Senin, 20 April 2020

Program BK Karir di Perguruan Tinggi


PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING KARIR UNTUK PERGURUAN TINGGI


Oleh :
Iman Lesmana



A. Program Bimbingan dan Konseling Karir di Perguruan Tinggi
            Salah satu tugas pokok dosen dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik adalah memberikan bimbingan kepada mahasiswa. Bimbingan di sini dimaksudkan sebagai proses bantuan yang diberikan dosen (sebagai pembimbing akademik) kepada mahasiswa agar mampu mengembangkan potensi atau tugas-tugas perkembangannya secara optimal, melalui penciptaan lingkungan (fisik, psikis,  sosial, dan religius) yang memfasilitasi perkembangan tersebut (Nurihsan & Yusuf, 2006).
            Program bimbingan di Perguruan Tinggi, dalam hal ini di Universitas Pendidikan Indonesia ditujukan agar mahasiswa memiliki kemampuan intelektual dan profesional, berakhlak mulia dan berkepribadian yang mantap, sehingga mereka mampu memberikan kontribusi yang bermakna bagi kemajuan dan kesejahteraan hidup dirinya dan juga orang lain (masyarakat). Secara sederhana tujuan tersebut dirumuskan ke dalam catur sukses (empat keberhasilan) mahasiswa, yaitu : 1) sukses pribadi, 2) sukses sosial,          3) sukses akademik, dan 4) sukses karir.
            Khusus untuk sukses karir menunjukkan bahwa mahasiswa telah memiliki:     1) gambaran yang jelas tentang lapangan pekerjaan yang akan dimasuki melalui program studi yang diikutinya, 2) sikap positif terhadap pekerjaan, dan 3) kompetensi yang dipersyaratkan.

1. Karakteristik Mahasiswa
            Di tilik dari segi usia, mahasiswa sudah masuk ke masa dewasa, yaitu salah satu fase perkembangan dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Secara kronologis, masa dewasa dapat dibagi ke dalam tiga fase, yaitu : (a) dewasa muda  (early adulthood, sekitar usia 18 – 40 tahun), (b) dewasa madya (middle adulthood, sekitar usia 40 – 60 tahun), dan (c) dewasa lanjut (old age, sekitar usia 60 tahun ke atas).
            Dilihat dari pembagian masa dewasa di atas, mahasiswa termasuk kelompok dewasa muda. Masa ini terentang sejak tercapainya kematangan secara hukum (sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun.
            Untuk memahami karakteristik mahasiswa dapat disimak dari beberapa aspek perkembangan berikut.

a.      Perkembangan Fisik Biologis
            Secara biologis masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan fisik dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan).   
            Masa ini (dewasa muda) merupakan puncak pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dipandang sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in population).  Meskipun pada masa ini banyak yang mengalami sakit, tetapi jarang sampai parah.       Kesehatan fisik masa dewasa muda akan terpelihara dengan baik, apabila didukung oleh  kebiasaan-kebiasaan yang positif, seperti ; makan yang teratur dan tidak berlebih-lebihan, tidur teratur, berolah raga, tidak merokok, tidak meminum minuman keras dan narkoba, serta tidak melakukan hubungan seks di luar nikah (free sex).
b.     Perkembangan Psikologis
            Dari sisi psikologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan kematangan dalam aspek intelektual dan sosio-emosional, seperti : 1) memiliki kemampuan berpikir yang logis dan realistis; 2) dapat memecahkan masalah atau mengambil keputusan; 3) memiliki kestabilan emosi (emotional stability) : tidak lekas marah, sedih, cemas, atau mudah tersinggung; 4) memiliki sense of reality –kesadaran realitas—yang cukup tinggi : tidak  mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak mudah frustrasi atau menyalahkan orang lain apabila menghadapi kegagalan; dan 5) bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.

c.       Perkembangan Sosio-Religius
            Terkait dengan aspek ini, masa dewasa ditandai dengan ciri-ciri: 1) rasa bertanggung jawab –sense of responsibility—terhadap semua perbuatannya, dan kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan juga orang lain; 2) berperilaku sesuai dengan tuntutan atau norma agama; 3) memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya; dan 4) berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
            Terkait dengan karakteristik mahasiswa ini, Kartadinata dan kawan-kawan (2002 : 15) dalam penelitiannya mengemukakan  bahwa tingkat perkembangan mahasiswa termasuk kategori individualitas. Kategori ini memiliki ciri-ciri 1) peningkatan kesadaran individualitas,     2) kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan, 3) menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, 4) mengenal eksistensi perbedaan individual, 5) mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan, 5) membedakan kehidupan internal dan kehidupan eksternal (di luar dirinya), 6) mengenal kompleksitas diri, dan 7) peduli akan perkembangan dan masalah sosial. Lebih lanjut, Kartadinata mengemukakan bahwa ditilik dari aspek tugas-tugas perkembangan, mahasiswa seyogyanya telah mampu menampilkan sikap dan perilaku sebagai berikut.

