Sejarah
Perkembangan Konseling Karir
Oleh :
Iman Lesmana
Sejarah perkembangan konseling karir
dibagi menjadi dua bagian utama. Bagian pertama meliputi periode dari tahun
1850 sampai dengan 1940. Bagian kedua dimulai dari periode 1940 sampai
sekarang. Isi dari kedua bagian tersebut mendiskusikan peristiwa-peristiwa
utama dan individu-individu penting yang berkontribusi pada perkembangan
gerakan bimbingan karir. Diskusi mengenai perkembangan bimbingan karir dari
periode 1850 sampai dengan 1940 mencakup peristiwa-peristiwa berikut : 1)
revolusi industri; 2) studi perbedaan (kemampuan) individu; 3)
Perang Dunia I; 4) konferensi nasional bimbingan vokasional; 5) perkembangan
pengukuran; dan 6)
tindakan-tindakan federal.
Individu-individu yang memberikan
kontribusi secara signifikan pada perkembangan konseling karir pada periode
ini, di antaranya : Francis Galton, Wilheim Wundt, James Cattel, Alfred Binet,
Franks Parsons, Robert Yerkes, dan E.K. Strong. Peristiwa-peristiwa yang
memberikan kontribusi secara signifikan pada perkembangan konseling karir sejak
periode 1940 sampai dengan sekarang di antaranya : 1) publikasi-publikasi
konseling utama; 2) Perang Dunia II; 3) program-program penting yang
dicanangkan pemerintah federal; 4) formulasi teori-teori perkembangan karir; 5)
perkembangan pendidikan karir; 6) pergerakan profesionalisme; 7) kemajuan
teknologi. Individu-individu yang secara signifikan memberikan kontribusi pada
pergerakan bimbingan karir sejak periode 1940 adalah E.G. Williamson, Carl R.
Rogers, Eli Ginzerg, Ann Roe, Donald Super, John Holland, David Tiedeman, dan
H.B. Gelatt.
Tahun 1850 merupakan titik
dimulainya perkembangan konseling karir sebagai dampak dari revolusi industri
di negara-negara maju yang menghasilkan perubahan-perubahan secara signifikan
dalam kondisi kehidupan social dan lingkungan kerja.
1.
Peningkatan
Industrialisme
Peningkatakan
industrialisme terjadi pada akhir tahun 1980-an yang secara dramatis mengubah
lingkungan pekerjaan dan kondisi kehidupan. Secara historis, di Negara Barat,
modernisasi disebabkan oleh industrialisasi, sedangkan di kawasan lain
(non-Barat) modernisasi menyebabkan industrialisasi. Industrialisasi merupakan
pembangunan ekonomi melalui transformasi sumber daya dan kuantitas energi yang
digunakan. Di kebanyakan masyarakat agraris, tenaga manusia dan hewan adalah
sumber utama. Tahun 1850, 65% energi yang digunakan di Amerika Serikat
disediakan oleh manusia dan hewan. Tahun 1950, 60 % energi yang digunakan
disediakan oleh bahan bakar minyak, listrik tenaga air, dan konsumsi energi
melonjak dari 435 hp perjam per orang di tahun 1850 menjadi 4470 hp per jam per
orang di tahun 1950. Bahkan di abad 21 masyarakat di berbagai belahan dunia
mengalami krisis energi.
2.
Studi
Kemampuan-kemampuan Manusia
Fracis Galton, seorang berkebangsaan Inggris
mempublikasikan buku pertama dan keduanya yang berisi tentang
kemampuan-kemampuan manusia pada tahun 1874 dan 1883. Pada tahun 1879, Wilheim
Wundt melakukan eksperimen-eksperimen penting untuk mempelajari perilaku
manusia di laboratorium Leipzig, Jerman. Di Perancis, Alfred Binet dan V. Henri
mempublikasikan sebuah artikel pada tahun 1896 yang mendeskripsikan tentang
konsep-konsep pengukuran mental. Studi-studi tentang perbedaan-perbedaan
(kemampuan) manusia tersebut kembali menjadi perhatian terutama dalam
menghadapi kondisi-kondisi kehidupan dan pekerjaan masyarakat yang telah dibuah
oleh revolusi industri.
Di Amerika Serikat, G. Stanley Hall
mendirikan laboratorium psikologis pada tahun 1883, untuk mempelajari dan
mengukur karakteristik fisik dan mental anak-anak. Pada tahun 1890, James
Cattel mempublikasikan sebuah artikel untuk menunjukkan bahwa tes mental
sebagai salah satu pengukuran perbedaan-perbedaan individu. John Dewey
menyebutnya sebagai a reform of the lock-step method of education
sebagai salah satu cara untuk memberikan perhatian pada motivasi, minat, dan
perkembangan individu. Kasus-kasus individual dapat ditangani dengan cara-cara
tersebut.
3.
Awal Program Konseling Karir
Masih di abad tersebut, program bimbingan karir
ditetapkan di sekolah-sekolah umum. Di San Fransisco, George A. Merrill
mengembangkan perencanaan siswa untuk mengeksplorasi kursus-kursus keahlian di
bidang industri. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukannya menyerupai
perkembangan pendidikan karir pada tahun 1970-an.
Pada
Central High School di Detroit, dari tahun 1898 sampai 1907, Jesse B. Davis
dinobatkan sebagai konselor untuk siswa kelas XI. Tugas utamanya adalah
dilibatkan dalam dalam konseling pendidikan dan vokasional. Kemudian, kepala
sekolah tersebut meminta siswa kelas VII untuk menulis laporan mingguan tentang minat-minat okupasional untuk kelas
bahasa Inggris. Davis menekankan nilai-nilai moral dari kerja keras sebagai
salah satu manfaat dari informasi okupasional.
Aktivitas
bimbingan dan aktivitas lainnya sangat inovatif, tetapi konseptualisasi
bimbingan karir secara logis dan langsung dibutuhkan untuk membuat aktivitas
bimbingan karir berkembang lebih baik lagi. Pada awal tahun 1990-an Frank
Parsons menyajikan rencana sistematis untuk bimbingan karir dengan beberapa
modifikasi yang menjadi tanggung jawabnya. Menurut orientasi filosofisnya,
bimbingan karir harus memiliki persamaan dan kesempatan untuk membentuk kembali
kehidupan sosial bagi semua orang. Prosedurnya dibuat dalam bentuk outline untuk
membantu individu menyeleksi okupasi terutama sekali yang didasarkan atas
minat, bakat, dan informasi okupasional.
4.
Frank Parsons
Perkembangan
reformasi sosial dan perkembangan hukum dari akhir tahun 1800-an menarik minat
Frank Parsons muda yang telah didik sebagai seorang insinyur di Cornell
University. Dia menulis beberapa buku tentang reformasi sosial dan
artikel-artikel dengan topik perempuan berhak mengikuti pemilihan umum, bekerja
di perpajakan, dan pendidikan untuk semua. Parsons belajar tentang sejarah,
matematika, dan bahasa Perancis di sekolah umum. Parsons juga bekerja menjadi
insinyur rel kereta api, dan ujian status bar untuk pengacara di Massachusetts
pada tahun 1881. Parsons juga belajar di sekolah hukum di Boston University dan
di Kansas State Agricultural College, dan dia menjadi dekan akademik divisi
ekstensi di Ruskin College di Trenton, Missouri. Bagaimanapun, secara nyata
tampak bahwa Parsons menaruh minat yang besar pada reformasi sosial dan
membantu individu-individu untuk membuat pilihan-pilihan okupasional.
Minat-minat tersebut ditemukannya ketika Parsons kembali ke Boston pada awal
tahun 1990-an.
Pada
tahun 1901, Lambaga Bantuan Hukum (Civic Service-House) ditetapkan di Boston
dengan tujuan untuk menyediakan program-program pendidikan untuk para imigran
dan orang-orang muda dalam memahami pekerjaan. Pada tahun 1905, Parsons
mendapat kepercayaan menjadi direktur the Breadwinner’s Institute, sebagai
salah satu dari program Lembaga Bantuan Hukum. Singkatnya, kepemimpinan Parsons
pada Vocation Bureau of Boston telah ditetapkan pada tanggal 13 Januari 1908.
Pada
tanggal 1 Mei 1908, Parsons presentasi pada perkuliahan yang berdampak luar
biasa pada perkembangan bimbingan karir. Parsons melaporkan dan menjelaskan
prosedur-prosedur bimbingan secara sistematis yang digunakan untuk
mengkonseling 80 orang laki-laki dan perempuan yang datang ke biro vokasional
untuk mendapatkan bantuan. Hasil kerja utama Parsons, Choosing a Vocation, dan
mendapatkan penghargaan berupa dipublikasikannya tulisan tersebut pada Mei,
1909. Frank Parsons meninggal dunia pada tanggal 26 September 1908.
Salah
satu kontribusi penting dari Parsons pada perkembangan bimbingan karir adalah
kerangka kerja konseptualnya untuk membantu individu menyeleksi karir. Parsons
mendefinisikan tiga bagian formulasinya :
Pertama,
kejelasan pemahaman tentang diri sendiri, bakat, minat, sumber-sumber, keterbatasan, dan kualitas-kualitas lainnya.
Kedua,
pengetahuan tentang kebutuhan-kebutuhan dan kondisi- kondisi untuk mencapai kesuksesan, keberuntungan dan kegagalan, kompensasi, kesempatan, dan prospek
yang berbeda ari sebuah
pekerjaan.
Ketiga,
penalaran yang benar atas hubungan dari kedua kelompok tersebut adalah fakta (Parsons, 1909,
p.5).
