Selasa, 21 April 2020

Pendekatan Konseling Karir Trait and Factor


Pendekatan Konseling Karir Ciri dan Faktor
(Trait and Factor)
Oleh :
Iman Lesmana


Konseling karir ciri dan faktor (trait and factor career counseling) dikenal memiliki latar belakang sejarah pada bidang psikologi yang difokuskan pada identifikasi dan pengukuran perbedaan individu dalam tingkah laku manusia (Anastasi, 1958; Patterson, 1930; Tayler,1965). Teori Ciri dan Faktor merupakan satu dari keseluruhan orientasi dalam proses psikologi vokasional untuk menggambarkan dan menjelaskan pembuatan keputusan karir berdasarkan “kesesuaian individu dengan pekerjaan”. Terbuat dari tiga asumsi atau prinsip:
1.      berdasarkan karakteristik khusus psikologisnya setiap pekerja disesuaikan setepat mungkin pada suatu jenis pekerjaan yang khusus;
2.      kelompok pekerja yang berbeda pekerjaan mempunyai karakteristik psikologi yang berbeda;
3.      berbagai penyesuaian kerja langsung dengan perjanjiannya antara karakteristik pekerja dengan tuntutan kerja.

1.      Model
Model pendekatan konseling karir ini, menurut Parson (1909) lebih menekankan pada tiga hal : a) individu; b) pekerjaan; dan c) hubungan antar keduanya, sehingga Parson dingggap sebagai pelopor yang menggabungkan pengalaman-pengalaman pada perkembangan psikometrik dan okupasionologi yang terbaru. Yang dibuat dalam tes Minnesota yaitu minat, keterampilan manual, persepsi ruang dan lainnya. Kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam informasi pekerjaan yang dipersembahkan oleh US.
Secara filosofis, teori konseling karir trait and factor telah mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu. Secara psikologis nilai ini bermanfaat dalam waktu yang lama untuk prinsip psikologi differensial. Sebagai konsekuensi, ada dua implikasi signifikan untuk model ini. Pertama, hal ini sangat bersifat teoretis daripada pemasukkan proporsi perbedaan individu. trait and factor bisa menyebabkan “dustbowl-empirism suatu keyakinan tunggal dengan pengertian eksplisit dan prediksi statis ini, konsep organisasi atau konstruk hipotesis yang berpusat pada konseli dan pendekatan psikodinamik. Kedua, analisa dan atomistic yang berorientasi ini memberikan contoh yang disebut psikograf dimana profil konseli konseling karir trait and factor lebih skematis atas pemecahan masalah.

a.      Diagnosis
Landasan teori konseling karir trait and factor adalah diagnosis differensial Williamson (1939a, pp. 102-103) dijelaskan sebagai:
suatu proses pemikiran logis atau mengeluarkan dari yang bersangkutpaut dan fakta yang tidak bersangkutpaut. Rumus konsisten mempunyai makna dan pengertian atas konseli serta kecenderungan dengan prognosis atau judgement untuk penyesuaian masa depan yang dibuat oleh klien”.

Untuk menangani masalah diagnosis dalam pembuatan keputusan karir, Williamson (1939b) membanginya ke dalam 4 kategori berikut.
1)      Tidak ada pilihan (No choice), konseli tidak mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya.
2)      Ketidakpastian pilihan (Uncertain choice), konseli ragu atas pilihan karir yang telah ada di pikirannya.
3)      Pilihan tidak bijaksana (Unwise choice), konseli memilih karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya.
4)      Ketidaksesuaian antara minat dan bakat (Discrepancy between interest and aptitudes), yang termasuk kategori ini adalah: (a) bidang pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan bakat konseli; (b) pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan konseli; dan (c) bakat dan minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih.
Untuk memulai diagnosis sebagai bantuan untuk konseling karir dapat dimulai dengan identifikasi masalah konseli. Terdapat tiga kelemahan:            (a) dalam mengklasifikasikan permasalahan konseli hanya menunjukkan 50%; (b) diagnosis ini tidak berdiri sendiri tetapi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori; dan (c) diagnosis ini belum lengkap.
Untuk mengantisipasi masalah-masalah ini, Crites (1969) telah menetapkan sistem diagnosis untuk masalah konseli dalam pemilihan karir yang dapat diandalkan, independensi dan dependensi juga saling melengkapi memberikan kriteria sebuah pengklasifikasian dari sistem pendefinisian dan kategorisasi masalah. Kriteria ini sudah dijelaskan di tabel 8.1 dan untuk menguraikan masalah ada di bagan 8.1.  Prinsip dari sistem tersebut menyatu dengan persetujuan konseli, kesenangannya dan pilihan konseli. Bila konselor memiliki data objektif untuk setiap variabel ini ia dapat memastikan kalsifikasi masalah konseli ke dalam sistem karena katagori tersebut independen dan saling berkaitan. Sistem tersebut bagaimanapun juga terbatas dari variabel yang digunakan sebagai kriteria pengklasifikasian. Ada beberapa masalah konseli dimana harus didiagnosis secara mendasar, berbeda dengan sistem-sistem yang lain dan inilah yang paling menarik dari  pemilihan karir ciri dan faktor.
 Walaupun diagnosis dari sistem ini belum dapat dipastikan, tapi konselor harus mendukung pengklasifikasian masalah konseli. Dampak masalah konseli terhadap pemilihan karir harus dilaporkan sebagai hasil diagnosis. Sebagai contoh dapat diperhatikan pada Tabel  berikut ini.

Skala Pemilihan Karir


1.       Apa pilihan kariermu? Pekerjaan apa yang kamu minati untuk pekerjaan tetap setelah kamu menyelesaikan pendidikan/ pelatihan?
_______________________________________________________________
2.       Tafsirkan derajat kepastian dengan pilihan karir di skala yang ada di bawah ini. Hubungkan (beri tanda seperti menjodohkan dengan garis) dari poin yang isinya seberapa cocok kamu dengan karir yang kamu pilih!
Kepastian Tinggi                                  Aku sedikit bimbang mengenai karir yang aku pilih. Aku tidak mengharapkan untuk merubahnya.
Aku mempunyai rencana untuk masuk kepada pilihan karir tersebut dan menetap disitu.
Kepastian Menengah                          Aku agak ragu/bimbang mengenai karir yang aku pilih.
Benarkah aku sudah membuat pilihan/ keputusan yang tepat.
Kepastian Rendah                               Aku mempunyai  banyak keraguan mengenai karir yang aku pilih.
Aku punya pilihan tetapi kadang aku berpikir dan bertanya-tanya pada diri sendiri apakah ini pilihan karir yang tepat. 



    Proses
Dalam  proses  konseling karir  trait and factor terdapat sejumlah tahapan. Menurut Williamson (1939) ada enam tahap dalam proses konseling karir dalam pendekatan ini yaitu :
1)      Analisis. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari konseli tentang sikap, latar belakang keluarga,  tingkat pendidikan,  minat dan bakat.
2)      Sintesis. Membandingkan dan menyimpulkan data yang telah didapat dari konseli sebagai acuan  dalam teknik studi kasus dan tes profil untuk melihat keunikan dan ciri khas yang di miliki klien.
3)      Diagnosis. Dalam tahap diagnosis menguraikan  karakteristik  dan masalah konseli, dan membandingkan (mencocokan) antara profil individu dengan tingkat pendidikan dan profil standar jabatan.
4)      Prognosis. Mengambil keputusan atas konsekuensi yang akan didapat dari masalah dan kemungkinan untuk penyesuaian dan untuk mengambil alternatif  tindakan yang menjadi pertimbangan konseli.
5)      Konseling atau treatmen. Di sini berupa kerja sama antara konselor dan konseli yang mengarah kepada penyesuaian yang diinginkan oleh konseli pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.
6)      Follow-up, merupakan pengulangan dari tahapan-tahapan sebelumnya yang digunakan sebagai bahan acuan dalam langkah tindak lanjut dalam penyelesaian  masalah yang dihadapi konseli,  juga sebagai usaha dalam mengantisipasi timbulnya masalah baru pada konseli.
Keempat langkah  pertama di atas  hanya di lakukan oleh  konselor sedangkan pada dua tahap terakhir konseli ikut terlibat. Dalam penyelesaian pengambilan keputusan karir oleh konseli ada tiga tahapan yang sama dengan proses yang telah dikemukakan tadi. Tahap pertama, berupa kontak antara konselor dan konseli dimana konseli diwawancara dan mengungkapkan permasalahannya. Konselor mendengarkan, melihat  latar belakang pribadi, dan pendidikannya kemudian memberikan tes kepada konseli sebelum  wawancara yang selanjutnya. Tahap kedua, wawancara dilakukan untuk menafsirkan  tes yang telah dilakukan, dan mengumpulkan berbagai data dari konseli, melalui psikometrik dan demografik konseli,  konselor berperan lebih aktif dibanding konseli. Tahap terakhir, pemberian informasi mengenai pekerjaan. Konselor memberikan informasi tentang pekerjaan yang cocok  dengan ciri dan faktor pada konseli dan tentu saja melihat informasi itu dari sumber yang relevan.
Sebenarnya proses konseling karir trait and factor terbagi dalam tiga wilayah permasalahan: a) latar belakang masalah (kumpulan data diri);    b) pernyataan masalah (menginterpretasikan tes); dan c) resolusi  masalah (informasi pekerjaan).

c.       Hasil
Jika diagnosis dalam konseling karir trait and factor telah akurat dan prosesnya efektif, hasilnya pasti sesuai dengan yang diharapkan. Pemecahan masalah konseli ini dilakukan dengan membatasi dan menggunakan pendekatan tertentu. Dimana ada keraguan di situ ada keputusan; dimana ada ketidaknyataan di situ ada kenyataan. Secara umum hal ini bertujuan agar konseli mampu membuat keputusan karir melalui proses pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Dalam pilihan karir yang sesuai dengan pendidikannya tentu saja dapat diimplementasikan dalam dunia kerja. Satu-satunya pengecualian untuk prognosis mungkin ditangguhkan atau penundaan pilihan selama beberapa waktu. Dalam kasus ini, ada pilihan tetapi secara paradoks bukan untuk membuat pilihan. Ketika perkembangannya dilihat sering terjadi, untuk alasan yang baik,  meskipun ini belum murni konseling karir ciri dan faktor. Contohnya, beberapa pola minat pekerjaan, seperti pelayanan sosial, yang dikembangkan kemudian dibandingkan dengan yang lain, sejak pilihan harus didasarkan pada minat, keputusan karir mungkin ditunda sampai minat benar-benar mengkristal. Menurut data dari Strong (1943: 1955) mengindikasikan bahwa banyak perubahan minat terjadi antar usia 15 dan 18 tahun dan tetap pada usia 21 tahun.
Hasil yang terlihat dari konseling karir ciri dan faktor adalah: a) konseli mampu membuat pilihan secara realistik saat memasuki awal masa dewasa; dan b)  konseli belajar cara membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, pembeda keputusan dan solusi. Williamson (1965: 198) menjelaskan tujuan ini bagian dari penilaian dan kontrol pribadi:
Tugas dari konseling karir ciri dan faktor adalah untuk membantu individu dalam merumuskan sef-understanding dan self management yang sukses dengan membantunya menilai bakat dan  kemampuan yang dimilikinya sebagai syarat dalam perubahan tujuan hidup dan kariernya                         

Berbeda dengan yang telah dijelaskan, Thompson (1954: 535) menjelaskan bahwa pendekatan ini seharusnya tidak hanya membantu konseli untuk membuat keputusan (pilihan karir), tetapi juga harus membantu konseli belajar proses membuat keputusan:
Perhatian konselor vokasional adalah tidak hanya membantu individu untuk segera memecahkan masalah atau segera membuat keputusan; ia juga harus mengetahui bahwa konseling yang efektif harus menghasilkan individu yang lebih baik dan mampu memecahkan masalah di masa yang akan datang
Melihat cara ini, bidang konseling karir trait and factor menjadi luas, tidak hanya isi tetapi juga proses dari pilihan karir. Baik Williamson maupun Thompson berbicara tentang metode konseling, untuk mencapai hasil yang menyeluruh. Pendekatan ciri dan faktor lebih berfokus pada pembuatan pilihan karir konseli secara spesifik sebagai kriteria keberhasilan. 

2.      Metode
Metoda yang digunakan dalam konseling karir trait and factor sebagai refleksi dari pendekatan rasionalistik dan kognitif. Teknik-teknik yang digunakan adalah wawancara, prosedur interpretasi tes dan menggunakan informasi pekerjaan yang selanjutnya akan disusun untuk membantu menyelesaikan masalah konseli dan membantu dalam membuat keputusan karir. Konselor tidak hanya melakukan pengumpulan data dengan sembarang saja tetapi juga harus melakukan teknik-teknik tertentu seperti wawancara yang harus sesuai dengan petunjuk yang ada. Dalam hal ini konselor harus bisa memahami perasaan, emosi dan sikap konseli. Menurut Darley (1950, p.268) wawancara harus bisa mengungkap dan menunjukan perasaan, sikap konseli yang sesungguhnya sehingga konselor bisa memahami dan bisa membantu dalam mengambil keputusan, tentu saja keputusan tersebut sepenuhnya tergantung pada diri konseli sendiri.

a.      Teknik wawancara
Williason (1939) telah mengidentifikasi lima teknik umum yang diajukan untuk konseling karir ciri dan faktor, yaitu sebagai berikut.
Pertama, menciptakan hubungan baik (establishing rapport). Konselor berupaya untuk menumbuhkan kepercayaan konseli, memunculkan kemampuan dan menumbuhkan hubungan baik dengan konseli sehingga ia akan mempercayakan masalah yang dihadapinya pada konselor.
Kedua, mengolah pemahaman diri (cultivating self understanding). Konselor harus berupaya untuk bisa membuat konseli untuk berani mengungkapkan masalah dan memberikan informasi mengenai kemampuan yang ada dalam diri konseli sehingga pemahaman konselor terhadap konseli bisa berlangsung dengan baik.
Ketiga, mempertimbangkan atau merencanakan program tindakan (advising or planning a program of action). Konselor harus mulai memberikan konseling berdasarkan pemahaman individu tersebut. Konselor harus mulai merencanakan program tindakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi konseli.
Keempat, pelaksanaan rencana (carrying out the plan). Membuat perencanaan tindakan yang lebih nyata bagi konseli dengan mulai membuat persiapan dan perencanaan yang kemudian dilaksanakan dalam suatu tindakan.
Kelima, pengalihtanganan (referral). Seorang konselor tidak selalu bisa melakukan konseling sendiri. Adakalanya seorang konselor membutuhkan masukan dan bantuan dari pihak lain yang lebih berkompeten. Untuk itu konselor bisa mengalihtangankan konseli pada ahli yang lebih berkompeten untuk mengatasi masalah yang dihadapi konseli.
Lebih khusus lagi, Darley (1950, p. 266) menyatakan tentang empat prinsip wawancara yang harus dilakukan konselor, yaitu:
1)      Jangan menceramahi atau mematahkan semangat konseli.
2)      Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan batasilah informasi  yang  akan
diberikan pada konseli untuk memberikan kesempatan kepada konseli untuk mencari dan berupaya dengan kemampuan yang dimilikinya.
3)      Yakinkan bahwa konselor tahu tentang apa yang ingin dibicarakan oleh konseli sebelum memberikan informasi atau jawaban.
4)      Yakinkan bahwa sikap konseli bisa dijadikan pegangan untuk membantu pemecahan masalah.
            Teknik-teknik wawancara menurut Darley, adalah sebagai berikut.
1)      Pembukaan wawancara (Opening the interview), diawali dengan memberi salam kepada konseli  dan mempersilahkan untuk duduk kemudian memberikan pertanyaan lugas seperti ”Apa yang ada dalam pikiran anda hari ini?” atau ” apa yang ingin anda bahas?“  atau  “apa yang dapat saya lakukan untuk anda?”.
2)      Mengajukan pertanyaan (Phrasing question), untuk mendapatkan cerita yang mengalir dari konseli, konselor diharapkan tidak mengajukan pertanyaan yang dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Contoh pertanyaannya: “Jadi anda ingin memulai bisnis kecil-kecilan?” merupakan pertanyaan yang kurang efektif dibandingkan pertanyaan “Bagaimana awalnya hingga anda memikirkan untuk berbisnis?”.
3)      Pengalaman konseli (the client’s experiences), perasaan konseli terhadap konselor tidak seluruhnya positif, terutama jika sebelumnya ia telah mengalami hal yang kurang mengenakkan. Ia akan membandingkan antara konselor yang satu dengan konselor lain, baik atau buruknya. Ia akan melakukan penafsiran berdasarkan apa yang telah ia dapatkan dari konselor lain. Untuk itu lebih baik konselor menanyakan apa yang  telah diperolehnya dari konselor lain agar pemberian konseling tidak bertentangan. Di sisi lain hal ini penting mengingat bahwa ia akan menafsirkan apa yang orang lain telah katakan dengan pandangan subyektifnya bukan dari pandangan sisi objektifnya.
4)      Pembicaraan yang berlebihan dari konseli (Overtalking the client). Banyak orang dalam suatu wawancara menemukan kesulitan untuk menyatakan apa yang mereka maksud. Jangan terburu-buru menguasai konseli apabila ia bingung dengan kalimat yang ia maksud. Kesalahan yang sering terjadi pada awal wawancara adalah berbicara lebih cepat dari konseli atau mengalihkan pembicaraan.
5)      Menerima sikap dan perasaan konseli (Accepting the clients attitude and feelings). Terkadang konseli tidak yakin bahwa dengan wawancara dengan dilakukan akan membantunya dalam mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi berbagai macam sikap dan ekspresi akan muncul dengan wawancara. Untuk itu, konselor perlu sesekali mengatakan hal yang mendukungnya untuk terus mengungkapkan apa yang ada dalam pemikirannya. “Saya paham”atau “saya mengerti” atau “ya”.
6)      Mengkaji ulang (Cross-examining). Jangan mengajukan pertanyaan kepada konseli secara terus menerus karena wawancara  bukanlah suatu penelitian yang bersilangan. Tanyakanlah hal yang perlu ketika wawancara berlangsung, jangan menumpuk pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam satu bagian dari wawancara. Ketika pertanyaan dibutuhkan, tempatkanlah pertanyaan-pertanyaan tersebut dan katakanlah dengan sebaik mungkin.
7)      Keheningan dalam wawancara (Silence in the interview). Keheningan diperlukan dalam wawancara baik bagi konselor maupun konseli. Konseli mungkin menggunakannya untuk mencari kata-kata, sedangkan konselor mungkin mencoba mengerti mengenai pembicaraan yang telah mereka lakukan.
8)      Merefleksikan perasaan konseli (Reflecting the client is feeling). Jika konseli sedang mencoba untuk menempatkan perasaan emosinya menjadi kata-kata mungkin akan menjadi proses yang sulit dan kaku. Dia mungkin memiliki perasaan malu atau merasa bersalah terhadap sikapnya atau dia merasa bodoh di mata orang lain. Pada saat itu konselor diharapkan tidak memberikan penilaian moral terhadap sikap konseli.
9)      Mengakui ketidaktahuan (Admitting your ignorance). Jika konseli bertanya tentang sebuah pertanyaan berdasarkan fakta dan kita tidak mempunyai fakta, akan lebih baik untuk mengatakan “saya tidak tahu”, daripada mencoba kesimpulan yang masih samar atau dalam cara lain mencoba menutupi ketidaktahuan. Konseli mungkin mempunyai kepercayaan diri lebih daripada konselor yang tidak ragu-ragu untuk mengetahui ketidaktahuannya. Hal itu akan mendorong konselor untuk mendapatkan fakta-fakta lebih lanjut dan untuk mengatakan kepada konseli kapan  mendapatkannya.
10)  Distribusi waktu bicara (Distribution of talking time). Mungkin kesalahan terbesar dari konselor pemula adalah kecenderungannya untuk berbicara kepada konseli sampai koma. Termasuk wawancara itu sendiri ada tempat tertentu dimana konselor perlu melakukan banyak pembicaraan tapi jika wawancara adalah untuk mempunyai sebuah efek kesuksesan pada klien, ada poin-poin tertentu dimana dia harus banyak melakukan banyak pembicaraan dalam pengembangan pemahaman dirinya membawa sikapnya ke permukaan  dalam memformulasikan rencana aksi. Pembicaraan umum, jika konselor berbicara dengan kesepakatan lebih dari satu setengah waktu, bahwa wawancara akan tidak produktif daripada seorang konseli yang berbicara lebih dari satu setengah waktu.
11)  Perbendaharaan kata dalam wawacara (The vocabulary of interview). Jika ide-ide dan kata melewati ranking konseli, dia tidak akan belajar banyak. Ini berarti bahwa konselor harus membuat keputusan pada level kemampuan verbal dan pemahaman diri kepada siapa dia berbicara. Dia kemudian harus memilih kata-katanya yang sesuai, selalu untuk menjaga kata-kata sesederhana mungkin, dan untuk menjaga ide-ide sejelas mungkin, mengulangi dan mengatakan dengan cara lain ketika penting.
12)  Banyak ide untuk setiap wawancara (The number of ideas for interview). Ini berarti bahwa sejumlah ide dan topik didiskusikan sebaik mungkin pada seluruh wawancara. Masalah yang sama dari sejumlah ide dari setiap wawancara penting ketika ide meliputi kesepakatan dengan sikap emosi, kemarahan, kegagalan, prustasi dan konflik. Ini akan memberi nilai positif saat konselor menginginkan konseli untuk menceritakan semua pikirannya. Jika dengan perhatian simpati yang lebih atau keingintahuan yang berlebihan konselor merangsang konseli untuk mengatakan banyak tentang perasaannya, konseli akan pergi dengan sangat sedikit kemungkinan untuk kembali lagi sejak dia merasakan, perasaan bersalah dan malu untuk diekspos terlalu banyak sebagai orang baru.
13)  Kendali dalam wawancara (Control of the interview). Jika wawancara dilakukan secara berkesinambungan dan hasil akhir yang dapat mendorong ke arah suatu modifikasi perilaku konseli, pewawancara harus dapat mengendalikan proses wawancara tersebut. Ia harus dapat mengarahkan percakapan dalam proses wawancara, atau dari permasalahan yang berlarut-larut. Ini bisa dilakukan tanpa melawan arus yang menyangkut sikap konseli seperti yang telah diungkap dalam kedelapan point diatas. Ungkapan seperti “Kita akan berbicara tentang, ”atau” apa yang akan kita bicarakan? Konselor yang akan mengarahkan percakapan dalam interview.
14)  Hindari kata ganti orang (Avoid the personal pronoun). Secara umum wawancara akan lebih efektif dan akan mengakibatkan suatu percakapan bebas jika pewawancara menghindari  penggunaan kata "Saya" atau "aku" atau sejenisnya. Konseli tidak menanyakan opini pewawancara. Konseli benar-benar menyampaikan opininya berkenaan dengan cara untuk mengkritisi diri konseli sendiri.
15)  Kabar buruk dalam wawancara (Bad news in the interview). Tidak semua fakta harus konselor berikan pada konseli dengan ekspresi yang menyenangkan. Itu tidak baik bila hanya menentramkan hati konseli dengan mengatakan bahwa “semua akan membaik” atau “saya yakin kamu tidak akan mendapatkan masalah dalam mengerjakan ini”.
16)  Penambahan masalah (Additional problem). Kadangkala konseli dalam mengutarakan masalahnya tidak diceritakan seluruhnya pada konselor, sehingga untuk mengetahui permasalahan yang lengkap, konselor dituntut untuk mampu membuat konseli mengungkapkan masalahnya secara lengkap.
17)  Frekuensi pengunjung (The frequent visitor). Ada kelompok yang menyukai untuk mendiskusikan masalah mereka. Mereka akan kembali secara teratur untuk pembicaraan personal dengan konselor.
18)  Membuat batasan dalam wawancara (Setting limits on the interview). Wawancara dijadwal terlebih dahulu, berapa lama wawancara itu dilaksanakan.
19)  Perencanaan tindakan (Plans for action). Pada umumnya konseli akan melengkapi proses pembelajaran tentang dirinya dan dunianya jika ada beberapa hal yang sekiranya harus ia lakukan dari hasil wawancara. Lebih jauh lagi, banyak dari rencana dalam hidup berdasarkan flesibilitas dalam
menjelaskan   sesuatu  tujuan  dari   tindakan   atau   membangun   beberapa
rencana untuk menemukan penyesuaian masalah baru.
20)  Meringkas wawancara (Summarizing the inteview). Sejumlah pelajaran dalam wawancara secara lisan didapat dari cara konseli meringkas wawancara. Ketika konselor melihat waktu yang digunakan habis itu artinya tahapan pekerjaan harus segera diakhiri, dipercepat atau diringkas. Jika mungkin konseli seharusnya melakukan peringkasan “sekarang kita lihat apakah kita bisa menyelesaikan wawancara ini?” atau “katakan pada saya kamu melihat situasi saat ini?” . Ungkapan-ungkapan semacam ini masih digunakan dalam pembicaraan selanjutnya dari konseli.
21)  Mengakhiri wawancara (Ending the interview). Ini bukanlah tugas yang mudah. Ketika suasana terlihat mulai membaik konselor menjadi bersemangat untuk menceritakan tentang dirinya dan minatnya. Wawancara bisa menjadi komunikasi sosial yang buruk karena dapat merusak apa sebagian besar kerja yang baik sebelumnya. Dan alangkah baiknya bila wawancara berakhir pada saat itu. Jenis ungkapan yang menenangkan dapat digunakan pada saat itu “apakah kamu pikir hari ini kita telah melakukan semua pekerjaan?” atau “adakah hal lain yang ingin kamu bicarakan hari ini?”. Ungkapan tadi akan cukup baik untuk mengakhiri suatu wawancara. Dan akan membantu pewawancara untuk meninggalkan kegiatan tersebut. sangatlah penting untuk memperhatikan berbagai situasi untuk mempelajari teknik dalam mengakhiri wawancara ketika waktu yang telah ditetapkan telah habis.

b.     Interpretasi Tes
Teknik wawancara itu. Wiliamson (1939a, pp. 139-142) membaginya ke dalam program tindakan yang meliputi kegiatan berikut:
1)      Menasihati secara langsung (Direct advising), merupakan suatu aktivitas yang menjadikan konselor  mempunyai alasan untuk percaya akan mendorong ke arah masa depan  dan menghindari kegagalan moril yang serius bagi konseli yang dihadapinya.
2)      Bujukan (Persuasion), konselor membujuk konseli memahami implikasi dan hasil diagnosis untuk langkah berikutnya. Konselor  tidak menekankan pilihan konseli tetapi  membujuk konseli untuk  menghindari permasalahan baru.
3)      Penjelasan (Explanation), konselor menyelidiki penafsiran arti dari hasil tes diagnosis dan data non-tes untuk meningkatkan pemahaman konseli tentang hasil dan pilihan mereka. Masing-Masing pilihan karir yang dipertimbangkan oleh konseli secara sistematis ditinjau dan diproyeksikan ke masa depan yang secara psikologis dapat memprediksi kepuasan dan kesuksesan vokasional dalam kedudukan berbeda.
Williamson (1939.1, p. 139) berpendapat bahwa metode ini paling lengkap dan memuaskan. Lebih jauh lagi konselor harus percaya pada keahlian konseli untuk membuat suatu tafsiran konseli terhadap dirinya sendiri dengan melihat hasil tes dan gambaran umum serta rekomendasi dari konseli sebagai bahan pertimbangan konseli.
Prosedur penafsiran tes dalam konseling karir trait and factor memiliki cara khusus, walaupun tidak selalu berkembang. Inisiatif konselor dalam proses yaitu dengan memperkenalkan atau memberikan hasil tes. Biasanya dalam bentuk di atas lembaran kertas yang diberikan kepada konseli dengan beberapa komentar seperti “tes yang telah kamu terima harap dikembalikan lagi”. Beberapa konselor memulai dengan pencarian minat (Super & Crites, 1962). Pola minat berhubungan dengan skor dalam intelegensi, bakat, dan tes prestasi. Yang mendasari prinsip sebagai indikator minat adalah kesesuaian antara kemampuan konseli dengan kenyataan yang ada sebagai dasar dalam memilih karier. Jika ukuran kepribadian juga digunakan, maka mereka dapat menyatukan antara minat dan semua data tentang kemampuan untuk proses akhir.
Hasil tes dapat dihubungkan untuk mempermudah pilihan karir konseli. Konselor memusatkan perhatian pada saat wawancara dalam membuat keputusan. Alternatif mana yang akan dipilih tergantung pada konseli sendiri. Ini adalah keputusan akhir dalam konseling karir ciri dan faktor.

c.       Informasi Pekerjaan
Informasi pekerjaan dalam konseling karir trait and factor dikemukakan oleh Brayfield (1950) yang dibedakan dalam tiga fungsi:
1)      Informasi (Informational). Konselor memberikan informasi kepada konseli seputar pekerjaan untuk memastikan suatu pilihan yang telah dibuat, untuk memutuskan dua buah pilihan yang sama menarik dan cocok, atau hanya meningkatkan pengetahuan konseli tentang pilihan yang realistis.
2)      Penyesuaian kembali (Readjustive). Konselor memperkenalkan informasi pekerjaan agar konseli memiliki suatu dasar nyata untuk menguji suatu pilihan yang tidak sesuai, prosesnya sebagai berikut.
Konselor pertama kali memberikan pertanyaan awal mengenai ciri dari pekerjaan atau bidang yang telah dipilih oleh klien. Kemudian, konselor memberikan informasi akurat yang membuat konseli memperoleh pandangan tentang cara pandang ilusinya yang membuat pikiran atau pekerjaan dan bidang tersebut tidak cocok dengan tujuan kenyataannya.. pada saat ini biasanya konselor dapat mengubah interview menjadi pertimbangan dari dasar yang realistis dimana pilihan pekerjaan yang cocok ditemukan (Brayfield, 1950, p. 218).
3)      Motivasi (Motivational). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk melibatkan konseli secara aktif dalam pengambilan keputusan. Untuk mempertahankan kontak dengan konseli yang bebas hingga mereka bertanggung jawab dengan pilihan mereka, dan menjaga motivasi untuk pilihan apabila kegiatan konseli pada saat ini tidak sesuai dengan tujuan jangka panjangnya.
Christensen (1949) dan Baer dan Roeber (1951) mengembangkan teori Brayfield dengan menambahkan:
1)      Eksplorasi (Exploration). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk membantu konseli mengeksplorasi dunia kerja secara baik dari bidang pekerjaan tersebut.
2)      Keyakinan (Assurance). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk meyakinkan konseli pilihan pekerjaannya cocok atau menghilangkan yang tidak cocok.
3)      Evaluasi (Evaluation). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa keyakinan dan kesinambungan pengetahuan dari konseli tersebut dan pemahamannya dari pekerjaan tersebut atau sejenisnya.
4)      Mengejutkan (Startle). Konselor menggunakan informasi pekerjaan untuk memeriksa apakah konseli menunjukkan tanda-tanda yakin atau tidak setelah melalui beberapa hal.
Baer dan Roeber (1951, p. 426) meneliti bahwa kategori-kategori tersebut untuk     tujuan     dan      penekanan     yang      berbeda    dalam     penggunaan   
informasi    pekerjaan.    Namun     kateori-kategori     tersebut     tidak      selalu

eksklusif. Mereka
tumpang tindih karena satu kategori biasanya mengarah ke yang lain.
Sama seperti dalam pemahaman tes, pelaksanaan konseling karir trait and factor berbeda bagaimana mereka menggunakan informasi pekerjaan. Beberapa cukup memiliki pengetahuan tentang dunia kerja hingga mereka dapat menyampaikannya secara lisan dalm interaksi dengan konseli. Mungkin menyampaikan informasi ini lewat pamplet atau alat lainnya. Yang lain membawa materi tertulis yang dibawa dalam interview bersama konseli mereka. Prosedur ini sering mengubah sifat hubungan, konselor berubah peranan dari rekan kerja atau fasilitator menjadi ahli atau guru dan konseli menjadi siswa. Keadaan in dapat diatasi dengan konseli membaca terlebih dahulu materi sebelum wawancara. Sayangnya, banyak konselor melakukan hal ini hanya agar konseli pergi ke data pekerjaan, agensi konseling atau ke perpustakaan. Membiarkannya tanpa dukungan hubungan konseling dengan para konseli, yang cenderung pasif dan reaktif, tidak mengumpulkan informasi pekerjaan bagi mereka sendiri dan hasilnya tahap pembuatan keputusan karir diabaikan. Walaupun ada konseli yang memiliki inisiatif untuk memperoleh informasi, namun konselor harus terlibat dalam tahapan terakhir yang penting ini.

3.      Materi
Untuk menggambarkan model dan metode konseling karir trait and factor dengan materi kasus yang aktual. Seorang perwakilan konseli dari universitas konseling telah dipilih. Seorang pria berusia 18 tahun Mark. S  melakukan tiga wawancara setiap minggunya dalam waktu sebelum libur natal semester pertamanya. Seperti yang diterapkan dalam lembaga itu, dia dihadapkan dengan interview untuk disposisi. Dia diterima sebagai konselor pekerjaan dan dikirim kepada konselor senior (full time) yang dia temui minggu berikutnya. Materi yang dikumpulkan dalam kasus ini berupa kutipan wawancara, hasil tes, data biografi dan demografi dan seterusnya yang telah diatur menurut model konseling karir ciri dan faktor  yaitu: diagnosis, proses dan hasil. Metode wawancara, interpretasi tes, konseling karir didiskusikan dalam hubungannya dengan model tersebut, yang sebelumnya bermakna bagi penerapan selanjutnya.

a.      Diagnosis
Dalam diagnosis sebagai sebuah contoh konseli yang dikemukakan adalah konseli yang masih ragu dalam pilihan karirnya. Seperti kita ketahui konseli yang ragu membutuhkan dukungan data dalam hal ini dari hasil wawancara dengan konselor dalam rangka meyakinkan dengan keputusan pemilihan karirnya untuk masa depan. Di sini konselor dituntut untuk bisa mengumpulkan data-data pendukung yang kuat sebagai dasar bagi pemilihan keputusan karir konseli. Adapun cara yang ditempuh dalam pengumpulan data melalui wawancara dan disertai tes. Tes-tes tersebut misalnya Meirer Art Judgment Test dan American College Test (ACT), yang berfungsi untuk melihat bakatnya. Konselor harus bisa memperkirakan minat konseli dengan dua alasan, yaitu untuk penegasan pada minat utama konseli dan untuk mengidentifikasi kemungkinan minat lain pada konseli yang tidak sama dengan minat utamanya.
Dalam wawancara konselor harus bisa menggali lebih jauh tentang diri konseli sebagai usaha untuk melengkapi data konseli yang nantinya akan dijadikan acuan dan pendukung dalam penentuan pemilihan keputusan karir. Dengan tujuan akhir konseli mampu menyelesaikan permasalahan pemilihan keputusan karir secara mandiri.

b.     Proses
Dalam prosesnya konselor melakukan wawancara yang diawali dengan tes. Penafsiran tes harus dilakukan oleh konselor untuk melihat kecenderungan minat dan bakat konseli. Skor hasil tes harus dicatat dan dibandingkan dengan hasil tes orang lain yang mempunyai bakat yang sama, jadi disini akan terlihat kemampuan konseli yang sebenarnya. Terkadang konseli bertanya pada konselor, di sini konselor harus bisa meyakinkan konseli pada jalur pilihan karir yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Dalam prosesnya juga konseli dianjurkan untuk mewawancarai seorang figur ahli terkenal dalam bidang yang sesuai dengan bakatnya, dalam rangka mendukung keyakinan pilihan kariernya. Konselor pun bisa mengkombinasikan jalur-jalur karir yang terkait dengan bakatnya. Proses konseling karir berakhir dengan konseli merasa lebih baik dalam arti konseli mampu memilih karir secara tepat sesuai minat dan bakatnya.

c.       Hasil
Setelah melalui proses di atas, hasil yang diharapkan dari konseling karir trait and factor ini adalah perwujudan hasil perencanaan karir konseli untuk masa depan, yang sesuai dengan minat dan didukung pula oleh bakatnya serta memenuhi syarat-syarat dari pekerjaan yang diminatinya.

Referensi  :

Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...