Tabel 10
Aspek Tugas dan Karakteristik Perkembangan Mahasiswa

Aspek Tugas Perkembangan
Karakteristik Sikap dan Perilaku
1.       Landasan Hidup religius

a.       Mengkaji lebih dalam tentang makna kehidupan beragama.
b.       Menghayati nilai-nilai agama sebagai pedoman dalam berperilaku.
c.        Ikhlas mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan.
2.       Landasan Perilaku Etika


a.       Menelaah lebih luas tentang nilai-nilai universal dalam kehidupan dalam kehidupan manusia.
b.       Menghargai keyakinan nilai-nilai sendiri dalam keragaman nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
c.        Berperilaku atas dasar keputusan yang mempertimbangkan aspek-aspek nilai dan berani menghadapi resiko dari keputusan yang diambil.
3.       Kematangan Emosi
a.       Mengkaji secara objektif perasaan-perasaan diri dan orang lain
b.       Menyadari atau mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan konsekuensi atas ekspresi perasaan
c.        Mengekspresikan perasaan dalam cara-cara yang bebas, terbuka dan tidak menimbulkan konflik dan mampu berpikir positif terhadap kondisi ketidakpuasan



Aspek Tugas Perkembangan
Karakteristik Sikap dan Perilaku
4.       Kematangan  Intelektual

a.       Mengembangkan cara-cara pengambilan keputusan dan pemecahan masalah berdasarkan informasi/data yang akurat
b.       menyadari pentingnya menguji berbagai alternatif keputusan pemecahan masalah secara objektif.
c.        Mengambil keputusan dan pemecahan masalah atas dasar informasi/data secara objektif serta bermakna bagi dirinya dan orang lain

5.       Kasadaran Tanggung jawab Sosial


a.       Mengembangkan pola-pola perilaku sosial berdasarkan prinsip kesamaan (equality)
b.       Menghayati nilai-nilai kesamaan (equality) sebagai dasar berinteraksi dalam kehidupan masyarakat luas.
c.        Memelihara nilai-nilai persahabatan dan keharmonisan dalam berinteraksi dengan orang lain
6.       Kesadaran Gender
a.       Memperkaya perilaku kolaborasi antar jenis dalam ragam kehidupan
b.       Menjunjung tinggi nilai-nilai kodrati laki-laki atau perempuan sebagai dasar dalam kehidupan sosial
c.        Memelihara aktualisasi nilai-nilai kodrati gender dalam kehidupan sosial
7.       Pengembangan Pribadi

a.       Mempelajari berbagai peluang pengembangan diri
b.       Meyakini keunikan diri sebagai aset yang harus dikembangkan secara harmonis dalam kehidupan
c.        Mengembangkan aset diri secara harmonis dalam kehidupan
8.       Perilaku Kewirausahaan

a.       Memperkaya strategi dan mencari peluang dalam berbagai tantangan kehidupan
b.       Meyakini nilai-nilai hidup hemat, ulet, sungguh-sungguh, dan kompetitif sebagai aset untuk mencari hidup mandiri dalam keragaman dan saling ketergantungan
c.        Memelihara perilaku kemandirian dalam keragaman dan saling ketergantungan kehidupan
9.       Wawasan dan Kesiapan Karir

a.       Memperkaya informasi yang terkait dengan perencanaan dan pilihan karir
b.       Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pilihan karir sebagai landasan pengembangan karir
c.        Mengembangkan dan memelihara penguasaan perilaku, nilai dan kompetensi yang mendukung
Aspek Tugas Perkembangan
Karakteristik Sikap Dan Perilaku


10.    Kematangan Hubungan dengan Teman Sebaya

karir

a.       Mengembangkan strategi pergaulan yang lebih intensif sebagai upaya untuk menjalin persahabatan yang harmonis
b.       Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam persahabatan dengan teman sebaya
c.        Mengembangkan dan memelihara nilai-nilai pergaulan dengan teman sebaya yang lebih luas secara bertanggung jawab
11.    Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga

a.       Mengkaji secara mendalam norma pernikahan dan kehidupan berkeluarga
b.       Meyakini nilai-nilai yang terkandung dalam pernikahan dan berkeluarga sebagai upaya untuk menciptakan masyarakat yang bermartabat
c.        Memiliki kesiapan untuk menikah atau berkeluarga dengan penuh tanggung jawab.