Edmund G. Williamson (1965)
menyimpulkan bahwa tentunya dengan beberapa modifikasi, tiga bagian formulasi
dari Parsons mempunyai pengaruh yang besar dan digunakan dalam konseling karir
pada periode tersebut. Bagian dari formulasi tiga bagian Parsons secara praktis
digunakan dalam banyak program konseling karir sampai hari ini. Lebih jauh
lagi, kerangka kerja konseptual dari Parsons dikobarkan sebagai minat nasional
dalam bimbingan karir.
5.
Konferensi Nasional
Bimbingan Karir Pertama
Pada
tahun 1910, Konferensi Nasional Bimbingan Karir Pertama (First National
Conference on Vocational Guidance) telah digelar di Boston. Beberapa
pembicara, seperti Charles W. Elliott, presiden Harvard menekankan kebutuhan
akan personel bimbingan di sekolah. Pembicara lain, seperti pengawas sekolah di
Boston, memberikan sugesti yang kuat bahwa metode-metode untuk mengembangkan
potensi siswa harus menjadi sasaran masa depan dari studi-studi ilmiah. Dapat
dipahami bahwa organisasi bimbingan di negara–negara lain sangat dipengaruhi
oleh konferensi ini dan konferensi nasional di kota New York pada tahun 1912.
Konferensi nasional ketiga dilaksanakan di Grand Rapids, Michigan, pada bulan
Oktober 1913. Organisasi yang diberi nama the National Vocational Guidance Association
telah didirikan. Organisasi ini merupakan instrumen penting dalam memprakarsasi
upaya pengembangan bimbingan karir.
Pentingnya
pengembangan bimbingan karir dipengaruhi oleh hasil kerja seorang psikolog
berkebangsaan Jerman, Hugo Munsterberg dengan mengembangkan psikologi industri.
Dia bekerja sama dengan fakultas Harvard pada tahun 1897 yang memperkenalkan
metode dari pengaruh bakat dan karakteristik orang yang sukses dalam bekerja di
dalam okupasi-okupasi yang ditekuninya di Jerman. Pada tahun 1912, Munsterberg
dalam buku yang ditulisnya Psychology and Industrial Efficiency
melaporkan hasil studinya tentang pilihan okupasional dan performansi pekerja.
Pada publikasi ini dan publikasi lainnya, Munsterberg mencatat poin tentang
pentingnya menggunakan instrumen testing psikologis dan teknik-teknik untuk
seleksi pekerja industri. Munsterberg memiliki pengaruh yang besar dalam
memantapkan psikologi industri sebagai wilayah psikologi terapan yang relevan.
6.
Gerakan Pengukuran
pada Tahun 1900-1940
Dalam setiap kesempatan, gerakan pengukuran dan bimbingan
dikembangkan berdasarkan beberapa kebutuhan dasar. Orang pertama yang memiliki
pengaruh adalah Wilheim Wundt dari Leipzig, Jerman yang telah mendirikan
laborarotium eksperimental pertama dalam psikologi. Wundt bekerja dalam
pengukuran untuk mengevaluasi reaksi dari stimuli. Selanjutnya, Kraepelin dan
Ebbinghaus, dua orang psikolog Jerman yang dipengaruhi oleh kerja Wundt, secara
langsung mengkonstruksi alat-alat pengukuran dan menjadi pioneer dari gerakan
pengukuran. Wundt juga memberikan konstribusi langsung pada gerakan pengukuran
dengan menstandardisasi prosedur-prosedur yang menghasilkan model-model untuk
mengembangkan tes yang terstandardisasi.
James
M. Cattel, salah seorang yang belajar di laboratorium Wundt di Jerman, berminat
untuk mempelajari perbedaan indidivu. Ketika Cattel kembali ke Amerika Serikat,
dia katif dalam gerakan pengukuran dan mental test merupakan istilah pertama
yang digunakannya dalam artikel yang ditulisnya tahun 1890. Cattel juga belajar
dan bekerja pada Galton, pioneer lain yang memiliki kekuatan dalam gerakan
pengukuran, yang mengembangkan tes diskriminasi-sensoris untuk mengukur
inteligensi.
Sumbangan
konstruksi tes inteligensi pertama secara umum diberikan oleh Alfred Binet dan
Theophile Simon dari Perancis. Tes ini, dipublikasikan tahun 1905, yang
diadministrasikan secara individual dan dikenal sebagai skala Binet-Simon atau
sederhananya disebut dengan skala 1905. pada tahun 1916, di bawah arahan dari
L.M. Termen dari Stanford University, skala Binet-Simon direvisi dan
dipublikasikan dengan nama Stanford-Binet. Pengenalan istilah kecerdasan
intelektual (Intelligence Quotient/IQ) meningkatkan popularitas tes ini
dan tes umum lainnya.
Kebutuhan
untuk melakukan testing kemampuan-kemampuan (abilities) dari kelompok
yang lebih besar secara nyata dimulai pada Perang Dunia I. Lebih dari 1.5 juta
membutuhkan klasifikasi dan selanjutnya mendapatkan mendapatkan pelatihan untuk
membantu tentara. Di bawah arahan Robert M. Yerkes, tes inteligensi kelompok
pertama dikembangkan. Arthur S. Otis, yang mengkonstruksi (tetapi tidak
dipublikasikan) item tes objektif untuk administrasi kelompok, kontribusinya
dapat dirasakan oleh mereka yang membutuhkan. Tes dikembangkan untuk tentara
yang dikenal dengan the Army Alpha and Beta Tests. Tipikal lain dari tes
ini adalah verbal Alpha Test, the Beta Test sebagai skala non-bahasa
yang digunakan untuk orang yang buta huruf dan orang asing. Setelah perang
usai, tes digunakan oleh konselor untuk masyarakat umum.
Gerakan
testing terus meningkat terus selama dua dekade. Tes bakat khusus dikembangkan;
Clark L. Hull mempublikasikan Aptitude Testing pada tahun 1928.
Publikasi ini merupakan alat untuk digunakan pada baterai tes bakat dalam bimbingan
vokasional dan dengan penekanan pada konsep kesesuaian antara ciri manusia (human
traits) dengan persyaratan kerja. Ide tentang prediksi kepuasan dan
kesuksesan kerja dari pengukuran yang terstandardisasi mempengaruhi kegiatan
pengukuran bakat dan gerakan bimbingan.
Hubungan
langsung antara pengukuran dan gerakan bimbingan telah mengembangkan asesmen
minat. Pada tahun 1927, Edward K. Strong Jr. dari Stanford University
mempublikasikan inventori minat edisi pertama, yaitu the Strong Vocational
Interest Blank. Pengukuran minat ini, dikonstruksi dari respon-respon
individual dalam okupasi-okupasi tertentu, yang disyaratkan bagi konselor karir
sebagai alat yang penting untuk menghubungkan hasil asesmen dengan
okupasi-okupasi tertentu.
Testing
prestasi di sekolah umum maju secara pesat sejak tahun 1920-an. Testing
kepribadian sudah dimulai sejak Perang Dunia I tetapi mengalami kelambanan
dalam perkembangannya. Bagaimanapun, gerakan testing juga dirasakan oleh
konselor karir. Hasil asesmen dipercaya dapat membantu dalam proses pembuatan
keputusan karir.
7.
Tindakan Signifikan
dari Pemerintah Federal dan Kontribusi Sektor Privat
Pemerintah
federal memainkan peranan yang penting dalam gerakan bimbingan karir. Tindakan
yang relevan dari legislatif dilewati dari tahun 1917 sampai 1940 yang
dirangkum dalam bagian ini.
Pada
tahun 1917, the Smith-Hughes Act ditetapkan sebagai federal besar untuk
mendorong perluasan program pendidikan vokasional secara nasional dalam lingkup
yang lebih luas lagi. Tindakan ini juga dipengaruhi oleh dorongan dari
penetapan departemen latihan konselor di universitas-universitas utama. The
George-Dean Act dari tahun 1936
secara kontinyu mendorong gerakan pendidikan vokasional. Dalam merespon Great
Depression, the Wagner-Peyser Act dari tahun 1935 ditetapkan sebagai the
U.S. Employment Service. The Civilian Conversation Corps telah
dibentuk tahun 1933, dan the Works Progress Administration telah
ditetapkan pada tahun 1935. semua tindakan legislatif tersebut telah dirancang
untuk menyediakan pekerja untuk mereka yang tidak mempunyai pekerjaan selama
beberapa waktu. Pada tahun 1939, edisi pertama dari Dictionary of
Occupational Titles telah dipublikasikan oleh the U.S. Employment Service.
Pada
sektor privat, the B’nai B’rith Vocational Service Bureau telah
ditetapkan pada tahun 1938. Tujuannya adalah menyelenggarakan program bimbingan
vokasional bagi kelompok di wilayah metropolitan. Pada tahun 1939, the Jewis
Occupational Council telah ditetapkan untuk menghubungkan konseling,
penempatan, dan layanan rehabilitasi untuk imigran Yahudi. Usaha dari Jewish
Occupational Council ditetapkan sebagai model untuk melancarkan program
bimbingan karir.
8.
Edmund G. Williamson
Sejak awal tahun 1940-an, publikasi E.G. Williamson, How
to Council Students (1939), berdampak luas biasa pada gerakan program
bimbingan karir. Hasil kerja komprehensif ini, merupakan perluasan dari
formulasi Parsons. Bagaimanapun, pendekatan konseling ini telah diilustrasikan
ke dalam enam tahap sekuensial berikut : analisis, sintesis, diagnosis,
prognosis, konseling, dan tindak lanjut. Pendekatan konseling Williamson
dikenal sebagai konseling direktif (directive counseling). Williamson
merupakan salah seorang dari anggota Minnesota Employment Stability Research
Institute yang mempengaruhi perkembangan psikologi vokasional di University
of Minnesota. Kelompok ini telah diidentifikasi sebagai pendekatan trait
and factor pada bimbingan karir.
