Senin, 20 April 2020

Sejarah Perkembangan Konseling Karir


Sejarah Perkembangan Konseling Karir


Oleh :
Iman Lesmana


            Sejarah perkembangan konseling karir dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama meliputi periode dari tahun 1850 sampai dengan 1940. Bagian kedua dimulai dari periode 1940 sampai sekarang. Isi dari kedua bagian tersebut mendiskusikan peristiwa-peristiwa utama dan individu-individu penting yang berkontribusi pada perkembangan gerakan bimbingan karir. Diskusi mengenai perkembangan bimbingan karir dari periode 1850 sampai dengan 1940 mencakup peristiwa-peristiwa berikut : 1) revolusi industri;          2) studi perbedaan (kemampuan) individu; 3) Perang Dunia I; 4) konferensi nasional bimbingan vokasional; 5) perkembangan pengukuran; dan                   6) tindakan-tindakan federal.
            Individu-individu yang memberikan kontribusi secara signifikan pada perkembangan konseling karir pada periode ini, di antaranya : Francis Galton, Wilheim Wundt, James Cattel, Alfred Binet, Franks Parsons, Robert Yerkes, dan E.K. Strong. Peristiwa-peristiwa yang memberikan kontribusi secara signifikan pada perkembangan konseling karir sejak periode 1940 sampai dengan sekarang di antaranya : 1) publikasi-publikasi konseling utama; 2) Perang Dunia II; 3) program-program penting yang dicanangkan pemerintah federal; 4) formulasi teori-teori perkembangan karir; 5) perkembangan pendidikan karir; 6) pergerakan profesionalisme; 7) kemajuan teknologi. Individu-individu yang secara signifikan memberikan kontribusi pada pergerakan bimbingan karir sejak periode 1940 adalah E.G. Williamson, Carl R. Rogers, Eli Ginzerg, Ann Roe, Donald Super, John Holland, David Tiedeman, dan H.B. Gelatt.
            Tahun 1850 merupakan titik dimulainya perkembangan konseling karir sebagai dampak dari revolusi industri di negara-negara maju yang menghasilkan perubahan-perubahan secara signifikan dalam kondisi kehidupan social dan lingkungan kerja.

1.      Peningkatan Industrialisme
            Peningkatakan industrialisme terjadi pada akhir tahun 1980-an yang secara dramatis mengubah lingkungan pekerjaan dan kondisi kehidupan. Secara historis, di Negara Barat, modernisasi disebabkan oleh industrialisasi, sedangkan di kawasan lain (non-Barat) modernisasi menyebabkan industrialisasi. Industrialisasi merupakan pembangunan ekonomi melalui transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang digunakan. Di kebanyakan masyarakat agraris, tenaga manusia dan hewan adalah sumber utama. Tahun 1850, 65% energi yang digunakan di Amerika Serikat disediakan oleh manusia dan hewan. Tahun 1950, 60 % energi yang digunakan disediakan oleh bahan bakar minyak, listrik tenaga air, dan konsumsi energi melonjak dari 435 hp perjam per orang di tahun 1850 menjadi 4470 hp per jam per orang di tahun 1950. Bahkan di abad 21 masyarakat di berbagai belahan dunia mengalami krisis energi.  

2.      Studi Kemampuan-kemampuan Manusia
            Fracis Galton, seorang berkebangsaan Inggris mempublikasikan buku pertama dan keduanya yang berisi tentang kemampuan-kemampuan manusia pada tahun 1874 dan 1883. Pada tahun 1879, Wilheim Wundt melakukan eksperimen-eksperimen penting untuk mempelajari perilaku manusia di laboratorium Leipzig, Jerman. Di Perancis, Alfred Binet dan V. Henri mempublikasikan sebuah artikel pada tahun 1896 yang mendeskripsikan tentang konsep-konsep pengukuran mental. Studi-studi tentang perbedaan-perbedaan (kemampuan) manusia tersebut kembali menjadi perhatian terutama dalam menghadapi kondisi-kondisi kehidupan dan pekerjaan masyarakat yang telah dibuah oleh revolusi industri.
            Di Amerika Serikat, G. Stanley Hall mendirikan laboratorium psikologis pada tahun 1883, untuk mempelajari dan mengukur karakteristik fisik dan mental anak-anak. Pada tahun 1890, James Cattel mempublikasikan sebuah artikel untuk menunjukkan bahwa tes mental sebagai salah satu pengukuran perbedaan-perbedaan individu. John Dewey menyebutnya sebagai a reform of the lock-step method of education sebagai salah satu cara untuk memberikan perhatian pada motivasi, minat, dan perkembangan individu. Kasus-kasus individual dapat ditangani dengan cara-cara tersebut.

3.      Awal Program Konseling Karir
            Masih di abad tersebut, program bimbingan karir ditetapkan di sekolah-sekolah umum. Di San Fransisco, George A. Merrill mengembangkan perencanaan siswa untuk mengeksplorasi kursus-kursus keahlian di bidang industri. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukannya menyerupai perkembangan pendidikan karir pada tahun 1970-an.
            Pada Central High School di Detroit, dari tahun 1898 sampai 1907, Jesse B. Davis dinobatkan sebagai konselor untuk siswa kelas XI. Tugas utamanya adalah dilibatkan dalam dalam konseling pendidikan dan vokasional. Kemudian, kepala sekolah tersebut meminta siswa kelas VII untuk menulis laporan mingguan  tentang minat-minat okupasional untuk kelas bahasa Inggris. Davis menekankan nilai-nilai moral dari kerja keras sebagai salah satu manfaat dari informasi okupasional.
            Aktivitas bimbingan dan aktivitas lainnya sangat inovatif, tetapi konseptualisasi bimbingan karir secara logis dan langsung dibutuhkan untuk membuat aktivitas bimbingan karir berkembang lebih baik lagi. Pada awal tahun 1990-an Frank Parsons menyajikan rencana sistematis untuk bimbingan karir dengan beberapa modifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut orientasi filosofisnya, bimbingan karir harus memiliki persamaan dan kesempatan untuk membentuk kembali kehidupan sosial bagi semua orang. Prosedurnya dibuat dalam bentuk outline untuk membantu individu menyeleksi okupasi terutama sekali yang didasarkan atas minat, bakat, dan informasi okupasional.

4.      Frank Parsons
            Perkembangan reformasi sosial dan perkembangan hukum dari akhir tahun 1800-an menarik minat Frank Parsons muda yang telah didik sebagai seorang insinyur di Cornell University. Dia menulis beberapa buku tentang reformasi sosial dan artikel-artikel dengan topik perempuan berhak mengikuti pemilihan umum, bekerja di perpajakan, dan pendidikan untuk semua. Parsons belajar tentang sejarah, matematika, dan bahasa Perancis di sekolah umum. Parsons juga bekerja menjadi insinyur rel kereta api, dan ujian status bar untuk pengacara di Massachusetts pada tahun 1881. Parsons juga belajar di sekolah hukum di Boston University dan di Kansas State Agricultural College, dan dia menjadi dekan akademik divisi ekstensi di Ruskin College di Trenton, Missouri. Bagaimanapun, secara nyata tampak bahwa Parsons menaruh minat yang besar pada reformasi sosial dan membantu individu-individu untuk membuat pilihan-pilihan okupasional. Minat-minat tersebut ditemukannya ketika Parsons kembali ke Boston pada awal tahun 1990-an.
            Pada tahun 1901, Lambaga Bantuan Hukum (Civic Service-House) ditetapkan di Boston dengan tujuan untuk menyediakan program-program pendidikan untuk para imigran dan orang-orang muda dalam memahami pekerjaan. Pada tahun 1905, Parsons mendapat kepercayaan menjadi direktur the Breadwinner’s Institute, sebagai salah satu dari program Lembaga Bantuan Hukum. Singkatnya, kepemimpinan Parsons pada Vocation Bureau of Boston telah ditetapkan pada tanggal 13 Januari 1908.
            Pada tanggal 1 Mei 1908, Parsons presentasi pada perkuliahan yang berdampak luar biasa pada perkembangan bimbingan karir. Parsons melaporkan dan menjelaskan prosedur-prosedur bimbingan secara sistematis yang digunakan untuk mengkonseling 80 orang laki-laki dan perempuan yang datang ke biro vokasional untuk mendapatkan bantuan. Hasil kerja utama Parsons, Choosing a Vocation, dan mendapatkan penghargaan berupa dipublikasikannya tulisan tersebut pada Mei, 1909. Frank Parsons meninggal dunia pada tanggal 26 September 1908.
            Salah satu kontribusi penting dari Parsons pada perkembangan bimbingan karir adalah kerangka kerja konseptualnya untuk membantu individu menyeleksi karir. Parsons mendefinisikan tiga bagian formulasinya :
            Pertama, kejelasan pemahaman tentang diri sendiri, bakat, minat,     sumber-sumber, keterbatasan, dan kualitas-kualitas lainnya. 
            Kedua, pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan dan kondisi-      kondisi untuk mencapai kesuksesan, keberuntungan dan   kegagalan, kompensasi, kesempatan, dan prospek yang berbeda             ari sebuah pekerjaan.
            Ketiga, penalaran yang benar atas hubungan dari kedua kelompok tersebut adalah fakta (Parsons, 1909, p.5).