            Untuk memahami karakteristik mahasiswa ini dapat pula dihampiri dari aspek orientasi nilai mereka yang membentuk subkultur, yaitu : vokasional, akademik, kolegiat, politik, dan non-konformis. Terkait dalam hal ini, Supriadi dkk. (1992 : 268 – 271) telah melakukan penelitian terhadap 561 mahasiswa dari enam Perguruan Tinggi Negeri dan swasta di Bandung, yaitu : IKIP, ITB, UNPAD, UNISBA, IAIN, dan UNPAR. Melalui penelitian ini ditemukan sebagai berikut.
1)      Para mahasiswa umumnya mempunyai orientasi vokasional yang cukup. Mereka menganggap  bahwa dengan belajar di PT mereka mengharapkan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak kelak setelah lulus.
2)      Para    mahasiswa    menganggap   bahwa   selain   untuk   menyiapkan   diri
memasuki dunia kerja, PT merupakan tempat belajar dan mengembangkan ilmu. Orientasi akademik mereka termasuk tinggi.
3)      Para mahasiswa umumnya mempunyai orientasi kolegiat yang sedang. Ini berarti bahwa jumlah mahasiswa yang mempunyai orientasi kolegiat yang kuat berimbang dengan mereka yang orientasi kolegiatnya lemah.
4)      Para mahasiswa umumnya mempunyai orientasi politik yang cukup tinggi. Mereka memandang PT merupakan lingkungan yang baik untuk menguji secara kritis masalah-masalah sosial, dan mereka menganggap bahwa mahasiswa merupakan kekuatan moral dalam masyarakat.