9.
Carl R. Rogers
Pada tahun 1942, buku Carl R. Rogers yang sangat
berpengaruh Counseling and Psychotherapy telah dipublikasikan. Rogers
mengembangkan Client Centered Therapy berdasarkan pada filsafat
humanisme sebagai “kekuatan ketiga” dalam psikologi. Filsafat humanisme
menegaskan adanya keseluruhan kapasitas martabat dan nilai kemanusiaan (human
being) untuk merealisasikan diri (self realization). Ahli teori
humanistik menentang pesimisme dan keputusasaan pandangan psikoanalitik dan
konsep kehidupan “robot” dalam pandangan behaviorisme. Ahli teori humanisme
yakin bahwa manusia memiliki potensi untuk berkembang secara sehat dan kreatif,
mau menerima tanggung jawab untuk hidupnya sendiri, akan merealisasikan
potensinya, serta mampu mengatasi pengaruh kuat dari pelatihan orangtua,
pendidikan, dan tekanan sosial lainnya.
Menurut
Jo Hall (1997) Carl Ransom Rogers dilahirkan di Oak Park, Illinois pada tahun
1902. Rogers adalah anak dari pasangan Walter dan Julia. Rogers berasal dari
keluarga penganut protestan konservatif. Rogers menerima gelar BA dari University
of Wisconsin pada tahun 1924. Pada tahun 1928, ia menerima gelar
MA dari Columbia University dan gelar P.hD. dalam bidang psikoterapi
diterimanya dari Columbia University pada tahun 1931. Pada tahun 1940
Rogers menjadi profesor psikologi di Ohio State University tempat
tinggalnya sampai tahun 1945. Rogers dialihtugaskan ke Chicago University
pada tahun 1945 semenjak ia bertindak sebagai profesor psikologi dan sekretaris
eksekutif di Counseling Center. Pada 1957 ia menempati suatu posisi di
Departemen Psikologi dan Psikiatri di University of Wisconsin.
Setelah itu, Rogers melakukan kunjungan ke berbagai perguruan tinggi.
Carl
R. Rogers dikenal sebagai Bapak Client Centered Therapy. Sepanjang
karirnya, ia mendedikasikan dirinya kepada psikologi humanistik dan teori
perkembangan kepribadiannya yang terkenal luas. Rogers mulai mengembangkan
konsep humanistik ketika bekerja dengan anak-anak yang mengalami kekerasan (abused
children). Rogers mencoba mengubah dunia psikoterapi dari klaim para
terapis psikoanalitik, eksperimental,
dan behavioristik yang mengabaikan potensi klien. Rogers percaya bahwa
konseli dapat merealisasikan diri (self realization) dan
menumbuhkembangkan dirinya (self growth) berdasarkan hasil analisis
autoritatif konseli itu sendiri. Rogers berpendapat bahwa terapis harus
membiarkan pasiennya menemukan solusi bagi diri mereka sendiri.
Rogers
adalah figur terkemuka di dalam psikoterapi dan teori perkembangan kepribadian.
Rogers mengembangkan teorinya berdasarkan hasil analisis autoritatif terhadap
para terapis yang dipandangnya sebagai orang yang sedang memperdaya
pasien-pasiennya. Rogers sangat dikenal dengan penekanannya pada kesadaran
pribadi (personal awareness) dan membebaskan klien-kliennya meningkatkan
fleksibilitas di dalam menentukan penanganan (treatment) bagi dirinya
sendiri. Rogers percaya bahwa kepercayaan terhadap potensi individu itu penting
karena setiap orang secara individual belajar untuk memahami dirinya sendiri
dan membuat berbagai pilihan secara independen yang penting dalam memahami
masalah yang dihadapinya.
Rogers
mulai mengekspansi dan menentang iklim pemikiran psikoanalitik Freudian di Institute
for Child Guidance tempat ia mendiagnosis dan menangani anak-anak. Rogers
mulai mempertanyakan metodologi standar dan prosedur-prosedur psikologi karena
faktanya ia memperoleh hasil yang lebih baik walaupun hanya dengan cara
mendengarkan dan membiarkan pasiennya menentukan sendiri penanganan (treatment)
dirinya.
Rogers
menyebarluaskan teori kepribadiannya dengan cara menerbitkan buku dan
memberikan perkuliahan sehingga ia memperoleh banyak perhatian dan para
pengikut termasuk mereka yang tidak setuju dengan teori perkembangan
kepribadian yang dikembangkannya. Rogers telah mempublikasikan lebih dari 100
tulisannya untuk menjelaskan teori perkembangan kepribadian yang digagasnya.
Rogers
menerima sambutan luas dari berbagai kalangan masyarakat dan mendapatkan
berbagai anugerah (awards) dan tanda jasa yang tinggi atas kontribusinya
yang besar bagi dunia psikologi. Pada tahun 1955, Rogers mendapatkan the
Nicholas Murray Butler Silver Medal dari Columbia University. Pada
tahun 1972 Rogers mendapatkan dua anugerah sekaligus, yaitu dari American
Psychological Assocation dan Division of Psychotherapy atas
kontribusi profesionalnya untuk riset dalam bidang psikoterapi. Sepanjang sisa
karirnya, Rogers menerima sejumlah anugerah bergengsi dari berbagai kalangan.
Namun, yang menyedihkan pada tahun 1987 Carl R. Rogers meninggal dunia karena
serangan jantung di San Diego, California.
10. Perang Dunia II dan Program-program Pemerintah Federal
Sejak
Perang Dunia II, layanan tentara (the armed services) membutuhkan
kembali testing untuk prosedur perekrutan dan pengklasifikasian anggota
tentara. Dalam merespon kebutuhan tersebut, tentara membentuk divisi testing
dan personel pada tahun 1939. The Army General Classification Test
(AGCT) telah diproduksi pada tahun 1940, dan instrumen ini merupakan
prinsip-prinsip tes kemampuan umum yang digunakan oleh layanan tentara sejak
Perang Dunia II. Pengaruh utama dari program konseling ini ditetapkan oleh
militer. Program tersebut telah dirancang untuk memaksimalkan potensi individu
melalui hasil asesmen ketika rekrutmen penempatan dalam komponen-komponen yang
bervariasi dari layanan tentara.
Ketika
Perang Dunia II berakhir, layanan tentara (the armed services)
ditetapkan untuk dipisahkan dari program konseling. Tujuan utama dari program
tersebut adalah untuk membantu para veteran kembali menjalani kehidupan sebagai
masyarakat sipil. Prosedur-prosedur konseling dengan pilihan yang bervariasi
diperkenalkan kepada veteran. Mencakup pendidikan dan perencanaan vokasional di
masa depan. Pada tahun 1944, the Veterans Administration ditetapkan
sebagai pusat kota bimbingan karir dan layanan lainnya. Banyak yang ditetapkan
sebagai kampus perguruan tinggi atau universitas; layanan konseling tersebut
terkenal sebagai model untuk perkembangan program bimbingan karir di berbagai
institusi sekolah tinggi.
Hanya
untuk mengingat kembali pada kebutuhan umum dari banyak layanan bimbingan, Congress
the George Barden Act digelar pada tahun 1946. Tindakan ini dilakukan untuk
menetapkan program pelatihan konselor akademik dan disediakan berbagai metode
untuk melaksanakan program bimbingan vokasional.
11. Gerakan Testing setelah Perang Dunia II
Pertumbuhan psikologi terapan setelah Perang Dunia II
memberikan kontribusi secara signifikan pada pertumbuhan gerakan pengukuran.
Beberapa cabang dari psikologi seperti psikologi industri, psikologi konseling,
psikologi pendidikan, dan psikologi sekolah, telah digunakan ke dalam program
pelatihan formal di banyak institusi sekolah tinggi. Kursus-kursus dalam
prinsip-prinsip dan praktis testing sebagai komponen utama dari program
pelatihan. Minat dalam menggunakan tes dalam semua cabang psikologi terapan
telah dihubungkan secara langsung dengan praktik bimbingan karir.
Setelah
Perang Dunia II, kebutuhan akan perencanaan pendidikan lanjutan telah luas
digunakan pada the College Entrance Examination Board dan the American
College Testing Program (ACT). The ACT juga merupakan laporan inventori
minat yang berhubungan secara langsung antara pekerjaan dan perguruan tinggi.
The
National Defense Educational Act pada tahun 1958 berpengaruh besar pada
gerakan bimbingan karir baik secara umum maupun secara khusus berdampak pada
gerakan testing. Tujuan dasar dari tindakan ini digunakan untuk membantu siswa
dalam mengidentifikasi dan memahami bakat dan kemampuan awal dalam karir
sekunder dan menyediakan program konseling yang dirancang untuk memberdayakan
talenta-talenta yang dimilikinya secara optimal. Penggunaan tes secara khusus
dimandatkan untuk mendapatkan kesempatan kerjasama melakukan tes dengan program
konseling sekolah umum yang dibentuk oleh departemen pendidikan.
Singkatnya
sebelum Perang Dunia II dan khususnya setelah Perang Dunia II, beberapa buku
penting tentang testing telah dipublikasikan. Contohnya, buku Mental
Measurements Yearbook telah dipublikasikan pada tahun 1938 dan telah
mempublikasikan delapan edisi. Buku yang ditulis oleh F.B. Davis (1947), D.C.
Adkins (1947), L.J. Cronbach (1949), F.L. Goodenough (1949), W. Stephenson
(1949), D.E. Super (1949), R.L. Thorndike (1949), H. Gulliksen dan A. Anastasi (1954) adalah contoh publikasi signifikan lainnya
pada testing yang diikuti oleh Perang
Dunia II.
