PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING KARIR UNTUK PERGURUAN TINGGI
Oleh :
Iman Lesmana
A. Program Bimbingan dan Konseling Karir di Perguruan
Tinggi
Salah satu tugas pokok dosen dalam melaksanakan perannya
sebagai pendidik adalah memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Bimbingan di
sini dimaksudkan sebagai proses bantuan yang diberikan dosen (sebagai
pembimbing akademik) kepada mahasiswa agar mampu mengembangkan potensi atau
tugas-tugas perkembangannya secara optimal, melalui penciptaan lingkungan
(fisik, psikis, sosial, dan religius)
yang memfasilitasi perkembangan tersebut (Nurihsan & Yusuf, 2006).
Program bimbingan di Perguruan
Tinggi, dalam hal ini di Universitas Pendidikan Indonesia ditujukan agar
mahasiswa memiliki kemampuan intelektual dan profesional, berakhlak mulia
dan berkepribadian yang mantap, sehingga mereka mampu memberikan kontribusi
yang bermakna bagi kemajuan dan kesejahteraan hidup dirinya dan juga orang lain
(masyarakat). Secara sederhana tujuan tersebut dirumuskan ke dalam catur
sukses (empat keberhasilan) mahasiswa, yaitu : 1) sukses pribadi, 2)
sukses sosial, 3) sukses akademik, dan 4) sukses karir.
Khusus untuk sukses karir
menunjukkan bahwa mahasiswa telah memiliki:
1) gambaran yang jelas tentang
lapangan pekerjaan yang akan dimasuki melalui program studi yang diikutinya, 2)
sikap positif terhadap pekerjaan, dan 3) kompetensi yang dipersyaratkan.
1. Karakteristik Mahasiswa
Di tilik dari segi usia, mahasiswa
sudah masuk ke masa dewasa, yaitu salah satu fase perkembangan dalam rentang
kehidupan individu setelah masa remaja. Secara kronologis, masa dewasa dapat
dibagi ke dalam tiga fase, yaitu : (a) dewasa muda (early adulthood, sekitar usia 18 – 40
tahun), (b) dewasa madya (middle adulthood, sekitar usia 40 – 60 tahun),
dan (c) dewasa lanjut (old age, sekitar usia 60 tahun ke atas).
Dilihat dari pembagian masa dewasa
di atas, mahasiswa termasuk kelompok dewasa muda. Masa ini terentang sejak
tercapainya kematangan secara hukum (sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira
usia 40 tahun.
Untuk memahami karakteristik
mahasiswa dapat disimak dari beberapa aspek perkembangan berikut.
a.
Perkembangan Fisik
Biologis
Secara biologis masa dewasa dapat
diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai
dengan pencapaian kematangan fisik dan kesiapan untuk bereproduksi
(berketurunan).
Masa ini (dewasa muda) merupakan
puncak pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dipandang sebagai usia yang
tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in
population). Meskipun pada masa ini
banyak yang mengalami sakit, tetapi jarang sampai parah. Kesehatan fisik masa dewasa muda akan
terpelihara dengan baik, apabila didukung oleh
kebiasaan-kebiasaan yang positif, seperti ; makan yang teratur dan tidak
berlebih-lebihan, tidur teratur, berolah raga, tidak merokok, tidak meminum
minuman keras dan narkoba, serta tidak melakukan hubungan seks di luar nikah (free
sex).
b.
Perkembangan
Psikologis
Dari sisi psikologis, masa dewasa
dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai
dengan kematangan dalam aspek intelektual dan sosio-emosional, seperti : 1)
memiliki kemampuan berpikir yang logis dan realistis; 2) dapat memecahkan
masalah atau mengambil keputusan; 3) memiliki kestabilan emosi (emotional
stability) : tidak lekas marah, sedih, cemas, atau mudah tersinggung; 4)
memiliki sense of reality –kesadaran realitas—yang cukup tinggi :
tidak mudah melamun apabila mengalami
kesulitan, dan tidak mudah frustrasi atau menyalahkan orang lain apabila
menghadapi kegagalan; dan 5) bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
c.
Perkembangan
Sosio-Religius
Terkait dengan aspek ini, masa
dewasa ditandai dengan ciri-ciri: 1) rasa bertanggung jawab –sense of
responsibility—terhadap semua perbuatannya, dan kepeduliannya memelihara
kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan juga orang lain; 2) berperilaku sesuai
dengan tuntutan atau norma agama; 3) memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi
diri dan keluarganya; dan 4) berpartisipasi aktif dalam kehidupan
bermasyarakat.