2.  Masalah Karir (Career Problems) yang Dihadapi Mahasiswa
Masalah karir yang umumnya dihadapi oleh mahasiswa adalah sebagai berikut.
a.      Belum memiliki pemahaman yang mantap tentang program studi (Prodi) yang dimasuki.
b.      Program studi yang dimasuki bukan pilihan sendiri.
c.       Belum memahami jenis pekerjaan yang cocok dengan  kemampuan sendiri.
d.     Masih bingung untuk memilih jenis pekerjaan yang sesuai minat atau kemampuan.
e.      Merasa pesimis bahwa setelah lulus akan mendapat pekerjaan yang diharapkan.
Ciri-ciri populasi yang memasuki perguruan tinggi yang akan dikemukakan di sini antara lain: alasan-alasan memilih pendidikan tinggi, budaya mahasiswa, distribusi usia, hasil-hasil pendidikan, dan latar belakang sosioekonomik mahasiswa.
Alasan memasuki pendidikan tinggi. Alasan-alasan bagi keputusan itu banyak dan bervariasi. Ada banyak penelitian yang berkenaan dengan notivasi-motivasi siswa memasuki perguruan tinggi. Herr & Cramer (1984: 293) mengelompokkan alasan-alasan tersebut menjadi tiga kategori:
a.      Untuk kepuasan diri. Mahasiswa-mahasiswa yang tergolong kategori ini terutama mencari identitas pribadi dan pemenuhan diri.
b.      Untuk mengejar karier. Mahasiswa-mahasiswa yang tergolong dalam kategori ini memasuki perguruan tinggi terutama karena alasan-alasan vokasional, yaitu menerima persiapan khusu atau penghargaan yang diperlukan untuk memasuki profesi atau okupasi khusus atau menyiapkan diri untuk latihan dan pendidikan yang lebih tinggi. Pengalaman perguruan tinggi dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan dan bukan sebagai tujuan itu sendiri.
c.       Untuk menghindar. Keputusan untuk memasuki perguruan tinggi bagi mahasiswa ini lebih banyak merupakan penghindaran daripada pengejaran suatu tujuan yang positif, disadari, dan sungguh-sungguh. Kadang-kadang mereka masuk ke perguruan tinggi karena untuk menghindari pernikahan atau kalau di luar negeri menghindari wajib militer.
Dalam kaitannya dengan bimbingan karir, mahasiswa yang tergolong dalam setiap kategori tersebut pada akhirnya akan memerlukan bimbingan karir. Yang tergolong kategori pertama, pada suatu waktu menyadari bahwa walaupun perkembangan pribadi dan peningkatan jiwa dan semangat merupakan tujuan yang patut dipuji, kebanyakan orang di masyarakat kita diharapkan dan diwajibkan bekerja. Yang tergolong kategori kedua bukan tidak jarang menjumpai bahwa pilihan karir yang semula tidak sesuai dan mencari alternative-alternatif okupasional. Yang tergolong kategori ketiga pada akhirnya menyadari bahwa orang tidak dapat menangguhkan memilih karir untuk seterusnya.
            Budaya mahasiswa. Clark & Trow (1966) melihat adanya empat budaya mahasiswa yang dominan, yaitu kolegiat, vokasional, akademik, dan nonkonformis. Mahasiswa yang tergolong dalam kategori kolegiat teruatama mengejar kesenangan. Budaya vokasional terdiri dari mahasiswa yang memandang perguruan tinggi sebagai suatu jenis latihan di luar jabatan, suatu organisasi mata kuliah dan kredit yang mengantar pada suatu diploma dan pekerjaan yang lebih baik daripada yang mungkin diharapkan. Yang mereka kejar adalah keterampilan dan diploma. Budaya akademik terdiri dari mahasiswa-mahasiswa yang mengejar pengetahuan. Budaya nonkonformis terdiri dari mahasisa-mahasiswa yang mencari ide. Mereka adalah mahasiswa yangterlibat dengan ide-ide, dan yang menggunakan kelompok luar kampus sebagai produk.
            Seperti halnya dengan motivasi memasuki perguruan tinggi , budaya mahasiswa masing-masing tidak berdiri sendiri. Mahasiswa dapat bergeser dari yang satu ke yang lainnya dengan relative mudah. Perubahan dalam identifikasi cultural mahasiswa biasanya membawa serta perubahan-perubahan dalam identifikasi cultural mahasiswa dan perubahan dalam pemikiran karier, hal ini memerlukan respon dari para ahli karier.
            Distribusi umur. Pada umumnya populasi yang memasuki perguruan tinggi berumur antara 18 – 21 tahun. Populasi perguruan tinggi mewakili berbagai taraf kematangan, pengalaman hidup, eksplorasi okupasional, pengalaman kerja, dan kelompok variabel lainnya. Tentu saja, tipe kebutuhan bimbingan kariernya juga bervariasi.
            Kelas sosialekonomik. Terdapat suatu hubungan linier antara penghasilan keluarga dan kehadiran di perguruan tinggi. bila penghasilan keluarga meningkat, peluang anak-anak muda untuk memasuki perguruan tinggi juga meningkat, sedang peluang memasuki sekolah kejuruan menurun. Faktor-faktor sosioekonomik keluarga ini yang mempengaruhi kehadiran diperguruan tinggi bisa juga mempengaruhi harapan mahasiswa terhadap perguruan tinggi. secara tradisional, perguruan tinggi dipandang sebagai alat untuk mobilitas ke atas.
            Hasil-hasil dari bersekolah di perguruan tinggi. kebanyakan orang memilih pendidikan tinggi karena mereka merasa akan mendapatkan pengembalian pribadi atau moneter. Akan tetapi, sangat sulit menilai hasil bersekolah di perguruan tinggi. meskipun beberapa laporan yang saling bertentangan di media masa, cukup jelas bahwa sebagai kelompok, tamatan-tamanan perguruan tinggi memperoleh penghasilan yang lebih tinggi daripada tamantan-tamatan SLA.

3. Pertimbangan Perencanaan Karir
Pertimbangan perencanaan pertama penyediaan bimbingan dan konseling karir di perguruan tinggi harus mengakui legitimasi fungsi bantuan karir sebagau suatu bagian yang bonafide dari keseluruhan kegiatan pendidikan tinggi. Selanjutnya, lembaga-lembaga ini harus menyediakan tenaga-tenaga terlatih dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menjalankan fungsi bimbingan karier.
Dalam merencanakan program bimbingan karir di perguruan tinggi, hendaknya disediakan layanan-layanan yang lengkap. Hale (1974) mengemukakan perbedaan antara tipe layanan bimbingan karir yang harus tersedia di kampus. Career advising yang dipandang sebagai pemberian nasihat akademik oleh staf fakultas, yang menerjemahkan pilihan-pilihan karir ke dalam tujuan-tujuan dan program pendidikan dan mgnehubungkan kurikula akademik dengan kesempatan karier. Konseling karir dipersepsi sebagai prosedur psikologis yang digunakan untuk membantu mahasiswa dalam evaluasi diri dan pengenalan kapabilitas dan minat. Perencanaan karir di pandang sebagai proses menghubungkan hasil dari evaluasi diri dengan informasi yang tersedia sekarang tentang dunia kerja. Layanan ini haruslah membawa kepada suatu sistem yang terintegrasi dan terkoordinasi.

4. Tujuan-tujuan Bimbingan Karir
Tujuan-tujuan bimbingan karir di perguruan tinggi adalah sebagai berikut.
a.      Bantuan dalam memilih bidang studi. Banyak mahasiswa baru yang akan mengubah jurusannya paling sedikit satu kali selama mereka di perguruan tinggi. fenomena ini mungkin berlangsung pada sekitar dua tahun pertama di perguruan tinggi. setiap perubahan disiplin akademik membawa serta perubahan sepandan dalam perencanaan karir di mana bimbingan karir harus memberikan respon.
b.      Bantuan dalam penilaian diri dan analisis diri. Pilihan-pilihan karir yang sesuai tidak dapat dilakukan oleh individu-individu yang tidak memiliki ide yang cukup jelas mengenai siapa dirinya, kelebihan dan kekuarannyannya, apa nilai yang dijungjungnya, motivasinya, ciri psikologisnya, dan minatnya ke mana. Singkatnya, mahasiswa harus dibantu menemukan baik identitas pribadi maupun identitas vokosaional yang kemudian dapat dihubungkan dengan dunia kerja.
c.       Bantuan dalam memahami dunia kerja. Di tingkat perguruan tinggi, ada kemungkinan bahwa kebanyakan mahasiswa akan meiliki pemahaman yang luas dan mendalam tentang struktur okupasional. Akan tetapi, banyak mahasiswa mungkin perlu bantuan dalam eksplorasi segmen khusus dari struktur itu yang secara pribadi relevan (misalnya, pekerjaan apa yang berhubungan dengan jurusan tertentu? Bagaimana harapan pekerjaan dalam suatu bidang okupasional khusus? Bagaimana harapan pekerjaan dalam suatu bidang okupasional khusus? Kesempatan apa yang tersedia dalam bidang yang dipilih?).
d.     Bantuan dalam pengambilan keputusan. Informasi, baik tentang diri ataupun tentang sesuatu di luar diri (yaitu pilihan-pilihan karier), hanya sedikit manfaatnya jika diproses secara efektif. Informasi seperti itu harus diterjemahkan ke dalam tujuan karir jangka pendek dan jangka panjang dan kemudian dites dalam realitas. Secara ideal, rencana pribadi haruslah konsisten dengan yang telah dikumpulkan.
e.      Bantuan memasuki dunia kerja. Penempatan, dalam arti luas lebih dari sekedar upaya menghubungkan mahasiswa yang mencari pekerjaan dengan pekerjaan yang tersedia. Penempatan terdiri dari serangkatian layanan yang dimaksudkan untuk membantu mahasiswa memasuki dunia kerja. Dalam salah salah satu survei tentang kebutuhan mahasiswa yang akan menamatkan studi, empat dari lima kebutuhan utama yang dinyatakan berhubungan dengan tipe aktivitas ini, yaitu: menulis resume, mendapatkan infromasi tentang pendidikan pascasarjana dan beasiswa, memasuki pendidikan pascasarjana, dan mencari pekerjaan.
f.        Bantuan dalam menemukan kebutuhan-kebutuhan unik berbagai sub populasi. Di antara sub-sub populasi ini adalah minoritas yang kelihatan (misalnya orang Cina, India, Arab, dan sebagainya) dan minoritas yang kurang jelas kelihatan (misalnya mahasiswa yang homo atau lesbian), mahasiswa asing, mahasiswa laki-laki dan perempuan, serta mahasiswa tertentu dari jurusan tertentu yang mungkin membutuhkan layanan yang berbeda. Kampus-kampus hendaknya menyediakan program yang dimaksudkan untuk menemukan kebutuhan bimbingan karir bagi kelompok seperti itu, sejauh kebutuhan ini menyimpang dari yang biasa.
Pada dasarnya, perguruan tinggi telah menggunakan empat pendekatan utama dalam pemberian bimbingan karier: a) mata-mata kuliah, lokakarya, dan seminar yang memberikan pengalaman kelompok berstruktur dalam perencanaan karier; b) aktivitas bimbingan kelompok yang biasanya kurang berstruktur dan menekankan pada aspek yang lebih efektif dari perkembangan manusia dan karier; c) kesempatan konseling individual yang beraksentuasi pada berbagai orientasi teoretis terhadap karier; dan d) program penempatan yang merupakan puncak dari proses perencanaan dan pengambilan keputusan karir  (Herr & Cramer, 1984: 300).