Sejak
Perang Dunia II periode pertumbuhan testing berlangsung setelah tahun 1945,
dengan dibentuknya pusat publikasi tes. The Educational Testing Service
telah dibentuk pada tahun 1948 dengan menggabungkan beberapa program testing
khusus. The American College Testing Program telah didirikan pada tahun
1959. Penerbit komersial lainnya tumbuh menjadi perusahaan yang besar. Alasan
utama dari kondisi tersebut adalah kebutuhan finansial dan komitmen teknis
untuk mengembangkan dan memelihara bermacam-macam program testing yang dapat
dijual pada hari ini. Hal yang terbaru, rancangan, konstruksi, dan pembaharuan
tes memerlukan sistem pendukung teknis yang canggih.
Teknologi
canggih membuat prosedur skoring tes dengan cepat dan testing dapat dilakukan
melalui program personel bimbingan karir secara atraktif. Skor secara
komputerisasi dan deskripsi narasi dari hasil asesmen dimanfaatkan dalam
bimbingan karir. Untuk mengakses hasil asesmen bagi konselor karir dan konseli
akan lebih mempermudah penggunaan instrumen testing yang lebih bervariasi dalam
proses konseling karir.
Saat
ini penggunaan hasil asesmen dalam konseling karir sangat dipengaruhi oleh
kemajuan teknologi. Bagaimanapun, peran dari penggunaan hasil asesmen dalam
konseling karir harus dijaga; dalam perspektif ini hasil asesmen tidak boleh
mendominasi proses pembuatan keputusan dalam bimbingan karir. Keterampilan
pengembangan pengalaman kerja dan waktu luang merupakan contoh penting sebagai
pemanfaatan hasil asesmen dalam proses pembuatan keputusan karir.
12. Teori-teori Perkembangan Kari
Pada awal tahun 1950-an, Ginberg, Roe, dan Super
mempublikasikan teori-teori perkembangan karir dan pilihan okupasional sebagai
sesuatu yang paling menonjol dalam perkembangan gerakan bimbingan karir. Dapat dipahami bahwa publikasi merupakan
instrumen besar yang dapat menarik minat praktek bimbingan karir dan dukungan
material yang digunakan oleh para praktisi. Formulasi mereka telah menghasilkan
beberapa proyek penelitian dan metode untuk melaksanakan program bimbingan
karir. Para ahli teori lainnya seperti Holland, Tiedeman, Gelatt, Krumboltz,
dan Bordin, juga memiliki kontribusi pada perkembangan karir dan teori pilihan
karir. Para ahli teori perkembangan dan pilihan karir merupakan isu yang
dialamatkan pada profesi konseling untuk melakukan publikasi penting dan
pertemuan profesional.
13. Gerakan Bimbingan Karir dari Tahun 1960-an
Sejak periode ini, gerakan bimbingan karir mengalami
kemajuan yang besar. Profesi konseling dibentuk dengan kepemimpinan nasional
dan organisasi lokal. Eksploitasi tenaga kerja anak-anak dilarang, dan kondisi
kerja untuk orang Amerika secara umum ditingkatkan. Minat untuk menumbuhkan dan
membuat layanan sosial untuk semua negara dan semua level usia. Setelah akhir
tahun 1950-an, gerakan bimbingan karir sangat pesat dengan organisasi
kepemimpinan, tetapi pada tahun 1960-an diperuntukkan sebagai waktu perdamaian
untuk Amerika Serikat.
Gejolak
tahun 1960-an dideskripsikan sebagai periode tanpa tanpa keresahan untuk
membesarkan suara hari sosial dan menghilangkan perasaan mengeksploitasi
anak-anak muda. Deskripsi ini digunakan untuk mengkarakterisasikan masa muda
pada tahun 1960-an, seperti suka menentang, militan, keresahan, dan hippie.
Pertanyaan untuk semua aspek cara hidup orang Amerika tindakan para militan,
demonstrasi dari aktivis kampus, dan tentangan umum lainnya telah ditetapkan
sebagai nilai-nilai sosial. Peristiwa-peristiwa tersebut merupakan tantangan
bagi profesi konseling umumnya dan bimbingan karir pada khususnya. contohnya,
peran dan makna kerja di dalam masyarakat tlah dipahami sebagai isu utama pada
tahun 1960-an dan 1970-an. Isu lainnya, seperti gerakan dan bimbingan bagi kaum
perempuan, sebagai kekuatan dominan dalam gerakan bimbingan karir.
Setelah
10-15 tahun, gerakan gimbingan karir mengalami perluasan dalam peran dan
lingkupnya. Trend utama menekankan pada orientasi humanistik dan holistik.
Pendekatan humanistik, dirancang untuk menyadarkan hidup seseorang dan membawa
pada makna seluruh aspek gaya hidupnya. Rasional-filosofis dari pendekatan
eksistensial sangat berpengaruh secara signifikan pada kehidupan individu di
dalam masyarakat. Banyak individu yang menyadari potensi dan pengalamannya,
kemungkinan terbesar karena adanya asersi dan pengarahan diri (self-assertion
and direction). Orientasi filosofis telah membentuk pola model bimbingan
karir sebagaimana yang diketahui sekarang ini.
Pemerintah
federal secara berkelanjutan mendukung program tersebut yang secara langsung
maupun tidak langsung mempengaruhi bimbingan karir. Sejak awal tahun 1960-an,
Congress legislasi tentang pemberdayaan manusia yang dirancang untuk menemukan
pekerjaan baru yang terdapat dalam program latihan okupasional. Kegiatan
tersebut menempatkan pentingnya konseling dalam berbagai setting, termasuk
agensi dalam komunitas. Legislasi lain di bawah the Economic Opportunity Act
didirikanlah proyek seperti Headstart, Job Corps, Neighborhood Youth
Corps, dan Community Action Programs. Banyak dari program tersebut
yang disediakan untuk layanan konseling khusus.
The
Vocational Educational Act dari tahun 1963 juga mempengaruhi gerakan
bimbingan karir. Tindakan ini “disediakan untuk memahami pekerjaan individu
yang secara formal untuk persiapan bimbingan dan latihan penyesuaian
okupasional, baik secara teknis maupun ekonomis” (p.81). Setelah amandemen,
layanan bimbingan karir dilaksanakan juga di sekolah dasar dan menengah, komunitas
perguruan tinggi umum, dan institut teknik.
14. Pendidikan Karir
Konsep baru tentang pendidikan digulirkan sejak awal
tahun 1970-an sebagai jawaban terhadap sistem pendidikan baru yang tidak sesuai
untuk mempersiapkan anak muda memasuki pekerjaan. Pada tahun 1971, Commissioner
of Education, Sidney P. Marland mengajukan rencana khusus yang dialamatkan
pada perkembangan karir, sikap, dan nilai-nilai pada pembelajaran tradisional.
Filosofi pendidikan baru ini – pendidikan karir – diintegrasikan ke dalam
proses pendidikan, dari mulai taman kanak-kanak sampai masa dewasa. Program
pendidikan karir telah diimplementasikan sejak tahun 1970-an dengan topik utama
seperti kesadaran karir, eksplorasi karir, klarifikasi nilai-nilai,
keterampilan pembuatan keputusan, orientasi karir, dan persiapan karir. Dapat
dipahami bahwa program pendidikan karir menjadi perhatian utama pada gerakan
bimbingan karir.
15. Profesionalisme
Fokus perhatian pada awal tahun 1970-an bergeser pada
persiapan standardisasi konselor dan pengembangan profesi konseling secara
umum. Pada tahun 1972, standar persiapan untuk memasuki konselor telah
dikembangkan oleh the Board of Directors of the American Personnel and
Guidance Association (APGA). Pada tahun 1977, APGA menetapkan guideline
untuk program latihan doktor pendidikan konselor.
Tindakan ini diikuti oleh deklarasi beberapa bagian APGA untuk menetapkan
lisensi konselor profesional. APGA (sekarang American Association for
Counseling and Development atau AACD) ditujukan untuk layanan sosial. Pada
tahun 1984, the National Vocational Guidance Association (NVGA)
ditetapkan sebagai prosedur untuk kredensialisasi konselor karir.
16. Kemajuan Teknologi
Perkembangan komputerisasi informasi karir dan program
bimbingan interaktif juga mempengaruhi gerakan bimbingan karir. Kemampuan
mengakses dan memediasi informasi pada okupasi spesifik dan program pendidikan
telah diberikan kepada konselor sebagai alat pendukung yang penting.
Komputerisasi, sistem bimbingan karir interaktif merupakan edisi pendukung
program bimbingan karir. Teknologi dimanfaatkan untuk mencari dan menyimpan
informasi karir dan sistem bimbingan interaktif.
17. Melihat ke Masa Lalu dan Memandang Masa Depan
Berbagai
referensi menyebutkan bahwa banyak peristiwa dan kondisi sosial mempengaruhi
gerakan bimbingan karir. Kronologi gerakan bimbingan karir merefleksikan secara
berkelanjutan pengaruh dari sosial, politik, ekonomi, dan perubahan kehidupan
bernegara. Dalam arena politik, gerakan bimbingan karir pun mendapat dukungan.
Legislasi federal menyediakan sarana pengembangan program konseling karir dan
program latihan untuk konselor. Faktanya, pemerintah federal telah memainkan
peranan yang signifikan dalam gerakan bimbingan karir.
Dengan
tidak melupakan kontribusi, dedikasi, dan pioneer dari banyak individu,
gerakan bimbingan karir berkembang dengan dukungan dari pemerintah federal.
Konseptualisasi dari bimbingan karir telah menghasilkan berbagai guideline untuk
praktek bimbingan karir secara temporal. Individu lainnya berkonsentrasi pada
penelitian dasar mengenai perkembangan manusia yang mempengaruhi gerakan
bimbingan karir. Penelitian tersebut mengawali terbentuknya cabang psikologi
terapan dan kontributor pengembang teknologi yang kesemuanya merupakan bagian
dari mainstream gerakan bimbingan karir.
