Kamis, 30 April 2020

Restorative Justice in Schools


Restorative Justice in Schools : an Examination of Peace Circles Within Monroe High School

Oleh :
Iman Lesmana


kajian literatur ini menunjukkan bahwa program keadilan restoratif memberikan hasil yang lebih baik ketika memeriksa tingkat residivisme dan tingkat kepuasan. Mitra di restoratif inisiatif pada perkumpulan perdamaian dilaksanakan bersama masyarakat yang menyangkut masalah program keadilan restoratif (dalam James Monroe High School di Rochester, NY). Praktik perkumpualan perdamaian di SMA Monroe dieksplorasi dan dibandingkan dengan teori saat ini yaitu kegunaan dari berbagai kalangan nasional dan internasional terhadap kalangan perdamaian. Makalah ini membahas pendekatan keadilan restoratif dengan menggunakan perkumpulan perdamaian (dalam James Monroe High School di Rochester, NY) dan bagaimana memengaruhi persepsi keselamatan, rasa hormat, kekerasan, dan komunikasi antara guru dan siswa. Melalui analisis survai, pengamatan pribadi, dan wawancara, makalah ini diperiksa jika penggunaan perkumpulan perdamaian ditingkatkan di lingkungan sekolah, meningkatkan hubungan antara siswa dan guru, dan merupakan pendekatan yang efektif untuk membahas masalah kenakalan tanpa bergantung ketat pada hukuman.
A.       Apa Itu Perkumpulan Perdamaian ?
Perkumpulan perdamaian dapat digunakan untuk membahas pelanggaran secara lebih spesifik dan para pelakunya, namun biasanya ini disimpan untuk  konferensi masyarakat/komunitas. Prosedur yang digunakan dalam perkumpulan perdamaian dirancang untuk menjadikan para siswa lebih akrab dengan gurunya. Oleh karena itu, program ini menjadi sangat efektif dari waktu ke waktu dan akhirnya dapat menangani  masalah yang serius dalam sebuah kelompok.
Berdasarkan desain PiRI, yang diadopsi dari Circle Keepers Manual (CKM), terdapat empat tahap untuk perkumpulan perdamaian (CKM, 2004). Pertama, tahap penegasan yang dapat digunakan untuk membantu mendefinisikan tujuan dari perkumpulan. Perkumpulan akan dibuat berdasarkan kelompok dan yang bertujuan untuk melayani, mempromosikan lingkungan yang menyenangkan, membangun kepercayaan, dan memberikan sebuah solusi (CKM, 2004).
Kedua, persiapan perkumpulan perdamaian dibangun dari tahap penegasan yang di dalamnya menjelaskan bagaimana fokus perkumpulan itu akan tercapai. Pada tahap ini semua bahan yang diperlukan dikumpulkan dan dijadikan pedoman. Perkumpulanyang sebenarnya terdiri dari bagian-bagian yang berbeda termasuk tahap pengenalan, membangun kepercayaan, membahas suatu masalah, dan menyimpulkan dengan memberikan sebuah solusi (CKM, 2004). Ketiga, tahap pengenalan yang dipimpin oleh fasilitator dan co-fasilitator dalam perkumpulan permainan atau kegiatan yang membantu kelompok. Kegiatan ini terdiri dari membaca puisi atau mendengarkan lagu. Setelah tahap pembukaan, perkumpulan dipimpin oleh salah satu fasilitator dengan membangun kepercayaan. Latihan-latihan ini sering dimaksudkan sebagai kegiatan ice breaking yang membantu siswa merasa nyaman dan menikmati prosesnya. Selanjutnya setelah beberapa putaran kegiatan tersebut berlangsung, fokus utama dari perkumpulan didiskusikan. Adapaun penutupan perkumpulan itu dapat dilakukan dengan cara membacakan puisi atau kegiatan yang menyenangkan agar para siswa  lebih memahami ari apa yang mereka lakukan dalam perkumpulan tersebut.
Tahap terakhir dalam perkumpulan perdamaian adalah tindak lanjut (CKM, 2004). Thap tindak lanjut biasanya digunakan dalam diskusi yang lebih serius di mana siswa berbicara tentang masalah yang biasanya berhubungan dengan topik  kekerasan fisik atau mental, atau kesulitan lain dalam kehidupan siswa. Perkumpulan perdamaian lebih terfokus pada kelompok daripada individu.
Tipe lain dari pendekatan keadilan restoratif yang mirip dengan perkumpulan perdamaian adalah konferensi masyarakat/komunitas. Konferensi masyarakat berkisar pada pelanggaran tertentu, di mana ada korban yang jelas. Perkumpulan perdamaian menyatukan individu untuk membahas tindakan  pada umumnya, di mana tidak ada satu orang yang harus disalahkan. Perkumpulan perdamaian sering digunakan untuk mendiskusikan tentang berbagai topik seperti masalah perkelahian atau keselamatan, sementara konferensi masyarakat digunakan untuk memfasilitasi dan men diskusikan tindakan tersebut.
Sejak awal tahun ajaran 2008 James Monroe High School di  Rochester, New York telah menggunakan praktik restoratif di kelasnya. Guru di Monroe High School dituntut untuk dilatih dalam proses konseling dan teknik kepemimpinan sagar dapat memfasilitasi perkumpulan di kelas. Praktik restoratif ini digunakan bersama-sama di Monroe High School. Pada tahun 2008, PiRI membantu menerapkan dan melatih staf anggota di SMA Monroe dalam penggunaan perkumpulan perdamaian dan konferensi masyarakat. Konferensi masyarakat dilakukan dalam satu jenis perkumpulan perdamaian. Pendekatan ini menyatukan korban, pelaku, dan pendukung mereka. Dukungan untuk siswa biasanya mencakup orang tua atau wali. Perjanjian restitusi adalah bentuk yang berisi daftar pelaku yang harus dilakukan untuk memperbaiki kesalahan yang disebabkan dari tindakan mereka. Pendekatan keadilan restoratif digunakan untuk melengkapi perkumpulan perdamaian di sekolah. Praktik-praktik yang digunakan oleh PiRI dan SMA Monroe telah dikembangkan dan digunakan oleh masyarakat karena transformasi yang terlihat dalam  sistem peradilan pidana.

B.        Kajian Literatur
Model keadilan restoratif adalah sistem pengadilan yang mencakup seperti pengadilan narkoba, pengadilan kekerasan dalam rumah tangga, dan pengadilan masyarakat (Goldkamp, ​​1994; Welsh & Harris 2008). Perkembangan keadilan restoratif dalam masyarakat dikatakan relatif baru. Gagasan baru-baru ini adalah mengenai keadilan masyarakat yang diwujudkan pada reformasi penjara. Dengan program tersebut, baik yang tersedia di dalam dan di luar penjara, harapannya dapat mengurangi populasi dan tingkat residivisme dengan menyediakan bantuan yang mereka butuhkan.
Contoh program yang sudah mencapai target ini termasuk ke dalam kelompok yang disebut sebagai Community Connecticut Addiction Recovery (CCAR) yang telah mengambil pada  tugas sendiri pada tahanan konseling sebelum dan setelah penahanan mereka untuk program di Hawaii yang menggunakan perkumpulan restoratif untuk memudahkan narapidana dalam terjun dan berkecimpung kembali di masyarakat. Tujuan CCAR adalah untuk memberikan kesempatan pada tahanan/narapidana untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dan membantu narapidana lain melalui perkumpulan dukungan (Askew,  2008).
Tujuan program ini adalah untuk membantu narapidana dibebaskan  kembali ke masyarakat melalui penggunaan perkumpulan restoratif (Walker, Sakai, & Brady, 2006). Pendekatan perkumpulan restoratif membawa pelaku, keluarga dan staf penjara membuat rencana tertulis tentang proses yang melanggar di penjara. Setelah daftar ini disusun, bagian selanjutnya dalam proses ini adalah untuk mengevaluasi apa yang perlu dilakukan untuk memperbaiki  bahaya yang disebabkan oleh pelaku (tahanan). Proses ini diharapkan dapat membangun hubungan ke arah perbaikan dengan menggunakan solusi yang berfokus pada pendekatan dengan mengembangkan restitusi dan dukungan terencana pada narapidana  (Walker, Sakai, & Brady, 2006).
Program ini dilakukan di Hawaii dengan memeriksa 17 orang peserta dalam perkumpulan (Walker, Sakai, & Brady, 2006). Hasil survai membuktikan bahwa 93% menjadi sangat positif, sementara hanya ada orang yang menyatakan bahwa itu adalah negatif (Walker, Sakai, &  Brady, 2006).
Praktik restoratif telah berevolusi selama bertahun-tahun untuk diterapkan di daerah lain dari penjara dan pengadilan. Program ini dibuat untuk menyatukan berbagai  anggota masyarakat untuk membantu korban dan pelaku. Salah satu tujuan utama adalah untuk menyatukan individu dari berbagai latar belakang. Ini berarti bahwa individu dari masyarakat yang kurang dalam hal finansial akan berinteraksi dengan orang-orang yang datang dari keluarga lebih kaya, sehingga menciptakan hubungan yang lebih harmonis di masyarakat  (Wachtel, 2009).
Praktik restoratif telah muncul di seluruh dunia dalam berbagai bidang dalam masyarakat. Program yang didedikasikan untuk menciptakan pemahaman daripada menyalahkan sudah banyak digunakan di sekolah-sekolah dan menunjukkan suatu keberhasilan. Sebuah program yang menekankan upaya dan tujuan dari penelitian sebelumnya yakni Monroe High School di Rochester, NY. Monroe High School telah menerapkan program melalui kemitraan dalam inisiatif restorative untuk membantu siswa berbicara mengenai masalah melalui suatu perkumpulan. Praktik restoratif diharapkan dapat mencapai keberhasilan yang cukup signifikan seperti di Monroe High School. Literatur tentang perkumpulan perdamaian memberikan wawasan efektivitas praktik, bagaimana harus dilaksanakan supaya sukses dan berhasil, dan informasi apa yang dapat digunakan untuk mengimplementasi masa depan dalam praktik ini. Jika perkumpulan perdamaian dapat dilaksanakan dengan baik, maka hasil positif dapat dilihat di hampir setiap daerah. Hal ini penting untuk diperhatikan karena literatur sebelumnya di sekolah-sekolah yang sesuai dengan profil yang sama seperti Monroe High School telah menunjukkan keberhasilan dan karena itu lebih mudah untuk menentukan apakah Monroe High School menunjukkan hasil yang sama atau tidak melalui studi saat ini.
Dalam memeriksa literatur mengenai hal ini jelas bahwa ada masalah dalam menerapkan perkumpulan perdamaian. Salah satu isu yang berkembang adalah masalah pendanaan. Dari studi yang dilakukan oleh Stinchcomb dkk. 2006, dinyatakan bahwa program sekolah berhasil karena fondasi yang kuat dibangun oleh staf anggota yang berdedikasi membantu kalangan perdamaian (Stinchcomb et al, 2006). Salah satu aspek yang paling penting dari literatur sebelumnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskripsi dari latihan.
C.        Dasar Teoretis
Penggunaan teori dalam penelitian ini sangat penting dalam membimbing metodologi, dan juga dalam mencapai hasil yang di interpretasi. Teori  tersebut memberikan dasar atau titik awal yang harus ada dalam setiap penelitian ilmiah. Ada banyak teori yang dapat memberikan wawasan penelitian. Konsep dari teori yang luas tersebut dapat digunakan untuk membantu meningkatkan studi, tetapi terkadang sangat sulit untuk setiap bagian dari teori itu cocok dan sempurna ke area penelitian. Studi tentang perkumpulan perdamaian dalam Monroe High School ada pengecualian. Topik ini dapat diterapkan  pada banyak teori yang berbeda, tetapi hanya sedikit yang ideal. Berikut adalah rincian mendalam tentang teori apa yang sedang diterapkan untuk memelajari perkumpulan perdamaian di Monroe High School dan bagaimana ini telah membantu membentuk metode dan harapan.
Ide di balik teori pelabelan adalah bahwa penyimpangan merupakan ciptaan masyarakat, sehingga kelompok-kelompok yang memegang kekuasaan yang paling dapat label dari tindakannya sebagai hal yang menyimpang (Becker, 1963). Teori ini mendalilkan bahwa label tersebut dapat mengubah identitas seseorang dan dengan demikian membuat mereka lebih mungkin untuk melakukan tindakan menyimpang. Tindakan ini tidak perlu harus dipidana atau bersifat salah, namun jika mereka dianggap tidak mematuhi norma-norma sosial oleh mayoritas masyarakat maka individu dapat diberi label “menyimpang”.
Teori kedua yang akan membantu panduan penelitian tentang penggunaan perkumpulan perdamaian dalam penelitian ini adalah teori regangan yang menjadi teori utama dalam penelitian ini. Salah satu pencipta teori regangan adalah Robert Merton. Dia percaya bahwa penyimpangan atau kriminalitas disebabkan oleh peluang seseorang yang diblokir (Agnew, 2001, 2006). Robert Merton menjelaskan bahwa orang-orang beradaptasi dengan penyumbatan tersebut melalui empat metode, "kesesuaian, ritualisme, retreatisme, dan pemberontakan" (Agnew, 2006, hal. 76). Alasan utama mengapa teori regangan dipilih bersama dengan teori pelabelan untuk penelitian karena label dapat menyebabkan ketegangan. Ini berarti bahwa seseorang yang diberi label oleh seorang individu atau masyarakat akan merasakan tekanan dari itu. Tekanan ini akan menyebabkan seseorang menjadi tegang dan mungkin akan berperilaku menyimpang. Kontrol diri yang rendah adalah penyebab kemungkinan ketiga kejahatan dalam teori ini. Salah satu alasan untuk ini dipandang sebagai seorang individu yang memiliki ikatan yang terbatas dengan lembaga-lembaga seperti sekolah atau pekerjaan mereka (Agnew, 2006).).
Kehadiran kontrol sosial yang rendah adalah alasan utama untuk keberadaan perkumpulan perdamaian di Monroe High School. Sekolah ini juga menangani banyak siswa yang memiliki berbagai masalah yang berurusan dengan lingkungan luar setiap hari, termasuk hubungan orangtua yang negatif. Salah satu tujuan sekolah adalah untuk mengatasi masing-masing masalah tersebut melalui perkumpulan perdamaian yang membuat sekolah menjadi tempat yang lebih aman melalui peningkatan ikatan dengan siswa dan guru. Untuk mengatasi ini, perkumpulan perdamaian bertujuan untuk mendiskusikan dengan siswa tentang masalah ini dan bagaimana mereka dapat memecahkan masalah ini sebagai sebuah kelompok.
D.       Aplikasi Teoretis
Kedua teori pelabelan dan teori regangan dapat diterapkan pada Monroe High School dengan perkumpulan perdamaian. Teori pelabelan mengusulkan bahwa penyimpangan diciptakan melalui orang lain atau label kelompok (Becker, 1963). Ini akan membuat stigma pada orang tersebut dan mungkin dapat menyebabkan individu yang percaya bahwa mereka secara permanen akan selalu berada dalam label tersebut. Untuk alasan ini, seseorang akan berusaha untuk menghindari stigma seperti melalui cara-cara menyimpang atau dengan melakukan tindakan menyimpang karena mereka merasa tidak ada cara untuk menghindarinya. Sebuah metode untuk menjaga label tersebut dari yang ditempatkan adalah untuk meningkatkan pemahaman dalam komunitas atau dalam hal ini sekolah. Dengan membuat orang lebih toleran dan memahami perbedaan, stigma tersebut tidak dapat digunakan. Menguji teori pelabelan akan sulit untuk secara khusus mengetahui apakah label yang menyebabkan kenakalan di sekolah. Namun, dalam arti luas teori dapat diuji berdasarkan pada apakah metode biasanya digunakan untuk menghindari stigma dari label menurunkan kenakalan di sekolah.
E.        Pedoman Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui cara-cara kualitatif, pertanyaan, dan hipotesis. Dalam mendefinisikan hipotesis kita harus berpijak pada teori. Di bawah teori pelabelan yakni mengurangi kemungkinan stigma yang ditempatkan akan dilihat melalui penurunan penyimpangan persisten. Perkumpulan perdamaian harus membantu mengurangi kemungkinan stigma yang ditempatkan pada siswa, sehingga jika tidak ditempatkan bahwa siswa tidak perlu menghindari ketegangan melalui penyimpangan lebih lanjut.
F.        Desain Penelitian
Evaluasi program keadilan restoratif menjadi bermasalah karena variabel-variabel yang dapat memengaruhi hasil. Memiliki beberapa program yang bekerja bersama-sama, seperti konferensi masyarakat/komunitas dan perkumpulan perdamian, membuatnya sulit untuk membedakan apakah hasil yang berkaitan dengan metode tertentu atau hasil yang menggunakan kombinasi dari keduanya. Dalam Monroe High School di Rochester, NY, siswa bergantung pada perkumpulan perdamaian dan konferensi masyarakat.
Studi yang sedang dilakukan berpusat pada 10 angket wawancara terbuka dengan guru dan administrator di SMA Monroe dan anggota dari mitra inisiatif di  pengadilan restoratif bulan November 2010-Januari 2011. Setiap individu akan diberikan 14 pertanyaan yang akan memungkinkan mereka berpikir secara mendalam terhadap respon mereka. Pertanyaan tersebut meliputi ikhtisar program, pendapat pribadi terhadap nilai positif dan negatif dari perdamaian perkumpulan di SMA Monroe, dan akhirnya program apa yang harus ada di masa depan. Setelah dikumpulkan, jawaban ini akan melengkapi data pengamatan yang diperoleh dari program peer ambassador pelatihan dan kalangan perdamaian berikutnya dalam proses pelatihan. Program pelatihan peer ambassador bertujuan untuk membantu siswa di SMA Monroe bersama fasilitator dalam perkumpulan perdamaian dengan guru mereka.
Setelah proses selesai, siswa yang mengikuti program ini dapat membantu memimpin kelas perkumpulan perdamaian dan juga bertindak sebagai wakil perhatian siswa di luar kelas. Terakhir sumber data akan diambil dari survai restoratif Monroe dari 2009 yang diberikan kepada 358 siswa, mulai di setiap jenjang kelas dan bertanya tentang tingkat kehormatan, keselamatan dan perdamaian. Survai ini adalah evaluasi pertama perkumpulan perdamaian dan lingkungan sekolah di SMA Monroe. Pertanyaan yang dirancang untuk memberikan wawasan siswa dan persepsi guru. Survai ini merupakan langkah awal dalam mengevaluasi dan mempengaruhi perdamaian perkumpulan di SMA Monroe.
G.       Studi Saat Ini
Penelitian ini bergantung pada analisis survai, pengamatan pribadi, dan wawancara dengan orang-orang yang telah terlibat dengan program perkumpulan perdamaian di Monroe High School. Survai restoratif di SMA Monroe tahun 2009 dibahas secara mendalam dan kemudian hasilnya dianalisis. Bagian pengamatan pribadi dari studi ini mengkaji program duta besar rekan kerja yang mengajarkan siswa bagaimana untuk memfasilitasi perkumpula nperdamaian yang dibahas dalam bagian selanjutnya dari studi ini. Terakhir, wawancara yang telah mengalami penurunan dari 10 ke 4. Empat orang diwawancarai ke dalam salah satu dari tiga kategori, PiRI anggota, guru dan administrator di Monroe High School. Jumlah orang-orang yang diwawancarai masing-masing akan tetap dijaga kerahasiaannya dan semua hasil akan dilaporkan dalam mode anonim
H.       Analisis Survey
Survai Restoratif Monroe (MRS) diberikan kepada mahasiswa pada tahun 2009 untuk menilai pendapat mereka tentang lingkungan sekolah (MRS, 2009). Survai terdiri dari 16 pertanyaan tertutup dan 2 pertanyaan terbuka yang diciptakan dan didistribusikan oleh administrasi di SMA Monroe. Didistribusikan kepada 358 siswa, hasil tercatat berdasarkan jenis kelamin siswa dan tingkat kelas (MRS, 2009). Semua siswa 358 mengambil survai. Namun, mereka tidak menjawab setiap pertanyaan. Tanggapan berkisar dari tingkat tanggapan 95%-99%. Semua nilai di SMA Monroe dimasukkan, mulai dari kelas VII sampai kelas XII.
I.          Analisis Penelitian
Monroe Restorative Survey (MRS) diberikan kepada siswa pada tahun 2009 untuk mengevaluasi pendapat mereka tentang lingkungan sekolah (MRS, 2009). Survai ini terdiri dari 16 pertanyaan tertutup dan dua pertanyaan terbuka yang diciptakan dan didistribusikan oleh administrator di MHS. Sebuah pertanyaan pada survai "Apakah mahasiswa di Monroe menghormati satu sama lain" (MRS, 2009). Pertanyaan ini dijawab oleh masing-masing kelas dan yang paling konsisten dengan hasil. Seperti halnya dengan setiap pertanyaan yang diajukan, survai mencatat hasil dalam skala Likert, menyediakan pilihan untuk sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju dengan setiap pernyataan. Pada tabel di bawah ini merupakan presentase siswa SMA Monroe yang menghargai satu sama lain.
Hasil yang menarik dari pertanyaan ini adalah bahwa banyak dari mereka yang setuju berada di tingkatan kelas yang lebih rendah. Mayoritas tanggapan positif untuk pertanyaan ini terlihat di antara siswa kelas VII dan VIII.




Adapun penyelidikan kedua pada tabel di bawah ini menanyakan pertanyaan yang sama dengan yang kedua, yakni bertanya apakah siswa menghormati guru dan staf di sekolah. Hasil yang ditunjukkan yakni sebanyak 15,17% peserta memilih setuju, 35,12% bersikap netral, dan sebanyak  49,72%  mengatakan tidak setuju.





Pada gambar di atas menunjukkan bahwa upaya perkumpulan perdamaian setidaknya dipahami dan dirasakan oleh setiap siswa. Perkumpulan perdamaian menekankan bahwa mendengarkan siswa lain dan membangun kepercayaan dalam diskusi perkumpulan sekitarnya pelanggaran vs. tindakan yang dilakukan.
















Hasil pertanyaan dalam survai muncul untuk mencerminkan proses reguler perkumpulan perdamaian. Pertanyaan terakhir yang penting untuk penelitian ini adalah yang terakhir meminta siswa. Pertanyaan dekat-berakhir menyimpulkan dengan meminta siswa jika "perkumpulan perdamaian membantu untuk membuat Monroe High School yang lebih baik" (MRS, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38% setuju dengan pernyataan, 32% netral, 29% tidak setuju (MRS, 2009). Hasil survai ini bervariasi di setiap tingkat kelas dan untuk menunjukkan perbedaan data telah ditempatkan ke dalam grafik yang ditunjukkan dalam setiap tabel. Temuan keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 3, dan Tabel 4 menggambarkan hasil berdasarkan tingkat kelas.
Pertanyaan terbuka mengungkapkan berbagai macam jawaban yang berkaitan dengan hal-hal yang siswa seperti tentang SMA Monroe. Banyak siswa menyatakan teman, guru, dan kelas sekolah sebagai bagian terbaik dari sekolah.



Namun, beberapa topik juga menyebutkan bahwa 46 merupakan respon penting. Data yang diberikan tidak menyatakan seberapa sering jawaban diberi atau berapa banyak tanggapan yang diterima untuk bagian dari survai ini, namun yang dilaporkan hanya jika respon dibesarkan dalam tingkat kelas tertentu. Ini berarti bahwa jumlah siswa yang menyatakan bahwa "lingkungan sosial yang baik" adalah hal yang mereka sukai tentang SMA Monroe tidak diketahui. Namun, hasil menunjukkan tingkatan kelas yang menyatakan tanggapan yang sama.
J.         Wawancara Pribadi
Bagian akhir dalam evaluasi perkumpulan perdamaian di SMA Monroe adalah tatap muka wawancara dengan anggota dari Mitra di Restorative Inisiatif dan administrator dan guru di sekolah. Wawancara adalah metode yang mendapatkan wawasan tentang bagaimana perkumpulan perdamaian benar-benar berfungsi di Monroe High School, bagaimana mereka memengaruhi sekolah, dan terakhir di mana mereka melihat perkumpulan perdamaian di masa depan. Setiap pertanyaan mengungkapkan informasi tentang bagaimana perkumpulan perdamaian yang dilaksanakan di Monroe High School. Untuk menguji ini, 14 pertanyaan tersebut dibagi menjadi lima kelompok.
Pertanyaan-pertanyaan yang diminta berkisar dalam lima kategori yang berbeda untuk melihat program sementara pada saat yang sama apakah memberikan pengalaman pribadi dan perasaan mereka yang terlibat. Kategori pertama dari pertanyaan berkaitan dengan peran umum dan deskripsi program. Kategori ni memberikan wawasan tentang bagaimana fungsi program dan apa yang dirancang terhadap dampak yang diberikan. Pengaturan pertanyaan kedua lebih spesifik lagi, yakni meminta para guru, administrasi, dan staf PiRI bagaimana mereka telah dipengaruhi oleh program dan bagaimana mereka melihat program yang mempengaruhi orang lain seperti pada siswa mereka. Kategori berikutnya berkaitan dengan evaluasi program, apakah itu berhasil dengn harapan dan tujuan aslinya ataukan tidak berjalan dengan baik. Kategori keempat dari pertanyaan yang diajukan secara khusus tentang dampak program ini terhadap sekolah dan siswa.
Kategori ini adalah di mana pertanyaa yang muncul ialah mengenai kenakalan dan lingkungan sekolah. Terakhir, pertanyaannya terkait tentang pelajaran apa yang telah diambil dari program tersebut dan bagaimana hal itu akan diubah di masa depan. Setiap kategori memberikan gambaran tentang program secara keseluruhan, tetapi juga sampai ke pertanyaan yang akan memberikan wawasan dampak sebenarnya. Teori pelabelan dan teori regangan dipandu pertanyaan-pertanyaan yang diminta dalam bagian ini dan memberikan ide apakah program ini membahas banyak isu masing-masing teori menimbulkan. Setiap kategori memecah pertanyaan dan memberikan mereka tujuan discernable terhadap proses evaluasi.
Hasil tersebut sama dengan hipotesis empat untuk mengurangi perkelahian, suspensi, dan arahan administrasi. Beberapa responden menyatakan bahwa lingkungan sekolah perlu ditingkatkan komunikasi dan perkumpulanperdamaiannya. Program ini memberikan tingkat pemahaman yang tinggi yang menjadikan siswa lebih merasa nyaman dan didengarkan ketika membuka diri kepada guru. Pada peristiwa sebelumnya, siswa sulit membangun hubungan dengan guru bahkan rekan-rekan mereka karena hambatan bahasa yang dimiliki. Dengan adanya program ini, siswa lebih cepat menyesuaikan diri dan berada dalam perkumpulan perdamaian.  
K.        Leson Study
Pelajaran didapatkan dari metode yang digunakan untuk mencapai informasi berdasarkan data yang dikumpulkan. Informasi sangat penting untuk membantu sebuah penelitian. Salah satu yang perlu diperhatikan ialah desain riset yang digunakan dalam studi. Idealnya data dapat diteliti dengan penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Siswa merupakan kelompok yang akan diteliti mengenai program perkumpulanperdamaian. Kuesioner yang dirancang untuk siswa juga harus diberikan pada guru dan administrator, karena akan membantu program secara keseluruhan. Namun, kendala waktu yang menyulitkan guru dan administrator berbicara mengenai program, di samping itu pula kesulitan jumlah individu untuk diwawancarai.
L.        Kesimpulan
Perkumpulan perdamaian yang relatif bertambah pada praktif restoratif. Perkumpulanperdamaian yang relatif baru pada masyarakat menyebabkan kurangnya pengetahuan mengenai subjek di dalam masyarakat. Kesinambungan merupakan masalah yang menyebabkan program menjadi mati, jika sekolah tidak memiliki dana yang cukup untuk program yang diinginkan. Jika lingkungan perdamaian dilaksanakan dengan benar maka akan memiliki dampak yang positif. Pelatihan yang intensif akan memungkinkan sekolah untuk melaksanakan perkumpulanperdamaian dengan metode yang ideal. Pelatihan tersebut diharapkan mampu meningkatkan perkumpulanperdamaian dan lebih dekat dengan sekolah. Program yang dibangun diharapkan dapat memberikan konstribusi positif antara siswa dan staf. Jika hal ini dilakukan, PiRI berharap agar masalah dapat diselesaikan melalui praktik restoratif daripada mengandalkan metode tradisional (Mitra disrestoratif, 2009).

Referensi :
Isaac, Christian, W. (2011). Restorative justice in schools: An examination of piece circles within Monroe High School. New York : Rochester Institute of Technology.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...