Terkait dengan karakteristik
mahasiswa ini, Kartadinata dan kawan-kawan (2002 : 15) dalam penelitiannya
mengemukakan bahwa tingkat perkembangan
mahasiswa termasuk kategori individualitas. Kategori ini memiliki ciri-ciri 1)
peningkatan kesadaran individualitas,
2) kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan
ketergantungan, 3) menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain,
4) mengenal eksistensi perbedaan individual, 5) mampu bersikap toleran terhadap
pertentangan dalam kehidupan, 5) membedakan kehidupan internal dan kehidupan
eksternal (di luar dirinya), 6) mengenal kompleksitas diri, dan 7) peduli akan
perkembangan dan masalah sosial. Lebih lanjut, Kartadinata mengemukakan bahwa
ditilik dari aspek tugas-tugas perkembangan, mahasiswa seyogyanya telah mampu
menampilkan sikap dan perilaku sebagai berikut.
Tabel 10
Aspek Tugas dan
Karakteristik Perkembangan Mahasiswa
Aspek Tugas Perkembangan
|
Karakteristik Sikap
dan Perilaku
|
1.
Landasan Hidup religius
|
a.
Mengkaji lebih dalam tentang makna kehidupan beragama.
b.
Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam
berperilaku.
c.
Ikhlas mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan.
|
2.
Landasan Perilaku Etika
|
a.
Menelaah lebih luas tentang nilai-nilai universal dalam
kehidupan dalam kehidupan manusia.
b.
Menghargai keyakinan nilai-nilai sendiri dalam
keragaman nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
c.
Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan
aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko dari keputusan yang diambil.
|
3.
Kematangan Emosi
|
a.
Mengkaji secara objektif perasaan-perasaan diri dan
orang lain
b.
Menyadari atau mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
konsekuensi atas ekspresi perasaan
c.
Mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas,
terbuka dan tidak menimbulkan konflik dan mampu berpikir positif terhadap
kondisi ketidakpuasan
|
Aspek Tugas Perkembangan
|
Karakteristik Sikap dan Perilaku
|
4.
Kematangan
Intelektual
|
a.
Mengembangkan cara-cara pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah berdasarkan informasi/data yang akurat
b.
menyadari pentingnya menguji berbagai alternatif
keputusan pemecahan masalah secara objektif.
c.
Mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar
informasi/data secara objektif serta bermakna bagi dirinya dan orang lain
|
5.
Kasadaran Tanggung jawab Sosial
|
a.
Mengembangkan pola-pola perilaku sosial berdasarkan
prinsip kesamaan (equality)
b.
Menghayati nilai-nilai kesamaan (equality)
sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas.
c.
Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan
dalam berinteraksi dengan orang lain
|
6.
Kesadaran Gender
|
a.
Memperkaya perilaku kolaborasi antar jenis dalam ragam
kehidupan
b.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau
perempuan sebagai dasar dalam kehidupan sosial
c.
Memelihara aktualisasi nilai-nilai kodrati gender dalam
kehidupan sosial
|
7.
Pengembangan Pribadi
|
a.
Mempelajari berbagai peluang pengembangan diri
b.
Meyakini keunikan diri sebagai aset yang harus
dikembangkan secara harmonis dalam kehidupan
c.
Mengembangkan aset diri secara harmonis dalam kehidupan
|
8.
Perilaku Kewirausahaan
|
a.
Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai
tantangan kehidupan
b.
Meyakini nilai-nilai hidup hemat, ulet,
sungguh-sungguh, dan kompetitif sebagai aset untuk mencari hidup mandiri
dalam keragaman dan saling ketergantungan
c.
Memelihara perilaku kemandirian dalam keragaman dan
saling ketergantungan kehidupan
|
9.
Wawasan dan Kesiapan Karir
|
a.
Memperkaya informasi yang terkait dengan perencanaan
dan pilihan karir
b.
Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pilihan
karir sebagai landasan pengembangan karir
c.
Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai
dan kompetensi yang mendukung
|
Aspek Tugas Perkembangan
|
Karakteristik Sikap Dan Perilaku
|
10. Kematangan Hubungan
dengan Teman Sebaya
|
karir
a.
Mengembangkan strategi pergaulan yang lebih intensif
sebagai upaya untuk menjalin persahabatan yang harmonis
b.
Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam persahabatan
dengan teman sebaya
c.
Mengembangkan dan memelihara nilai-nilai pergaulan
dengan teman sebaya yang lebih luas secara bertanggung jawab
|
11. Kesiapan Diri untuk
Menikah dan Berkeluarga
|
a.
Mengkaji secara mendalam norma pernikahan dan kehidupan
berkeluarga
b.
Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan
dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat
c.
Memiliki kesiapan untuk menikah atau berkeluarga dengan
penuh tanggung jawab.
|
Untuk memahami karakteristik
mahasiswa ini dapat pula dihampiri dari aspek orientasi nilai mereka yang
membentuk subkultur, yaitu : vokasional, akademik, kolegiat, politik, dan
non-konformis. Terkait dalam hal ini, Supriadi dkk. (1992 : 268 – 271) telah
melakukan penelitian terhadap 561 mahasiswa dari enam Perguruan Tinggi Negeri
dan swasta di Bandung, yaitu : IKIP, ITB, UNPAD, UNISBA, IAIN, dan UNPAR.
Melalui penelitian ini ditemukan sebagai berikut.
1)
Para mahasiswa
umumnya mempunyai orientasi vokasional yang cukup. Mereka menganggap bahwa dengan belajar di PT mereka
mengharapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak kelak setelah lulus.
2)
Para mahasiswa menganggap bahwa selain untuk menyiapkan diri
memasuki dunia kerja,
PT merupakan tempat belajar dan mengembangkan ilmu. Orientasi akademik mereka
termasuk tinggi.
3)
Para mahasiswa
umumnya mempunyai orientasi kolegiat yang sedang. Ini berarti bahwa jumlah
mahasiswa yang mempunyai orientasi kolegiat yang kuat berimbang dengan mereka
yang orientasi kolegiatnya lemah.
4)
Para mahasiswa
umumnya mempunyai orientasi politik yang cukup tinggi. Mereka memandang PT
merupakan lingkungan yang baik untuk menguji secara kritis masalah-masalah
sosial, dan mereka menganggap bahwa mahasiswa merupakan kekuatan moral dalam
masyarakat.
2. Masalah Karir (Career
Problems) yang Dihadapi Mahasiswa
Masalah karir yang
umumnya dihadapi oleh mahasiswa adalah sebagai berikut.
a.
Belum memiliki
pemahaman yang mantap tentang program studi (Prodi) yang dimasuki.
b.
Program studi yang
dimasuki bukan pilihan sendiri.
c.
Belum memahami jenis
pekerjaan yang cocok dengan kemampuan
sendiri.
d.
Masih bingung untuk
memilih jenis pekerjaan yang sesuai minat atau kemampuan.
e.
Merasa pesimis bahwa
setelah lulus akan mendapat pekerjaan yang diharapkan.
Ciri-ciri populasi
yang memasuki perguruan tinggi yang akan dikemukakan di sini antara lain:
alasan-alasan memilih pendidikan tinggi, budaya mahasiswa, distribusi usia,
hasil-hasil pendidikan, dan latar belakang sosioekonomik mahasiswa.
Alasan memasuki
pendidikan tinggi. Alasan-alasan bagi keputusan itu banyak dan bervariasi.
Ada banyak penelitian yang berkenaan dengan notivasi-motivasi siswa memasuki
perguruan tinggi. Herr & Cramer (1984: 293) mengelompokkan alasan-alasan
tersebut menjadi tiga kategori:
a.
Untuk kepuasan diri. Mahasiswa-mahasiswa yang tergolong kategori ini terutama
mencari identitas pribadi dan pemenuhan diri.
b.
Untuk mengejar
karier. Mahasiswa-mahasiswa
yang tergolong dalam kategori ini memasuki perguruan tinggi terutama karena
alasan-alasan vokasional, yaitu menerima persiapan khusu atau penghargaan yang
diperlukan untuk memasuki profesi atau okupasi khusus atau menyiapkan diri untuk
latihan dan pendidikan yang lebih tinggi. Pengalaman perguruan tinggi dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
c.
Untuk menghindar. Keputusan untuk memasuki perguruan tinggi bagi mahasiswa
ini lebih banyak merupakan penghindaran daripada pengejaran suatu tujuan yang
positif, disadari, dan sungguh-sungguh. Kadang-kadang mereka masuk ke perguruan
tinggi karena untuk menghindari pernikahan atau kalau di luar negeri
menghindari wajib militer.