Pergerakan bimbingan karir merupakan produk dari
perkembangan bangsa. Sejarah kemajuan manusia ditemukan dalam sebuah bangsa
yang berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Prinsip hak asasi manusia
menyentuh semua aspek kehidupan manusia mencakup kemajuan dan perubahan
politik, ekonomi, pendidikan, filsafat.
Memandang ke belakang
ataupun ke depan dalam bimbingan dan konseling karir berarti menempatkannya
dalam konteks makna pribadi dan sosial yang lebih luas. Ini berarti bahwa
penonjolan dan sentralisasinya ialah membantu individu-individu dari semua
tingkat usia dalam mengambil keputusan yang sangat penting bagi dirinya, yaitu
karir yang akan menyita sebagian besar masa hidupnya dalam mempersiapkan dan
terjun di dalamnya. Bimbingan dan konseling karir tidak hanya merupakan cara
yang secara psikologis sangat efektif dalam membantu seseorang mencapai dan
mempertahankan hubungan dengan realitas, yakni, melalui pekerjaan yang bermakna
dan produktif, tetapi juga menyiapkan sarana ekonomik untuk mempengaruhi
perubahan sosial, misalnya melalui perluasan atau pelebaran rentang
pilihan-pilihan karir bagi kaum wanita.
Selain itu, Crites
(Manrihu, 1992 : 2-8) juga menyebutkan kronologis peristiwa-peristiwa penting
dalam sejarah perkembangan bimbingan dan konseling karir berikut.
Tahun 1859-1900. Bimbingan dan konseling karir yang terorganisasi belum
jelas asal mulanya. Kondisi yang memungkinkan pertumbuhannya adalah ekonomi
(misalnya industrialisme dan berkembangnya pembagian kerja); sosial (misalnya
urbanisasi, tenaga kerja anak-anak, imigrasi, dan transmigrasi); ideologis
(misalnya semangat reformasi yang menyala-nyala dan keyakinan akan dapatnya meningkat
martabat dan status manusia); dan ilmiah.
Tahun 1909. Tahun ini merupakan tahun gemilang dalam sejarah bimbingan dan konseling
karir, karena pada tahun ini terbit Choosing a vocation yang disusun
oleh Frank Parsons, yang diakui sebagai “bapak” bidang ini, yang meninggal pada
tahun sebelumnya. Karya Parson mendapat pengakuan dari Minnesota Employment
Stabilization Research Institute dengan dinyatakan bahwa Parson telah
mengidentifikasi tiga variabel pokok dalam proses pengambilan keputusan karir
yaitu ; a) individu; b)
okupasi, dan c) hubungan antara keduanya. Pendekatan apapun yanng dilakukan
dalam bimbingan dan konseling karir sudah pasti berkaitan dengan
komponen-komponen pokok dari pemilihan pekerjaan ini.
Tahun 1911. Vocational Guidance
News-Letter diterbitkan oleh Vocation Bureau dan disunting oleh
Frederick J. Allen, terbit pada tahun ini. Jurnal Amerika pertama ini berkenaan
dengan bimbingan vokasional, merupakan pendahulu dari Vocational Guidance
Magazine, Occupations, dan ketika American Personnel, and Guidance
Association didirikan pada tahun 1951 diubah menjadi Personnel and
Guidance Journal.
Tahun 1918. Pada tahun
James Burt Miner kuesioner minat yang pertama pada Carnegie Institute of
Technology. Beberapa tahun kemudian (1921), Bruce V. Moore melakukan
penelitian teknik pengukuran minat kepada mahasiswa-mahasiswa teknik tingkat
sarjana pada lembaga yang sama, dan Karl Cowdey menerapkan differential
weighting system terhadap jawaban-jawaban tes minat pada Stanford
University. Penelitian sebelumnya mengenai perbedaan-perbedaan sifat
kelompok okupasional sangat menekankan pada kemampuan-kemampuan.
Tahun 1925. Pada tahun
ini Harry D. Kitson, seorang pioneer dalam latihan konselor-konselor
vokasional, mula-mula di Indiana University, dan bertahun-tahun pada Teachers
College, Columbia University, menerbitkan bukunya yang terkenal, The
psychology of Vocational Adjusment. Kitson, seperti halnya Parsons,
memandang bimbingan dan konseling karir sebagai suatu bidang yang khusus sekali
bagi para profesional terlatih.
Tahun 1951. Pada tahun
ini Donald E. Super melancarkan
the Carer Pattern study, yang segera menjadi salah satu
dari studi-studi jangka panjang bidang pertama yang diabadikan kepada
penelitian programatik dalam bidang prilaku karir. Berbeda dengan para psikolog
karir lainnya, Super telah menolong membebaskan bimbingan dan konseling karir
dari konsep pengambilan keputusan yang statistik dan single choice at a
point in time, memperhatikan kontribusi-kontribusi potensial dari sosiologi
dan ekonomi terhadap bidang ini, dan menempatkan studi prilaku karir dalam
konteks perkembangan manusia. Pandangan-pandangannya mula-mula dikemukakan
dalam serangkaian artikel dalam jurnal yang berpengaruh sejak permulaan tahun
1950-an dan kemudian dilakukan sintesis dan diperluas sehhingga menjadi suatu
buku, The Psychology of Careers (1957).
Tahun 1973. Dalam mengikuti
konsep kematangan vokasional Super, selama bertahun-tahun (1961-1971) Crites
mengembangkan pengukuran sikap-sikap dan kompetensi-kompetensi pilihan karir
yang diterbitkan dengan Career Maturity Inventory (CMI) pada tahun 1973
dan direvisi tahun 1978. Instrumen ini disusun berdasarkan suatu model hirarkis
dari kematangan karir yang didasarkan pada perbedaan antara isi dan proses
pilihan karir yang sebelumnya tidak disebutkan.
Dari penyajian diatas
tampak adanya beberapa kecenderungan pokok dalam sejarah bimbingan dan
konseling karir. Bilamana bimbingan dan konseling karir dipandang sebagai suatu
kondisi perlakuan, maka waktunya terbatas. Dalam pengertian ini bimbingan dan
konseling karir akan dipandang sebagai jawaban terhadap taksonomi
masalah-masalah vokasional atau terhadap kesulitan-kesulitan dalam pilihan
pekerjaan dengan menerapkanu pengetahuan tertentu untuk memecahkannya.
Sebagai variabel
stimulus, bimbingan dan konseling vokasional dapat secara lebih efektif
dipandang dari segi longitudinal dan developmental yang mempersiapkan
seseorang dengan perilaku-perilaku yang dapat mengantisipasi pilihan-pilihan
dan membangun karir kematangan karir, dan tidak hanya sekedar menunggu sampai
muncul masalah untuk kemudian melakukan aksi. Terlihat jelas bahwa fokus utama
bimbingan dan konseling karir sebagai suatu stimulus adalah edukatif, karena
intinya ialah memaksimalkan perkembangan, bukan memperbaiki kekurangan.
Pada awalnya penggunaan istilah vocational guidance lebih
merujuk pada usaha membantu individu dalam memilih dan mempersiapkan suatu
pekerjaan, termasuk didalamnya berupaya mempersiapkan kemampuan yang diperlukan
untuk memasuki suatu pekerjaan. Namun sejak tahun 1951, para ahli mengadakan
perubahan pendekatan dari model okupasional (occupational) ke model karir (career).
Kedua model ini memliki perbedaan yang cukup mendasar, terutama dalam landasan
individu untuk memilih jabatan. Pada model okupasional lebih menekankan pada
kesesuaian antara bakat dengan tuntutan dan persyaratan pekerjaan.
Sedangkan pada model karier, tidak hanya sekedar memberikan penekanan tentang
pilihan pekerjaan, namun mencoba pula menghubungkannya dengan konsep
perkembangan dan tujuan-tujuan yang lebih jauh sehingga nilai-nilai pribadi,
konsep diri, rencana-rencana pribadi dan semacamnya mulai turut
dipertimbangkan.
Konsep karir mencakup
rentang waktu yang lebih panjang daripada pilihan okupasional (occupational
choice). Konsep karir menjangkau aktivitas pravokasional seperti pilihan
sekolah dan jurusan, dan juga pasca-vokasional seperti para pensiunan yang
bekerja kembali. Pertimbangan utama dalam konseling karir bukanlah
perbedaan-perbedaan pada okupasi-okupasi, tetapi pada kontinuitas atau
diskontinuitas dalam perkembangan karir individu, interaksi antara
pilihan-pilihan pendidikan dan okupasional setiap saat, dan sekuensi
okupasi-okupasi, jobs, dan posisi-posisi yang pernah dikerjakan.
Dewasa ini,
perkembangan karir dan bimbingan karir penekanannya makin diarahkan pada
individu, dengan memberi peluang yang sama bagi kesadaran diri dan
kemungkinan-kemungkinan okupasional. Pandangan ini membuka peluang bagi pilihan
gaya hidup (life style) dan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan
hal tersebut dalam kehidupan.
Selain itu, konsep
bimbingan vokasional lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat
pada awal abad kedua puluh, yang dilatarbelakangi oleh berbagai kondisi
obyektif pada waktu itu (1850-1900), diantaranya : 1) keadaan ekonomi; 2)
keadaan sosial; dan 3) kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk
membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam
rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya; 4) pengembangan ilmu,
khusunya dalam bidang ilmu psikofisik dan psikologi eksperimental yang
dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan
oleh Cattel, Binet dan yang lainnya. Atas desakan kondisi tersebut, maka
muncullah gerakan bimbingan vokasional (vocational guidance) yang
tersebar keseluruh negara (Crites dalam Farhanzen, 2006).