            Edmund G. Williamson (1965) menyimpulkan bahwa tentunya dengan beberapa modifikasi, tiga bagian formulasi dari Parsons mempunyai pengaruh yang besar dan digunakan dalam konseling karir pada periode tersebut. Bagian dari formulasi tiga bagian Parsons secara praktis digunakan dalam banyak program konseling karir sampai hari ini. Lebih jauh lagi, kerangka kerja konseptual dari Parsons dikobarkan sebagai minat nasional dalam bimbingan karir.

5.      Konferensi Nasional Bimbingan Karir Pertama
            Pada tahun 1910, Konferensi Nasional Bimbingan Karir Pertama (First National Conference on Vocational Guidance) telah digelar di Boston. Beberapa pembicara, seperti Charles W. Elliott, presiden Harvard menekankan kebutuhan akan personel bimbingan di sekolah. Pembicara lain, seperti pengawas sekolah di Boston, memberikan sugesti yang kuat bahwa metode-metode untuk mengembangkan potensi siswa harus menjadi sasaran masa depan dari studi-studi ilmiah. Dapat dipahami bahwa organisasi bimbingan di negara–negara lain sangat dipengaruhi oleh konferensi ini dan konferensi nasional di kota New York pada tahun 1912. Konferensi nasional ketiga dilaksanakan di Grand Rapids, Michigan, pada bulan Oktober 1913. Organisasi yang diberi nama the National Vocational Guidance Association telah didirikan. Organisasi ini merupakan instrumen penting dalam memprakarsasi upaya pengembangan bimbingan karir.
            Pentingnya pengembangan bimbingan karir dipengaruhi oleh hasil kerja seorang psikolog berkebangsaan Jerman, Hugo Munsterberg dengan mengembangkan psikologi industri. Dia bekerja sama dengan fakultas Harvard pada tahun 1897 yang memperkenalkan metode dari pengaruh bakat dan karakteristik orang yang sukses dalam bekerja di dalam okupasi-okupasi yang ditekuninya di Jerman. Pada tahun 1912, Munsterberg dalam buku yang ditulisnya Psychology and Industrial Efficiency melaporkan hasil studinya tentang pilihan okupasional dan performansi pekerja. Pada publikasi ini dan publikasi lainnya, Munsterberg mencatat poin tentang pentingnya menggunakan instrumen testing psikologis dan teknik-teknik untuk seleksi pekerja industri. Munsterberg memiliki pengaruh yang besar dalam memantapkan psikologi industri sebagai wilayah psikologi terapan yang relevan.
     
6.      Gerakan Pengukuran pada Tahun 1900-1940
            Dalam setiap kesempatan, gerakan pengukuran dan bimbingan dikembangkan berdasarkan beberapa kebutuhan dasar. Orang pertama yang memiliki pengaruh adalah Wilheim Wundt dari Leipzig, Jerman yang telah mendirikan laborarotium eksperimental pertama dalam psikologi. Wundt bekerja dalam pengukuran untuk mengevaluasi reaksi dari stimuli. Selanjutnya, Kraepelin dan Ebbinghaus, dua orang psikolog Jerman yang dipengaruhi oleh kerja Wundt, secara langsung mengkonstruksi alat-alat pengukuran dan menjadi pioneer dari gerakan pengukuran. Wundt juga memberikan konstribusi langsung pada gerakan pengukuran dengan menstandardisasi prosedur-prosedur yang menghasilkan model-model untuk mengembangkan tes yang terstandardisasi.
            James M. Cattel, salah seorang yang belajar di laboratorium Wundt di Jerman, berminat untuk mempelajari perbedaan indidivu. Ketika Cattel kembali ke Amerika Serikat, dia katif dalam gerakan pengukuran dan mental test merupakan istilah pertama yang digunakannya dalam artikel yang ditulisnya tahun 1890. Cattel juga belajar dan bekerja pada Galton, pioneer lain yang memiliki kekuatan dalam gerakan pengukuran, yang mengembangkan tes diskriminasi-sensoris untuk mengukur inteligensi.
            Sumbangan konstruksi tes inteligensi pertama secara umum diberikan oleh Alfred Binet dan Theophile Simon dari Perancis. Tes ini, dipublikasikan tahun 1905, yang diadministrasikan secara individual dan dikenal sebagai skala Binet-Simon atau sederhananya disebut dengan skala 1905. pada tahun 1916, di bawah arahan dari L.M. Termen dari Stanford University, skala Binet-Simon direvisi dan dipublikasikan dengan nama Stanford-Binet. Pengenalan istilah kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient/IQ) meningkatkan popularitas tes ini dan tes umum lainnya.
            Kebutuhan untuk melakukan testing kemampuan-kemampuan (abilities) dari kelompok yang lebih besar secara nyata dimulai pada Perang Dunia I. Lebih dari 1.5 juta membutuhkan klasifikasi dan selanjutnya mendapatkan mendapatkan pelatihan untuk membantu tentara. Di bawah arahan Robert M. Yerkes, tes inteligensi kelompok pertama dikembangkan. Arthur S. Otis, yang mengkonstruksi (tetapi tidak dipublikasikan) item tes objektif untuk administrasi kelompok, kontribusinya dapat dirasakan oleh mereka yang membutuhkan. Tes dikembangkan untuk tentara yang dikenal dengan the Army Alpha and Beta Tests. Tipikal lain dari tes ini adalah verbal Alpha Test, the Beta Test sebagai skala non-bahasa yang digunakan untuk orang yang buta huruf dan orang asing. Setelah perang usai, tes digunakan oleh konselor untuk masyarakat umum.
            Gerakan testing terus meningkat terus selama dua dekade. Tes bakat khusus dikembangkan; Clark L. Hull mempublikasikan Aptitude Testing pada tahun 1928. Publikasi ini merupakan alat untuk digunakan pada baterai tes bakat dalam bimbingan vokasional dan dengan penekanan pada konsep kesesuaian antara ciri manusia (human traits) dengan persyaratan kerja. Ide tentang prediksi kepuasan dan kesuksesan kerja dari pengukuran yang terstandardisasi mempengaruhi kegiatan pengukuran bakat dan gerakan bimbingan.
            Hubungan langsung antara pengukuran dan gerakan bimbingan telah mengembangkan asesmen minat. Pada tahun 1927, Edward K. Strong Jr. dari Stanford University mempublikasikan inventori minat edisi pertama, yaitu the Strong Vocational Interest Blank. Pengukuran minat ini, dikonstruksi dari respon-respon individual dalam okupasi-okupasi tertentu, yang disyaratkan bagi konselor karir sebagai alat yang penting untuk menghubungkan hasil asesmen dengan okupasi-okupasi tertentu.
            Testing prestasi di sekolah umum maju secara pesat sejak tahun 1920-an. Testing kepribadian sudah dimulai sejak Perang Dunia I tetapi mengalami kelambanan dalam perkembangannya. Bagaimanapun, gerakan testing juga dirasakan oleh konselor karir. Hasil asesmen dipercaya dapat membantu dalam proses pembuatan keputusan karir.

7.      Tindakan Signifikan dari Pemerintah Federal dan Kontribusi Sektor Privat
            Pemerintah federal memainkan peranan yang penting dalam gerakan bimbingan karir. Tindakan yang relevan dari legislatif dilewati dari tahun 1917 sampai 1940 yang dirangkum dalam bagian ini.
            Pada tahun 1917, the Smith-Hughes Act ditetapkan sebagai federal besar untuk mendorong perluasan program pendidikan vokasional secara nasional dalam lingkup yang lebih luas lagi. Tindakan ini juga dipengaruhi oleh dorongan dari penetapan departemen latihan konselor di universitas-universitas utama. The George-Dean Act dari tahun 1936  secara kontinyu mendorong gerakan pendidikan vokasional. Dalam merespon Great Depression, the Wagner-Peyser Act dari tahun 1935 ditetapkan sebagai the U.S. Employment Service. The Civilian Conversation Corps telah dibentuk tahun 1933, dan the Works Progress Administration telah ditetapkan pada tahun 1935. semua tindakan legislatif tersebut telah dirancang untuk menyediakan pekerja untuk mereka yang tidak mempunyai pekerjaan selama beberapa waktu. Pada tahun 1939, edisi pertama dari Dictionary of Occupational Titles telah dipublikasikan oleh the U.S. Employment Service.
            Pada sektor privat, the B’nai B’rith Vocational Service Bureau telah ditetapkan pada tahun 1938. Tujuannya adalah menyelenggarakan program bimbingan vokasional bagi kelompok di wilayah metropolitan. Pada tahun 1939, the Jewis Occupational Council telah ditetapkan untuk menghubungkan konseling, penempatan, dan layanan rehabilitasi untuk imigran Yahudi. Usaha dari Jewish Occupational Council ditetapkan sebagai model untuk melancarkan program bimbingan karir.