Dalam kaitannya
dengan bimbingan karir, mahasiswa yang tergolong dalam setiap kategori tersebut
pada akhirnya akan memerlukan bimbingan karir. Yang tergolong kategori pertama,
pada suatu waktu menyadari bahwa walaupun perkembangan pribadi dan peningkatan
jiwa dan semangat merupakan tujuan yang patut dipuji, kebanyakan orang di
masyarakat kita diharapkan dan diwajibkan bekerja. Yang tergolong kategori
kedua bukan tidak jarang menjumpai bahwa pilihan karir yang semula tidak sesuai
dan mencari alternative-alternatif okupasional. Yang tergolong kategori ketiga
pada akhirnya menyadari bahwa orang tidak dapat menangguhkan memilih karir
untuk seterusnya.
Budaya
mahasiswa. Clark & Trow (1966) melihat adanya empat budaya
mahasiswa yang dominan, yaitu kolegiat, vokasional, akademik, dan nonkonformis.
Mahasiswa yang tergolong dalam kategori kolegiat teruatama mengejar kesenangan.
Budaya vokasional terdiri dari mahasiswa yang memandang perguruan tinggi
sebagai suatu jenis latihan di luar jabatan, suatu organisasi mata kuliah dan
kredit yang mengantar pada suatu diploma dan pekerjaan yang lebih baik daripada
yang mungkin diharapkan. Yang mereka kejar adalah keterampilan dan diploma.
Budaya akademik terdiri dari mahasiswa-mahasiswa yang mengejar
pengetahuan. Budaya nonkonformis terdiri dari mahasisa-mahasiswa yang
mencari ide. Mereka adalah mahasiswa yangterlibat dengan ide-ide, dan yang
menggunakan kelompok luar kampus sebagai produk.
Seperti
halnya dengan motivasi memasuki perguruan tinggi , budaya mahasiswa
masing-masing tidak berdiri sendiri. Mahasiswa dapat bergeser dari yang satu ke
yang lainnya dengan relative mudah. Perubahan dalam identifikasi cultural
mahasiswa biasanya membawa serta perubahan-perubahan dalam identifikasi
cultural mahasiswa dan perubahan dalam pemikiran karier, hal ini memerlukan
respon dari para ahli karier.
Distribusi
umur. Pada umumnya populasi yang memasuki perguruan tinggi berumur
antara 18 – 21 tahun. Populasi perguruan tinggi mewakili berbagai taraf
kematangan, pengalaman hidup, eksplorasi okupasional, pengalaman kerja, dan
kelompok variabel lainnya. Tentu saja, tipe kebutuhan bimbingan kariernya juga
bervariasi.
Kelas
sosialekonomik. Terdapat suatu hubungan linier antara penghasilan
keluarga dan kehadiran di perguruan tinggi. bila penghasilan keluarga meningkat,
peluang anak-anak muda untuk memasuki perguruan tinggi juga meningkat, sedang
peluang memasuki sekolah kejuruan menurun. Faktor-faktor sosioekonomik keluarga
ini yang mempengaruhi kehadiran diperguruan tinggi bisa juga mempengaruhi
harapan mahasiswa terhadap perguruan tinggi. secara tradisional, perguruan
tinggi dipandang sebagai alat untuk mobilitas ke atas.
Hasil-hasil
dari bersekolah di perguruan tinggi. kebanyakan orang memilih
pendidikan tinggi karena mereka merasa akan mendapatkan pengembalian pribadi
atau moneter. Akan tetapi, sangat sulit menilai hasil bersekolah di perguruan
tinggi. meskipun beberapa laporan yang saling bertentangan di media masa, cukup
jelas bahwa sebagai kelompok, tamatan-tamanan perguruan tinggi memperoleh
penghasilan yang lebih tinggi daripada tamantan-tamatan SLA.
3. Pertimbangan
Perencanaan Karir
Pertimbangan
perencanaan pertama penyediaan bimbingan dan konseling karir di perguruan
tinggi harus mengakui legitimasi fungsi bantuan karir sebagau suatu bagian yang
bonafide dari keseluruhan kegiatan pendidikan tinggi. Selanjutnya,
lembaga-lembaga ini harus menyediakan tenaga-tenaga terlatih dan
fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menjalankan fungsi bimbingan karier.