B. Program Bimbingan dan Konseling Karir untuk Orang Dewasa
            Program bimbingan karir untuk orang dewasa identik dengan bantuan bimbingan karir di tempat kerja. Sebenarnya, berbagai tekanan dari luar tempat kerja dan tumbuhnya kesadaran bahwa pengelolaan karir yang baik juga merupakan hal yang baik dan telah membawa kepada peningkatan pada perencanaan dan perkembangan karir (Herr & Cramer, 1984: 315). Pelaksanaan persamaan kesempatan kerja, desakan berkaitan jenjang karier, dan desakan lainnya mendorong perlunya program bimbingan karir untuk mereka.
            Hall (Herr & Cramer, 1984: 315) menunjukkan secara sistematis keuntungan timbal balik dari perhatian organisasi dan individual serta perkembangan karier.  Sejak beberapa tahun yang lalu minat di antara organisasi dalam program yang ditujukan untuk memajukan perkembangan karir karyawannya makin meningkat saja. Beberapa survai akhir-akhir ini telah dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gelora popularitas ini. Dari sudut pangan pengelolaan program perencanaan an perkembangan karir mempunyai beberapa tujuan.
            Dalam kaitan dengan pengembangan karir dalam organisasi, terdapat beberapa unsur yang mempengaruhi semua upaya untuk mengimplementasikan program yang berhasil. Unsur lainnya tumbuh dari proliferasi program yang serampangan dan tidak sistematis beberapa tahun yang lalu dan dari upaya menerjemahkan konsep, pronsip, dan praktek secara langsung konteks tradisional konseling karir ke dalam organisasi perusahaan besar.
            Beberapa organisasi menolak mensponsori program-program perencanaan karir kerena khawatir akan menciptakan harapan-harapan promosi yang tidak realistic dai antara karyawan-karyawan. Namun seberapa jauh keberadaan fenomena ini belum begitu jelas. Untuk menghindari harapan-harapan yang tidak realistic mungkin bisa dilakukan dengan hanya menyediakan informasi yang realistik dan mutakhir tentang kesempatan-kesempatan karier. Hall dan Lerner (1980) telah menyarankan bahwa informasi relaistik tentang kesempatan-kesempatan promosi disertai umpan balik realistic tentang potensi akan mengurangi masalah harapan karir yang tidak realistic.
            Meningkatnya   perhatian   pada   perkembangan   karir   orang   dewasa
tidaklah mengagetkan bila membawa kepada kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara individu kaitannya dengan apa yang mereka butuhkan. Campbell dan Cellini (1981) mengembangkan suatu taksonomi diagnostic tentang masalah karir orang dewasa yang meliputi empat tugas umum, atau tipe dari masalah yang berlangsung sepanjang tahap perkembangan. Tugas ini mencakup pengambilan keputusan karier, implementasi rencana karier, daya guna organisasi dan adaptasi organisasi. Setiap kategori pokok ini selanjutnya terbagi lagi menjadi tipe-tipe masalah yang lebih khusus yang orang-orang dewasa mungkin hadapi.
            Pemeriksaan program-program perencanaan dan pengembangan karir dalam organisasi-organisasi menyarankan bahwa hanya sedikit pengakuan akan keragaman dan kompleksitas dalam masalah karir orang dewasa. Walaupun strategi-strategi dan teknik-teknik mungkin bervariasi, kebanyakan program tujuan utamanya membantu karyawan- karyawan memperoleh kompetensi-kompetensi perencanaan karir dasar yang sama (yaitu, penilaian diri, eksplorasi diri, menetapkan tujuan, dan perencanaan). Bagi banyak karyawan, terutama mereka yang berada pada tahap awal dalam kariernya yang sebenarnya belum memperoleh perencanaan karier, pendekatan ini sangat bermakna. Bagi yang lainnya, yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, dapat tidak memperoleh makna itu; misalnya, mereka yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja mungkin telah mencapai kompetensi yang memuaskan dalam perencanaan karier. Kebutuhan-kebutuhan individual dan institusional berubah karena waktu dan organisasi-organisasi harus mampu memberikan respons yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan ini dan menentang memberikan suatu pemecahan baku terhadap masalah-masalah yang berbeda. Implikasinya adalah bahwa langkah penting dalam menentukan program perencanaan dan pengembangan karir ialah menganalisis secara seksama kebutuhan-kebutuhan orang-orang yang dituju.
            Hal yang pokok dari suatu pendekatan komprehensif dalam perencanaan dan pengembangan karir adalah penilaian diri (self-ap-praisal). Ini mencakup pemeriksaan ketermpilan-keterampilan dan kemampuan-kemampuan yang berkaitan dengan pekerjaan melalui penggunaan tes-tes, simulasi-simulasi kerja, atau latihan-latihan, berstruktur yang mendatangkan estimasi-estimasi diri. Metode apapun yang digunakan karyawan-karyawan yang berpartisipasi dalam program-program perencanaan karir biasanya didorong untuk meninjau ketermpilan-keterampilannya dan, selain memperhatikan kelebihan-kelebihannya, juga mengidentifikasi keterampilan-keterampilannya yang perlu ditingkatkan.
            Hal penting lainnya yang diperlukan dalam perencanaan dan pengembangan karir adalah upaya penyediaan informasi karir yang relevan. Ini terutama penting bagi orang-orang dewasa. Herr dan Cramer (1984) telah menyarankan bahwa dalam menilai pengalamannya sebelumnya, kebanyakan orang dewsa mungkin lebih menyadari nilai-nilai, kebutuhan-kebutuhan, keterampilan-keterampilan, kemampuan mencari bantuan perencanaan karier. Maka dari itu, informasi karir mungkin lebih dibutuhkan daripada aspek perencanaan karir lainnya.
            Salah satu dari ironi-ironi tentang program-program yang dimaksudkan untuk memajukan perkembangan karir ialah bahwa karyawan didorong untuk melihat pekerjaan dari perspektif “life spa”, menetapkan tujuan-tujuan jangka panjang dan jangka pendek serta menurunkan rencana-rencana untuk mencapainya, namun sedikit, jika memantau keberhasilan (atau kegagalan) akhir dari upaya-upayanya. Terdapat banyak sekali faktor yang berada di luar pengawasan individu sehingga akan tetap tidak berubah sepanjang waktu. Karena itu, masalahnya bagaimana menghadapi rintangan-rintangan yang tak dapat dielakan itu? Secara ideal, sistem pengembangan karir yang terintegrasi dan terkoordinasi dapat memasukkan metode-metode yang mencakup peninjauan kembali tujuan-tujuan dan rencana-rencana karyawan semula atas dasar perubahan keadaan-keadaan organisasi dan ciri-ciri pribadi, rintangan-rintangan yang dijumpai dan bagaimana mengatasinya, apa yang dipelajari, dan bagaimana kesemua ini dapat diinformasikan dalam penentuan tujuan dan perencanaan yang akan datang.
            Popularitas program-program perencanaan dan pengembangan karir akhir-akhir ini dalam organisasi-organisasi menggambarkan kemenangan maksud baik atas penelitian seksama. Beberapa tahun yang lalu Super dan Hall (1978 : 360) menunjukan bahwa “dalam memandang sejumlah besar aktivitas latihan di industri, terutama yang dicurahkan pada perencanaan karier, mengecewakan karena begitu sedikitnya penelitian yang diterbitkan mengenai keefektifannya”. Cairo (1983) dalam tujuannya yang lebih mutakhir mempunyai kesimpulan yang sama dan selanjutnya mengusulkan evaluasi-evaluasi program yang disusun secara lebih seksama. Walaupun permintaan akan upaya jenis ini umum dalam hubungan dengan intervensi-intervensi perencanaan dan pengembangan karier, absennya evaluasi-evaluasi program dalam organisasi-organisasi adalah jenis (Leibowitz & Schlossberg). Jelas bahwa evaluasi-evaluasi program yang lebih baik dan lebih banyak sangat dibutuhkan guna memeriksa secara seksama efek-efek dari uapaya-upaya kita.
            Tahap-tahap karir. Schein (1978) membagi siklus kehidupan karir menjadi empat tahap: entry, socialization, midcareer, dan late career.

Tugas-tugas tahap entry, terdiri atas :
1.      Membuat pilihan okupasional pendahuluan yang akan menentukan jenis pendidikan dan latihan yang diikuti.
2.      Mengembangkan suatu citra okupasi atau organisasi yang dapat berfungsi sebagai jalan ke luar dari bakat-bakat, nilai-nilai, dan ambisi-ambisi seseorang.
3.      Mempersiapkan diri untuk karir awal melalui “sosialisasi antisipatoris”, agar dapat mengembangkan apa yang orang pandang sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang diperlukan bagi keberhasilan dalam okupasi yang dipilih.
4.      Menghadapi realitas-realitas dari penemuan pekerjaan pertama.

Tugas-tugas Tahap Sosialisasi, antara lain :
1.      Menerima realitas organisasi insane (misalnya, mengahadapi orang-orang, berkomunasi).
2.      Menghadapi penolakan akan perubahan.
3.      Belajar bagaimana bekerja; menanggulangi organisasi terlalu banyak atau terlalu sedikit dan terlalu banyak atau terlalu sedikit pembatasan pekerjaan.
4.      Menghadapi atasan dan menguraikan sistem ganjaran-belajar bagaimana memperoleh kemajuan.
5.      Menempatkan diri dalam organisasi dan mengembangkan identitas.

Tugas-tugas Tahap Mid-Career, terdiri atas :
1.      Menemukan career anchors (”career anchor”) adalah suatu konsep diri okupasional sebagai hasil dari persepsi diri dalam hal bakat-bakat dan kemampuan-kemampuan, persepsi diri dalam hal motif-motif, dan kebutuhan-kebutuhan, dan persepsi diri dalam hal sikap-sikap dan nilai-nilai untuk memandu, mendesak, menstabilkan, dan menintegrasikan karir orang itu). Lima career anchors telah diidentifikasi; empat lainnya dihipotesiskan.
2.      Kompetensi teknis/fungsional
3.      Kompetensi manajerial
4.      Keamanan dan stabilitas
5.      Otonomi
6.      Kreativitas
7.      Identitas dasar
8.      Layanan terhadap orang-orang lain.
9.      Kekuasaan, pengaruh, dan kontrol.
10.  Keragaman.
11.  Spesialisasi dan generalisasi

Tugas-tugas Tahap Late-Career, terdiri atas :
1.      Menjadi mentor.
2.      Pencapaian keseimbangan yang tepat dari keterlibatan dalam pekerjaan, keluarga dan perkembangan diri.
3.      Mengundurkan diri dan pensiun.
            Tahap-tahap siklus kehidupan karir diatas secara potensial merupakan suatu dasar teoretis bagi program-program pengembangan karier.
            Suatu konsep yang dikembangkan oleh the national center for research in vocational education (Miller, 1984) berisi tujuh komponen pengembangan karir orang dewasa. Pada setiap komponen terdapat serangkaian kompetensi khusus, dan komponen ini dapat membantu para praktisi mengembangkan atau menyempurnakan program. Ketujuh komponen pengembangan karir tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Mengembangkan dan menerapkan keterampilan-keterampilan menanggulangi transisis karir.
2.      Mengembangkan komitmen kepada dan rasa memiliki karirnya sendiri.
3.      Mengembangkan dan menerapkan keterampilan pengambilan keputusan karir.
4.      Mengidentifikasi dan memperoleh keterampilan yang diperlukan untuk memasuki okupasi tertentu.
5.      Mengembangkan dan menerapkan keterampilan karir.
6.      Mengembangkan dan menerapkan keterampilan untuk menyesuaikan diri sekaligus mempertahankan prestasi dalam situasi kerja, dan
7.      Mengembangkan dan menerapkan keterampilan perencanaan pensiun.


Referensi  :

Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...