8.      Edmund G. Williamson
            Sejak awal tahun 1940-an, publikasi E.G. Williamson, How to Council Students (1939), berdampak luas biasa pada gerakan program bimbingan karir. Hasil kerja komprehensif ini, merupakan perluasan dari formulasi Parsons. Bagaimanapun, pendekatan konseling ini telah diilustrasikan ke dalam enam tahap sekuensial berikut : analisis, sintesis, diagnosis, prognosis, konseling, dan tindak lanjut. Pendekatan konseling Williamson dikenal sebagai konseling direktif (directive counseling). Williamson merupakan salah seorang dari anggota Minnesota Employment Stability Research Institute yang mempengaruhi perkembangan psikologi vokasional di University of Minnesota. Kelompok ini telah diidentifikasi sebagai pendekatan trait and factor pada bimbingan karir.
             
9.      Carl R. Rogers
            Pada tahun 1942, buku Carl R. Rogers yang sangat berpengaruh Counseling and Psychotherapy telah dipublikasikan. Rogers mengembangkan Client Centered Therapy berdasarkan pada filsafat humanisme sebagai “kekuatan ketiga” dalam psikologi. Filsafat humanisme menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan (human being) untuk merealisasikan diri (self realization). Ahli teori humanistik menentang pesimisme dan keputusasaan pandangan psikoanalitik dan konsep kehidupan “robot” dalam pandangan behaviorisme. Ahli teori humanisme yakin bahwa manusia memiliki potensi untuk berkembang secara sehat dan kreatif, mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, akan merealisasikan potensinya, serta mampu mengatasi pengaruh kuat dari pelatihan orangtua, pendidikan, dan tekanan sosial lainnya. 
            Menurut Jo Hall (1997) Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois pada tahun 1902. Rogers adalah anak dari pasangan Walter dan Julia. Rogers berasal dari keluarga penganut protestan konservatif. Rogers menerima gelar BA dari University of Wisconsin pada tahun 1924. Pada tahun 1928, ia menerima gelar MA dari Columbia University dan gelar P.hD. dalam bidang psikoterapi diterimanya dari Columbia University pada tahun 1931. Pada tahun 1940 Rogers menjadi profesor psikologi di Ohio State University tempat tinggalnya sampai tahun 1945. Rogers dialihtugaskan ke Chicago University pada tahun 1945 semenjak ia bertindak sebagai profesor psikologi dan sekretaris eksekutif di Counseling Center. Pada 1957 ia menempati suatu posisi di Departemen Psikologi dan Psikiatri di University of Wisconsin. Setelah itu, Rogers melakukan kunjungan ke berbagai perguruan tinggi. 
            Carl R. Rogers dikenal sebagai Bapak Client Centered Therapy. Sepanjang karirnya, ia mendedikasikan dirinya kepada psikologi humanistik dan teori perkembangan kepribadiannya yang terkenal luas. Rogers mulai mengembangkan konsep humanistik ketika bekerja dengan anak-anak yang mengalami kekerasan (abused children). Rogers mencoba mengubah dunia psikoterapi dari klaim para terapis psikoanalitik, eksperimental,  dan behavioristik yang mengabaikan potensi klien. Rogers percaya bahwa konseli dapat merealisasikan diri (self realization) dan menumbuhkembangkan dirinya (self growth) berdasarkan hasil analisis autoritatif konseli itu sendiri. Rogers berpendapat bahwa terapis harus membiarkan pasiennya menemukan solusi bagi diri mereka sendiri.         
            Rogers adalah figur terkemuka di dalam psikoterapi dan teori perkembangan kepribadian. Rogers mengembangkan teorinya berdasarkan hasil analisis autoritatif terhadap para terapis yang dipandangnya sebagai orang yang sedang memperdaya pasien-pasiennya. Rogers sangat dikenal dengan penekanannya pada kesadaran pribadi (personal awareness) dan membebaskan klien-kliennya meningkatkan fleksibilitas di dalam menentukan penanganan (treatment) bagi dirinya sendiri. Rogers percaya bahwa kepercayaan terhadap potensi individu itu penting karena setiap orang secara individual belajar untuk memahami dirinya sendiri dan membuat berbagai pilihan secara independen yang penting dalam memahami masalah yang dihadapinya. 
            Rogers mulai mengekspansi dan menentang iklim pemikiran psikoanalitik Freudian di Institute for Child Guidance tempat ia mendiagnosis dan menangani anak-anak. Rogers mulai mempertanyakan metodologi standar dan prosedur-prosedur psikologi karena faktanya ia memperoleh hasil yang lebih baik walaupun hanya dengan cara mendengarkan dan membiarkan pasiennya menentukan sendiri penanganan (treatment) dirinya.
            Rogers menyebarluaskan teori kepribadiannya dengan cara menerbitkan buku dan memberikan perkuliahan sehingga ia memperoleh banyak perhatian dan para pengikut termasuk mereka yang tidak setuju dengan teori perkembangan kepribadian yang dikembangkannya. Rogers telah mempublikasikan lebih dari 100 tulisannya untuk menjelaskan teori perkembangan kepribadian yang digagasnya.
            Rogers menerima sambutan luas dari berbagai kalangan masyarakat dan mendapatkan berbagai anugerah (awards) dan tanda jasa yang tinggi atas kontribusinya yang besar bagi dunia psikologi. Pada tahun 1955, Rogers mendapatkan the Nicholas Murray Butler Silver Medal dari Columbia University. Pada tahun 1972 Rogers mendapatkan dua anugerah sekaligus, yaitu dari American Psychological Assocation dan Division of Psychotherapy atas kontribusi profesionalnya untuk riset dalam bidang psikoterapi. Sepanjang sisa karirnya, Rogers menerima sejumlah anugerah bergengsi dari berbagai kalangan. Namun, yang menyedihkan pada tahun 1987 Carl R. Rogers meninggal dunia karena serangan jantung di San Diego, California.
           
10.  Perang Dunia II dan Program-program Pemerintah Federal
            Sejak Perang Dunia II, layanan tentara (the armed services) membutuhkan kembali testing untuk prosedur perekrutan dan pengklasifikasian anggota tentara. Dalam merespon kebutuhan tersebut, tentara membentuk divisi testing dan personel pada tahun 1939. The Army General Classification Test (AGCT) telah diproduksi pada tahun 1940, dan instrumen ini merupakan prinsip-prinsip tes kemampuan umum yang digunakan oleh layanan tentara sejak Perang Dunia II. Pengaruh utama dari program konseling ini ditetapkan oleh militer. Program tersebut telah dirancang untuk memaksimalkan potensi individu melalui hasil asesmen ketika rekrutmen penempatan dalam komponen-komponen yang bervariasi dari layanan tentara.
            Ketika Perang Dunia II berakhir, layanan tentara (the armed services) ditetapkan untuk dipisahkan dari program konseling. Tujuan utama dari program tersebut adalah untuk membantu para veteran kembali menjalani kehidupan sebagai masyarakat sipil. Prosedur-prosedur konseling dengan pilihan yang bervariasi diperkenalkan kepada veteran. Mencakup pendidikan dan perencanaan vokasional di masa depan. Pada tahun 1944, the Veterans Administration ditetapkan sebagai pusat kota bimbingan karir dan layanan lainnya. Banyak yang ditetapkan sebagai kampus perguruan tinggi atau universitas; layanan konseling tersebut terkenal sebagai model untuk perkembangan program bimbingan karir di berbagai institusi sekolah tinggi.
            Hanya untuk mengingat kembali pada kebutuhan umum dari banyak layanan bimbingan, Congress the George Barden Act digelar pada tahun 1946. Tindakan ini dilakukan untuk menetapkan program pelatihan konselor akademik dan disediakan berbagai metode untuk melaksanakan program bimbingan vokasional.

11.  Gerakan Testing setelah Perang Dunia II
            Pertumbuhan psikologi terapan setelah Perang Dunia II memberikan kontribusi secara signifikan pada pertumbuhan gerakan pengukuran. Beberapa cabang dari psikologi seperti psikologi industri, psikologi konseling, psikologi pendidikan, dan psikologi sekolah, telah digunakan ke dalam program pelatihan formal di banyak institusi sekolah tinggi. Kursus-kursus dalam prinsip-prinsip dan praktis testing sebagai komponen utama dari program pelatihan. Minat dalam menggunakan tes dalam semua cabang psikologi terapan telah dihubungkan secara langsung dengan praktik bimbingan karir.
            Setelah Perang Dunia II, kebutuhan akan perencanaan pendidikan lanjutan telah luas digunakan pada the College Entrance Examination Board dan the American College Testing Program (ACT). The ACT juga merupakan laporan inventori minat yang berhubungan secara langsung antara pekerjaan dan perguruan tinggi.
            The National Defense Educational Act pada tahun 1958 berpengaruh besar pada gerakan bimbingan karir baik secara umum maupun secara khusus berdampak pada gerakan testing. Tujuan dasar dari tindakan ini digunakan untuk membantu siswa dalam mengidentifikasi dan memahami bakat dan kemampuan awal dalam karir sekunder dan menyediakan program konseling yang dirancang untuk memberdayakan talenta-talenta yang dimilikinya secara optimal. Penggunaan tes secara khusus dimandatkan untuk mendapatkan kesempatan kerjasama melakukan tes dengan program konseling sekolah umum yang dibentuk oleh departemen pendidikan.
            Singkatnya sebelum Perang Dunia II dan khususnya setelah Perang Dunia II, beberapa buku penting tentang testing telah dipublikasikan. Contohnya, buku Mental Measurements Yearbook telah dipublikasikan pada tahun 1938 dan telah mempublikasikan delapan edisi. Buku yang ditulis oleh F.B. Davis (1947), D.C. Adkins (1947), L.J. Cronbach (1949), F.L. Goodenough (1949), W. Stephenson (1949), D.E. Super (1949), R.L. Thorndike (1949),             H. Gulliksen dan A. Anastasi (1954) adalah  contoh publikasi signifikan lainnya
pada testing yang diikuti oleh Perang Dunia II.
            Sejak Perang Dunia II periode pertumbuhan testing berlangsung setelah tahun 1945, dengan dibentuknya pusat publikasi tes. The Educational Testing Service telah dibentuk pada tahun 1948 dengan menggabungkan beberapa program testing khusus. The American College Testing Program telah didirikan pada tahun 1959. Penerbit komersial lainnya tumbuh menjadi perusahaan yang besar. Alasan utama dari kondisi tersebut adalah kebutuhan finansial dan komitmen teknis untuk mengembangkan dan memelihara bermacam-macam program testing yang dapat dijual pada hari ini. Hal yang terbaru, rancangan, konstruksi, dan pembaharuan tes memerlukan sistem pendukung teknis yang canggih.
            Teknologi canggih membuat prosedur skoring tes dengan cepat dan testing dapat dilakukan melalui program personel bimbingan karir secara atraktif. Skor secara komputerisasi dan deskripsi narasi dari hasil asesmen dimanfaatkan dalam bimbingan karir. Untuk mengakses hasil asesmen bagi konselor karir dan konseli akan lebih mempermudah penggunaan instrumen testing yang lebih bervariasi dalam proses konseling karir.
            Saat ini penggunaan hasil asesmen dalam konseling karir sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Bagaimanapun, peran dari penggunaan hasil asesmen dalam konseling karir harus dijaga; dalam perspektif ini hasil asesmen tidak boleh mendominasi proses pembuatan keputusan dalam bimbingan karir. Keterampilan pengembangan pengalaman kerja dan waktu luang merupakan contoh penting sebagai pemanfaatan hasil asesmen dalam proses pembuatan keputusan karir.
           

12.  Teori-teori Perkembangan Kari
            Pada awal tahun 1950-an, Ginberg, Roe, dan Super mempublikasikan teori-teori perkembangan karir dan pilihan okupasional sebagai sesuatu yang paling menonjol dalam perkembangan gerakan bimbingan karir.  Dapat dipahami bahwa publikasi merupakan instrumen besar yang dapat menarik minat praktek bimbingan karir dan dukungan material yang digunakan oleh para praktisi. Formulasi mereka telah menghasilkan beberapa proyek penelitian dan metode untuk melaksanakan program bimbingan karir. Para ahli teori lainnya seperti Holland, Tiedeman, Gelatt, Krumboltz, dan Bordin, juga memiliki kontribusi pada perkembangan karir dan teori pilihan karir. Para ahli teori perkembangan dan pilihan karir merupakan isu yang dialamatkan pada profesi konseling untuk melakukan publikasi penting dan pertemuan profesional.

13.  Gerakan Bimbingan Karir dari Tahun 1960-an
            Sejak periode ini, gerakan bimbingan karir mengalami kemajuan yang besar. Profesi konseling dibentuk dengan kepemimpinan nasional dan organisasi lokal. Eksploitasi tenaga kerja anak-anak dilarang, dan kondisi kerja untuk orang Amerika secara umum ditingkatkan. Minat untuk menumbuhkan dan membuat layanan sosial untuk semua negara dan semua level usia. Setelah akhir tahun 1950-an, gerakan bimbingan karir sangat pesat dengan organisasi kepemimpinan, tetapi pada tahun 1960-an diperuntukkan sebagai waktu perdamaian untuk Amerika Serikat.
            Gejolak tahun 1960-an dideskripsikan sebagai periode tanpa tanpa keresahan untuk membesarkan suara hari sosial dan menghilangkan perasaan mengeksploitasi anak-anak muda. Deskripsi ini digunakan untuk mengkarakterisasikan masa muda pada tahun 1960-an, seperti suka menentang, militan, keresahan, dan hippie. Pertanyaan untuk semua aspek cara hidup orang Amerika tindakan para militan, demonstrasi dari aktivis kampus, dan tentangan umum lainnya telah ditetapkan sebagai nilai-nilai sosial. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan tantangan bagi profesi konseling umumnya dan bimbingan karir pada khususnya. contohnya, peran dan makna kerja di dalam masyarakat tlah dipahami sebagai isu utama pada tahun 1960-an dan 1970-an. Isu lainnya, seperti gerakan dan bimbingan bagi kaum perempuan, sebagai kekuatan dominan dalam gerakan bimbingan karir.
            Setelah 10-15 tahun, gerakan gimbingan karir mengalami perluasan dalam peran dan lingkupnya. Trend utama menekankan pada orientasi humanistik dan holistik. Pendekatan humanistik, dirancang untuk menyadarkan hidup seseorang dan membawa pada makna seluruh aspek gaya hidupnya. Rasional-filosofis dari pendekatan eksistensial sangat berpengaruh secara signifikan pada kehidupan individu di dalam masyarakat. Banyak individu yang menyadari potensi dan pengalamannya, kemungkinan terbesar karena adanya asersi dan pengarahan diri (self-assertion and direction). Orientasi filosofis telah membentuk pola model bimbingan karir sebagaimana yang diketahui sekarang ini.
            Pemerintah federal secara berkelanjutan mendukung program tersebut yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bimbingan karir. Sejak awal tahun 1960-an, Congress legislasi tentang pemberdayaan manusia yang dirancang untuk menemukan pekerjaan baru yang terdapat dalam program latihan okupasional. Kegiatan tersebut menempatkan pentingnya konseling dalam berbagai setting, termasuk agensi dalam komunitas. Legislasi lain di bawah the Economic Opportunity Act didirikanlah proyek seperti Headstart, Job Corps, Neighborhood Youth Corps, dan Community Action Programs. Banyak dari program tersebut yang disediakan untuk layanan konseling khusus.
            The Vocational Educational Act dari tahun 1963 juga mempengaruhi gerakan bimbingan karir. Tindakan ini “disediakan untuk memahami pekerjaan individu yang secara formal untuk persiapan bimbingan dan latihan penyesuaian okupasional, baik secara teknis maupun ekonomis” (p.81). Setelah amandemen, layanan bimbingan karir dilaksanakan juga di sekolah dasar dan menengah, komunitas perguruan tinggi umum, dan institut teknik.

14.  Pendidikan Karir
            Konsep baru tentang pendidikan digulirkan sejak awal tahun 1970-an sebagai jawaban terhadap sistem pendidikan baru yang tidak sesuai untuk mempersiapkan anak muda memasuki pekerjaan. Pada tahun 1971, Commissioner of Education, Sidney P. Marland mengajukan rencana khusus yang dialamatkan pada perkembangan karir, sikap, dan nilai-nilai pada pembelajaran tradisional. Filosofi pendidikan baru ini – pendidikan karir – diintegrasikan ke dalam proses pendidikan, dari mulai taman kanak-kanak sampai masa dewasa. Program pendidikan karir telah diimplementasikan sejak tahun 1970-an dengan topik utama seperti kesadaran karir, eksplorasi karir, klarifikasi nilai-nilai, keterampilan pembuatan keputusan, orientasi karir, dan persiapan karir. Dapat dipahami bahwa program pendidikan karir menjadi perhatian utama pada gerakan bimbingan karir.

15.  Profesionalisme
            Fokus perhatian pada awal tahun 1970-an bergeser pada persiapan standardisasi konselor dan pengembangan profesi konseling secara umum. Pada tahun 1972, standar persiapan untuk memasuki konselor telah dikembangkan oleh the Board of Directors of the American Personnel and Guidance Association (APGA). Pada tahun 1977, APGA menetapkan guideline untuk program latihan doktor pendidikan konselor. Tindakan ini diikuti oleh deklarasi beberapa bagian APGA untuk menetapkan lisensi konselor profesional. APGA (sekarang American Association for Counseling and Development atau AACD) ditujukan untuk layanan sosial. Pada tahun 1984, the National Vocational Guidance Association (NVGA) ditetapkan sebagai prosedur untuk kredensialisasi konselor karir.

16.  Kemajuan Teknologi
            Perkembangan komputerisasi informasi karir dan program bimbingan interaktif juga mempengaruhi gerakan bimbingan karir. Kemampuan mengakses dan memediasi informasi pada okupasi spesifik dan program pendidikan telah diberikan kepada konselor sebagai alat pendukung yang penting. Komputerisasi, sistem bimbingan karir interaktif merupakan edisi pendukung program bimbingan karir. Teknologi dimanfaatkan untuk mencari dan menyimpan informasi karir dan sistem bimbingan interaktif.

17.  Melihat ke Masa Lalu dan Memandang Masa Depan
            Berbagai referensi menyebutkan bahwa banyak peristiwa dan kondisi sosial mempengaruhi gerakan bimbingan karir. Kronologi gerakan bimbingan karir merefleksikan secara berkelanjutan pengaruh dari sosial, politik, ekonomi, dan perubahan kehidupan bernegara. Dalam arena politik, gerakan bimbingan karir pun mendapat dukungan. Legislasi federal menyediakan sarana pengembangan program konseling karir dan program latihan untuk konselor. Faktanya, pemerintah federal telah memainkan peranan yang signifikan dalam gerakan bimbingan karir.
            Dengan tidak melupakan kontribusi, dedikasi, dan pioneer dari banyak individu, gerakan bimbingan karir berkembang dengan dukungan dari pemerintah federal. Konseptualisasi dari bimbingan karir telah menghasilkan berbagai guideline untuk praktek bimbingan karir secara temporal. Individu lainnya berkonsentrasi pada penelitian dasar mengenai perkembangan manusia yang mempengaruhi gerakan bimbingan karir. Penelitian tersebut mengawali terbentuknya cabang psikologi terapan dan kontributor pengembang teknologi yang kesemuanya merupakan bagian dari mainstream gerakan bimbingan karir.
            Pergerakan bimbingan karir merupakan produk dari perkembangan bangsa. Sejarah kemajuan manusia ditemukan dalam sebuah bangsa yang berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Prinsip hak asasi manusia menyentuh semua aspek kehidupan manusia mencakup kemajuan dan perubahan politik, ekonomi, pendidikan, filsafat.
Memandang ke belakang ataupun ke depan dalam bimbingan dan konseling karir berarti menempatkannya dalam konteks makna pribadi dan sosial yang lebih luas. Ini berarti bahwa penonjolan dan sentralisasinya ialah membantu individu-individu dari semua tingkat usia dalam mengambil keputusan yang sangat penting bagi dirinya, yaitu karir yang akan menyita sebagian besar masa hidupnya dalam mempersiapkan dan terjun di dalamnya. Bimbingan dan konseling karir tidak hanya merupakan cara yang secara psikologis sangat efektif dalam membantu seseorang mencapai dan mempertahankan hubungan dengan realitas, yakni, melalui pekerjaan yang bermakna dan produktif, tetapi juga menyiapkan sarana ekonomik untuk mempengaruhi perubahan sosial, misalnya melalui perluasan atau pelebaran rentang pilihan-pilihan karir bagi kaum wanita.
Selain itu, Crites (Manrihu, 1992 : 2-8) juga menyebutkan kronologis peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah perkembangan bimbingan dan konseling karir berikut.
            Tahun 1859-1900. Bimbingan dan konseling karir yang terorganisasi belum jelas asal mulanya. Kondisi yang memungkinkan pertumbuhannya adalah ekonomi (misalnya industrialisme dan berkembangnya pembagian kerja); sosial (misalnya urbanisasi, tenaga kerja anak-anak, imigrasi, dan transmigrasi); ideologis (misalnya semangat reformasi yang menyala-nyala dan keyakinan akan dapatnya meningkat martabat dan status manusia); dan ilmiah.
            Tahun 1909. Tahun ini merupakan tahun gemilang dalam sejarah bimbingan dan konseling karir, karena pada tahun ini terbit Choosing a vocation yang disusun oleh Frank Parsons, yang diakui sebagai “bapak” bidang ini, yang meninggal pada tahun sebelumnya. Karya Parson mendapat pengakuan dari Minnesota Employment Stabilization Research Institute dengan dinyatakan bahwa Parson telah mengidentifikasi tiga variabel pokok dalam proses pengambilan keputusan karir yaitu ;              a) individu; b) okupasi, dan c) hubungan antara keduanya. Pendekatan apapun yanng dilakukan dalam bimbingan dan konseling karir sudah pasti berkaitan dengan komponen-komponen pokok dari pemilihan pekerjaan ini.  
            Tahun 1911. Vocational Guidance News-Letter diterbitkan oleh Vocation Bureau dan disunting oleh Frederick J. Allen, terbit pada tahun ini. Jurnal Amerika pertama ini berkenaan dengan bimbingan vokasional, merupakan pendahulu dari Vocational Guidance Magazine, Occupations, dan ketika American Personnel, and Guidance Association didirikan pada tahun 1951 diubah menjadi Personnel and Guidance Journal.
            Tahun 1918. Pada tahun James Burt Miner kuesioner minat yang pertama pada Carnegie Institute of Technology. Beberapa tahun kemudian (1921), Bruce V. Moore melakukan penelitian teknik pengukuran minat kepada mahasiswa-mahasiswa teknik tingkat sarjana pada lembaga yang sama, dan Karl Cowdey menerapkan differential weighting system terhadap jawaban-jawaban tes minat pada Stanford University. Penelitian sebelumnya mengenai perbedaan-perbedaan sifat kelompok okupasional sangat menekankan pada kemampuan-kemampuan.
            Tahun 1925. Pada tahun ini Harry D. Kitson, seorang pioneer dalam latihan konselor-konselor vokasional, mula-mula di Indiana University, dan bertahun-tahun pada Teachers College, Columbia University, menerbitkan bukunya yang terkenal, The psychology of Vocational Adjusment. Kitson, seperti halnya Parsons, memandang bimbingan dan konseling karir sebagai suatu bidang yang khusus sekali bagi para profesional terlatih.
            Tahun 1951. Pada tahun ini Donald E. Super melancarkan               the Carer Pattern study, yang segera menjadi salah satu dari studi-studi jangka panjang bidang pertama yang diabadikan kepada penelitian programatik dalam bidang prilaku karir. Berbeda dengan para psikolog karir lainnya, Super telah menolong membebaskan bimbingan dan konseling karir dari konsep pengambilan keputusan yang statistik dan single choice at a point in time, memperhatikan kontribusi-kontribusi potensial dari sosiologi dan ekonomi terhadap bidang ini, dan menempatkan studi prilaku karir dalam konteks perkembangan manusia. Pandangan-pandangannya mula-mula dikemukakan dalam serangkaian artikel dalam jurnal yang berpengaruh sejak permulaan tahun 1950-an dan kemudian dilakukan sintesis dan diperluas sehhingga menjadi suatu buku, The Psychology of Careers (1957).
            Tahun 1973. Dalam mengikuti konsep kematangan vokasional Super, selama bertahun-tahun (1961-1971) Crites mengembangkan pengukuran sikap-sikap dan kompetensi-kompetensi pilihan karir yang diterbitkan dengan Career Maturity Inventory (CMI) pada tahun 1973 dan direvisi tahun 1978. Instrumen ini disusun berdasarkan suatu model hirarkis dari kematangan karir yang didasarkan pada perbedaan antara isi dan proses pilihan karir yang sebelumnya tidak disebutkan.  
Dari penyajian diatas tampak adanya beberapa kecenderungan pokok dalam sejarah bimbingan dan konseling karir. Bilamana bimbingan dan konseling karir dipandang sebagai suatu kondisi perlakuan, maka waktunya terbatas. Dalam pengertian ini bimbingan dan konseling karir akan dipandang sebagai jawaban terhadap taksonomi masalah-masalah vokasional atau terhadap kesulitan-kesulitan dalam pilihan pekerjaan dengan menerapkanu pengetahuan tertentu untuk memecahkannya.
Sebagai variabel stimulus, bimbingan dan konseling vokasional dapat secara lebih efektif dipandang dari segi longitudinal dan developmental yang mempersiapkan seseorang dengan perilaku-perilaku yang dapat mengantisipasi pilihan-pilihan dan membangun karir kematangan karir, dan tidak hanya sekedar menunggu sampai muncul masalah untuk kemudian melakukan aksi. Terlihat jelas bahwa fokus utama bimbingan dan konseling karir sebagai suatu stimulus adalah edukatif, karena intinya ialah memaksimalkan perkembangan, bukan memperbaiki kekurangan.
 Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan untuk memasuki suatu pekerjaan. Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karir (career). Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan. Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi, konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut dipertimbangkan.
Konsep karir mencakup rentang waktu yang lebih panjang daripada pilihan okupasional (occupational choice). Konsep karir menjangkau aktivitas pravokasional seperti pilihan sekolah dan jurusan, dan juga pasca-vokasional seperti para pensiunan yang bekerja kembali. Pertimbangan utama dalam konseling karir bukanlah perbedaan-perbedaan pada okupasi-okupasi, tetapi pada kontinuitas atau diskontinuitas dalam perkembangan karir individu, interaksi antara pilihan-pilihan pendidikan dan okupasional setiap saat, dan sekuensi okupasi-okupasi, jobs, dan posisi-posisi yang pernah dikerjakan.
Dewasa ini, perkembangan karir dan bimbingan karir penekanannya makin diarahkan pada individu, dengan memberi peluang yang sama bagi kesadaran diri dan kemungkinan-kemungkinan okupasional. Pandangan ini membuka peluang bagi pilihan gaya hidup (life style) dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan hal tersebut dalam kehidupan.
Selain itu, konsep bimbingan vokasional lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad kedua puluh, yang dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : 1) keadaan ekonomi; 2) keadaan sosial; dan 3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; 4) pengembangan ilmu, khusunya dalam bidang ilmu psikofisik dan psikologi eksperimental yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binet dan yang lainnya. Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan vokasional (vocational guidance) yang tersebar keseluruh negara (Crites dalam Farhanzen, 2006).
Sementara itu, dalam perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karir sudah mulai dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun 1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karir cukup terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994, bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karir ditempatkan sebagai salah bidang bimbingan.
Sampai dengan sekarang ini bimbingan karir tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan. Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya pendidikan kecakapan hidup (life skill education) dalam kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karir sungguh menjadi amat penting, khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam pendidikan kecakapan hidup (life skill education).

B.   Definisi Karir
Implisit dalam kecenderungan-kecenderungan pada sejarah bimbingan dan konseling karir adalah terdapatnya berbagai definisi tentang apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling karir. Variabilitas dalam terminologi yang digunakan selama bertahun-tahun cukup membingungkan. Bidang-bidang ini juga memiliki berbagai nama, antara lain : konseling okupasional, bimbingan vokasional, dan bimbingan karir. Oleh karena itu, yang penting bukan hanya mendefinisikan parameter-parameter bimbingan dan konseling karir; tetapi juga kesepakatan dalam tata nama.
            Istilah “karir” lebih kontemporer, menunjukkan, dan mencakup sifat developmental  dari pengambilan keputusan sebagai suatu proses yang berlangsung seumur hidup (lifelong) (Crites, 1981:11). “Karir” lebih inklusif daripada “vokasional”, yang tidak hanya memiliki konotasi-konotasi khusus (seperti pendidikan vokasional), tetapi juga makna-makna historis yang kadang-kadang dikacaukan dengan pilihan sebagai suatu panggilan luhur (calling) (Tilgher dalam Manrihu, 1992:18); dan “bimbingan” dirangkaikan dengan “konseling” karena bimbingan memiliki konotasi sebagai sesuatu program yang komprehensif tentang orientasi okupasional yang dapat mencakup hubungan tatap muka antara konselor dan konseli. Karir adalah perjalanan yang dilalui seseorang selama hidupnya.           
       Feldam dan Arnold (Moekijat, 1995:4-5) mengemukakan bahwa:
1.      Istilah karir tidak hanya berhubungan dengan individu yang mempunyai pekerjaan yang status tinggi atau yang mendapat kemajuan cepat. Istilah karir sedikit banyak telah “didemokratisasi”, sekarang karir menunjukkan rangkaian atau urutan pekerjaan/vokasional yang dipegang oleh orang-orang selama riwayat pekerjaannya, tidak pandang tingkat pekerjaan atau tingkat organisasinya.
2.      Istilah karir tidak lagi hanya menunjukkan perubahan pekerjaan gerak vertikal, naik dalam suatu organisasi. Meskipun sebagian besar karyawan masih berusaha mencapai kemajuan , akan tetapi banyaknya orang yang menolak pekerjaan yang lebih berat tanggung jawabnya untuk tetap dalam vokasional yang sekarang dipegang dan disukainya, makin bertambah. Sekarang banyak gerakan karir bergerak secara horizontal dan kadang-kadang ke bawah.
3.      Istilah karir tidak lagi mempunyai arti yang sama dalam suatu pekerjaan dalam suatu mata pencaharian atau dalam suatu organisasi. Sekarang terdapat fakta-fakta bahwa kian lama kian banyak individu yang mengalami apa yang disebut banyak karir, jalur-jalur karir yang mengandung dua atau tiga bidang yang berlainan dan dua atau tiga organisasi yang berlainan pula.
4.      Tidak ada anggapan lagi bahwa organisasi dapat mengendalikan karir individu secara sepihak. Terdapat lebih banyak tekanan pada perencanaan dan kurang pada “melihat bagaimana sesuatu itu menghasilkan”, baik pada individu maupun organisasi.
            Menurut Tolbert (Manrehu, 1988 : 25) karir adalah sekuensi okupasi-okupasi dimana seseorang ikut serta di dalamnya; beberapa orang mungkin tetap dalam okupasi yang sama sepanjang tahap-tahap kehidupannya, sedang yang lainnya mungkin memiliki rangkaian okupasi-okupasi yang begitu berbeda.
Pendapat lain dikemukakan oleh Zunker (Winkel, 1997 : 571) bahwa ”career refer to the activities associated with an individual’s lifetime of work”. Lebih jauh, Crites (1981 : 11) menyatakan bahwa “…the term “career” is contemporary – the developmental nature of decision making as a long life process”. Senada dengan dua pendapat tersebut, Super (Herr & Crammer, 1984 : 14) mengungkapkan bahwa :
Career defined as the course of events which constitutes a life; the sequence of occupations and other life roles which combine to express one’s commitment to work in his or her total pattern of self-development; the series of remunerated and nonremunerated positions occupied by a person from adolescence is only one; includes work-realted roles such as those of student, employee, and pensioner together with complementary a vocational, familial, and civic roles. Careers exist only as people pursue them; they are person-centered. It is last notion of careers, “they exist only as people pursue them, “which summarizes much of the rationale for career guidance

            Ahli-ahli perkembangan karir lainnya mengungkapkan bahwa karir menggambarkan seseorang yang memandang pekerjaannya sebagai panggilan hidup yang meresap keseluruh alam pikiran dan perasaan sekaligus mewarnai seluruh gaya hidup (life styles) kehidupannya; karir lebih dari sekedar pekerjaan; karir berhubungan dengan bagaimana individu melihat dirinya; karir merupakan perkembangan individu (self development) dalam rentang kehidupan yang meiputi peran-peran hidup, setting-setting, dan peristiwa-peristiwa kehipan seseorang (Herr & Crammer, 1984 : 14).
            Secara umum, perspektif karir tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu karir yang identik dengan pekerjaan dan karir dalam konteks life span. Pertama, karir yang identik dengan pekerjaan mengisyaratkan bahwa sesuatu dikatakan karir jika memenuhi kriteria-kriteria berikut : 1) keterlibatan individu dalam menjalankan pekerjaannya; 2) pandangan individu yang melihat pekerjaan sebagai sumber kepuasan yang bersifat non-ekonomis;         3) persiapan pendidikan atau pelatihan dalam memperoleh dan menjalankan pekerjaan; 4) komitmen untuk menjalankan pekerjaan; 5) dedikasi yang tinggi terhadap apa yang dikerjakan; 6) keuntungan financial; 7) kesejahteraan personal yang membawa kebermaknaan hidup.
            Kedua, dalam konteks life span, karir dimaknai sebagai perjalanan hidup individu yang bermakna. Kebermakaan yang dimaksud diperoleh individu melalui integrasi peran, setting, dan peristiwa yang melibatkan pengambilan keputusan-keputusan, komitmen, gaya hidup, dedikasi, dan persiapan-persiapan untuk menjalani dan mengakhiri kehidupan. Karir dalam pengertian ini lebih dari sekedar mengerjakan sesuatu atau bekerja di suatu tempat, tetapi karir merupakan manifestasi dari hidup dan kehidupan individu itu sendiri.
            Berdasarkan berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa karir adalah jalannya peristiwa-peristiwa kehidupan; sekuensi okupasi-okupasi dan peranan-peranan kehidupan lainnya yang keseluruhannya menyatakan tanggung jawab seseorang kepada pekerjaan dalam keseluruhan pola perkembangan dirinya; serangkaian posisi-posisi yang diberi upah atau tidak berupah yang diduduki oleh seseorang sejak remaja sampai pensiun, yang mana okupasinya hanya satu; mencakup peranan-peranan yang berkaitan dengan pekerjaan. Selain itu, karir adalah semua pekerjaan atau vokasional yang ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang.

C.   Persamaan dan Perbedaan Karir, Vocational, Ocupational, dan Job
Kata “karir” identik dengan bekerja atau pekerjaan. Menurut Winkel (Herr & Crammer, 1984 : 5; dan Manrihu, 1992 : 32 – 34) kata employment dan job lebih mengarah kepada seseorang yang sibuk mengerjakan sesuatu dengan mendapat imbalan ekonomis atau usaha dan waktu yang dicurahkan, tanpa merasa terlibat dalam pekerjaannya atau memandangnya sebagai sumber kepuasan pribadi yang bersifat non-ekonomis. Kata occupation lebih menekankan pada seseorang yang merasa terlibat dan memperoleh kepuasan di dalam pekerjaannya karena ada persiapan untuk memegang pekerjaan, namun keterlibatannya dibatasi pada jam-jam bekerja. Selanjutnya, job juga merujuk pada pekerjaan yang tidak berkelanjutan atau bersifat temporer. Job hanya menuntut kemampuan minim, pendidikan seadanya, dan dedikasi yang sedikit. Lain dengan karir yang memerlukan sejumlah pelatihan, pendidikan, dan komitmen pada kehidupan kerja yang dipilih individu. Karir juga merupakan kesuksesan pada apa yang dipilih individu untuk dilakukan dengan disertai keuntungan finansial dan kebermaknaan personal.
            Super (Herr & Crammer, 1984 : 5; Manrihu, 1992 : 32-34) mengemukakan istilah vocation atau vocational yang secara konseptual mirip dengan karir. Vocation merupakan occupation dengan tanggung jawab terutama dibedakan oleh makna psikologis yang kontras dengan makna ekonomisnya, yaitu adanya keterlibatan ego, kebermaknaan dalam diri individu sebagai suatu aktivitas, dan tidak semata-mata karena hasil produktif, distributif, atau keuntungan ekonomisnya, walaupun semua itu juga bernilai. Lebih jauh, vocation tidak hanya pelaksanaan tugas, melainkan hasil keseluruhan perilaku yang berpusat pada pribadi.    Drever (1952 : 200) dalam A Dictionary of Psychology mendefinisikan bahwa “occupational relating or referring to the work an individual performs for a livelihood”. 
            Berkaitan dengan pernyataan-pernyataan tersebut, Crites (1981 : 11) mengemukakan bahwa :
First, the term “career” is contemporary. It has increasingly supplanted “covational” to designate and encompass the developmental nature of decision making as a lifelong process.
Second, “career” is generally more inclusive than “vocational has not only
special connotations (such as vocational-technical education), but also historical meanings that are sometimes confused with choice as a “calling”

D.  Bimbingan dan Konseling Karir
            Implisit dalam kecenderungan-kecenderungan pada sejarah bimbingan dan konseling karir adalah terdapatnya berbagai definisi tentang apa yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling karir. Variabelitas dalam terminologi yang digunakan selama bertahun-tahun cukup membingungkan.
Dalam beberapa literatur kata bimbingan dan konseling dipandang sebagai istilah yang memiliki pengertian berbeda. Artinya, kata bimbingan dan konseling memiliki arti yang tidak sama atau tidak diartikan sama. Tetapi di lain pihak (masyarakat “awam”) sering menggunakan kedua istilah itu secara bersama-sama atau dipandang sebagai kata yang tidak terpisahkan. Sehingga sebutannya bukan lagi bimbingan dan konseling tetapi bimbingan konseling. Untuk memperoleh pemahaman mengenai persamaan, perbedaan dan hubungan kedua istilah bimbingan dan konseling, dapat diperhatikan beberapa uraian di bawah ini.
Istilah bimbingan berasal dari kata guidance dengan kata dasar guide yang berarti menunjukkan, menentukan, mengatur atau mengemudikan (Shertzer & Stone), Selanjutnya kata ini  memiliki pengertian yang berbeda-beda, di antaranya :
Mortensen and Schmuller (1976) mengemukakan :
Guidance may be defined as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specialized staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic idea

Sedangkan Kartadinata (1998:3), menjelaskan bimbingan merupakan “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”.
            Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan Mortensen dan Kartadinata, dapat dikemukakan bimbingan merupakan proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga akhli (konselor) agar individu (konseli) mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
            Pengertian bimbingan tersebut mengandung arti lebih luas, yaitu:
1.      Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan.
Bimbingan bukan merupakan “kegiatan insidental” tetapi dilakukan berdasarkan analisis: a) kebutuhan individu, b) harapan dan kondisi lingkungan, c) direncanakan secara matang, baik tujuan, fungsi, kegiatan, strategi dan prosedurnya, d) disusun dengan melibatkan semua personel pendidikan selain konselor, mulai kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi, orang tua bahkan para siswa sesuai dengan fungsi,  peran dan kewenangannya, e) dalam pelaksanaannya memperhatikan fasilitas, tempat dan waktu, serta f) dilakukan dengan  penuh tanggung jawab melalui proses evaluasi, baik terhadap program, proses maupun  hasil yang dicapainya.

2.      Bimbingan merupakan bantuan bagi individu.
Layanan bimbingan diperuntukan bagi seluruh individu dengan segala aspek kehidupannya, baik kehidupan pribadi, sosial, pendidikan maupun kehidupan karirnya. Artinya bimbingan bukan hanya untuk individu yang bermasalah (penyembuhan) tetapi lebih berorientasi pendidikan,  pengembang-an, pencegahan, dan penyesuaian.

3.      Bimbingan bertujuan mengembangkan potensi secara optimal.
Tujuan layanan bimbingan bukan hanya untuk memecahkan masalah yang dihadapi individu tetapi agar individu memiliki pemahaman tentang potensi yang dimiliki, mampu memanfaatkan potensi untuk meraih keberhasilan minat dan cita-cita masing-masing sesuai dengan tuntutan kehidupan lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki individu dan lingkungannya secara optimal.

4.      Bimbingan dilakukan oleh tenaga ahli.
Bimbingan adalah kegiatan profesional, karena itu harus dilakukan oleh tenaga ahli profesional (konselor). Namun, kegiatan bimbingan bukan merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan hanya oleh seorang konselor (one man show) tetapi perlu melibatkan ahli-ahli lain (team work) sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.
Menurut para ahli definisi konseling pun memiliki sedikit perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan, aliran atau teori yang dijadikan pijakan dalam merumuskannya. Beberapa definisi konseling yang dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:
Shertzer dan Stone (1980), mengemukakan “counseling is an interaction process which facilitates meaningful understanding of self and environment and result in the establishment and/or clarification of goals and values of future behavior”.
Cavanagh (1982: 1-2) mengemukakan konseling ditunjukkan oleh suatu hubungan antara pemberi bantuan yang terlatih dengan seorang yang mencari bantuan, bantuan yang diberikan berupa keterampilan dan penciptaan suasana yang membantu orang lain agar dapat belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain melalui cara-cara yang lebih tumbuh dan produktif.
Sedangkan American School Counselor Assosiation (ASCA), mengemukakan konseling merupakan hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
Pengertian yang dikemukakan Shertzer dan Stone (1980), Cavanagh (1982: 1-2, dan ASCA kesemuanya mengandung tujuh elemen kunci, yaitu :
            Pertama, Seorang yang memberi bantuan (konselor) adalah seseorang yang terlatih secara profesional, yaitu memiliki pendidikan secara akademik dan pengalaman latihan keterampilan secara profesional serta mempunyai pengalaman yang luas dalam memecahkan beberapa masalah.
            Kedua, Konselor berada dalam suatu interaksi dengan konseli melalui hubungan yang bersifat membantu. Dalam hubungan ini (konselor dan konseli) sekurang-kurangnya terdapat saling pengertian, kepercayaan, penerimaan dan kerjasama. Semua ini akan membantu menumbuhkan kedalaman proses konseling.
            Ketiga, konselor profesional membutuhkan kualitas pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang bersifat membantu. Keterampilan saja tidak cukup untuk membantu konseli menjadi tumbuh tanpa penciptaan suasana yang muncul dari kualitas pribadi seorang konselor.
            Keempat, Koselor membantu seseorang (konseli) agar dapat belajar. Karena konseling pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa proses belajar yang diperlihatkan dengan terjadinya suatu perubahan perilaku konseli dari perlikaku yang maladaptif (salah suai) ke perilaku yang adaptif.
            Kelima, Melalui proses konseling, orang belajar untuk berhubungan dengan dirinya sendiri dan orang lain. Hal ini berarti bahwa konselor membantu orang lain (konseli) berhubungan dengan dirinya secara lebik baik sehingga menjadi lebih terintegrasi dan mampu mengurangi konflik-konflik yang dialaminya. Berhubungan dengan orang lain merupakan kemampuan yang penting karena pada dasarnya kebutuhan psikologis hanya bisa didapatkan melalui hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi). Selain itu, untuk menumbuhkan suatu tanggung jawab pribadi memerlukan dukungan tangung jawab sosial.
            Keenam, Orang (konseli) belajar untuk berhubungan melalui cara-cara yang menumbuhkan diri secara produktif. Ada tiga makna yaitu:      1) orang tumbuh melalui kompetensi intrapersonal dan interpersonal;         2) konseling berupaya menumbuhkan kepribadian dan bukan semata-mata hanya menghilangkan symptom (gejala); 3) konseling ditujukan bagi orang normal yang mengalami kesulitan dalam menumbuhkan dirinya.
            Ketujuh, Konseling merupakan suatu hubungan antara konselor dengan konseli (yang membutuhkan bantuan). Hal ini perlu disadari bahwa seseorang yang berhubungan dengan konselor melalui konseling karena membutuhkan bantuan.
            Berdasar pada pengertian konseling yang dikemukakan Cavanagh,  mengandung beberapa tujuan yang ingin dicapai setelah proses konseling. Ada beberapa pengelompokkan tujuan konseling yang dirumusakn oleh banyak ahli, di antaranya menurut Shertzer & Stone, yaitu seperti berikut.
1.      Perubahan Perilaku
Hampir semua pernyataan yang mengungkapkan tujuan konseling adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang memungkinkan konseli hidup lebih produktif dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Perilaku yang dimaksud antara lain  pada saat berhubungan dengan orang lain, dalam situasi keluarga, prestasi belajar, situasi bekerja dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai tujuan dalam konseling dipandang sebagai perubahan respons-respons khusus baik terhadap diri sendiri atau orang lain sehingga terbuka kemungkinan untuk hidup lebih produktif dan bahagia atau memuaskan sesuai dengan norma-norma agama, dan masyarakat.

2.      Kesehatan Mental
            Pendapat lain mengatakan bahwa tujuan konseling adalah pencapaian kesehatan mental. Jika tujuan ini tercapai, maka individu mencapai integrasi kepribadian, penyesuaian diri dan dapat berdampingan secara positif dengan orang lain. Selain itu ia akan belajar menerima tanggung jawab, mengambil keputusan sendiri dan menjadi tidak tergantung pada orang lain.

3.      Pemecahan Masalah
Dengan suatu kepercayaan bahwa konselor adalah orang yang dapat membantu, maka konseli yang datang kepada konselor sering mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu fakta menunjukkan bahwa orang yang datang kepada konselor adalah orang yang tidak dapat memecahkan masalahnya sendiri. Melalui proses konseling diharapkan akan ditemukan inti permasalahan, ketiadaan-ketiadaan pada diri konseli, apa yang dapat dilakukan oleh klien, serta bagaimana cara melakukan penyelesaian masalahnya.

4.      Kefektifan Pribadi
            Alasan seseorang datang kepada konselor karena kebingungan dalam menghadai suatu masalah atau tidak mampu mengenal secara jelas kemampuan-kemampuan yang dapat dikengembangkan dirinya. Untuk itu, proses konseling diharapkan dapat membantu konseli dalam menemukan kemampuan dan kelemahannya sehingga dapat bertindak secara tepat untuk suatu tujuan tertentu. Melalui proses konseling diharapkan konseli mampu menunjukkan perilaku yang efektif untuk mengembangkan dirinya. Perilaku yang efektif ditandai dengan kemampuan dalam memperhitungkan dan mempertimbangkan segala tindakan yang didasarkan kepada kemampuan  pertimbangan konseli secara cermat dan tepat mengenai kekuatan dan kelemahan diri, tenaga, waktu dan kesempatan  serta segala risiko dan tantangan  untuk mencapai suatu tujuan.

5.      Pengambilan Keputuan
            Dalam suatu proses konseling konseli akan menghadapi berbagai pilihan untuk mengembangkan gagasannya dalam membuat pilihan menyelesaikan masalahnya atau mengembangkan dirinya. Pengambilan keputusan hendaknya menjadi tanggung jawab konseli serta merupakan kebebasan dirinya untuk menanggung konsekuensi dari pilihan dan keputusannya tersebut. Dengan demikian konseling mempunyai tujuan untuk menstimulasi individu dalam mengevaluasi, membuat, menerima dan bertindak menurut pilihan dan keputusannya.
Konseling merupakan salah satu hubungan yang bersifat membantu agar konseli dapat tumbuh ke arah arah yang dipilihnya juga agar dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Hubungan di dalam konseling bersifat interpersonal yang terjadi dalam bentuk wawancara yang melibatkan semua unsur kepribadian dari konselor dan konseli yang meliputi pikiran, perasaan, penglaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain.
      Selanjutnya, bimbingan karir didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas dan program–program yang membantu individu-individu mengasimilasikan dan mengintegrasikan pengetahuan, pengalaman, dan apresiasi-apresiasi yang berkaitan dengan : 1) pengenalan diri, 2) pemahaman/pengenalan terhadap kerja masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya,           3) kesadaran akan waktu luang,  4) pemahaman akan perlunya dan banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan karir, 5) pemahaman terhadap informasi dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai pemenuhan diri dalam pekerjaan dan waktu luang, 6) mempelajari dan menerapkan proses pengambilan keputusan karir.
      Berkaitan dengan konseling karir, Surya (1994:220) berpendapat bahwa konseling karir merupakan salah satu bentuk bimbingan karir yang lebih menekankan aspek psikologis.
            The National Vocational Guidance Association (Crites, 1981 : 12) mendefinisikan konseling karir sebagai “to assist the individual to choose, prepare for, enter upon, and progress in an occupation”.  Selanjutnya, The National Vocational Guidance Association (Sears, dalam Manrihu, 1992:19) mendefinisikan ulang konseling karir sebagai suatu hubungan one-to-one atau kelompok kecil antara seorang konseli dan seorang konselor dengan tujuan membantu konseli mengintegrasikan dan menerapkan pemahaman diri dan lingkungan untuk membuat keputusan-keputusan dan penyesuaian-penyesuaian karir yang paling tepat.
Lebih jauh, Super (Crites, 1981 : 12) mendefinisikan konseling karir sebagai :
The process of helping a person to develop and accept an integrated and adequate picture of himself and of his role in the world of work, to test the concept against reality and to convert it into a reality, with satisfaction to himself and benefit to society

Seiring dengan kecenderungan perubahan pola-pola dalam dunia kerja dan tempat kerja mempunyai pengaruh pada dunia pendidikan persekolahan khususnya yang berkaitan dengan pendidikan serta bimbingan dan konseling karir. Crites (1981 : 14-15) mengemukakan tantangan-tantangan terhadap konseling karir sebagai berikut : 1) kebutuhan terhadap konseling karir lebih besar daripada psikoterapi  (the need for career counseling is greater than the need for psychotherapy); 2) konseling karir dapat menjadi terapi (career counseling can be therapeutic); 3) konseling karir harus mengikuti psikoterapi (career counseling should follow psychotherapeutic); 4) konseling karir lebih efektif daripada psikoterapi (career counseling is more effective than psychotherapy;  5)  konseling karir lebih sulit daripada psikoterapi konseling karir (career counseling is more difficult than psychotherapy).
Menurut ABKIN (2007 : 21-22) dalam Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, bimbingan dan konseling karir di sekolah/madrasah ditujukan untuk memfasilitasi peserta didik agar :
1.      memiliki pemahaman diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
2.      memiliki pengetahuan mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi karir.
3.      memiliki sikap positif terhadap dunia kerja, dlam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan norma agama.
4.      mmahami relevansi kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
5.      memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan, kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan, prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
6.      memiliki kemampuan merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi kehidupan sosial ekonomi.
7.      dapat membentuk pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
8.      mengenal keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.
9.      memiliki kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir. Selain itu, kecenderungan perubahan pola-pola pendidikan dan bimbingan karir tersebut, akan berpengaruh terhadap peran-peran konselor dalam melaksanakan proses pendidikan dan bimbingan karir. Hal yang paling mendasar ialah memahami dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan siswa dalam bangku sekolah.
            Program bimbingan dan konseling karir yang komprehensif di semua sekolah merupakan salah satu strategi penting untuk membantu konseli menghadapi transisi ke dunia kerja. Intervensi pengembangan karir yang efektif harus dimulai sejak dini dan secara kontinyu terus dikembangkan sampai masa dewasa. Upaya-upaya untuk mengintervensi proses karir sepanjang rentang kehidupan dapat mempercepat atau memperkuat penemuan pengetahuan, sikap-sikap, dan keterampilan-keterampilan tentang diri (self) dan dunia kerja (world of work). Melalui program bimbingan karir, remaja harus dipersiapkan untuk mengatasi perubahan employment trends dengan dibekali kemampuan kreativitas, fleksibilitas, dan adaptabilitas di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan kompleksitas dan ambiguitas. Dalam konteks ini, konseli harus dibekali kemampuan membuat keputusan karir secara cepat, tepat, dan efektif. 
Referensi :
Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...