Dalam merencanakan
program bimbingan karir di perguruan tinggi, hendaknya disediakan
layanan-layanan yang lengkap. Hale (1974) mengemukakan perbedaan antara tipe
layanan bimbingan karir yang harus tersedia di kampus. Career advising
yang dipandang sebagai pemberian nasihat akademik oleh staf fakultas, yang
menerjemahkan pilihan-pilihan karir ke dalam tujuan-tujuan dan program
pendidikan dan mgnehubungkan kurikula akademik dengan kesempatan karier. Konseling
karir dipersepsi sebagai prosedur psikologis yang digunakan untuk membantu
mahasiswa dalam evaluasi diri dan pengenalan kapabilitas dan minat. Perencanaan
karir di pandang sebagai proses menghubungkan hasil dari evaluasi diri
dengan informasi yang tersedia sekarang tentang dunia kerja. Layanan ini
haruslah membawa kepada suatu sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi.
4. Tujuan-tujuan
Bimbingan Karir
Tujuan-tujuan
bimbingan karir di perguruan tinggi adalah sebagai berikut.
a.
Bantuan dalam memilih
bidang studi. Banyak mahasiswa
baru yang akan mengubah jurusannya paling sedikit satu kali selama mereka di
perguruan tinggi. fenomena ini mungkin berlangsung pada sekitar dua tahun
pertama di perguruan tinggi. setiap perubahan disiplin akademik membawa serta
perubahan sepandan dalam perencanaan karir di mana bimbingan karir harus
memberikan respon.
b.
Bantuan dalam
penilaian diri dan analisis diri. Pilihan-pilihan karir yang sesuai tidak dapat dilakukan oleh
individu-individu yang tidak memiliki ide yang cukup jelas mengenai siapa
dirinya, kelebihan dan kekuarannyannya, apa nilai yang dijungjungnya,
motivasinya, ciri psikologisnya, dan minatnya ke mana. Singkatnya, mahasiswa
harus dibantu menemukan baik identitas pribadi maupun identitas vokosaional
yang kemudian dapat dihubungkan dengan dunia kerja.
c.
Bantuan dalam
memahami dunia kerja. Di tingkat perguruan
tinggi, ada kemungkinan bahwa kebanyakan mahasiswa akan meiliki pemahaman yang
luas dan mendalam tentang struktur okupasional. Akan tetapi, banyak mahasiswa
mungkin perlu bantuan dalam eksplorasi segmen khusus dari struktur itu yang
secara pribadi relevan (misalnya, pekerjaan apa yang berhubungan dengan jurusan
tertentu? Bagaimana harapan pekerjaan dalam suatu bidang okupasional khusus?
Bagaimana harapan pekerjaan dalam suatu bidang okupasional khusus? Kesempatan
apa yang tersedia dalam bidang yang dipilih?).
d.
Bantuan dalam
pengambilan keputusan. Informasi, baik
tentang diri ataupun tentang sesuatu di luar diri (yaitu pilihan-pilihan
karier), hanya sedikit manfaatnya jika diproses secara efektif. Informasi
seperti itu harus diterjemahkan ke dalam tujuan karir jangka pendek dan jangka
panjang dan kemudian dites dalam realitas. Secara ideal, rencana pribadi
haruslah konsisten dengan yang telah dikumpulkan.
e.
Bantuan memasuki dunia
kerja. Penempatan, dalam
arti luas lebih dari sekedar upaya menghubungkan mahasiswa yang mencari
pekerjaan dengan pekerjaan yang tersedia. Penempatan terdiri dari serangkatian
layanan yang dimaksudkan untuk membantu mahasiswa memasuki dunia kerja. Dalam
salah salah satu survei tentang kebutuhan mahasiswa yang akan menamatkan studi,
empat dari lima kebutuhan utama yang dinyatakan berhubungan dengan tipe
aktivitas ini, yaitu: menulis resume, mendapatkan infromasi tentang pendidikan
pascasarjana dan beasiswa, memasuki pendidikan pascasarjana, dan mencari
pekerjaan.
f.
Bantuan dalam
menemukan kebutuhan-kebutuhan unik berbagai sub populasi. Di antara sub-sub populasi ini adalah minoritas yang
kelihatan (misalnya orang Cina, India, Arab, dan sebagainya) dan minoritas yang
kurang jelas kelihatan (misalnya mahasiswa yang homo atau lesbian), mahasiswa
asing, mahasiswa laki-laki dan perempuan, serta mahasiswa tertentu dari jurusan
tertentu yang mungkin membutuhkan layanan yang berbeda. Kampus-kampus hendaknya
menyediakan program yang dimaksudkan untuk menemukan kebutuhan bimbingan karir
bagi kelompok seperti itu, sejauh kebutuhan ini menyimpang dari yang biasa.