Sementara itu, dalam
perspektif pendidikan nasional, pentingnya bimbingan karir sudah mulai
dirasakan bersamaan dengan lahirnya gerakan bimbingan dan konseling di
Indonesia pada pertengahan tahun 1950-an, berawal dari kebutuhan penjurusan
siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) pada waktu itu. Selanjutnya, pada tahun
1984 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1984, bimbingan karir cukup
terasa mendominasi dalam layanan bimbingan dan penyuluhan dan pada tahun 1994,
bersamaan dengan perubahan nama bimbingan penyuluhan menjadi bimbingan dan
konseling dalam Kurikulum 1994, bimbingan karir ditempatkan sebagai salah
bidang bimbingan.
Sampai dengan
sekarang ini bimbingan karir tetap masih merupakan salah satu bidang bimbingan.
Dalam konsteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, dengan diintegrasikannya
pendidikan kecakapan hidup (life skill education) dalam
kurikulum sekolah, maka peranan bimbingan karir sungguh menjadi amat penting,
khususnya dalam upaya membantu siswa dalam memperoleh kecakapan vokasional (vocational
skill), yang merupakan salah jenis kecakapan dalam pendidikan
kecakapan hidup (life skill education).
B.
Definisi Karir
Implisit dalam
kecenderungan-kecenderungan pada sejarah bimbingan dan konseling karir adalah
terdapatnya berbagai definisi tentang apa yang dimaksud dengan bimbingan dan
konseling karir. Variabilitas dalam terminologi yang digunakan selama
bertahun-tahun cukup membingungkan. Bidang-bidang ini juga memiliki berbagai
nama, antara lain : konseling okupasional, bimbingan vokasional, dan bimbingan
karir. Oleh karena itu, yang penting bukan hanya mendefinisikan
parameter-parameter bimbingan dan konseling karir; tetapi juga kesepakatan
dalam tata nama.
Istilah “karir” lebih kontemporer,
menunjukkan, dan mencakup sifat developmental dari pengambilan keputusan sebagai suatu
proses yang berlangsung seumur hidup (lifelong) (Crites, 1981:11).
“Karir” lebih inklusif daripada “vokasional”, yang tidak hanya memiliki
konotasi-konotasi khusus (seperti pendidikan vokasional), tetapi juga
makna-makna historis yang kadang-kadang dikacaukan dengan pilihan sebagai suatu
panggilan luhur (calling) (Tilgher dalam Manrihu, 1992:18); dan
“bimbingan” dirangkaikan dengan “konseling” karena bimbingan memiliki konotasi
sebagai sesuatu program yang komprehensif tentang orientasi okupasional yang
dapat mencakup hubungan tatap muka antara konselor dan konseli. Karir adalah
perjalanan yang dilalui seseorang selama hidupnya.
Feldam dan Arnold (Moekijat, 1995:4-5)
mengemukakan bahwa:
1.
Istilah karir tidak
hanya berhubungan dengan individu yang mempunyai pekerjaan yang status tinggi
atau yang mendapat kemajuan cepat. Istilah karir sedikit banyak telah
“didemokratisasi”, sekarang karir menunjukkan rangkaian atau urutan
pekerjaan/vokasional yang dipegang oleh orang-orang selama riwayat
pekerjaannya, tidak pandang tingkat pekerjaan atau tingkat organisasinya.
2.
Istilah karir tidak
lagi hanya menunjukkan perubahan pekerjaan gerak vertikal, naik dalam suatu
organisasi. Meskipun sebagian besar karyawan masih berusaha mencapai kemajuan ,
akan tetapi banyaknya orang yang menolak pekerjaan yang lebih berat tanggung
jawabnya untuk tetap dalam vokasional yang sekarang dipegang dan disukainya,
makin bertambah. Sekarang banyak gerakan karir bergerak secara horizontal dan
kadang-kadang ke bawah.
3.
Istilah karir tidak
lagi mempunyai arti yang sama dalam suatu pekerjaan dalam suatu mata
pencaharian atau dalam suatu organisasi. Sekarang terdapat fakta-fakta bahwa
kian lama kian banyak individu yang mengalami apa yang disebut banyak karir,
jalur-jalur karir yang mengandung dua atau tiga bidang yang berlainan dan dua
atau tiga organisasi yang berlainan pula.
4.
Tidak ada anggapan
lagi bahwa organisasi dapat mengendalikan karir individu secara sepihak.
Terdapat lebih banyak tekanan pada perencanaan dan kurang pada “melihat
bagaimana sesuatu itu menghasilkan”, baik pada individu maupun organisasi.
Menurut Tolbert (Manrehu, 1988 : 25)
karir adalah sekuensi okupasi-okupasi dimana seseorang ikut serta di dalamnya;
beberapa orang mungkin tetap dalam okupasi yang sama sepanjang tahap-tahap
kehidupannya, sedang yang lainnya mungkin memiliki rangkaian okupasi-okupasi
yang begitu berbeda.
Pendapat lain
dikemukakan oleh Zunker (Winkel, 1997 : 571) bahwa ”career refer to the
activities associated with an individual’s lifetime of work”. Lebih jauh,
Crites (1981 : 11) menyatakan bahwa “…the term “career” is contemporary –
the developmental nature of decision making as a long life process”. Senada
dengan dua pendapat tersebut, Super (Herr & Crammer, 1984 : 14)
mengungkapkan bahwa :
Career defined as the course of events which constitutes
a life; the sequence of occupations and other life roles which combine to
express one’s commitment to work in his or her total pattern of
self-development; the series of remunerated and nonremunerated positions
occupied by a person from adolescence is only one; includes work-realted roles
such as those of student, employee, and pensioner together with complementary a
vocational, familial, and civic roles. Careers exist only as people pursue
them; they are person-centered. It is last notion of careers, “they exist only
as people pursue them, “which summarizes much of the rationale for career
guidance
Ahli-ahli perkembangan karir lainnya
mengungkapkan bahwa karir menggambarkan seseorang yang memandang pekerjaannya
sebagai panggilan hidup yang meresap keseluruh alam pikiran dan perasaan
sekaligus mewarnai seluruh gaya hidup (life styles) kehidupannya; karir
lebih dari sekedar pekerjaan; karir berhubungan dengan bagaimana individu
melihat dirinya; karir merupakan perkembangan individu (self development)
dalam rentang kehidupan yang meiputi peran-peran hidup, setting-setting, dan
peristiwa-peristiwa kehipan seseorang (Herr & Crammer, 1984 : 14).
Secara umum, perspektif karir
tersebut dapat dikategorikan ke dalam dua bagian, yaitu karir yang identik
dengan pekerjaan dan karir dalam konteks life span. Pertama,
karir yang identik dengan pekerjaan mengisyaratkan bahwa sesuatu dikatakan
karir jika memenuhi kriteria-kriteria berikut : 1) keterlibatan individu dalam
menjalankan pekerjaannya; 2) pandangan individu yang melihat pekerjaan sebagai
sumber kepuasan yang bersifat non-ekonomis; 3) persiapan pendidikan atau pelatihan
dalam memperoleh dan menjalankan pekerjaan; 4) komitmen untuk menjalankan
pekerjaan; 5) dedikasi yang tinggi terhadap apa yang dikerjakan; 6) keuntungan
financial; 7) kesejahteraan personal yang membawa kebermaknaan hidup.
Kedua, dalam konteks life
span, karir dimaknai sebagai perjalanan hidup individu yang bermakna.
Kebermakaan yang dimaksud diperoleh individu melalui integrasi peran, setting,
dan peristiwa yang melibatkan pengambilan keputusan-keputusan, komitmen, gaya
hidup, dedikasi, dan persiapan-persiapan untuk menjalani dan mengakhiri
kehidupan. Karir dalam pengertian ini lebih dari sekedar mengerjakan sesuatu
atau bekerja di suatu tempat, tetapi karir merupakan manifestasi dari hidup dan
kehidupan individu itu sendiri.
Berdasarkan berbagai definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa karir adalah jalannya peristiwa-peristiwa
kehidupan; sekuensi okupasi-okupasi dan peranan-peranan kehidupan lainnya yang
keseluruhannya menyatakan tanggung jawab seseorang kepada pekerjaan dalam keseluruhan
pola perkembangan dirinya; serangkaian posisi-posisi yang diberi upah atau
tidak berupah yang diduduki oleh seseorang sejak remaja sampai pensiun, yang
mana okupasinya hanya satu; mencakup peranan-peranan yang berkaitan dengan
pekerjaan. Selain itu, karir adalah semua pekerjaan atau vokasional yang
ditangani atau dipegang selama kehidupan kerja seseorang.
C.
Persamaan dan Perbedaan Karir, Vocational,
Ocupational, dan Job
Kata “karir” identik
dengan bekerja atau pekerjaan. Menurut Winkel (Herr & Crammer, 1984 : 5;
dan Manrihu, 1992 : 32 – 34) kata employment dan job lebih
mengarah kepada seseorang yang sibuk mengerjakan sesuatu dengan mendapat
imbalan ekonomis atau usaha dan waktu yang dicurahkan, tanpa merasa terlibat
dalam pekerjaannya atau memandangnya sebagai sumber kepuasan pribadi yang
bersifat non-ekonomis. Kata occupation lebih menekankan pada seseorang
yang merasa terlibat dan memperoleh kepuasan di dalam pekerjaannya karena ada
persiapan untuk memegang pekerjaan, namun keterlibatannya dibatasi pada jam-jam
bekerja. Selanjutnya, job juga merujuk pada pekerjaan yang tidak
berkelanjutan atau bersifat temporer. Job hanya menuntut kemampuan
minim, pendidikan seadanya, dan dedikasi yang sedikit. Lain dengan karir yang
memerlukan sejumlah pelatihan, pendidikan, dan komitmen pada kehidupan kerja
yang dipilih individu. Karir juga merupakan kesuksesan pada apa yang dipilih
individu untuk dilakukan dengan disertai keuntungan finansial dan kebermaknaan
personal.
Super (Herr & Crammer, 1984 : 5;
Manrihu, 1992 : 32-34) mengemukakan istilah vocation atau vocational yang
secara konseptual mirip dengan karir. Vocation merupakan occupation
dengan tanggung jawab terutama dibedakan oleh makna psikologis yang kontras
dengan makna ekonomisnya, yaitu adanya keterlibatan ego, kebermaknaan dalam
diri individu sebagai suatu aktivitas, dan tidak semata-mata karena hasil
produktif, distributif, atau keuntungan ekonomisnya, walaupun semua itu juga
bernilai. Lebih jauh, vocation tidak hanya pelaksanaan tugas, melainkan
hasil keseluruhan perilaku yang berpusat pada pribadi. Drever (1952 : 200) dalam A Dictionary
of Psychology mendefinisikan bahwa “occupational relating or referring
to the work an individual performs for a livelihood”.
Berkaitan dengan pernyataan-pernyataan
tersebut, Crites (1981 : 11) mengemukakan bahwa :
First, the term “career” is contemporary. It has
increasingly supplanted “covational” to designate and encompass the
developmental nature of decision making as a lifelong process.
Second, “career” is generally more inclusive than
“vocational has not only
special connotations (such as vocational-technical
education), but also historical meanings that are sometimes confused with
choice as a “calling”
D.
Bimbingan dan Konseling Karir
Implisit dalam kecenderungan-kecenderungan pada sejarah
bimbingan dan konseling karir adalah terdapatnya berbagai definisi tentang apa
yang dimaksud dengan bimbingan dan konseling karir. Variabelitas dalam
terminologi yang digunakan selama bertahun-tahun cukup membingungkan.
Dalam beberapa literatur kata bimbingan dan konseling
dipandang sebagai istilah yang memiliki pengertian berbeda. Artinya, kata
bimbingan dan konseling memiliki arti yang tidak sama atau tidak diartikan
sama. Tetapi di lain pihak (masyarakat “awam”) sering menggunakan kedua istilah
itu secara bersama-sama atau dipandang sebagai kata yang tidak terpisahkan.
Sehingga sebutannya bukan lagi bimbingan dan konseling tetapi bimbingan
konseling. Untuk memperoleh pemahaman mengenai persamaan, perbedaan dan
hubungan kedua istilah bimbingan dan konseling, dapat diperhatikan beberapa
uraian di bawah ini.
Istilah bimbingan berasal dari kata guidance dengan
kata dasar guide yang berarti menunjukkan, menentukan, mengatur atau
mengemudikan (Shertzer & Stone), Selanjutnya kata ini memiliki pengertian yang berbeda-beda, di
antaranya :
Mortensen and Schmuller (1976) mengemukakan :
Guidance may be defined as that part of the total
educational program that helps provide the personal opportunities and specialized
staff services by which each individual can develop to the fullest of his
abilities and capacities in terms of the democratic idea
Sedangkan Kartadinata (1998:3), menjelaskan bimbingan
merupakan “proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal”.
Berdasarkan
beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan Mortensen dan Kartadinata, dapat
dikemukakan bimbingan merupakan proses bantuan kepada individu (konseli)
sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga akhli (konselor)
agar individu (konseli) mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara
optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Pengertian
bimbingan tersebut mengandung arti lebih luas, yaitu:
1.
Bimbingan merupakan
suatu proses yang berkesinambungan.
Bimbingan bukan merupakan “kegiatan insidental” tetapi
dilakukan berdasarkan analisis: a) kebutuhan individu, b) harapan dan kondisi
lingkungan, c) direncanakan secara matang, baik tujuan, fungsi, kegiatan,
strategi dan prosedurnya, d) disusun dengan melibatkan semua personel
pendidikan selain konselor, mulai kepala sekolah, wali kelas, guru bidang
studi, orang tua bahkan para siswa sesuai dengan fungsi, peran dan kewenangannya, e) dalam
pelaksanaannya memperhatikan fasilitas, tempat dan waktu, serta f) dilakukan
dengan penuh tanggung jawab melalui
proses evaluasi, baik terhadap program, proses maupun hasil yang dicapainya.
2.
Bimbingan merupakan
bantuan bagi individu.
Layanan bimbingan diperuntukan bagi seluruh individu
dengan segala aspek kehidupannya, baik kehidupan pribadi, sosial, pendidikan
maupun kehidupan karirnya. Artinya bimbingan bukan hanya untuk individu yang
bermasalah (penyembuhan) tetapi lebih berorientasi pendidikan, pengembang-an, pencegahan, dan penyesuaian.
3.
Bimbingan bertujuan mengembangkan
potensi secara optimal.
Tujuan layanan bimbingan bukan hanya untuk memecahkan
masalah yang dihadapi individu tetapi agar individu memiliki pemahaman tentang
potensi yang dimiliki, mampu memanfaatkan potensi untuk meraih keberhasilan
minat dan cita-cita masing-masing sesuai dengan tuntutan kehidupan
lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki individu dan
lingkungannya secara optimal.
4.
Bimbingan dilakukan
oleh tenaga ahli.
Bimbingan adalah kegiatan profesional, karena itu harus
dilakukan oleh tenaga ahli profesional (konselor). Namun, kegiatan bimbingan
bukan merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan hanya oleh seorang konselor (one
man show) tetapi perlu melibatkan ahli-ahli lain (team work) sesuai
dengan keahlian dan kewenangannya.
Menurut para ahli definisi konseling pun memiliki sedikit
perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan pandangan, aliran atau teori yang
dijadikan pijakan dalam merumuskannya. Beberapa definisi konseling yang
dikemukakan oleh para ahli, di antaranya:
Shertzer dan Stone (1980), mengemukakan “counseling is
an interaction process which facilitates meaningful understanding of self and
environment and result in the establishment and/or clarification of goals and
values of future behavior”.
Cavanagh (1982: 1-2) mengemukakan konseling
ditunjukkan oleh suatu hubungan antara pemberi bantuan yang terlatih dengan
seorang yang mencari bantuan, bantuan yang diberikan berupa keterampilan dan
penciptaan suasana yang membantu orang lain agar dapat belajar berhubungan dengan
dirinya sendiri dan orang lain melalui cara-cara yang lebih tumbuh dan
produktif.
Sedangkan American School Counselor Assosiation
(ASCA), mengemukakan konseling merupakan hubungan tatap muka yang bersifat
rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor
kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk
membantu kliennya mengatasi masalah-masalahnya.
Pengertian yang dikemukakan Shertzer dan Stone (1980),
Cavanagh (1982: 1-2, dan ASCA kesemuanya mengandung tujuh elemen kunci, yaitu :
Pertama, Seorang yang memberi bantuan (konselor) adalah
seseorang yang terlatih secara profesional, yaitu memiliki pendidikan secara
akademik dan pengalaman latihan keterampilan secara profesional serta mempunyai
pengalaman yang luas dalam memecahkan beberapa masalah.
Kedua,
Konselor berada dalam suatu interaksi dengan konseli melalui hubungan yang
bersifat membantu. Dalam hubungan ini (konselor dan konseli) sekurang-kurangnya
terdapat saling pengertian, kepercayaan, penerimaan dan kerjasama. Semua ini
akan membantu menumbuhkan kedalaman proses konseling.
Ketiga,
konselor profesional membutuhkan kualitas pengetahuan, keterampilan dan
kepribadian yang bersifat membantu. Keterampilan saja tidak cukup untuk
membantu konseli menjadi tumbuh tanpa penciptaan suasana yang muncul dari
kualitas pribadi seorang konselor.
Keempat,
Koselor membantu seseorang (konseli) agar dapat belajar. Karena konseling
pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa proses belajar yang diperlihatkan
dengan terjadinya suatu perubahan perilaku konseli dari perlikaku yang
maladaptif (salah suai) ke perilaku yang adaptif.
Kelima,
Melalui proses konseling, orang belajar untuk berhubungan dengan dirinya
sendiri dan orang lain. Hal ini berarti bahwa konselor membantu orang lain
(konseli) berhubungan dengan dirinya secara lebik baik sehingga menjadi lebih
terintegrasi dan mampu mengurangi konflik-konflik yang dialaminya. Berhubungan
dengan orang lain merupakan kemampuan yang penting karena pada dasarnya kebutuhan
psikologis hanya bisa didapatkan melalui hubungan interpersonal (hubungan antar
pribadi). Selain itu, untuk menumbuhkan suatu tanggung jawab pribadi memerlukan
dukungan tangung jawab sosial.
Keenam,
Orang (konseli) belajar untuk berhubungan melalui cara-cara yang
menumbuhkan diri secara produktif. Ada tiga makna yaitu: 1) orang tumbuh melalui kompetensi
intrapersonal dan interpersonal;
2) konseling berupaya menumbuhkan kepribadian dan bukan semata-mata
hanya menghilangkan symptom (gejala); 3) konseling ditujukan bagi orang normal
yang mengalami kesulitan dalam menumbuhkan dirinya.
Ketujuh,
Konseling merupakan suatu hubungan antara konselor dengan konseli (yang
membutuhkan bantuan). Hal ini perlu disadari bahwa seseorang yang berhubungan
dengan konselor melalui konseling karena membutuhkan bantuan.
Berdasar
pada pengertian konseling yang dikemukakan Cavanagh, mengandung beberapa tujuan yang ingin dicapai
setelah proses konseling. Ada beberapa pengelompokkan tujuan konseling yang dirumusakn
oleh banyak ahli, di antaranya menurut Shertzer & Stone, yaitu seperti
berikut.
1.
Perubahan Perilaku
Hampir semua pernyataan yang mengungkapkan tujuan
konseling adalah untuk menghasilkan perubahan perilaku yang memungkinkan
konseli hidup lebih produktif dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Perilaku yang dimaksud antara lain pada
saat berhubungan dengan orang lain, dalam situasi keluarga, prestasi belajar,
situasi bekerja dan sebagainya. Perubahan perilaku sebagai tujuan dalam
konseling dipandang sebagai perubahan respons-respons khusus baik terhadap diri
sendiri atau orang lain sehingga terbuka kemungkinan untuk hidup lebih
produktif dan bahagia atau memuaskan sesuai dengan norma-norma agama, dan
masyarakat.
2.
Kesehatan Mental
Pendapat lain mengatakan bahwa
tujuan konseling adalah pencapaian kesehatan mental. Jika tujuan ini tercapai,
maka individu mencapai integrasi kepribadian, penyesuaian diri dan dapat
berdampingan secara positif dengan orang lain. Selain itu ia akan belajar menerima
tanggung jawab, mengambil keputusan sendiri dan menjadi tidak tergantung pada
orang lain.
3.
Pemecahan Masalah
Dengan suatu kepercayaan bahwa konselor adalah orang yang
dapat membantu, maka konseli yang datang kepada konselor sering mempunyai
tujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu fakta menunjukkan
bahwa orang yang datang kepada konselor adalah orang yang tidak dapat
memecahkan masalahnya sendiri. Melalui proses konseling diharapkan akan
ditemukan inti permasalahan, ketiadaan-ketiadaan pada diri konseli, apa yang
dapat dilakukan oleh klien, serta bagaimana cara melakukan penyelesaian
masalahnya.
4.
Kefektifan Pribadi
Alasan seseorang datang kepada
konselor karena kebingungan dalam menghadai suatu masalah atau tidak mampu
mengenal secara jelas kemampuan-kemampuan yang dapat dikengembangkan dirinya.
Untuk itu, proses konseling diharapkan dapat membantu konseli dalam menemukan
kemampuan dan kelemahannya sehingga dapat bertindak secara tepat untuk suatu
tujuan tertentu. Melalui proses konseling diharapkan konseli mampu menunjukkan
perilaku yang efektif untuk mengembangkan dirinya. Perilaku yang efektif
ditandai dengan kemampuan dalam memperhitungkan dan mempertimbangkan segala
tindakan yang didasarkan kepada kemampuan
pertimbangan konseli secara cermat dan tepat mengenai kekuatan dan
kelemahan diri, tenaga, waktu dan kesempatan
serta segala risiko dan tantangan
untuk mencapai suatu tujuan.
5.
Pengambilan Keputuan
Dalam suatu proses konseling konseli
akan menghadapi berbagai pilihan untuk mengembangkan gagasannya dalam membuat
pilihan menyelesaikan masalahnya atau mengembangkan dirinya. Pengambilan keputusan
hendaknya menjadi tanggung jawab konseli serta merupakan kebebasan dirinya
untuk menanggung konsekuensi dari pilihan dan keputusannya tersebut. Dengan
demikian konseling mempunyai tujuan untuk menstimulasi individu dalam
mengevaluasi, membuat, menerima dan bertindak menurut pilihan dan keputusannya.
Konseling merupakan
salah satu hubungan yang bersifat membantu agar konseli dapat tumbuh ke arah
arah yang dipilihnya juga agar dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya.
Hubungan di dalam
konseling bersifat interpersonal yang terjadi dalam bentuk wawancara yang
melibatkan semua unsur kepribadian dari konselor dan konseli yang meliputi
pikiran, perasaan, penglaman, nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan lain-lain.
Selanjutnya,
bimbingan karir didefinisikan sebagai aktivitas-aktivitas dan program–program
yang membantu individu-individu mengasimilasikan dan mengintegrasikan
pengetahuan, pengalaman, dan apresiasi-apresiasi yang berkaitan dengan : 1)
pengenalan diri, 2) pemahaman/pengenalan terhadap kerja masyarakat dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya, 3) kesadaran akan waktu luang, 4) pemahaman akan perlunya dan banyaknya
faktor yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan karir, 5) pemahaman
terhadap informasi dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai pemenuhan
diri dalam pekerjaan dan waktu luang, 6) mempelajari dan menerapkan proses
pengambilan keputusan karir.
Berkaitan
dengan konseling karir, Surya (1994:220) berpendapat bahwa konseling karir
merupakan salah satu bentuk bimbingan karir yang lebih menekankan aspek
psikologis.
The National Vocational Guidance
Association (Crites, 1981 : 12) mendefinisikan konseling karir sebagai
“to assist the individual to choose, prepare for, enter upon, and progress in
an occupation”. Selanjutnya, The
National Vocational Guidance Association (Sears, dalam Manrihu, 1992:19)
mendefinisikan ulang konseling karir sebagai suatu hubungan one-to-one
atau kelompok kecil antara seorang konseli dan seorang konselor dengan tujuan
membantu konseli mengintegrasikan dan menerapkan pemahaman diri dan lingkungan
untuk membuat keputusan-keputusan dan penyesuaian-penyesuaian karir yang paling
tepat.
Lebih jauh, Super
(Crites, 1981 : 12) mendefinisikan konseling karir sebagai :
The process of helping a person to develop and accept an
integrated and adequate picture of himself and of his role in the world of
work, to test the concept against reality and to convert it into a reality,
with satisfaction to himself and benefit to society
Seiring dengan kecenderungan perubahan pola-pola dalam
dunia kerja dan tempat kerja mempunyai pengaruh pada dunia pendidikan
persekolahan khususnya yang berkaitan dengan pendidikan serta bimbingan dan
konseling karir. Crites (1981 : 14-15) mengemukakan tantangan-tantangan
terhadap konseling karir sebagai berikut : 1) kebutuhan terhadap konseling
karir lebih besar daripada psikoterapi
(the need for career counseling is greater than the need for
psychotherapy); 2) konseling karir dapat menjadi terapi (career
counseling can be therapeutic); 3) konseling karir harus mengikuti
psikoterapi (career counseling should follow psychotherapeutic); 4) konseling
karir lebih efektif daripada psikoterapi (career counseling is more
effective than psychotherapy; 5) konseling karir lebih sulit daripada
psikoterapi konseling karir (career counseling is more difficult than
psychotherapy).
Menurut ABKIN (2007 : 21-22) dalam Rambu-rambu
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, bimbingan
dan konseling karir di sekolah/madrasah ditujukan untuk memfasilitasi peserta
didik agar :
1.
memiliki pemahaman
diri (kemampuan, minat dan kepribadian) yang terkait dengan pekerjaan.
2.
memiliki pengetahuan
mengenai dunia kerja dan informasi karir yang menunjang kematangan kompetensi
karir.
3.
memiliki sikap
positif terhadap dunia kerja, dlam arti mau bekerja dalam bidang pekerjaan
apapun, tanpa merasa rendah diri, asal bermakna bagi dirinya, dan sesuai dengan
norma agama.
4.
mmahami relevansi
kompetensi belajar (kemampuan menguasai pelajaran) dengan persyaratan keahlian
atau keterampilan bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita karirnya masa depan.
5.
memiliki kemampuan
untuk membentuk identitas karir, dengan cara mengenali ciri-ciri pekerjaan,
kemampuan (persyaratan) yang dituntut, lingkungan sosiopsikologis pekerjaan,
prospek kerja, dan kesejahteraan kerja.
6.
memiliki kemampuan
merencanakan masa depan, yaitu merancang kehidupan secara rasional untuk
memperoleh peran-peran yang sesuai dengan minat, kemampuan, dan kondisi
kehidupan sosial ekonomi.
7.
dapat membentuk
pola-pola karir, yaitu kecenderungan arah karir. Apabila seorang konseli
bercita-cita menjadi seorang guru, maka dia senantiasa harus mengarahkan
dirinya kepada kegiatan-kegiatan yang relevan dengan karir keguruan tersebut.
8.
mengenal
keterampilan, kemampuan dan minat. Keberhasilan atau kenyamanan dalam suatu
karir amat dipengaruhi oleh kemampuan dan minat yang dimiliki.
9.
memiliki kemampuan
atau kematangan untuk mengambil keputusan karir. Selain itu, kecenderungan
perubahan pola-pola pendidikan dan bimbingan karir tersebut, akan berpengaruh
terhadap peran-peran konselor dalam melaksanakan proses pendidikan dan
bimbingan karir. Hal yang paling mendasar ialah memahami dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan siswa dalam bangku sekolah.
Program
bimbingan dan konseling karir yang komprehensif di semua sekolah merupakan
salah satu strategi penting untuk membantu konseli menghadapi transisi ke dunia
kerja. Intervensi pengembangan karir yang efektif harus dimulai sejak dini dan
secara kontinyu terus dikembangkan sampai masa dewasa. Upaya-upaya untuk
mengintervensi proses karir sepanjang rentang kehidupan dapat mempercepat atau
memperkuat penemuan pengetahuan, sikap-sikap, dan keterampilan-keterampilan
tentang diri (self) dan dunia kerja (world of work). Melalui
program bimbingan karir, remaja harus dipersiapkan untuk mengatasi perubahan employment
trends dengan dibekali kemampuan kreativitas, fleksibilitas, dan
adaptabilitas di tengah-tengah kehidupan yang penuh dengan kompleksitas dan
ambiguitas. Dalam konteks ini, konseli harus dibekali kemampuan membuat
keputusan karir secara cepat, tepat, dan efektif.
Referensi :
Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung
: Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar