Pendekatan Konseling Karir Berpusat pada Klien (Konseli)
Oleh
:
Iman
Lesmana
Konseling karir yang berpusat pada konseli (client centered career counseling) secara superficial tampaknya merupakan pertentangan terhadap
pendekatan ciri dan faktor. Teori client centered memposisikan “the self” tidak hanya
sebagai konsep mengorganisasi, yang dibatasi oleh karakteristik-karakteristik
pribadi sebagai “aku”, tapi juga sebagai kekuatan motivasi utama terhadap
aktualisasi potensi-potensi diri seseorang (Rogers, 1951).
Dalam pembuatan
keputusan pilihan karir, konseli seringkali menghadapi permasalahan seputar
ketidaksesuaian antara diri dengan informasi atau pengalaman kerja yang dimilikinya.
Konseling karir client centered
membantu konseli dalam menghadapi permasalahan tersebut. Konselor
bersama-sama dengan konseli mencoba mencari dan mengatasi ketidaksesuaian
antara diri dan pengalaman konseli dengan dunia kerja. Konseli berusaha mengembangkan
konsep diri dan pengalamannya terhadap dunia kerja sehingga terbentuk
kongruensi diantara kedunya. Konselor memberi informasi mengenai jenis
pekerjaaan yang dibutuhkan oleh konseli tanpa mempengaruhinya. Hasil akhir dari
pendekatan ini adalah konseli memiliki kematangan dan kesesuaian mengenai
konsep diri dan konsep pekerjaan, kemudian dia mampu memutuskan pilihan karir
yang sesuai dengan diri dan pengalaman dunia kerja yang dimilikinya.
1.
Model
a.
Diagnosis
Ada dua permasalahan
yang perlu didiagnosis dalam pembuatan keputusan karir, yaitu:
1) Ketidakmatangan (Immaturity), yakni kekurangan
informasi atau pengalaman kerja.
2) Salahsuai (Maladjustment), yakni adanya penolakan atau distorsi.
Ketidaksesuaian
ini menyebabkan konseli menjadi: 1) kekurangan informasi atau pengalaman dengan dunia
kerja; 2) kekurangan informasi atau pengalaman dengan diri; 3) kekurangan
informasi atau pengalaman dengan diri dan
dunia kerja; dan 4) distorsi informasi atau pengalaman dengan dunia
kerja/diri.
b.
Proses
Proses dalam
konseling karir client centered menurut Patterson (1964) dan di
hubungkan dengan teori Rogers adalah sebagai berikut.
1)
Tahap pertama, terdapat suatu sikap segan dalam mengkomunikasikan diri
konseli sendiri. Komunikasi hanya berkisar pada lingkungan eksternal saja.
2)
Tahap kedua, ekspresi berlangsung secara mengalir dalam rangka
menganggapi namun tidak berdasarkan pada diri, melainkan masalah datang dari
lingkungan luar yang datang ke dalam diri konseli. Pengalaman terbatas hanya
pada struktur masa lalu.
3)
Tahap ketiga, perasaan rileks namun hanya sedikit perhatian pada isi
pembicaraan yang berlangsung, dan hubungan ini tidak begitu dalam.
4)
Tahap keempat, perasaan adalah ikatan dalam diri individu. Kesulitan
masih ada dalam diri individu dalam mengekspresikannya.
5)
Tahap kelima, perasaan diekspresikan secara bebas dalam tahap ini.
6)
Tahap keenam, self sebagai objek menghilang. Ketidaksesuaian
antara pengalaman dan kesadaran perasaan yang hidup sebagai hal yang hilang.
Dalam tahap ini tidak terdapat masalah yang datang dari dalam ataupun dari
luar, konseli melihat dirinya secara subjektif.
7)
Tahap ketujuh, self konseli
menjadi subjek yang
lebih sederhana dan
mencerminkan kesadaran dan pengalamannya.
c.
Hasil
Hasil konseling karir
client centered dapat dibatasi dalam istilah-istilah tertentu yang
diterima selama proses interaksi konselor dengan konseli. Patterson dan Grummon
(1974) menyatakan bahwa tujuan awal konseling atau psikoterapi client
centered adalah perkembangan konseli dalam proses dengan menimbang tujuan
akhir yaitu untuk mewujudkan aktualisasi diri sehingga konseli dapat memutuskan
pilihan karir yang sesuai dengan diri dan pengalaman serta informasi dunia
kerja yang dimilikinya.
2.
Metode
a.
Teknik wawancara
Konseling karir client centered akan membuat
respon-respon selama wawancara. Tujuannya untuk memperkaya pengalaman konseli
yang berhubungan dengan penafsiran
konsep diri dalam peranannya dengan pekerjaan. Snyder (1945;1963) sudah
mengembangkan sistem klasifikasi wawancara untuk konseling karir client
centered dengan membatasi kategori dalam merespon dan memberikan gambaran
untuk konselor untuk menentukan mana yang lebih banyak digunakan dan bagaimana
menggunakannya. Pada tahun 1963, kategorinya telah mendefinisikan kategori
konselor tentang wawancara. Kategori-kategorinya adalah sebagai berikut.
Pertama, mengarahkan dalam
memberikan respon (lead taking responses), terdiri atas: 1)
strukturisasi (structuring); 2) mengarahkan tidak langsung (nondirective
lead); 3) mengarahkan secara
langsung (directive lead); dan 4) bertanya (questioning).
Kedua, merefleksikan atau
mengajarkan kembali respon (reflective or reeducative responses),
terdiri atas : 1) menyatakan kembali masalah (restatement); 2)
mengklarifikasi masalah (clarification); 3) menginterpretasikan (interpretation);
4) memberikan perhatian (attention); dan 5) menyarankan (advice).
Ketiga, merespon hubungan (relationship
response) yakni dengan menjalin hubungan yang lebih hangar antara konselor
dengan konseli sehingga keterbukaan sikap dan pengungkapan masalah lebih mudah.
Keempat, respon yang dapat
memberikan dukungan (supportive responses), terdiri atas : 1) menjamin
kembali (reassuranse); 2) menawarkan bantuan (offer for help); 3)
menyetujui (approval).
Kelima, respon untuk
mengarahkan kembali (Redirecting responses), terdiri atas: 1)
memperhatikan dengan seksama (calling attention); 2) memberikan
tantangan (challenging); 3) memberikan dukungan (witholding support);
4) mempengaruhi (persuasion); dan 5) tidak menyetujui (disapproval).
Hart & Tomlinson (1970) menggambarkan tiga periode
teknik–teknik wawancara mempunyai pengaruh yang berbeda – beda, yaitu sebagai
berikut.
1)
Periode Tidak
Langsung (1940–1950).
Konselor menggunakan respon lisan dengan sedikit memimpin (Robinson, 1950).
Seperti klarifikasi, persetujuan yang mudah, mengulang kembali pernyataan untuk
dapat memperoleh pengertian dari konseli.
2)
Periode Refleks
(1950–1957). Konselor memusatkan
lebih khusus pada refleks dari perasaan, dimana mengalami perubahan untuk
klarifikasi dari periode sebelumnya, dan hasilnya menjadi “cerminan konseli
pada dunia yang luar biasa” (Hart & Tamlinson, 1970).
3)
Periode
Berpengalaman (1957–sekarang). Konselor mengikat secara luas
tentang wawancara yang sopan untuk mengekspresikan sikap
dan untuk membedakan peranan sebelumnya, menghubungkan hubungan pengalaman
orang kepada konseli, dalam konteks untuk membantu pengalaman yang sebelumnya.
Jadi, dalam masa sekarang psikoterapi client centered, konselor lebih
aktif daripada sebelumnya, seperti pedoman. Sebagai contoh, dengan perbandingan
bicara antara konselor dan konseli.
Konseling karir client centered akan membuat
respon-respon selama wawancara. Tujuannya untuk memperkaya pengalaman konseli
yang berhubungan dengan penafsiran
konsep diri dalam peranan dalam pekerjaan. Snyder (1945;1963) sudah
mengembangkan sistem klasifikasi wawancara untuk konseling yang memusatkan pada
konseli yang mana membatasi kategori dalam merespon dan memberikan gambaran
untuk konselor untuk menentukan mana yang lebih banyak digunakan dan bagaimana
menggunakannya. Pada tahun 1963, kategorinya telah mendefinisikan kategori
konselor tentang wawancara.
Lead-Taking Categories. Kategori ini untuk menentukan tujuan dari wawancara;
dimana menunjukkan apa yang harus konseli bicarakan.
XCS Structuring.
Pernyataan yang menjelaskan tentang situasi konseling yang menunjukkan tujuan
wawancara yang diharapkan dapat dilakukan atau merespon satu sama lain.
XFT Forcing
client to choose and develop topic. Menguatkan konseli untuk memilih dan
mengembangkan topik. Termasuk semua upaya dari konselor untuk menolak yang
menentukan wawancara. Contoh : “Apa yang harus kita bicarakan tentang hari
ini?” atau “ Jadi, bagaimana perasaanmu tentang itu ?”
XDC Directive
Question specific types of questions. Pertanyaan yang menentukan : Tipe
pertanyaan yang spesifik. Menanyakan pertanyaan yang meyakinkan yang
membutuhkan jawaban yang jujur atau asli. Itu tidak termasuk pertanyaan yang
menanyai kembali atau membatasi, mengklarifikasi atau menerangkan kembali
perasaan. Ini termasuk “Apa pendapatmu tentang itu?” “ Berapa umurmu?” “Apakah
mereka tersinggung akan kenyataan bahwa kamu tidak bersikap agresif setelah bekerja?”
itu tidak termasuk “Dan kamu tidak terlalu bahagia dengan itu?” atau “Itu lebih
tidak menyenangkan untukmu bukankah begitu?” terutama ketika beberapa
pertanyaan mengikuti beberapa pernyataan yang serupa.
XND Nondirective
leads and questions. Pernyataan yang diberikan kepada konseli untuk
menyatakan masalah selanjutnya. Ini tidak termasuk bimbingan yang mana
membatasi konseli dalam apa dia bisa menjelaskan tentang masalah atau perasaan
dia tentang itu. Itu termasuk “Beritahu padaku lebih jelas tentang itu” atau
“Apakah kamu mau untuk mengatakan bagaimana perasaanmu tentang itu?” atau “
Bagaimana kabarmu hari ini?” Umumnya tipe bimbingan seperti ini adalah salah
satu yang memberi semangat pernyataan tanpa membatasi respon yang alami kecuali
dalam keadaan yang sangat umum.
Nondirective response-to-feeling categories. Kategori ini berusaha untuk menyatakan kembali perasaan
yang telah diekspresikan oleh konseli, tetapi tidak untuk menafsirkan atau
mengemukakan nasihat, kritik atau saran.
XSA Simple
acceptance. Persetujuan sederhana. “ya”, “Mm-hmmm”,”Itu benar” ( jika tidak
menjawab pertanyaan ) atau menyerupai
respon. Jangan sampai menyindir persetujuan atau kritikan.
XRC Restatement of
content or problem. Menyatakan kembali masalah. Mengulang kembali apa yang
konseli telah katakan tanpa mengklarifikasi atau usaha untuk memperlihatkan
bahwa konselor mengahrgai pernyataan konseli tentang perasaaannya dengan cara
memahaminya.
XCF Clarification
or recognition of feeling. Mengklarifikasi atau pengakuan tentang perasaan.
Pernyataan dari konselor yang menyimpan tentang perasaan dari konseli. “Itu
membuat kamu merasa lebih tergoda” “Kamu menyayangi ibumu tetapi kamu marah
kepada dia memberitahu kamu apa yang harus dilakukan.”
Semidirective response-to-feeling-category.
XIT Interpretation.
Penafsiran. Respon yang mana konselor menggambarkan arah dan hubungan dalam
keterangan yang telah ditampilkan. Kategori ini selalu digunakan ketika
penyebabnya adalah sindiran. “Kamu melakukan ini karena……” jika konselor
mencoba mengatakan “kenapa” walaupun tidak jelas. Konseli akan merasakan
sesuatu, merupakan tafsiran yang penuh perhatian. “Mungkin kamu membuka
perasaan tentang rendah diri.” Saat orang merasa frustasi mereka selalu bertingkah
seperti yang kamu lakukan.”
Directive
conseling categories. Kategori ini
menyatakan secara tidak langsung suatu hubungan dimana konselor mencoba untuk
mengubah atau mempengaruhi ide aau sikap konseli secara cepat.
XIX Giving
information or explanation. Memberikan informasi atau penjelasan. Menjawab
semua pertanyaan tentang psikologi alami atau semua informasi, apapun yang
diakui sebagai fakta yang tidak dapat dipungkiri, semua informasi pribadi
tentang konselor.
XCA Proposing client activity. Mengusulkan kegiatan konseli. Semua pernyataan yang
menyatakan konseli sebaiknya mengambil beberapa tindakan.
XPS Persuasion. Berusaha
meyakinkan konseli bahwa dia sebaiknya menerima pandangan konselor “Tidakkah
kamu pikir itu akan menjadi lebih baik?”
XDE Disapproval
and critism. Kritik dan sindiran. “Kamu perlu menahan dirimu sendiri”
Minor categories. Kategori ini tidak berhubungan dengan masalah utama
konseli.
XEC Ending of the
contact. Semua respon yang merata yang membawa pada akhir pertemuan atau
dengan keadaan untuk pertemuan berikutnya.
XES Ending of the
series. Respon yang mengarah ke akhir dari rangakain wawancara atau ke awal
perasaan konseli, dimana dia merasa tidak perlu pertemuan berikutnya.
XFD Friendly
discussion. Hal yang tidak mengarah ke masalah konseli dan hanya memberi
makna yang benar yang berhubungan antara konseli dengan konselor.
XUN Unclassifiable. Tidak dapat digolongkan. Semua respon yang tidak bisa
digolongkan dalam satu kategori.
Perasaan yang tepat melibatkan tidak hanya kemampuan dari
konselor untuk merasakan dunia pribadi konseli seperti kenyataan dia. Itu juga
melibatkan kemampuan yang lebih tidak hanya kemampuan konselor untuk mengetahui
kemauan konseli. Perasaan yang tepat melibatkan kepekaan konselor untuk
perasaan yang umum dan kemampuan bicara untuk berkomunikasi agar mudah dipahami
yang disesuaikan dengan perasaan konseli (Truax & Carkhuff, 1967).
b.
Interpretasi Tes
Untuk mencapai “client centered“ ini dengan
menggunakan tes, telah diajukan beberapa prosedur inovatif, yaitu: pertama,
tes dilakukan atas keinginan dan permintaan konseli (Super, 1950). Kedua,
konseli berpartisipasi dalam proses pemilihan tes (Bordin & Bixler, 1946).
Konselor menggambarkan jenis-jenis informasi yang akan diperoleh dari berbagai
tes yang tersedia, dan konseli menentukan kebiasaan mana yang ingin dia nilai.
Kemudian, konselor biasanya menentukan tes mana yang paling sesuai dengan
karakteristik psikometrik mereka (norma, relibilitas, validitas). Ketiga,
setelah tes dilakukan dan diskor, konselor melaporkan hasil tes kepada konseli
secara objektif dan tidak dalam bentuk memvonis, serta memberikan respon
terhadap reaksi yang muncul.
Bixler dan Bordin menyimpulkan pendekatan-pendekatan tersebut
sebagai berikut.
1)
Berikan kepada
konseli prediksi statistik sederhana berdasarkan data yang ada.
2)
Izinkan konseli untuk
mengevaluasi prediksi tersebut ketika diterapkan pada dirinya sendiri.
3)
Konselor tetap netral
terhadap data tes dan reaksi konseli.
4)
Memfasilitasi
evaluasi diri konseli dan penentuan keputusan dengan menggunakan
prosedur-prosedur terapeutik.
5)
Menghindari metode
persuasif yang memberikan motivasi adalah data, bukan konselor.
Prosedur-prosedur
Interpretasi Tes pada Konseling Karir
Trait and Factor dan Client Centered
Trait and Factor
|
Client Centered
|
Dimulai dengan presentasi profil tes. Arti dan
implikasi dari skor-skor tes diberikan secara rinci melalui elaborasi verbal konselor.
|
Konselor memulai
dengan mendrong siswa untuk memperhatikan fakta-fakta yang sudah dia miliki,
seperti sikap dan minat, keberhasilan dan kesukaan terhadap berbagai
pelajaran sekolah, pengalaman kerjanya, dan lain-lain.
|
Konselor tidak perlu berusaha untuk menimbulkan respon
dari subjek, meskipun komentar dan saran subjek tidak menakutkan.
Pertanyaan-pertanyaan dijawab; komentar konseli dikenali melalui pendengaran
tentatif yang mencerminkan respon konseli.
|
Ketika evaluasi kemampuan dan minat siswa berlawanan
dengan hasil tes, maka ia diminta untuk memperhatikan masalah-masalah
selanjutnya. Kemudian hasil tes dibandingkan dengan taksiran yang dibuat
berdasarkan fakta non-tes, dengan membahasakan diskrepansi dan kesesuaian
dari dua atau lebih indikasi. Profil lengkap tidak dipresentasikan kepada
siswa, namun hasil-hasil test dipresentasikan satu persatu dalam bnetuk
coret-coretan, ini dilakukan untuk menghindari perhatian yang berlebih pada
data tes.
|
c.
Informasi Pekerjaan
Prinsip yang mendasari penggunaan informasi pekerjaan
dalam konseling karir client centered sama seperti yang mendasari
interpretasi tes. Patterson (1964, p. 453-455) menyebutkan empat prinsip,
yaitu:
1)
“Informasi
pekerjaan dimasukkan dalam proses
konseling jika diketahui ada kebutuhan akan hal ini dari sisi konseli….” Prinsip yang
mendasari prosedur ini adalah konselor menerima konseli sebagai dirinya
sendiri. Kemudian jika konseli meminta sejumlah informasi pekerjaan, konselor
menyediakannya. Konselor tidak semerta-merta memberikan informasi pekerjaan
sampai konseli siap untuk hal ini.
2)
“Informasi
pekerjaan tidak digunakan untuk
mempengaruhi atau memanipulasi konseli….” Konselor dapat saja menyarankan pilihan karir dengan
memberikan informasi pekerjaan, namun dilihat dari sudut pandang konseling
karir client centered, konselor seharusnya tidak membujuk konseli untuk
mempertimbangkan pekerjaan tertentu, prinsipnya adalah tidak menggunakan
informasi pekerjaan secara evaluatif.
3)
“Cara paling objektif
dalam memberikan informasi pekerjaan dan
cara yang akan memaksimalkan inisiatif dan tanggung jawab konseli adalah dengan
mendorong konseli untuk memperoleh informasi dari sumber aslinya, misalnya dari
penerbit, pekerja, orang yang terlibat
dalam pekerjaan.…” Prinsipnya adalah lebih mendorong ketidakbergantungan
konseli melalui asumsinya tentang tanggung jawab pribadi, daripada konselor
mengumpulkan informasi kemudian memberikannya kepada konseli.
4)
“Sikap dan
perasaan konseli terhadap pekerjaan boleh diungkapkan dan ditangani secara
terapeutik”. Konselor tidak hanya memberikan aspek tujuan dari informasi
pekerjaan namun juga arti subjektif dari informasi pekerjaan bagi konseli. Sebagai contoh, pekerjaan yang
diputuskan oleh konseli memiliki dasar yang tidak terbayangkan olehnya mungkin
memiliki arti pribadi yang perlu dibahas oleh konselor bersama konseli dengan
menggunakan teknik-teknik wawancara konseling karir client centered.
Kerangka kerja
konseptual untuk konseling karir client centered hanya menekankan secara
tidak langsung dan dengan penambahan sistem psikoterapi yang lebih umum
(Rogers, 1942-1951). Kemudian Rogers hanya sedikit membicarakan proses
pembuatan keputusan karir, karena ia lebih mengutamakan penyesuaian emosional
sosial dan keberfungsian seseorang. Beberapa konselor client centered
(Aurbuck, 1961; Doley, 1961) membantah bahwa jika konseli menyesuaikan diri
secara psikologis dengan baik, ia akan mampu memecahkan masalah karir apapun
tanpa harus menghadiri konseling karir.
Doley mengatakan
kasus untuk seorang konselor umum, bahwa semua konselor memiliki keterampilan
umum dalam mengembangkan dan mempertahankan hubungan konseling dengan individu
total yang tidak dibatasi dengan wilayah pembicaraan. Tentunya, ada kepercayaan
lama bahwa konselor client centered tidak memperlakukan berbeda antara
konseli yang memiliki masalah pekerjaan dengan konseli yang memiliki masalah
lain. Patterson dan konselor client
centered lain telah menyadari bahwa walaupun penyesuaian pekerjaan dan umum
telah dihubungkan, korelasinya tidak begitu sempurna (Crites:1969), dan dengan
demikian memisahkan fokus pilihan karir dapat disesuaikan.
Selama awal tahun
1940-an, ketika konselor client centered mencoba untuk mensintesiskan
prinsip-prinsip dan prosedurnya dengan teknik-teknik yang dikembangkan,
beberapa eksplorasi pendekatan terhadap konseling karir tradisional yang baru
sedang dibuat. Hal ini menuntut kontroversi yang cukup panas, dimana jasa-jasa
relatif dari orientasi-orientasi “direktif” dan “nondirektif” menjadi perdebatan
keras dan lama, dengan tanpa resolusi cepat daripada eklektisisme yang sulit
yang dikenal sebagai “konseling karir nondirektif” (Hahn dan Kendall, 1947).
Tidak sampai dua dekade kemudian, pernyataan komprehensif dan artikulasi
mengenai konseling karir client centered diformulasikan oleh Patterson
(1964) walaupun difleksibelkan lagi oleh tulisan Super (1950, 1951, 1957)
mengenai self concept dan perkembangan karir. Pada intinya merupakan
konsep Patterson, diperbaharui untuk mencerminkan lebih banyak trend dan
inovasi baru dalam pendekatan ini yang digambarkan dalam menjelaskan posisi client
centered dalam diagnosis, proses dan hasil.
3.
Materi
a.
Diagnosis
Ketika konselor
berasumsi bahwa perilaku meraih informasi yang diperlukan untuk mengumpulkan
sejarah kasus baik konseli tidak dapat menahan perasaan bahwa tanggung jawab
pemecahan masalahnya diambil alih oleh konselor (Rogers, 1951 p 220).
Rogers menolak
perbedaan diagnosis dan berasumsi bahwa semua konseli mengalami masalah sama
kurangnya kesesuaian antara self dan pengalaman. Pernyataan ini ada
ketika “organisme menyadari sensor-sensor tertentu dan pengalaman mendalam yang
secara rutin tidak tersimbolkan dan terorganisis ke dalam struktur struktur gestalt
self” (1951 p. 510). Gambar 8.1 menggambarkan kurangnya kesesuaian, dalam
kasus-kasus membatasi, sebagai lingkaran-lingkaran yang tidak saling
bersinggungan; tidak ada hubungan antara self dan pengalaman.
Jika diaplikasikan
dalam konseling karir, posisi ini berarti bahwa “konseling karir client
centered memperlakukan berbeda dari tipe-tipe konseling lain karena ia
berfokus “terhadap wilayah masalah tertentu dalam hidup individu” dan
memfasilitasi dalam bentuk “penanganan”.
Kelemahan yang serius
dari teori client centered untuk konseling umumnya hanya sedikit
membahas masalah peran informasi dalam membantu konseli, atau jika kita menahan diri terhadap terminologi
teori, peran informasi dalam aktualisasi diri. Tentunya, teori tersebut
berasumsi bahwa individu berinteraksi secara terus menerus dengan lingkungannya
dan membedakan aspek-aspek baru dari lingkungan dalam usaha untuk memenuhi
kebutuhannya.
Tapi informasi yang
mencukupi mengenal diri dan dunia kerja mungkin secara sederhana tidak tersedia
untuk konseli, tanpa pertimbangan apakah ia telah mengasimilasikannya secara
akurat. Kurangnya kesesuaian sebagai implementasi self concept dalam
peran pekerjaan, mungkin dalam pertama, menjadi fungsi kurangnya informasi.
Keputusan diagnosis yang mendahului, bahkan dalam konseling karir client
centered akan tampak atau menjadi masalah konseli merupakan penekanan dari
: 1) kurangnya informasi; atau 2) distorsi informasi (pengalaman).
b.
Hasil
Hasil konseling karir client centered dapat
dibatasi dalam istilah-istilah tertentu yang diterima selama proses interaksi
konselor dengan konseli. Patterson dan Grummon (1974) menyatakan bahwa tujuan
awal konseling atau psikoterapi client centered adalah perkembangan
konseli dalam proses dengan menimbang tujuan akhir yaitu untuk mewujudkan
aktualisasi diri.
Dalam konseling karir client centered bagaimanapun
juga resolusi sukses dari beberapa masalah pendidikan dan vokasional tidak
membutuhkan sebuah organisasi pribadi, lalu, tujuan adalah untuk memfasilitasi
sebuah klarifikasi dan implementasi dari konsep diri pada sebuah
aturan pekerjaan yang kompatibel, dalam poin apapun, konseli berada
dalam perkembangan karir yang kontinu.
Patterson (1964:442) mengutip revisinya Super (1957:197) yaitu ‘vocational
guidance’ sebagai batasan keinginan akan hasil dari konseling karir client-centered.
Vocational guidance adalah proses untuk membantu individu dalam
mengembangkan dan menerima sebuah gambaran yang terintegrasi dari dirinya
sendiri dan aturannya dalam dunia kerja, untuk menguji konsep melawan realitas,
dan mengubahnya ke dalam realita dengan pemuasan pada dirinya dan keuntungan
dalam bermasyarakat.
Hasil dari konseling karir client centered ini
dapat diperlihatkan dengan framework teoretis umum, dimana hubungan
pribadi pada dunia kerja digambarkan. Konseling diefektifkan pada batasan
keinginan hasil konseling karir client-centered.
Patterson (1964: 442) telah mempelajari bahwa pendekatan
konseling karir client centered adalah esensi dari sebuah prilaku yang
lebih baik daripada teknik. Dalam psikoterapi ada tiga perilaku yang harus
mencerminkan karakter konselor client centered yang ideal (Rogers:1957):
1)
Kesesuaian : menjadi asli (genuine) dan terbuka; tidak
memainkan aturan; konselor selalu menjaga dan menerima perasaannya sendiri
dengan ketidakmauan untuk mengadu dan mengekspresikan perasaan dan sikapnya ini
dalam kata-kata atau perilaku (Pattreson,1973:396).
2)
Pemahaman, memandang
wilayah fenomena konseli: berempati.
3)
Penerimaan: memandang konseli dengan positif tanpa syarat; konselor
menerima konseli sebagai individu, selayaknya dia dengan berbagai konflik yang
dimilikinya.
Perilaku konselor ini dikomunikasikan dalam konseling
karir client centered melalui teknik yang berbeda dalam wawancara, tes
interpretasi dan informasi occupational.
Referensi
:
Uman
Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling
Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar