akan hal ini dari sisi konseli….”  Prinsip yang mendasari prosedur ini adalah konselor menerima konseli sebagai dirinya sendiri. Kemudian jika konseli meminta sejumlah informasi pekerjaan, konselor menyediakannya. Konselor tidak semerta-merta memberikan informasi pekerjaan sampai konseli siap untuk hal ini.
2)      “Informasi pekerjaan  tidak digunakan untuk mempengaruhi atau memanipulasi konseli….” Konselor dapat saja menyarankan pilihan karir dengan memberikan informasi pekerjaan, namun dilihat dari sudut pandang konseling karir client centered, konselor seharusnya tidak membujuk konseli untuk mempertimbangkan pekerjaan tertentu, prinsipnya adalah tidak menggunakan informasi pekerjaan  secara evaluatif.
3)      “Cara paling objektif dalam memberikan informasi pekerjaan  dan cara yang akan memaksimalkan inisiatif dan tanggung jawab konseli adalah dengan mendorong konseli untuk memperoleh informasi dari sumber aslinya, misalnya dari penerbit, pekerja, orang yang terlibat dalam pekerjaan.…” Prinsipnya adalah lebih mendorong ketidakbergantungan konseli melalui asumsinya tentang tanggung jawab pribadi, daripada konselor mengumpulkan informasi kemudian memberikannya kepada konseli.
4)      Sikap dan perasaan konseli terhadap pekerjaan boleh diungkapkan dan ditangani secara terapeutik”. Konselor tidak hanya memberikan aspek tujuan dari informasi pekerjaan namun juga arti subjektif dari informasi pekerjaan  bagi konseli. Sebagai contoh, pekerjaan yang diputuskan oleh konseli memiliki dasar yang tidak terbayangkan olehnya mungkin memiliki arti pribadi yang perlu dibahas oleh konselor bersama konseli dengan menggunakan teknik-teknik wawancara konseling karir client centered.
Kerangka kerja konseptual untuk konseling karir client centered hanya menekankan secara tidak langsung dan dengan penambahan sistem psikoterapi yang lebih umum (Rogers, 1942-1951). Kemudian Rogers hanya sedikit membicarakan proses pembuatan keputusan karir, karena ia lebih mengutamakan penyesuaian emosional sosial dan keberfungsian seseorang. Beberapa konselor client centered (Aurbuck, 1961; Doley, 1961) membantah bahwa jika konseli menyesuaikan diri secara psikologis dengan baik, ia akan mampu memecahkan masalah karir apapun tanpa harus menghadiri konseling karir.
Doley mengatakan kasus untuk seorang konselor umum, bahwa semua konselor memiliki keterampilan umum dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan konseling dengan individu total yang tidak dibatasi dengan wilayah pembicaraan. Tentunya, ada kepercayaan lama bahwa konselor client centered tidak memperlakukan berbeda antara konseli yang memiliki masalah pekerjaan dengan konseli yang memiliki masalah lain. Patterson dan  konselor client centered lain telah menyadari bahwa walaupun penyesuaian pekerjaan dan umum telah dihubungkan, korelasinya tidak begitu sempurna (Crites:1969), dan dengan demikian memisahkan fokus pilihan karir dapat disesuaikan.
Selama awal tahun 1940-an, ketika konselor client centered mencoba untuk mensintesiskan prinsip-prinsip dan prosedurnya dengan teknik-teknik yang dikembangkan, beberapa eksplorasi pendekatan terhadap konseling karir tradisional yang baru sedang dibuat. Hal ini menuntut kontroversi yang cukup panas, dimana jasa-jasa relatif dari orientasi-orientasi “direktif” dan “nondirektif” menjadi perdebatan keras dan lama, dengan tanpa resolusi cepat daripada eklektisisme yang sulit yang dikenal sebagai “konseling karir nondirektif” (Hahn dan Kendall, 1947). Tidak sampai dua dekade kemudian, pernyataan komprehensif dan artikulasi mengenai konseling karir client centered diformulasikan oleh Patterson (1964) walaupun difleksibelkan lagi oleh tulisan Super (1950, 1951, 1957) mengenai self concept dan perkembangan karir. Pada intinya merupakan konsep Patterson, diperbaharui untuk mencerminkan lebih banyak trend dan inovasi baru dalam pendekatan ini yang digambarkan dalam menjelaskan posisi client centered dalam diagnosis, proses dan hasil.

3.      Materi
a.      Diagnosis
Ketika konselor berasumsi bahwa perilaku meraih informasi yang diperlukan untuk mengumpulkan sejarah kasus baik konseli tidak dapat menahan perasaan bahwa tanggung jawab pemecahan masalahnya diambil alih oleh konselor (Rogers, 1951 p 220).
Rogers menolak perbedaan diagnosis dan berasumsi bahwa semua konseli mengalami masalah sama kurangnya kesesuaian antara self dan pengalaman. Pernyataan ini ada ketika “organisme menyadari sensor-sensor tertentu dan pengalaman mendalam yang secara rutin tidak tersimbolkan dan terorganisis ke dalam struktur struktur gestalt self” (1951 p. 510). Gambar 8.1 menggambarkan kurangnya kesesuaian, dalam kasus-kasus membatasi, sebagai lingkaran-lingkaran yang tidak saling bersinggungan; tidak ada hubungan antara self dan pengalaman.
Jika diaplikasikan dalam konseling karir, posisi ini berarti bahwa “konseling karir client centered memperlakukan berbeda dari tipe-tipe konseling lain karena ia berfokus “terhadap wilayah masalah tertentu dalam hidup individu” dan memfasilitasi dalam bentuk “penanganan”.
Kelemahan yang serius dari teori client centered untuk konseling umumnya hanya sedikit membahas masalah peran informasi dalam membantu           konseli, atau jika kita menahan diri terhadap terminologi teori, peran informasi dalam aktualisasi diri. Tentunya, teori tersebut berasumsi bahwa individu berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungannya dan membedakan aspek-aspek baru dari lingkungan dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya.
Tapi informasi yang mencukupi mengenal diri dan dunia kerja mungkin secara sederhana tidak tersedia untuk konseli, tanpa pertimbangan apakah ia telah mengasimilasikannya secara akurat. Kurangnya kesesuaian sebagai implementasi self concept dalam peran pekerjaan, mungkin dalam pertama, menjadi fungsi kurangnya informasi. Keputusan diagnosis yang mendahului, bahkan dalam konseling karir client centered akan tampak atau menjadi masalah konseli merupakan penekanan dari : 1) kurangnya informasi; atau 2) distorsi informasi (pengalaman).

b.     Hasil
Hasil konseling karir client centered dapat dibatasi dalam istilah-istilah tertentu yang diterima selama proses interaksi konselor dengan konseli. Patterson dan Grummon (1974) menyatakan bahwa tujuan awal konseling atau psikoterapi client centered adalah perkembangan konseli dalam proses dengan menimbang tujuan akhir yaitu untuk mewujudkan aktualisasi diri.
Dalam konseling karir client centered bagaimanapun juga resolusi sukses dari beberapa masalah pendidikan dan vokasional tidak membutuhkan sebuah organisasi pribadi, lalu, tujuan adalah untuk memfasilitasi sebuah klarifikasi dan implementasi dari konsep diri pada  sebuah  aturan pekerjaan yang kompatibel, dalam poin apapun, konseli berada dalam perkembangan karir yang kontinu.  Patterson (1964:442) mengutip revisinya Super (1957:197) yaitu ‘vocational guidance’ sebagai batasan keinginan akan hasil dari konseling karir client-centered. Vocational guidance adalah proses untuk membantu individu dalam mengembangkan dan menerima sebuah gambaran yang terintegrasi dari dirinya sendiri dan aturannya dalam dunia kerja, untuk menguji konsep melawan realitas, dan mengubahnya ke dalam realita dengan pemuasan pada dirinya dan keuntungan dalam bermasyarakat.
Hasil dari konseling karir client centered ini dapat diperlihatkan dengan framework teoretis umum, dimana hubungan pribadi pada dunia kerja digambarkan. Konseling diefektifkan pada batasan keinginan hasil konseling karir client-centered.
Patterson (1964: 442) telah mempelajari bahwa pendekatan konseling karir client centered adalah esensi dari sebuah prilaku yang lebih baik daripada teknik. Dalam psikoterapi ada tiga perilaku yang harus mencerminkan karakter konselor client centered yang ideal (Rogers:1957):
1)      Kesesuaian : menjadi asli (genuine) dan terbuka; tidak memainkan aturan; konselor selalu menjaga dan menerima perasaannya sendiri dengan ketidakmauan untuk mengadu dan mengekspresikan perasaan dan sikapnya ini dalam kata-kata atau perilaku (Pattreson,1973:396).
2)      Pemahaman,  memandang wilayah  fenomena konseli: berempati.
3)      Penerimaan: memandang konseli dengan positif tanpa syarat; konselor menerima konseli sebagai individu, selayaknya dia dengan berbagai konflik yang dimilikinya.
Perilaku konselor ini dikomunikasikan dalam konseling karir client centered melalui teknik yang berbeda dalam wawancara, tes interpretasi dan informasi occupational.


Referensi  :

Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...