Pada dasarnya,
perguruan tinggi telah menggunakan empat pendekatan utama dalam pemberian
bimbingan karier: a) mata-mata kuliah, lokakarya, dan seminar yang memberikan
pengalaman kelompok berstruktur dalam perencanaan karier; b) aktivitas
bimbingan kelompok yang biasanya kurang berstruktur dan menekankan pada aspek
yang lebih efektif dari perkembangan manusia dan karier; c) kesempatan
konseling individual yang beraksentuasi pada berbagai orientasi teoretis
terhadap karier; dan d) program penempatan yang merupakan puncak dari proses
perencanaan dan pengambilan keputusan karir
(Herr & Cramer, 1984: 300).
B. Program Bimbingan dan Konseling Karir untuk Orang
Dewasa
Program bimbingan karir untuk orang dewasa identik dengan
bantuan bimbingan karir di tempat kerja. Sebenarnya, berbagai tekanan dari luar
tempat kerja dan tumbuhnya kesadaran bahwa pengelolaan karir yang baik juga
merupakan hal yang baik dan telah membawa kepada peningkatan pada perencanaan
dan perkembangan karir (Herr & Cramer, 1984: 315). Pelaksanaan persamaan
kesempatan kerja, desakan berkaitan jenjang karier, dan desakan lainnya
mendorong perlunya program bimbingan karir untuk mereka.
Hall
(Herr & Cramer, 1984: 315) menunjukkan secara sistematis keuntungan timbal
balik dari perhatian organisasi dan individual serta perkembangan karier. Sejak beberapa tahun yang lalu minat di
antara organisasi dalam program yang ditujukan untuk memajukan perkembangan
karir karyawannya makin meningkat saja. Beberapa survai akhir-akhir ini telah
dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gelora
popularitas ini. Dari sudut pangan pengelolaan program perencanaan an
perkembangan karir mempunyai beberapa tujuan.
Dalam
kaitan dengan pengembangan karir dalam organisasi, terdapat beberapa unsur yang
mempengaruhi semua upaya untuk mengimplementasikan program yang berhasil. Unsur
lainnya tumbuh dari proliferasi program yang serampangan dan tidak sistematis
beberapa tahun yang lalu dan dari upaya menerjemahkan konsep, pronsip, dan
praktek secara langsung konteks tradisional konseling karir ke dalam organisasi
perusahaan besar.
Beberapa
organisasi menolak mensponsori program-program perencanaan karir kerena
khawatir akan menciptakan harapan-harapan promosi yang tidak realistic dai
antara karyawan-karyawan. Namun seberapa jauh keberadaan fenomena ini belum
begitu jelas. Untuk menghindari harapan-harapan yang tidak realistic mungkin
bisa dilakukan dengan hanya menyediakan informasi yang realistik dan mutakhir
tentang kesempatan-kesempatan karier. Hall dan Lerner (1980) telah menyarankan
bahwa informasi relaistik tentang kesempatan-kesempatan promosi disertai umpan
balik realistic tentang potensi akan mengurangi masalah harapan karir yang
tidak realistic.
Meningkatnya
perhatian pada perkembangan
karir orang dewasa
tidaklah mengagetkan bila membawa kepada
kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara individu kaitannya dengan apa yang
mereka butuhkan. Campbell dan Cellini (1981) mengembangkan suatu taksonomi
diagnostic tentang masalah karir orang dewasa yang meliputi empat tugas umum,
atau tipe dari masalah yang berlangsung sepanjang tahap perkembangan. Tugas ini
mencakup pengambilan keputusan karier, implementasi rencana karier, daya guna
organisasi dan adaptasi organisasi. Setiap kategori pokok ini selanjutnya
terbagi lagi menjadi tipe-tipe masalah yang lebih khusus yang orang-orang
dewasa mungkin hadapi.
Pemeriksaan
program-program perencanaan dan pengembangan karir dalam organisasi-organisasi
menyarankan bahwa hanya sedikit pengakuan akan keragaman dan kompleksitas dalam
masalah karir orang dewasa. Walaupun strategi-strategi dan teknik-teknik
mungkin bervariasi, kebanyakan program tujuan utamanya membantu karyawan-
karyawan memperoleh kompetensi-kompetensi perencanaan karir dasar yang sama
(yaitu, penilaian diri, eksplorasi diri, menetapkan tujuan, dan perencanaan).
Bagi banyak karyawan, terutama mereka yang berada pada tahap awal dalam
kariernya yang sebenarnya belum memperoleh perencanaan karier, pendekatan ini
sangat bermakna. Bagi yang lainnya, yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang
berbeda, dapat tidak memperoleh makna itu; misalnya, mereka yang sebelumnya
telah memiliki pengalaman kerja mungkin telah mencapai kompetensi yang
memuaskan dalam perencanaan karier. Kebutuhan-kebutuhan individual dan
institusional berubah karena waktu dan organisasi-organisasi harus mampu
memberikan respons yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan ini dan menentang
memberikan suatu pemecahan baku terhadap masalah-masalah yang berbeda.
Implikasinya adalah bahwa langkah penting dalam menentukan program perencanaan
dan pengembangan karir ialah menganalisis secara seksama kebutuhan-kebutuhan
orang-orang yang dituju.
Hal
yang pokok dari suatu pendekatan komprehensif dalam perencanaan dan
pengembangan karir adalah penilaian diri (self-ap-praisal). Ini mencakup
pemeriksaan ketermpilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang berkaitan
dengan pekerjaan melalui penggunaan tes-tes, simulasi-simulasi kerja, atau
latihan-latihan, berstruktur yang mendatangkan estimasi-estimasi diri. Metode
apapun yang digunakan karyawan-karyawan yang berpartisipasi dalam
program-program perencanaan karir biasanya didorong untuk meninjau
ketermpilan-keterampilannya dan, selain memperhatikan kelebihan-kelebihannya,
juga mengidentifikasi keterampilan-keterampilannya yang perlu ditingkatkan.
Hal
penting lainnya yang diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan karir adalah
upaya penyediaan informasi karir yang relevan. Ini terutama penting bagi
orang-orang dewasa. Herr dan Cramer (1984) telah menyarankan bahwa dalam menilai
pengalamannya sebelumnya, kebanyakan orang dewsa mungkin lebih menyadari
nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan, keterampilan-keterampilan, kemampuan mencari
bantuan perencanaan karier. Maka dari itu, informasi karir mungkin lebih
dibutuhkan daripada aspek perencanaan karir lainnya.
Salah
satu dari ironi-ironi tentang program-program yang dimaksudkan untuk memajukan
perkembangan karir ialah bahwa karyawan didorong untuk melihat pekerjaan dari
perspektif “life spa”, menetapkan tujuan-tujuan jangka panjang dan
jangka pendek serta menurunkan rencana-rencana untuk mencapainya, namun
sedikit, jika memantau keberhasilan (atau kegagalan) akhir dari upaya-upayanya.
Terdapat banyak sekali faktor yang berada di luar pengawasan individu sehingga
akan tetap tidak berubah sepanjang waktu. Karena itu, masalahnya bagaimana
menghadapi rintangan-rintangan yang tak dapat dielakan itu? Secara ideal,
sistem pengembangan karir yang terintegrasi dan terkoordinasi dapat memasukkan
metode-metode yang mencakup peninjauan kembali tujuan-tujuan dan
rencana-rencana karyawan semula atas dasar perubahan keadaan-keadaan organisasi
dan ciri-ciri pribadi, rintangan-rintangan yang dijumpai dan bagaimana
mengatasinya, apa yang dipelajari, dan bagaimana kesemua ini dapat
diinformasikan dalam penentuan tujuan dan perencanaan yang akan datang.
Popularitas
program-program perencanaan dan pengembangan karir akhir-akhir ini dalam
organisasi-organisasi menggambarkan kemenangan maksud baik atas penelitian
seksama. Beberapa tahun yang lalu Super dan Hall (1978 : 360) menunjukan bahwa
“dalam memandang sejumlah besar aktivitas latihan di industri, terutama yang
dicurahkan pada perencanaan karier, mengecewakan karena begitu sedikitnya
penelitian yang diterbitkan mengenai keefektifannya”. Cairo (1983) dalam
tujuannya yang lebih mutakhir mempunyai kesimpulan yang sama dan selanjutnya
mengusulkan evaluasi-evaluasi program yang disusun secara lebih seksama.
Walaupun permintaan akan upaya jenis ini umum dalam hubungan dengan
intervensi-intervensi perencanaan dan pengembangan karier, absennya
evaluasi-evaluasi program dalam organisasi-organisasi adalah jenis (Leibowitz
& Schlossberg). Jelas bahwa evaluasi-evaluasi program yang lebih baik dan
lebih banyak sangat dibutuhkan guna memeriksa secara seksama efek-efek dari
uapaya-upaya kita.
Tahap-tahap
karir. Schein (1978) membagi
siklus kehidupan karir menjadi empat tahap: entry, socialization, midcareer,
dan late career.
Tugas-tugas tahap
entry, terdiri atas :
1.
Membuat pilihan
okupasional pendahuluan yang akan menentukan jenis pendidikan dan latihan yang
diikuti.
2.
Mengembangkan suatu
citra okupasi atau organisasi yang dapat berfungsi sebagai jalan ke luar dari
bakat-bakat, nilai-nilai, dan ambisi-ambisi seseorang.
3.
Mempersiapkan diri
untuk karir awal melalui “sosialisasi antisipatoris”, agar dapat mengembangkan
apa yang orang pandang sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang diperlukan bagi
keberhasilan dalam okupasi yang dipilih.
4.
Menghadapi
realitas-realitas dari penemuan pekerjaan pertama.
Tugas-tugas Tahap
Sosialisasi, antara lain :
1.
Menerima realitas
organisasi insane (misalnya, mengahadapi orang-orang, berkomunasi).
2.
Menghadapi penolakan
akan perubahan.
3.
Belajar bagaimana
bekerja; menanggulangi organisasi terlalu banyak atau terlalu sedikit dan
terlalu banyak atau terlalu sedikit pembatasan pekerjaan.
4.
Menghadapi atasan dan
menguraikan sistem ganjaran-belajar bagaimana memperoleh kemajuan.
5.
Menempatkan diri
dalam organisasi dan mengembangkan identitas.
Tugas-tugas Tahap
Mid-Career, terdiri atas :
1.
Menemukan career
anchors (”career anchor”) adalah suatu konsep diri okupasional sebagai
hasil dari persepsi diri dalam hal bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan,
persepsi diri dalam hal motif-motif, dan kebutuhan-kebutuhan, dan persepsi diri
dalam hal sikap-sikap dan nilai-nilai untuk memandu, mendesak, menstabilkan,
dan menintegrasikan karir orang itu). Lima career anchors telah
diidentifikasi; empat lainnya dihipotesiskan.
2.
Kompetensi
teknis/fungsional
3.
Kompetensi manajerial
4.
Keamanan dan
stabilitas
5.
Otonomi
6.
Kreativitas
7.
Identitas dasar
8.
Layanan terhadap
orang-orang lain.
9.
Kekuasaan, pengaruh,
dan kontrol.
10. Keragaman.
11. Spesialisasi dan generalisasi
Tugas-tugas Tahap
Late-Career, terdiri atas :
1.
Menjadi mentor.
2.
Pencapaian
keseimbangan yang tepat dari keterlibatan dalam pekerjaan, keluarga dan
perkembangan diri.
3.
Mengundurkan diri dan
pensiun.
Tahap-tahap
siklus kehidupan karir diatas secara potensial merupakan suatu dasar teoretis
bagi program-program pengembangan karier.
Suatu konsep yang dikembangkan oleh the national
center for research in vocational education (Miller, 1984) berisi tujuh
komponen pengembangan karir orang dewasa. Pada setiap komponen terdapat
serangkaian kompetensi khusus, dan komponen ini dapat membantu para praktisi
mengembangkan atau menyempurnakan program. Ketujuh komponen pengembangan karir
tersebut adalah sebagai berikut.
1.
Mengembangkan dan
menerapkan keterampilan-keterampilan menanggulangi transisis karir.
2.
Mengembangkan
komitmen kepada dan rasa memiliki karirnya sendiri.
3.
Mengembangkan dan
menerapkan keterampilan pengambilan keputusan karir.
4.
Mengidentifikasi dan
memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk memasuki okupasi tertentu.
5.
Mengembangkan dan
menerapkan keterampilan karir.
6.
Mengembangkan dan menerapkan
keterampilan untuk menyesuaikan diri sekaligus mempertahankan prestasi dalam
situasi kerja, dan
7.
Mengembangkan dan
menerapkan keterampilan perencanaan pensiun.
Referensi :
Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan.
Bandung : Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar