Senin, 20 April 2020

Teori & Pendekatan Konseling Karir


TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING KARIR



Oleh :
Iman Lesmana


A.  Teori Super
1.      Asumsi
            Teori rentang hidup (life span) dari Donald E. Super menitikberatkan pada proses perkembangan karir, yang berfokus pada pertumbuhan dan arah dari sejumlah persoalan karir individu sepanjang rentang hidupnya, ada berbagai macam pendekatan teori; dan teori rentang hidup adalah teori yang mencakup periode waktu yang cukup panjang.
Zunker 2002:27 (Sciarra, 2004:104) mengemukakan :
According to Donald Super’s (1957), work and career are expressions of self-consept, which sets a pattern for career development through the life span. Self concept develops over time, a product of physical and mental maturation, and “individuals implement their self-concepts into careers that will provide the most efficient means of self expressions

Proses kematangan karir diawali dengan perkembangan untuk pengambilan keputusan karir pada masa kanak-kanak. Pada masa ini sejalan dengan perkembangan rasa keingintahuan dan penggalian untuk memperoleh informasi dari pengamatan dan peranan model-model. Hal ini akan mengarah kepada perkembangan minat dan konsep dirinya, yang dihasilkan dari kemampuan untuk merencanakan karirnya.
Perkembangan minat, kecakapan, daya tahan, dan nilai-nilai akan berlangsung pada masa remaja. Sehubungan dengan perkembangan yang mengarah kepada kematangan karir, maka individu pada masa remaja ini perlu dibekali dengan pengetahuan tentang pengambilan keputusan dan informasi jabatan.
Pendekatan teori rentang hidup banyak didasari oleh hasil analisis Donald E. Super. Beberapa alasan mengapa teori Super dijadikan dasar bagi teori rentang hidup adalah sebagai berikut.
a.      Teori perkembangan Super adalah salah satu teori yang menggambarkan sebagian kecil rentangan hidup.
b.      Ada beberapa teori rentang hidup yang kemudian dikembangkan oleh Super menjadi suatu bentuk yang valid dalam teorinya disertai instrumen yang dapat digunakan dalam konseling.
c.       Banyak penelitian yang dihubungkan dengan konseling dari teori perkembangan Super.
d.     Beberapa karakter dan faktor dari teori perkembangan karir banyak memiliki kemiripan.
      Super (Sharf, 1992 : 121-122) mengasumsikan perkembangan karir merupakan peranan individu dalam dunia yang mereka tempati. Ia juga menjelaskan bahwa peranan individu mencakup pengaruh dari hasil belajar, layanan kelompok, peluang, kerja, dan keluarga bagi perkembangan karir sepanjang hidup. Tahapan dan tugas menjadi poin penting dalam teori Super. Ia menggambarkan teorinya dalam beberapa bagian yang juga mencakup hasil analisis Thorndike, Hull, Bandura, Freud, Jung, Adler, Rank, Murray, Maslow, Allport, Rogers, dan sebagainya. Dari teori-teori mereka Super membangun asumsi dasar untuk mengembangkan teorinya. Asumsi dasar itu meliputi aspek psikologis, kondisi genetik, aspek geografis, bangsa dan budaya memberikan pengaruh langsung bagi perkembangan karir. Secara garis besar aspek itu meliputi karakteristik perkembangan psikologis dan struktur sosial ekonomi dari lingkungan. Karakteristik psikologis mencakup kebutuhan-kebutuhan perkembangan, nilai-nilai, minat, intelegensi, bakat dan kerativitas yang mengarah pada perkembangan kepribadian individu yang kompleks. Faktor sosial ekonomi menyangkut masyarakat, sekolah, keluarga, teman sebaya, kondisi ekonomi dan pasaran tenaga kerja. Pengaruh struktur  kerja dan kondisi tenaga kerja yang ada merupakan kondisi luar di mana individu harus berinteraksi. Faktor psikologi dan sosial ekonomi memberikan pengaruh pada perkembangan dirinya. Individu belajar mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya sesuai tahapan perkembangannya, yang akan membentuk sebuah konsep pada dirinya sendiri.

2.      Teori
      Perkembangan aspek psikologis dan sosio-ekonomis inilah terbentuk konsep diri (self concept) individu sebagai hasil dari upaya mempelajari diri sendiri dan lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain, teori Super mengemukakan teorinya tentang pemilihan karir sebagai implementasi dari konsep diri. Menurut teori Super (Surya, 1988 : 234) berkaitan dengan pemilihan karir adalah sebagai berikut.
a)      Individu itu mempunyai kualifikasi atau kewenangan untuk banyak bidang pekerjaan.
b)     Setiap bidang pekerjaan menuntut pola karakteristik kecakapan dan ciri-ciri pribadi.
c)      Meskipun konsep diri individu dan situasi sosial berubah, proses pemilihan tetap berlangsung sejalan dengan pertumbuhan, mulai dari tahap eksplorasi, pemantapan, pemeliharaan, dan penurunan.
d)     Pola-pola karir (tingkat, urutan, dan durasi pekerjaan) berkaitan dengan tingkat sosio-ekonomi orangtua, kecakapan, kepribadian, dan kesempatan).
e)      Perkembangan vokasional (karir) sebagai implementasi konsep diri merupakan hasil interaksi antara pembawaan, faktor fisik, kesempatan peran-peran tertentu, dan dukungan dari teman sebaya dan orang yang memiliki kelebihan.
f)       Keterpaduan antara variabel individu dan lingkungan, antara konsep diri dan tantangan   realitas    dibuat   melalui   kesempatan   bermain   peranan   dan   fantasi  
tantangan, konseling, sekolah, atau pekerjaan.
g)     Kepuasan tergantung pada kesempatan memperoleh kepuasan kebutuhan pribadi, dan situasi kerja yang memberikan kesempatan bermain peranan.
            Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut lahirlah konsep Super yang berkaitan dengan peran-peran hidup (life roles) dan tahap-tahap perkembangan (developmental tasks).

a.      Peran-peran Hidup (Life Roles)
            Konsep yang dikembangkan dalam teori Super salah satunya adalah konsep tentang peran hidup (life roles). Super mendeskripsikan pada enam peran hidup yang utama, yaitu anak-anak (child), pelajar (student), aktivitas di waktu luang (leisure), warga masyarakat (citizen), pekerja (worker), dan peran dalam keluarga (homemaker). Peran aktivitas dalam waktu luang, pelajar dan anak-anak merupakan informasi penting bagi anak-anak, sedangkan peran pekerja, warga masyarakat, dan rumah tangga (dalam konsep tanggung jawab masing-masing peran) sangatlah minim. Baru pada tahap remaja, peran warga masyarakat dan pekerja dapat menjadi peran penting, tetapi tetap dalam batas-batas tertentu. Pada tahap ini, bekerja sering dihubungkan secara tidak langsung untuk pengetahuan tentang karir. Pada masa dewasa fungsi dan kemampuan dalam memilih peranan hidup menjadi unsur penting dalam perkembangan karir, khususnya sejak menginjak masa remaja akhir.
             Keenam peran utama individu yang disebutkan oleh Super terkenal dengan istilah “pelangi karir kehidupan” (the life career rainbow). Dimensi longitudinal dari gambar tersebut menunjukkan rentangan kehidupan “maxicycle”, yang mencakup tahap-tahap perkembangan karir dari tahap pertumbuhan (growth) sampai dengan kemunduran (decline).
            
b.     Tahap Perkembangan
            Tolbert (Manrihu, 1986 : 20) mengatakan bahwa penggunaan istilah “perkembangan” dalam karir mempunyai makna khusus karena mengimplikasikan bahwa individu terlibat dalam suatu proses jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan, yang masing-masing pilihan itu dipengaruhi oleh banyak orang dan faktor, berbagai kondisi, serta kebutuhan-kebutuhan dan sifat-sifat pribadi individu itu sendiri. Analog dengan pendapat tersebut,  Herr & Cramer (1984 : 14) mendefisikan perkembangan karir sebagai “...the constellation of psychological, sociological, educational, physical, economic, and change factors that combine to shape the career of any given individual”.
            Super (Manrihu, 1992 : 19) meringkas konsep life-stages ke dalam 12 proposisi perkembangan karir berikut.
1)      Individu berbeda dalam kemampuan-kemampuan, minat-minat, dan kepribadian-kepribadiannya.
2)      Dengan sifat-sifat yang berbeda,  individu  mempunyai  kewenangan  untuk
melakukan sejumlah pekerjaan.
3)      Masing-masing pekerjaan menuntut pola khas kemampuan, minat, dan sifat-sifat kepribadian.
4)      Preferensi dan kompetensi vokasional dapat berubah sesuai dengan situasi kehidupan.
5)      Proses perubahan dapat dirangkum dalam suatu rangkaian tahap kehidupan.
6)      Sifat dan pola karir ditentukan oleh taraf sosioekonomik, kemampuan mental, dan kesempatan yang terbuka dan karakteristik kepribadian individu.
7)      Perkembangan karir adalah fungsi dari kematangan biologis dan realitas dalam perkembangan konsep diri.
8)      Faktor yang banyak menentukan dalam perkembangan karir adalah perkembangan dan implementasi konsep diri.
9)      Proses pemilihan karir merupakan hasil perpaduan antara faktor individual dan faktor sosial, serta antara konsep diri dan kenyataan.
10)  Keputusan karir tergantung pada dimana individu menemukan jalan keluar yang memadai bagi kemampuan, minat, sifat kepribadian dan nilai.
11)  Taraf kepuasan yang individu peroleh dari pekerjaan sebanding dengan tingkat dimana mereka telah sanggup mengimplementasikan konsep dirinya.
12)  Pekerjaan dan okupasi menyediakan suatu fokus untuk organisasi kepribadian baik pria maupun wanita.
Berdasarkan 12 proposisi  tersebut, Super  (Osipow, 1983 : 157;  Manrihu,
            1986: 27-29) membagi tahap perkembangan karir menjadi lima tahapan berikut.
1)      Tahap perkembangan (growth) dari lahir sampai usia ± 15 tahun, yakni anak mengembangkan berbagai potensi, sikap-sikap, minat-minat, dan kebutuhan-kebutuhannya yang dipadukan dalam struktur konsep diri (self concept structure). Konsep diri tersebut berkembang melalui proses identifikasi terhadap sosok kunci (key figures) di lingkungan keluarga dan sekolah. Tahap pertumbuhan terdiri dari tiga subtahap, yaitu :
a)      fantasi (4-10 tahun) yang ditandai dengan dominannya aspek kebutuhan akan rasa keingintahuan (curiousity).
b)     Minat (11-12 tahun) yang ditandai dengan tumbuhnya rasa senang sebagai determinan utama dari aspirasi dan aktivitas.
c)      Kapasitas (13-14 tahun) yang ditandai dengan pertimbangan bertambahnya bobot kemampuan, persyaratan, dan latihan karir.
2)      Tahap eksplorasi (eksploration) dari usia 15 sampai 24 tahun, yakni ketika individu memikirkan berbagai alternatif karir, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. Pada tahap ini individu mulai melakukan penelaahan diri (self examination), mencoba berbagai peranan, serta melakukan penjelajahan pekerjaan atau jabatan baik di sekolah, pada watu senggang, ataupun melalui sistem magang. Tahap ini meliputi tiga subtahap berikut.
a)      Tentatif (15-17 tahu) yang ditandai dengan mulai dipertimbangkannya aspek-aspek kebutuhan, minat, kapasitas, nilai-nilai dan kesempatan secara menyeluruh. Pilihan pada masa tentatif ini mulai diusahakan untuk keluar dari fantasi, baik melalui diskusi, bekerja, maupun aktivitas lainnya.
b)     Transisi (18-21 tahun) yang ditandai dengan menonjolnya pertimbangan yang lebih realistis untuk memasuki dunia kerja atau latihan profesional serta berusaha mengimplementasikan konsep diri.
c)      Mencoba (trial) dengan sedikit komitmen (22-24 tahun) ditandai dengan mulai ditemukannya lahan atau lapangan pekerjaan yang sangat potensial.
3)      Tahap pemantapan/pendirian (establishment) dari usia 25 sampai 44 tahun, yang bercirikan usaha-usaha memantapkan diri melalui pengalaman-pengalaman selama menjalani karir tertentu. Pada tahap ini individu sudah memiliki bidang yang cocok, serta berusaha berusaha memantapkan kedudukannya secara permanen dalam suatu bidang. Pada awalnya mungkin sedikit mencoba-coba (trial) dengan konsekuensi adanya pergantian bidang garapan, namun tahap ini (establishment) biasanya dimulai tanpa adanya istilah coba-coba terutama pada suatu profesi. Tahap pemantapan terdiri atas dua subtahap berikut.
a)      Mencoba dengan komitmen yang bersifat stabil (25-30 tahun) yang ditandai dengan berbagai dugaan tentang kurang memuaskannya lapangan pekerjaan tertentu. Pada tahap ini kemungkinan perubahan terjadi satu atau dua bidang pekerjaan dan biasanya diakhiri dengan ditemukannya satu bidang  pekerjaan yang mantap.
b)     Lanjutan (advancement) (31-44 tahun) yang ditandai dengan semakin jelasnya pola karir serta usaha-usaha yang mengarah pada pemantapan dan pengamanan posisi dalam bidang tersebut. Bagi kebanyakan orang tahap ini merupakan tahap-tahap kreatif. Bagi kebanyakan orang, tahap ini merupakan tahap-tahap kreatif.

4)      tahun, yakni orang yang sudah dewasa menyesuaikan diri, menikmati dan memaknai karir yang sedang dijalaninya.
5)      Tahap kemunduran (decline) dari usia 65 tahun ke atas yakni ketika individu memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. Peranan baru segera dikembangkan terutama memilih penerus. Tahap kemunduran terdiri atas dua subtahap berikut.
a)      Perlambatan (65-70 tahun) yang ditandai dengan kelelahan sebagai pekerja, langkah kerja yang berkurang, pelaksanaan tugas kerja yang tidak penuh, serta mulai berkurangnya kapasitas kerja. Hampir kebanyakan individu menemukan pekerjaan paruh waktu untuk menggantikan pekerjaan utamanya.
b)      Pengunduran diri (retirement) (71 tahun ke atas) yang ditandai dengan menyerahkan atau mewariskan “kekuasaan” kepada generasi penerus. Secara umum yang terjadi pada masa ini berakhir dengan beberapa kemungkinan – beberapa orang mampu menerimanya dengan hidup menyenangkan; beberapa yang lainnya berakhir dengan kekecewaan dan kesulitan, kemudian sisanya berakhir dengan kematian.
      Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilaku yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karir.
            Dalam teori rentang hidup dari Super terdapat suatu konsep yang disebut dengan kematangan karir (career maturity). Kematangan karir (career maturity) merupakan tema sentral dalam teori perkembangan karir masa hidup (life span career development) yang dicetuskan oleh Super. Super memperkenalkan dan mempopulerkan konsep tentang kematangan karir setelah penelitiannya tentang pola karir di tahun 1950-an.
            Kematangan karir (career maturity) didefinisikan sebagai kesesuaian antara perilaku karir individu dengan perilaku karir yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Criter (Herr & Cramer, 1979 : 174) berpendapat bahwa “.... the maturity of an individual’s vocational behavior as indicated by the similarity between his behavior and that of the oldest individual’s in his vocational stages”. Definisi ini lebih menekankan pada kematangan karir sebagai tahapan hidup (life-stages). Sementara itu, Super (Sharf, 1992 : 155) menyatakan bahwa kematangan karir didefinisikan sebagai “....the readiness to make appropriate career decisions”....rediness to make (a) good choice (s) atau kesiapan individu untuk membuat pilihan karir yang tepat. Definisi kedua ini lebih menekankan pada kesiapan untuk membuat pilihan dan keputusan karir secara tepat. 
            Berdasarkan pada uraian tersebut, dapat dimaknai bahwa kematangan karir remaja dapat diukur dari dimilikinya indikator-indikator kematangan karir  sebagai berikut.
            Pertama, aspek perencanaan karir (career planning). Aspek ini meliputi indikator-indikator berikut : 1) mempelajari informasi karir;  2) membicarakan karir dengan orang dewasa; 3) mengikuti pendidikan tambahan (kursus) untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karir; 4) berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler; 5) mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pekerjaan yang diinginkan; 6) mengetahui kondisi pekerjaan yang diinginkan; 7) mengetahui persyaratan pendidikan untuk pekerjaan yang diinginkan; 8) dapat merencanakan apa yang harus dilakukan setelah tamat sekolah;  9) mengetahui cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan; dan 10) mampu mengatur waktu luang secara efektif.
            Kedua, aspek eksplorasi karir (career exploration). Eksplorasi karir didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeksplorasi atau melakukan pencarian informasi terhadap sumber-sumber informasi karir. Eksplorasi karir (Sharf, 1992 : 52-53) merupakan waktu ketika individu mengupayakan agar dirinya memiliki pemahaman yang lebih terutama tentang informasi pekerjaan, alternatif-alternatif karir, pilihan karir dan mulai bekerja. Aspek ini mencakup indikator-indikator sebagai berikut: 1) berusaha menggali dan mencari informasi karir dari berbagai sumber (guru bk, orangtua, orang yang sukses, dan sebagainya; 2) memiliki pengetahuan tentang potensi diri, di antaranya bakat, minat, inteligensi, kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi;            3) memiliki cukup banyak informasi karir.
            Ketiga, pengetahuan tentang membuat keputusan karir (decision making). aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut : 1) mengetahui cara-cara membuat keputusan karir; 2) mengetahui langkah-langkah dalam membuat keputusan karir, terutama penyusunan rencana karir; 3) mempelajari cara orang lain membuat keputusan karir; 4) menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir.
            Keempat, pengetahuan (informasi) tentang dunia kerja (world of work information). Menurut Super (Sharf, 1993 : 158) konsep ini memiliki dua komponen dasar, yaitu : Pertama, berhubungan dengan tugas perkembangan ketika individu harus mengetahui minat dan kemampuan dirinya, mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan mengetahui alasan orang lain berganti pekerjaan. Kedua, konsep yang berkaitan dengan pengetahuan tentang tugas-tugas pekerjaan dalam satu vokasional dan perilaku-perilaku dalam bekerja.
            Kelima, aspek pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai (knowledge of preferred occupational group).  Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memahami tugas dari pekerjaan yang diinginkan; 2) mengetahui sarana yang dibutuhkan dari pekerjaan yang diinginkan;                3) mengetahui persyaratan fisik dan psikologis dari pekerjaan yang diinginkan; 4) mengetahui minat-minat dan alasan-alasan yang tepat dalam memilih pekerjaan.
            Keenam, aspek realisme keputusan karir (realism). Realisme keputusan karir adalah perbandingan antara kemampua individu dengan pilihan pekerjaan secara realistis (Super dalam Sharf, 1992 : 159). Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan diri berhubungan dengan pilihan karir yang diinginkan; 2) mampu melihat faktor-faktor yang akan mendukung atau menghambat karir yang diinginkan; 3) mampu melihat kesempatan yang ada berkaitan dengan pilihan karir yang diinginkan; 4) mampu memilih salah satu alternatif pekerjaan dari berbagai pekerjaan yang beragam; dan 5) dapat mengembangkan kebiasaan belajar dan bekerja secara efektif.
            Ketujuh, orientasi karir (career orientation). Orientasi karir didefinisikan sebagai skor total dari: 1) sikap terhadap karir;  2) keterampilan membuat keputusan karir; dan 3) informasi dunia kerja (Super dalam Sharf, 1992 : 159).
            Sikap terhadap karir terdiri dari perencanaan dan eksplorasi karir. Keterampilan membuat keputusan karir terdiri dari kemampuan menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir. Informasi dunia kerja terdiri atas memiliki informasi tentang pekerjaan tertentu dan memiliki informasi tentang orang lain dalam dunia kerjanya.

3.      Peranan Informasi dan Seleksi Karir
            Peranan informasi dan seleksi karir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teori Super, khususnya di masa remaja awal, remaja akhir, hingga perkembangan karir dewasa awal, informasi dan seleksi karir menjadi fokus dari kegiatan konseling. Perolehan informasi karir sangat berperan bagi kematangan karir seseorang, khususnya menjadi sebuah konsep yang paling penting di masa remaja. Teori Super memiliki konstruksi yang valid sehingga dapat digunakan sebagai instrumen yang membantu pekerjaan konselor.

B.   Teori Trait and Factor
1.      Asumsi
Teori Trait and Factor dikembangkan berdasarkan sumbangan beberapa ahli perkembangan karir seperti Frank Parson, E. G. Williamson, D.G. Patterson, J.G. Darley, dan Miller yang tergabung dalam kelompok “Minnesota (Munandir, 1996).
Istilah “trait” itu sendiri merujuk pada karakteristik individu yang dapat diukur melalui tes. “factor” merujuk pada karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan kerja yang sukses. Jadi, istilah “trait and factor“ merujuk pada penilaian karakteristik individu  dan pekerjaan (Sharf, 1992 : 17).
Dalam asesmen trait ini, Parson (Sharf, 1992 : 17) mengajukan bahwa untuk memilih karir, seorang individu idealnya harus memiliki:
a.      Pengertian yang jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, batasan sumber dan akibatnya;
b.      Pengetahuan akan syarat-syarat dari kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan dan harapan masa depan pada jenis pekerjaan yang berbeda-beda; dan
c.       Pemikiran yang nyata mengenai hubungan-hubungan antara dua kelompok atau fakta-fakta ini.
            Hampir senada dengan pendapat tersebut, Crites (1981 : 22) berpendapat bahwa perkembangan karir individu berdasarkan teori trait and factor didasarkan pada tiga asumsi berikut ini.
a.      Dengan ciri psikologisnya yang khas, bagi setiap individu yang paling cocok adalah bekerja di suatu jenis pekerjaan tertentu;
b.      Sekelompok pekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang berlainan mempunyai ciri psikologis yang berlainan pula; dan
c.       Penyesuaian vokasional berbeda-beda, selaras dengan seberapa jauh kesesuaian antara ciri-ciri pribadi individu yang bersangkutan dengan tuntutan dunia kerja tertentu.
Manrihu (1985: 64) menjelaskan bahwa teori trait and factor termasuk ke dalam teori struktural. Teori trait and factor memandang individu sebagai organisasi kapasitas dan sifat-sifat lain yang dapat diukur dan dihubungkan dengan persyaratan program latihan atas dasar informasi yang diperoleh tentang perbedaan-perbedaan individu yang menduduki okupasi atau hubungan pilihan karir dan kepuasan. Teori trait and factor lebih deskriptif  pengaruhnya terhadap pilihan karier daripada menjelaskan perkembangan karir.
Menurut pandangan Parson dan Williamson (Winkel, 1996: 575) ciri khas dari teori trait and factor ialah bahwa seseorang dapat menemukan vokasional yang cocok baginya dengan mengkorelasikan kemampuan, potensi, dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegang vokasional tertentu. Pandangan ini bagaimana individu membuat pilihan karir yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan dan minat individu ini dapat diketahui melalui testing.

2.      Konsep Teori Trait and Factor
Pada dasarnya teori trait and factor menyatakan bahwa bahwa pemilihan karir individu sangat ditentukan oleh kesesuaian kemampuan (abilities), minat (interest), prestasi (achievement), nilai-nilai (values) dan kepribadian (personality) dengan dunia kerja (world of work). Bila digambarkan sebagai berikut:
  Matching
                  Self                                                       World of work

Relationship


Pandangan yang luas dari teori trait and factor menunjukkan bagaimana kesemua itu dapat digunakan untuk mengkonseptualisasikan perkembangan karir. Parson (Sharf, 1992 : 18) mengkarakterisasikan tahap pertama dari pilihan karir adalah manfaat dari “pemahaman diri, sikap, minat kemampuan, minat ambisi, sumber daya dan penyebabnya.” Pada tahap ini, bakat, prestasi, minat, nilai dan kepribadian untuk merefleksikan lima tipe dari perkiraan yang muncul sebagai sesuatu yang penting pada konseling karir. Tahap kedua, adalah mendapatkan “pengetahuan dari syarat dan kondisi kesuksesan, keuntungan dan ketidakuntungan, kompensasi, kesempatan dan prospek dalam jalur karir yang berbeda.” Pada tahap ini didiskusikan bagaimana konselor dapat membantu konseli dalam mendapatkan pengetahuan ini. Tahap ketiga, menurut Parson adalah bahwa sebuah pilihan yang diharapkan dibuat dengan “alasan yang benar dari hubungan dua kelompok ini.” Di sini pertimbangan integrasi informasi tentang diri dan dunia kerja, memberikan fokus yang tidak dibatasi untuk penggunaan kemampuan kemampuan kognitif tetapi juga refleksi kemampuan diri.



a.      Tahap 1 : Memperoleh Pemahaman Diri
Pada tahap ini dideskripsikan minimal lima jenis tes yang sering digunakan oleh konselor dalam konseling karir trait and factor, yaitu bakat (aptitudes), prestasi (achievements), minat (interests), nilai-nilai (values) dan kepribadian (personality). Berikut penjelasan dari kelima jenis tes tersebut.

1)      Bakat (Aptitudes)
Tes bakat (aptitudes) digunakan untuk memprediksi level kemungkinan yang akan terjadi dan kemampuan individu untuk melaksanakan tugas. Bakat individu dapat diketahui melalui tes. Instrumen tes yang biasa digunakan dalam pengukuran bakat ini antara lain: Baterai Primary Mental Abilities (PMA) dari Thurstone, Differential Aptitude Tests (DAT) terbitan Psychological Corporation, Guilford-Zimmerman Aptitude Survey, California Test of Mental Maturity, General Aptitude Test Battery (GATB), Minnesota Occupational Rating Scale, Minnesota Clerical Test, dan Minnesota Rate of Manipulation Test, the School and College Ability Tests (SCAT), the College Board Scholastic Aptitude Tests (SAT), the ACT Assessment Program Academic Tests (ACT), dan Armed Services Vocational Aptitude Battery (ASVAB). Di Indonesia untuk mengukur bakat individu digunakan tes yang bernama Intelligence Structure Tests (IST) yang terdiri dari sembilan aspek bakat.

2)      Prestasi (Achievements)
Sharf (1992:22) mengemukakan bahwa “achievements refer to a board range of events that individuals participate in and accomplish during their lifetime”. Prestasi dapat di bagi ke dalam tiga tipe, yaitu : pertama, prestasi akademik, biasanya diukur dengan angka, tetapi dengan skor tes khusus. Kedua, prestasi dalam kerja, seperti kesempurnaan tugas-tugas. Ketiga, yang sangat cocok dengan teori trait and factor, yaitu prestasi yang terkait dengan syarat-syarat untuk memasuki dunia kerja. Prestasi dapat diukur secara kuantitatif melalui tes-tes yang digunakan untuk memasuki salah satu profesi.   

3)      Minat (Interests)
Minat (Interest) diartikan sebagai kehendak, keinginan atau kesukaan (Kamisa, 1997 : 370). Minat adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat dapat menyebabkan seseorang giat melakukan sesuatu menuju ke sesuatu yang telah menarik minatnya. Hurlock (1986 : 144) mengatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.
Selama berpuluh-puluh tahun, minat merupakan ciri (trait)  yang sangat penting dalam seleksi karir individu. Herr & Crammer (1984: 94) mengemukakan bahwa minat merupakan entry point yang dapat memprediksikan karir individu daripada bakat dengan beberapa kemampuan. Alasannya adalah bahwa memasuki pekerjaan dapat diprediksi lebih baik dari minat daripada sikap individu dengan banyak kemampuan yang bisa memilih dari rangkaian yang luas. Tidak sama dengan tes sikap, tes sikap mempunyai skala kerja yang khusus.
            Instrumen yang biasa digunakan untuk mengukur minat individu terhadap karir tertentu antara lain : (a) Kuder Preference Record – Form C (KPRC) dengan aspek yang diukur  di antaranya : outdoor, mechanical, computational, scientific, persuasive, artistic, literary, musical, social service, and clerical; (b) Strong Interest Inventory (SII) Basic Interest Scales dengan aspek yang diukur di antaranya : adventure, agriculture, art, athletics, bussiness management, domestic arts, law/politics, mathematics, mechanical activities, medical science, medical service, merchandising, military activities, music/dramatics, nature, office practies, public speaking, religious activities, sales, science, social service, teaching, and writing;        (c) California Occupational Preference Survey (COPS) yang mengukur aspek: consumer economics, outdoor, clerical, communication, science-professional, science-skilled, technology-professional, technology-skilled, business-professional, business-skilled, arts-professional, arts-skilled, service-professional, and service-skilled.

4)      Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai (values) melambangkan sesuatu yang penting. Nilai-nilai sebagai suatu yang sulit untuk memperkirakan kemungkinannya.  Nilai-nilai yang sangat penting dalam konseling karir yaitu nilai-nilai umum dan nilai-nilai dunia kerja. Adapun maksud dari pengetahuan mengenai nilai-nilai ini adalah agar individu mampu memutuskan arah karir yang jelas.
Instrumen inventori nilai-nilai yang biasa digunakan adalah :         (a) Study of Values (SV) yang mengukur aspek : theoretical, economic, aesthetic, social, political, and religious; dan (b) Values Scale (VS) yang mengukur aspek : ability utilization, achievement, advancement, aesthetics, altruism, authority, autonomy, creativity, economic rewards, life style, personal development, physical activity, prestige, risk, social interaction, social relations, variety, working conditions, cultural identity, physical prowess, and economic security (Sharf, 1992 : 22).

5)      Kepribadian (Personality)
             Pengukuran dari kepribadian telah menjadi area penting dari belajar dan berguna untuk mengkonseptualisasikan individu dalam pilihan vokasional. Minimal terdapat tiga jenis instrumen untuk mengukur kepribadian individu, yaitu California Psychological Inventory (CPI), The Sixteen Personaity Factor Questionaire (16 PF) dan the Edwards Personal Preference Schedule (EPPS). Konselor dapat mencocokkan profil kepribadian konseli dengan karir yang cocok.

b.     Tahap 2 : Memperoleh Pengetahuan tentang Dunia Kerja
Informasi pekerjaan ialah unsur penunjang kedua dari teori trait and factor. Peran konselor adalah membantu konseli untuk mengumpulkan informasi pekerjaan. Untuk mengumpulkan informasi tidak perlu tergantung hanya kepada pengetahuan karir seorang konselor, tetapi menggunakan banyak sumber untuk menambah pengetahuan ini. Terdapat tiga aspek penting terkait dengan informasi pekerjaan, yaitu: 1) menggambarkan pekerjaan, kondisi pekerjaan atau masalah gaji; 2) pengelompokkan pekerjaan; dan 3) membantu mengetahui karakteristik dan kebutuhan untuk masing-masing pekerjaan.
Jenis-Jenis Informasi Pekerjaan. Informasi pekerjaan dapat dieksplorasi dari berbagai sumber yang berbeda, contohnya melalui brosur yang dibuat oleh asosiasi pekerjaan profesional, pamflet, yang bisa didapatkan melalui penerbit khusus yang menangani tentang informasi pekerjaan. Tipe informasi yang paling penting untuk konselor adalah mengetahui uraian tentang berbagai jenis pekerjaan.
Sistem Klasifikasi. Karena sistem klasifikasi ini dapat membingungkan dari banyaknya informasi yang tersedia bagi konselor dan konseli, sistem klasifikasi ini perlu disusun untuk informasi pekerjaan. Sistem klasifikasi ini telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.


c.       Tahap 3 : Mengintegrasikan Informasi tentang Diri dan Dunia Kerja
Langkah ketiga ini adalah mengintegrasikan informasi tentang diri dan dunia kerja. Informasi pekerjaan diindikasikan dengan bahan-bahan, penerimaan, ketertarikan atau minat, nilai, dan karakter pribadi yang dibutuhkan setiap pekerjaan.

3.      Peran Konselor
Peran konselor adalah memberikan berbagai informasi mengenai jenis-jenis pekerjaan, syarat-syarat dan tuntutannya serta prospek bagi individu. Kemudian konselor diharapkan harus mampu membantu konseli memilih pekerjaan atau karir tertentu yang sesuai dengan kepribadian, minat, bakat serta kemampuannya.
Dalam hal ini konselor sebaiknya mengarahkan konseling pada pemahaman konseli mengenai dirinya atau self concept, untuk memudahkan pengintegrasian dengan pekerjaan atau karir tertentu. Pada saat konseling berlangsung, konselor diharapkan mampu menggambarkan pilihan karir yang diharapkan oleh konseli. Pada saat konseli mengungkapkan perasaan mengenai suatu pekerjaan, konselor harus dapat mengungkapkan alasan di balik munculnya perasaan tersebut.
Pilihan karir sifatnya kontemporer yang dapat berubah bila konseli menemukan pengalaman baru mengenai pekerjaan yang dirasakan sesuai dengan bakat, prestasi, minat, nilai dan kepribadiannya. Oleh karena itu, konseling sebaiknya dilakukan berulang-ulang pada waktu yang bervariasi dengan mengulang pengungkapan bakat, kemampuan, prestasi dan minat konseli sehingga kematangan karir tercapai.

C.   Teori Tipologi Holland
1.      Asumsi
Teori Tipologi Karir Holland Mengenai Perilaku Vokasional (Vokasional Holland’s Career Typology Theory of Vocational Behavior) adalah buah karya ahli teori karir, John Holland. Menurut Holland, penting membangun keterkaitan atau kecocokkan antara tipe kepribadian individu dan pemilihan karir tertentu. Dengan kata lain, terdapat elaborasi antara inherensi kebutuhan dalam proses pemilihan karir dengan  lingkungan, tipe kepribadian dan tingkah laku individu.
Unsur yang mendasar dari pandangan John Holland adalah pemilihan dan penyesuaian karir merupakan gambaran dari kepribadian seseorang. Orang mengekspresikan diri, minat dan kepribadian mereka tercermin dalam pekerjaan yang diambilnya. Dalam teorinya mengenai perkembangan karir, Holland mengelaborasikan hipotesis yang menyatakan bahwa pilihan karir seseorang akan mewakili perluasan kepribadian dan upaya untuk mengimplementasikan gaya perilaku pribadi yang luas dalam konteks kehidupan kerja seseorang. Karya baru yang diperkenalkan Holland ini merupakan gagasan yang menyatakan bahwa individu memproyeksikan pandangan mereka mengenai diri sendiri dan dunia kerja ke dalam pekerjaan mereka. Melalui prosedur yang sederhana, yaitu dengan memperbolehkan individu untuk mengekspresikan pilihan atau perasaan mereka yang berlawanan, serta melalui daftar khusus mengenai judul pekerjaan, Holland menetapkan individu kedalam gaya perasaan pribadi, hal ini secara teoritis memiliki implikasi bagi kepribadian dan pilihan pekerjaannya.
Konsepsi Holland mengenai perkembangan karir ini tumbuh dari pengalamannya dengan individu yang sedang membuat keputusan karir. Dia mengamati bahwa kebanyakan individu memandang dunia pekerjaan dalam istilah stereotipe pekerjaan. Sebagai pengganti kesimpulan yang membuat orang bingung dan menyebabkan konselor vokasional mengalami lebih banyak kesulitan ini, maka Holland mengganti proses stereotype tersebut dengan memberikan asumsi yang berdasarkan pada pengalaman individu dalam pekerjaan, berdasarkan realitas, serta derajat keakuratan dan kegunaan  yang tinggi. Holland menghipotesiskan bahwa dimana individu memiliki sedikit pengetahuan mengenai pekerjaan khusus, maka hasil stereotipe akan terungkap, kebanyakan sikap dalam tes proyektif kiranya mengekspos dinamika kepribadian. Holland mengembangkan daftar judul pekerjaan yang mungkin dapat digunakan sebagai alat agar seseorang dapat memproyeksikan pilihan gaya hidupnya.
Holland telah mempublikasikan tiga buah buku yang menjelaskan tentang teori tipe-tipe kepribadian. Tiap buku menggambarkan versi terbaru dan penyaringan lebih lanjut dalam pengembangan teorinya. Dua inventori psikologis yang penting dalam pengembangan teori ini adalah The Vocational Preference Inventory (1985) dan The Self Directed Search (1987). Dua instrumen ini mengukur hal yang berbeda, pengukuran kompetensi penerimaan diri dan minat ketika melakukan asesmen terhadap kepribadian individu. Model teori Holland dipengaruhi oleh usia, gender, kelas sosial, inteligensi, dan pendidikan. Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa secara spesifik menjelaskan bagaimana individu dan lingkungan berinteraksi dengan perkembangan keenam tipe kepribadian yang berbeda, yaitu : Realistik, Investigatif, Artistik, Sosial, Enterprising, dan Konvensional.
Terdapat empat asumsi yang menjadi inti (jantung) teori Holland, yaitu: pertama, kebanyakan orang dapat dikategorikan sebagai salah satu dari enam tipe: realistik, investigatif, artistik, sosial, enterprising, dan konvensional. Kedua, ada enam jenis lingkungan: realistik, investigatif, artistik, sosial, enterprising, dan konvensional. Ketiga, invididu menyelidiki lingkungan-lingkungan yang memungkinkannya melatih  keterampilan-keterampilan (skills) dan kemampuan-kemampuannya, mengekspresikan sikap-sikap dan nilai-nilainya, dan menerima masalah-masalah serta peranan-peranan yang sesuai. Keempat, perilaku individu ditentukan oleh interaksi antara kepribadiannya dengan ciri-ciri lingkungannya (Surya, 1988; Herr & Crammer, 1979; Sharf, 1995; Osipow, 1983;  Manrehu, 1985; Winkel, 1996; Gani, 1985).
Keempat asumsi tersebut di atas merupakan rangkuman dari 11 pokok pemikiran Holland mengenai karir, yaitu:
a.      Pemilihan vokasional merupakan pernyataan kepribadian individu;
b.      Inventori minat merupakan inventori kepribadian;
c.       Stereotipe vokasional mempunyai makna psikologis dan sosiologis yang penting dan dapat dipercaya;
d.     Individu dalam vokasional atau pekerjaan memiliki kepribadian yang serupa dan kesamaan sejarah perkembangan kepribadian;
e.      Individu dalam rumpun pekerjaan dan memiliki tipe kepribadian yang sama dalam merespon situasi dan masalah dengan cara yang serupa, individu akan membentuk pola hubungan pribadi tertentu yang khas;
f.        Kepuasan, kemantapan, dan hasil kerja tergantung atas kongruensi kepribadian individu dengan lingkungan tempat individu itu berada;
g.      Pengetahuan tentang kehidupan vokasional tidak disusun dan seringkali terpisah dari batang tubuh pengetahuan psikologi dan sosiologi;
h.      Dalam masyarakat kebanyakan individu dapat digolongkan ke dalam salah satu dari enam tipe dan setiap tipe merupakan  hasil  interaksi antara  faktor
keturunan, kebudayaan dan pribadi individu sekitar;
i.        Terdapat enam jenis lingkungan, masing-masing lingkungan dikuasai oleh salah satu tipe kepribadian tertentu;
j.        Individu mencari lingkungan dan vokasional yang memungkinkannya dapat melaksanakan kemampuan dan keterampilannya, menyatakan sikap dan nilai mereka, mengambil keputusan akan peranan dan permasalahan yang disetujuinya atau tidak disetujuinya;
k.      Perilaku individu diterangkan melalui pola interaksi kepribadiannya dengan lingkungannya;
l.        Enam karakteristik itu berupa realistik, investigatif, sosial, konvensional, enterprising, dan artistik; dan
m.   Enam karakteristik model lingkungan berupa realistik, intelektual, sosial, konvensional, enterprising, dan artistik.

2.      Tipe Kepribadian
Holland mengajukan hipotesis bahwa pilihan karir merupakan upaya pengembangan kepribadian dan mengimplementasikan gaya perilaku pribadi yang khas dalam konteks pilihan karir . Konsepsi lainnya adalah bahwa individu memproyeksikan pandangan-pandangannya tentang dirinya dan dunia kerja kepada bentuk-bentuk vokasional.
Holland percaya bahwa ketika individu menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya, maka ia akan menikmati dan bertahan lama dalam pekerjaannya tersebut. Sebaliknya ketika individu tidak menemukan karir yang cocok dengan kepribadiannya, maka ia tidak akan menikmati dan bertahan lama dalam pekerjaannya tersebut.
Holland mengajukan enam tipe kepribadian dasar yang berhubungan dengan karir, yaitu realistik, investigatif, artistik, sosial, enterprising, dan konvensional (Herr & Crammer, 1979; Santrock, 1983; Osipow, 1983; Manrihu, 1985; Sharf, 1992). Keenam tipe kepribadian tersebut adalah sebagai berikut.

a.      Tipe Kepribadian Realistik
            Lingkungan Realistik. Lingkungan realistik ditandai oleh tugas-tugas yang konkret, fisik, dan eksplisit. Kemampuan bekerja dengan menggunakan alat dianggap lebih penting dibandingkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Beberapa lingkungan realistik ada yang membutuhkan penyesuaian yang besar terhadap ketangkasan fisik, dan kecakapan mekanik. Sifat yang jelas dari tuntutan lingkungan membuat keberhasilan/kegagalan.
            Tipe Kepribadian Realistik. Orang realistik lebih suka bekerja dengan menggunakan alat atau mesin dalam melaksanakan hobi dan pekerjaannya.  Mereka akan mencoba mengembangkan kompetensinya dalam bidang material, perbaikan listrik dan otomotif, pertanian, serta disiplin ilmu lainnya. Mereka lebih menyukai praktek daripada pemecahan masalah. Model tipe ini juga cenderung bersifat jantan, kuat jasmani, tidak sosial, agresif, memiliki kecakapan dan koordinasi motorik yang baik, kurang memiliki kecakapan verbal dan hubungan antar pribadi. Lebih menyenangi masalah yang konkret daripada masalah yang abstrak dan mempunyai nilai-nilai ekonomis dan politis yang konvensional.
            Tingkah Laku Konseli Realistik. Dalam situasi konseling, konseli yang realistik lebih menyukai saran dan sugesti yang spesifik untuk menangani masalah akrir dan solusi prakteknya. Dalam lingkungan realistik, perempuan mungkin mengalami hambatan dari laki-laki. Perempuan realistik mungkin akan mencoba memasuki lingkungan pekerjaan yang realistik seperti mekanik. Dalam hal ini, konselor harus sensitif serta memberikan semangat kepada perempuan yang memiliki minat dan kompetensi realistik.

b.     Tipe Kepribadian Investigatif
             Lingkungan Investigatif. Lingkungan investigatif ditandai dengan tugas-tugas yang memerlukan kemampuan abstrak dan kreatif tidak tergantung pada pengamatan pribadinya. Lingkungan penelitian merupakan salah satu yang dicari orang untuk menangani masalah seperti matematika, minat ilmiah, dam kompetensi. Di lingkungan ini, kehati-hatian dan berpikir kritis sangat bernilai. Individu lebih menyukai menggunakan metode berpikir logis secara tepat untuk menangani masalah. Untuk penanganan yang efektif memerlukan imajinasi, inteligensi, dan sensitivitas terhadap masalah-masalah yang bersifat intelektual dan fisik.
             Tipe Kepribadian Investigatif. Orang-orang ripe kepribadian investigatif lebih menyukai teka-teki dan tantangan yang membutuhkan pemikiran intelektual. Mereka lebih menyukai hal-hal yang berhubungan dengan menganalisis sesuatu. Tipe mode ini berorientasi tugas, tidak sosial, lebih menyukai dan memikirkan terlebih dahulu daripada langsung bertindak terhadap penanganan masalah yang dihadapi, membutuhkan pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang bersifat kabur, memiliki nilai-nilai dan bersikap tidak konvensional. Pekerjaan yang cocok untuk tipe kepribadian investigatif, di antaranya : ahli astronomi, biologi, botani, kimia, dan sebagainya.
             Tingkah laku Konseli Investigatif. Konseli yang memiliki kepribadian investigatif menyukai tantangan berupa pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Mereka tertarik pada suatu masalah dan berusaha mencari solusinya walaupun yang didapat sedikit. Ketika menghadapi masalah karir, mereka memilih melakukan pendekatan rasional daripada emosional.

c.       Tipe Kepribadian Artistik
                        Lingkungan Artistik. Lingkungan artistik ditandai dengan tugas-tugas dan masalah-masalah yang memerlukan interpretasi atau kreasi bentuk-bentuk artistik melalui cita rasa, perasaan, dan imajinasi. Lingkungan artistik merupakan tipe yang bebas dan terbuka untuk melakukan kreativitas dan ekspresi pribadi. Beberapa lingkungan banyak yang memberikan kebebasan dalam berekspresi seperti musisi, seniman murni, atau penulis lepas. Pekerjaan lingkungan ini membutuhkan kepribadian dan ekspresi emosional yang lebih dibandingkan ekspresi artistik.
                        Tipe Kepribadian Artistik. Seorang artistik suka mengeskpresikan dirinya dalam kebebasan yang tidak sistematis yang mereka butuhkan, yaotu mengekspresikan kebebasan dan keterbukaan secara wajar.
                        Model ini bersifat tidak sosial, menghindari maslah yang sudah tersusun, atau yang memerlukan kecakapan fisik yang kuat. Tipe ini memerlukan bentuk-bentuk ekspresi yang bersifat individualistik, lebih bersifat individualistik, lebih bersifat kewanitaan, dan sering menghadapi hambatan emosional, lebih menyukai menghadapi permaslaahan yang terjadi dalam lingkungannya melalui ekspresi diri dalam media masa.
                        Tingkah Laku Konseli Artistik. Dalam seni konseling, biasanya konseli yang memiliki kepibadian artistik menyukai pendekatan konseling nonstruktural yang salah satunya dengan menggunakan lembar kerja. Mereka senang bercanda atau menggunakan cara lain untuk menunjukkan bahwa mereka itu berbeda dengan konseli yang lain.
           
d.     Tipe Kepribadian Sosial
            Lingkungan Sosial. Lingkungan sosial ditandai dengan tugas-tugas yang memerlukan kemampuan menginterpretasi dan mengubah perilaku manusia dan minat untuk berkomunikasi dengan orang lain. Lingkungan sosial adalah lingkungan yang memberi semangat pada seseorang untuk lebih fleksibel serta saling memahami satu sama lain. Lingkungan sosial juga lebih menekankan pada aspek nilai-nilai kemanusiaan.
            Tipe Kepribadian Sosial. Tipe orang sosial lebih tertarik pada hal yang berbau kemanusiaan, menolong sesama, atau menjadi pekerja sosial. Orang tipe sosial menyukai pemecahan masalah dalam bentuk diskusi dan kerja sama tim (home sick.)
            Tipe model ini bersifat sosial, bertanggungjawab, kewanitaan, kemanusiaan, religiustias, membutuhkan perhatian. Memiliki kemampuan verbal, hubungan antar pribadi, menghindari pemecahan masalah secara intelektual dibanding aktivitas fisik, dan kegiatan-kegiatan yang sangat teratur rapi, menyukai pemecahan masalah melalui perasaan dan pemanfaatan hubungan antar pribadi.
            Tingkah Laku Konseli Sosial. Dalam proses konseling, orang sosial mengekspresikan idealisme ingin menolong, selalu cinta sesama. Saat berbicara dengan  konselor, mereka akan lebih tertarik pada profesi konselor sebagai pekerja sosial dan berapresiasi pada bantuan konselor.

e.      Tipe Kepribadian Enterprising
            Lingkungan Enterprising ditandai dengan tugas-tugas yang mengutamakan kemampuan verbal yang dipergunakan untuk mengarahkan atau mempengaruhi orang lain. Pada lingkungan enterprising situasi finansial dan isu ekonomi dianggap paling penting dari aspek lain. Contoh lingkungan enterprising, adalah penjualan, pembelian, manajemen bisnis, stock market. Seluruh lingkungan ini menjual kemampuan, status dan kebahagiaan.
            Tipe Kepribadian Enterprising. Perolehan keuntungan merupakan hal yang sangat penting bagi seorang pengusaha. Mereka menggunakan kemampuan verbal untuk menjual, meyakinkan, dan memimpin. Mereka lebih suka untuk membujuk dan mengatur daripada menolong. Contoh pekerjaan yang cocok dengan mereka adalah : pemimpin eksekutif perusahaan, manager hotel, konsultan hubungan industri saja.
            Model tipe ini memiliki kecakapan lisan untuk berjualan, mendominasi dan memimpin, menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang kuat, jantan, menghindarkan diri dari penggunaan bahasa yang terumus dengan baik, atau situasi kerja yang memerlukan kegiatan itelektual dalam jangka waktu yang lama. Mereka juga mudah menyesuaikan diri.
            Tingkah Laku Konseli Enterprising. Seorang pengusaha akan sangat percaya diri pada keyakinannya. Mereka sangat santun kepada konselor dan ingin cepat mengakhiri pembicaraan. Tipe ini sulit untuk memperlihatkan kompetensi diri secara akurat. Mereka juga kurang sabar jika mereka berada pada posisi tengah.

f.       Tipe Kepribadian Konvensional
                        Lingkungan Konvensional. Pengorganisasian dan perencanaan dapat menggambarkan lingkungan konvensional yang baik. Di antara lingkungan konvensional adalah lingkungan kantor dimana dalam sebuah kantor diperlukan data-data. Mengcopy bahan-bahan, mengorganisasikan laporan. Hal yang diperlukan untuk bekerja secara baik pada lingkungan konvensional adalah kemampuan administrasi, kemampuan berorganisasi, kepercayaan, dan kemampuan untuk berdisiplin.
                        Tipe Kepribadian Konvensional. Individu-individu konvensional adalah seorang yang menghargai uang, dapat diandalkan, dan memiliki kemampuan menjalankan aturan dan perintah (arahan). Kekuatan mereka terletak pada kemampuan manajemen dan numerik yang digunakan untuk memecahkan masalah. Tipe ini cenderung menyenangi kegiatan verbal, ia menyenangi bahasa yang tersusun dengan baik, menghindari segala situasi yang kabur, memberi nilai yang tinggi terhadap status dan kenyataan materi.
                        Sikap dan Tingkah Laku Konseli Konvensional. Pada situasi konseling, orang konvensional mungkin menganggap dirinya sebagai pengatur, namun diarahkan juga oleh orang lain. Mereka sering merasa bangga dengan kemampuan berorganisasinya di sekolah tinggi dan aktivitas bisnis. Jika mereka bekerja di lingkungan yang tidak konvensional, maka mereka akan menghadapi masalah dan mereka bisa frustrasi.

3.      Perpaduan Tipe-tipe Kepribadian
Jelas bahwa dalam dunia nyata tidak ada lingkungan kerja yang hanya memakai satu tipe kepribadian. Berbagai kondisi lingkungan berbeda banyak hal, mereka didominasi satu sampai dua tipe kepribadian ketika mendengarkan sejarah karir dari kliennya, maka tipe kepribadian Holland sangat membantu dalam memecahkan persoalan tersebut. Jika konseli menggambarkan atau menceritakan pengalamannya, maka kecocokan antara tipe kepribadian, ketertarikan dan pengalaman mungkin akan menjadi terlihat jelas. Ketika konseli beralih pada masalah lainnya, maka tipe lain mungkin juga akan tampak, pada kasus ini konselor dapat menekankan pada tipe kepribadian yang dominan.
                        Hal-hal penting dalam konseptualisasi dan penggunaan tipe kepribadian Holland dalam konseling adalah : kesesuaian (congruence), perbedaan (differentiation), dan konsistrnsi (consistency). Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dan lingkungan.
                        Pertama, Kesesuaian (Coungruence). Istilah kesesuaian (congruence) berarti hubungan kepribafian dengan lingkungan. Bagamana individu menyikapi lingkungan. Konsep kesesuaian (congruence) sangat penting dalam konseling yang akan membantu pada pencapaian sasaran yan penting. Keinginan seorang konseli untuk menentukan karirnya adalah menemukan lingkungan yang sesuai (congruen) dengan kepribadiannya. Hal ini merupakan tugas konselor untuk menebak tipe kepribadian konseli dan membimbing untuk mencarikan lingkungan yang cocok menurut Holland. Konselor harus memikirkan tentang keadaan konseli dan karirnya yang cocok.
                        Kedua, Differensiasi (Differentiation). Baik individu maupun lingkungan dapat berbeda-beda dalam hal kepribadian yang mereka miliki, baik 1 atau 2 tipe dari tipe-tipe kepribadian Holland. Sebagian orang bisa saja memiliki 1 tipe dan yang lainnya memiliki 2, 3, atau lebih yang dominan dari 6 tipe kepribadian Holland. Misalnya sebagian orang menikmati pekerjaannya dalam megecat, menulis, menolong orang lain, memimpin kelompok pemuda dan bekerja suka rela di sebuah rumah sakit, dan bisa jadi mereka tidak suka pekerjaan mekanik, bekerja di kantor, keilmuan, dan bisnis.
                        Holland menetapkan differensiasi dengan mengurangi nilai yang elbih rendah dari beberapa tipe dari nilai yang tinggi di beberapa tipe lainnya. banyak data yang mengatakan bahwa keenam tipe kepribadian Holland dapat digunakan. Contoh lain adalah seorang guru yang bekerja di Universitas dan diberi kesempatan mengadakan penelitian di daerahnya (Investigatif), membantu mengajar siswa memilih jurusan (Sosial), dan mungkin saja mengadakan konsultasi tentang perindustrian (Enterprising).
                        Kaitan Differensiasi dengan Konseling. masalah yang terjadi kebanyakan sebagian orang kesulitan untuk menentukan karirnya, maka konseling karir diadakan untuk membantu mereka menemukan karir yang tepat dengan cara memberi arahan  kepada konseli untuk membedakan dan memeprluas pengetahuan mereka dalam hal minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang ada pada diri konseli dikaitkan dengan tipe-tipe Holland.
                        Peranan konselor adalah mendiskusikan secara lebih intensif tentang minat, pengalaman, dan nilai-nilai mereka serta membuat perbedaan nilai-nilai mereka dalam enam tipe kepribadian Hollanduntuk konseli, dan hal tersebut dilakukan tanpa keterlibatan konseli. Tipologi ini dimaksudkan sebagai referensi untuk menyelidiki daerah minat konseli dengan catatan konseli tidak boleh mengetahuinya.
                        Konselor dan konseli mendiskusikan seputar hobi, kerja paruh waktu, kerja suka rela, kerja penuh, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengisian waktu luang. Setelah itu, konselor membuat konsep dari jawaban-jawaban konseli dan dikaitkan pada enam tipe kepribadian Holland.
                        Ketiga, Differensiasi (Differentiation). Konsistensi menunjukkan kesamaan atau perbedaan tipe-tipe Holland, baik lingkungan maupun individual mempunyai banyak keumuman dari tipe yang lainnya. Sosial dan Realistik berbeda dengan Enterprising dan Investigatif. Pendekatan-pendekatan tipe ini menunjukkan adanya konsistensi. Sebagai contoh, orang Sosial lebih suka bekerja dalam tim dan orang Realistis lebih suka bekerja dengan mesin. Orang Sosial tidak suka bekerja dengan mesin, orang Sosial lebih tertuju pada tipe Artistik dan Enterprising daripada melakukan dengan individu yang Realistik.
                        Hal yang perlu diingat adalah bahwa konsistensi bukanlah salah satu tujuan konseling sebagaimana differensiasi dan kesesuaian, tetapi konsistensi lebih pada konsep saja sehingga apabila ada yang kurang pada konsistensi tidak berarti suatu pilihan itu tidak baik.
                        Keempat, Identitas (Identity). Identitas memberikan kejelasan dan keseimbangan arah dan tujuan seseorang ke depan. Identitas menunjukkan pada kestabilan lingkungan kerja. Keidentikan ini berbeda dengan konsep lain yang relevan dengan sistem Holland karena tidak berkaitan langsung dengan tipe Holland. Identitas tidak dinilai oleh VPI atau SDS, akan tetapi menggunakan My Vocational Situation (MVS). Identitas menjadi suatu tujuan konseling karir yang penting. Perolehan identitas dapat memutuskan tujuan yang sesuai (congruen).

4.      Peranan Informasi Karir
Sistem Holland merupakan sistem yang cocok digunakan oleh konseli karena dapat membantu menyatukan informasi karir ke dalam proses konseling. Di sini Holland dapat melakukan pendekatan yang baik dengan menerangkan bagaimana informasi dunia kerja dapat memberikan kerangka pemikiran untuk memberikan kejelasan dalam memilih karir yang tepat.
                        Untuk seorang konselor, teori Holland merupakan cara atau bantuan untuk memberikan informasi dalam kegiatan kelompok yang tidak hanya dapat digunakan untuk mengklasifikasi kegiatan okupasional, tetapi juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi pengalaman konseli dengan lingkungannya.
5.      Peranan Testing
Dalam teori Holland, tes memiliki dua tujuan di antaranya : pertama, pengembangan teori. Sebagai contoh penemuan jurusan yang telah dikembangkan sebelumnya menjadi teori Holland yang isinya antara lain untuk mendefinisikan 6 tipe manusia dan lingkungannya. VPI dan SDS menjadi bahan penelitian untuk menguatkan teori Holland. Kedua, tes digunakan individu untuk kebutuhan bimbingan karir. Dengan menggunakan SDS dan VPI atau pendekatan lain yang menjadi bagian dari tipe Holland, seorang konselor dapat menjelaskan secara objektif tipe kepribadian dari konseli yaitu membandingkan masukan konselor untuk konseli yang bertipe kepribadian Holland.
                        Pendekatan yang objektif konselor akan membatu konseli dalam mendapatkan konfirmasi atau penjelasan apabila terjadi hal-hal yang dirasa tidak cocok. Oleh karenanya, seorang konselor memerlukan penelaahan dan pemahaman yang mendalam tentang minat, keterampilan, dan nilai-nilai dari seorang konseli.
                        Testing merupakan bagian penting dari perkembangan teori Holland. Dengan menggunakan informasi validitas dan reliabilitas dapat membantu konselor untuk memecahkan masalah konseli.

6.      Isu-isu Konselor
Beberapa permasalahan yang dihadapi konselor ketika menggunakan teori Holland adalah sebagai berikut : a) sistem Holland (penggunaan konsep kongruensi dan differensiasi) masih menjadi perdebatan; b) masalah informasi okupasional; dan c) pendekatan yang digunakan dalam konseling dengan konseli.
            Untuk beberapa konseli, teori Holland dapat membantu dalam memulai pemilahan minat, kemampuan, penerimaan diri, dan identitas diri. Secara konseptual, sistem Holland merupakan salah satu cara yang bermanfaat dalam membantu konseli. 

D.  Teori Belajar Sosial  
Pendekatan Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karir (Social Learning Approaches To Career Development Theory) menekankan pada pentingnya perilaku dan kognisi dalam membuat keputusan karir. Lebih lanjut disebutkan bahwa pembuatan keputusan karir individu dipengaruhi oleh lingkungan (proses pembelajaran sosial) terutama dari orang lain yang berarti signifikan (significant other). Dengan kata lain, bahwa dalam mengambil keputusan karir individu dapat mengamati, meniru, dan mencontoh orang-orang yang ada di sekelilingnya, jika apa yang diamatinya itu sesuai dengan keinginan individu maka apa yang diamatinya itu dapat direalisasikannya menjadi sebuah perilaku. Kombinasi antara hereditas, lingkungan, sejarah atau pengalaman belajar dan pendekatan keterampilan atau keahlian adalah hal yang patut diperhatikan dalam pembuatan keputusan karir.
Bandura, Hackett dan Bitz (Osipow, 1983) berpendapat bahwa keputusan yang tepat tentang kemampuan diri sendiri biasanya diperoleh melalui perbandingan gambaran kemampuan yang satu dengan yang lain. Pendapat ini senada dengan yang diungkapkan oleh  Okiishi (1987) yang mengembangkan genogram. Okiishi berasumsi bahwa ada pengaruh dari orang lain yang berarti (significant other) terhadap individu dalam perencanaan dan pemilihan karir. Artinya, terdapat pengaruh lingkungan (pembelajaran sosial) dalam pengambilan keputusan karir individu.
Menurut Mitchell dan Krumboltz (Manrihu, 1985; Sharf, 1992), ada empat kategori faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karir, yaitu:
1.      Bawaan genetik dan kemampuan-kemampuan khusus. Menurut teori ini orang-orang tertentu terlahir dengan membawa kemampuan baik besar maupun kecil untuk dimanfaatkan dalam pergaulannya dengan lingkungan sesuai dengan keadaan dirinya;
2.      Kondisi-kondisi dan peristiwa-peristiwa lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan karier, misalnya kesempatan kerja, imbalan yang akan diperoleh, kebijaksanaan prosedur seleksi dan sebagainya;
3.      Pengalaman-pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh mempengaruhi perilaku dan keputusan seseorang. Minat diri sendiri dapat diobsevasi melalui pengalaman belajar; dan
4.      Keterampilan-keterampilan dalam menghadapi tugas. Keterampilan ini merupakan hasil dari interaksi dari pengalaman belajar, ciri genetik, kemampuan khusus serta lingkungan. Keterampilan ini dapat digunakan untuk menghadapi dan menangani tugas-tugas baru.
Menurut Krumboltz dan Baker (Munadir, 1996: 101) kemampuan-kemampuan yang penting dalam pengambilan keputusan karir, adalah sebagai berikut.
1.      Mengenai situasi keputusan yang penting;
2.      Menentukan keputusan apa atau tugas yang dikelola dan yang realistis;
3.      Memeriksa dan menilai secara cermat dan generalisasi observasi diri dan generalisasi pandangan atas dunia;
4.      Menyusun alternatif-alternatif yang luas dan beragam;
5.      Mengumpulkan informasi yang diperlukan tentang alternatif-alternatif itu;
6.      Menentukan sumber informasi yang handal, cermat dan relevan; dan
7.      Merencanakan dan melaksanakan urutan langkah-langkah pengambilan keputusan.
Ada tiga prosedur/teknik perilaku konselor yang diambil dari Pendekatan Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier (Social Learning Approaches To Career Development Theory)  dalam proses konseling karir (Crites, 1986) yaitu:
a.      Penguatan (reinforcement), dalam teknik ini konselor membantu klien dalam hal penyelesaian tujuan dari konseling karier yaitu memilih alternatif karier yang tepat;
b.      Penggunaan peranan model (role model), dalam teknik ini konselor membantu konseli dengan bertindak sebagai model atau dengan menyediakan model peran terhadap mereka. Dengan menggambarkan cara membuat keputusan yang tepat dan strategi pembuatan keputusan yang efektif, konslor menjadi model peran bagi konseli.
c.       Simulasi (simulation), kegiatan ini dapat membantu klien dalam mensimulasikan suatu pengalaman karir.
Krumboltz dan Hammer (Sharf, 1992 : 286-296) mengatakan ada tujuh langkah dalam pengambilan keputusan karir yang disingkat dalam kata DECIDES, yaitu:
a.      mendefinisikan masalah (define the problem). Tahap ini bukan hanya bertujuan untuk  memperjelas masalah konseli dengan konselor, tetapi juga untuk mencapai kesepakatan bersama yang saling menguntungkan.
b.      membuat rencana kegiatan (establish an action plan). Tahap ini terdiri dari seluruh uraian dalam menentukan proses, konseli tidak hanya membuat resolusi karir, tetapi juga belajar menentukan pembuatan proses yang akan dilakukan.
c.       mengklarifikasi nilai (clarify values). Pada langkah ini konselor dapat mendiskusikan nilai konselinya dengan belajar dari pengalaman yang lalu, membandingkan nilai tes dengan pengalaman nyata di dalam pekerjaannya.
d.     mengidentifikasi pilihan (indetify alternatives). Untuk mengidentifikasi pilihan, konselor dan konseli memerlukan penilaian diri, penelitian turunan tentang kepentingan dan kedudukan, selebaran dan pengalaman.
e.      mengetahui dampak-dampak masalah (discover probable outcomes). Dalam proses menemukan kemungkinan (outcomer), para konselor harus sangat hati-hati dan tidak memberikan pengaruh berlebihan kepada konseli (outcomer) yang akan dicapai.
f.        mengeliminasi beberapa alternatif secara sistematis (eliminate alternatives systematically). Krumboltz dan Hammer (Sharf, 19921997) mengelompokkan berbagai alternatif yang mempunyai kesamaan karakter dan kemudian menghapuskan alternatif terakhir jika individu tidak dapat memutuskan antara dua pilihan, krumboltz dan hammer melanjutkan dengan melihat perbedaan-perbedaan antara alternatif-alternatif; dan
g.      mulai bertindak (start action). ketika pilihan telah dibuat, kemudian individu mulai menentukan langkah konkret untuk mencapai tujuan pekerjaannya.
Pendekatan Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier (Social Learning Approaches To Career Development Theory)  tidak begitu mengutamakan testing dalam proses konseling karir, tetapi merupakan bagian penting dari beberapa teori perkembangan karir lainnya. Menurut pendekatan ini, keyakinan konseli (individu) adalah bagian integral dari proses pembuatan keputusan karir. Career Belief Inventory (CBI) sangat membantu dalam kelancaran pembuatan keputusan karir.

E.    Teori Sosial Ekonomi
          Para ahli telah banyak membahas bahwa perkembangan karir individu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor genetik maupun faktor lingkungan sosial-ekonomi. Sharf (1992 : 327-339) mengklasifikasikan teori sosial ekonomi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu teori pencapaian status (status attainment theory), teori modal manusia (human capital theory), dan teori ekonomi rangkap (dual economy theory). Ahli lain seperti Paulston (Sudjana, 2003 : 176) menambahkan teori fungsi (functional theory), dan teori gerakan masyarakat (social movement theory).

1.      Teori Pencapaian Status
Teori pencapaian status (Status attainment theory) menyangkut peranan prestasi dan status sosial keluarga dalam mempengaruhi pemilihan pekerjaan. Kebanyakan penelitian tentang teori pencapaian status meneliti perubahan antargenerasi yang kadangkala disebut mobilitas vertikal, dan memusatkan perhatiannya dalam memprediksi peranan pekerjaan seseorang dari pekerjaan ayahnya. Hal tersebut berdasarkan kepada beragam catatan yang sebelumnya sudah dilakukan. Para peneliti di bidang ini menemukan bahwa mereka dapat memprediksikan status sosial-ekonomi dari pekerjaan pertama seseorang, yang kemudian dapat memprediksikan pekerjaan saat ini, dari pendidikan dan pekerjaan ayahnya.
Analog   dengan    pernyataan      tersebut,      Okiishi     (1987)    berusaha
mengembangkan genogram dalam konseling karir. Okiishi berasumsi bahwa
ada pengaruh dari orang lain yang berarti (significant other), baik orangtua maupun orang lain di sekitarnya terhadap individu dalam perencanaan dan pemilihan karir. Artinya, terdapat pengaruh lingkungan (pembelajaran sosial) dalam pengambilan keputusan karir individu
Meskipun teori pencapaian status berguna dalam memperkirakan pencapaian pekerjaan, tetapi teori tersebut tetap saja masih dikritisi orang. Sonnenfeld (Sharf, 1992 : 333) menyatakan bahwa teori pencapaian status belakangan ini tidak cukup dapat menjelaskan perubahan status sejak seseorang mulai bekerja. Dia mengkritik teori pencapaian status menyangkut kegagalan penggunaan data baru dan tidak melihat perubahan status pekerjaan dalam karir. Lebih lanjut, dalam pandangannya teori pencapaian status tidak memperhatikan perubahan nilai dalam masyarakat yang membawa kekurangcocokkan ke definisi keberhasilan karir. Sangat penting, dia percaya bahwa status dalam sebuah perusahaan harus diukur daripada pencapaian pekerjaan. Meskipun ada komentar-komentar ini, teori pencapaian status mempunyai relevansi dalam keputusan berkarir dan konseling kecocokan pekerjaan.
Teori pencapaian status menyebut perhatian sebagai variabel penting yang cenderung diabaikan oleh teori-teori psikologis. Dari teori-teori yang didiskusikan di buku ini, hanya teori Gottfredson (Sharf, 1992 : 334) yang berhubungan langsung dengan variabel sosiologis dari teori perkembangan karir. Teori pencapaian status menekankan pentingnya prestise, status keluarga, dan dorongan mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun Amerika Serikat dianggap sebagai lahan yang luas untuk memperoleh kesempatan yang sama, teori pencapaian status mengatakan bahwa dalam kenyataannya, posisi pekerjaan seseorang ke tingkat yang lebih luas ditentukan oleh keluarganya (dan khususnya lagi oleh pekerjaan ayahnya). Pengetahuan ini barangkali membantu berfikir konselor yang bekerja dengan konseli dari tingkat sosio-ekonomi rendah tentang beberapa faktor yang diperlukan untuk mencapai status pekerjaan yang lebih tinggi daripada pekerjaan ayah konselinya.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan status adalah tingkat dorongan orang tua untuk berhasil. Remaja dari tingkat sosio-ekonomi rendah barangkali kekurangan dorongan dari orangtua, teman, dan guru untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi (Hotchkiss & Borow dalam Sharf, 1992 : 335). Lebih jauh, latar belakang ini menghambat cita-cita dalam pekerjaan.

2.      Teori Modal Manusia
Teori modal manusia (Human capital theory) memiliki asumsi dasar bahwa manusia merupakan sumber daya utama sebagai subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori ini konsep-konsep pendidikan dan karir harus didasarkan atas asumsi bahwa modal yang dimiliki manusia itu terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Modal itu meliputi sikap, pengetahuan, keterampilan, dan aspirasi. Artinya, modal utama bagi manusia itu ada di dalam dirinya sendiri dan modal yang paling utama adalah pendidikan dan pelatihan (termasuk pendidikan dan pelatihan karir). Aktualisasi modal yang terdapat di dalam diri manusia itu memerlukan masulan lain dari luar dirinya seperti sumber daya alam, lapangan kerja, dunia usaha, dana, dan informasi.            Individu berinvestasi dalam pendidikan dan pelatihan agar dapat menerima penambahan penghasilan. Penghasilan tetap dipandang sebagai suatu manfaat dari keahlian, pendidikan, dan pelatihan, digabungkan dengan usaha berproduksi secara efektif. Pendidikan dipandang sebagai investasi yang ketika digabungkan dengan pengalaman kerja yang tepat, akan menghasilkan pendapatan yang diinginkan. Seseorang (dan keluarganya) menginvestasikan uang untuk kuliah atau pendidikan lainnya pada titik awal dalam karirnya. Investasi ini direalisasikan beberapa tahun kemudian ketika dia mulai memperoleh gaji dari pekerjaannya. Perbedaan dalam pilihan dan keahlian individu akan menghasilkan pendapatan yang berbeda pula. Dalam teori modal manusia, agaknya individu dipandang seperti sebuah firma atau perusahaan: jika perawatan kesehatan dan biaya pindahan akan membantu memperoleh penghasilan besar, maka biaya pendidikan misalnya, dapat dipandang sebagai investasi dalam penghasilan akhir seumur hidup seseorang.
Berdasarkan teori ini, keterpurukan dan keterbelakangan yang dialami oleh suatu masyarakat bukan disebabkan oleh struktur ekonomi dan pengaruh budaya internasional, melainkan sebagai akibat dari sangat kurangnya tenaga ahli dan tenaga kerja teknisi yang terampil serta lemahnya sikap untuk mengaktualisasikan potensi-potensi sosial-ekonomi yang dimilikinya (Sudjana, 2003 : 178).
Konselor menggunakan informasi dari teori modal manusia untuk mengomentari pilihan individu terhadap pekerjaan paruh waktu atau pekerjaan di musim panas, cara itu akan membantu meningkatkan penghasilan mereka. Lebih lanjut, orang yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk membayar pendidikan yang mereka harapkan, barangkali ingin segera mencari pekerjaan sebagai suatu investasi. Contohnya, seseorang yang berharap menjadi dokter tetapi tidak dapat membayar biaya pendidikan yang diperlukan, barangkali memilih untuk kuliah selama dua tahun, bekerja sebagai teknisi medis darurat selama dua tahun, kembali menyelesaikan kuliahnya, bekerja sebagai suster jaga selama tiga tahun, dan kemudian masuk sekolah kedokteran. Dalam istilah teori modal manusia, hal ini dapat dipandang sebagai investasi rencana jangka panjang yang hati-hati. Tetapi, kematangan individu adalah ketika pendidikannya telah selesai, jadi hanya ada sedikit waktu untuk berinvestasi.
Teori modal manusia telah dikritik karena teori tersebut bertujuan memperoleh kompensasi uang. Barangkali  setiap orang sering mempunyai tujuan lain, seperti dipilih dalam vokasional politis, membantu orang lain, atau mempunyai waktu luang. Hal itu mungkin, tetapi lebih sulit, memikirkan pekerjaan sebagai suatu investasi yang akan mempunyai penghasilan nonmoneter seperti ini.Ketika seseorang memiliki banyak tujuan, seperti berpenghasilan tinggi dan membantu orang lain, gagasan menginvestasikan kemampuannya, pilihannya, dan nilai-nilai dari semua tujuannya menjadi lebih kompleks. Bagaimanapun, salah satu keuntungan dari berfikir tentang klien, dalam istilah teori modal manusia, adalah untuk menekankan investasi jangka panjang. Dalam hal ini, perkembangan masa depan seseorang perlu dipertimbangkan. Aspek rencana teori modal manusia ini mirip dengan teori perkembangan karir Donald Super (Sharf, 1992 : 336).
Teori modal manusia menganggap bahwa pasar tenaga kerja terbuka untuk semua orang. Anggapan ini telah mendapat banyak kritikan dan telah dipertanggungjawabkan secara sepihak dalam demonstrasi penelitian penyederhanaan teori modal manusia. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa individu kurang mengontrol hasil karir mereka, dan hal ini diterapkan oleh model modal manusia (Hotchkiss & Borow dalam Sharf, 1992 : 336). Penelitian ini menunjukkan kegagalan teori modal manusia dalam mengakui pengaruh diskriminasi pekerjaan pada wanita dan orang kulit berwarna. Lebih lanjut, banyak penelitian yang memusatkan perhatiannya pada perbedaan jenis-jenis organisasi dan telah berkontribusi terhadap teori dualistik perusahaan dan pasar tenaga kerja.

3.      Teori Ekonomi Rangkap
 Teori modal  manusia  menganggap  bahwa  semua  individu  memiliki
kesempatan yang sama untuk bersaing di pasar tenaga kerja. Sosiolog dan psikolog sudah lama menyadari hal ini tidak benar. Terutama kelompok yang kurang mampu dan dirugikan cenderung memasuki jenis-jenis pekerjaan yang berbeda dari kalangan atas (Berger & Piore, 1980). Teori ekonomi rangkap dua mengklasifikasikan baik perusahaan maupun pasar tenaga kerja dalam dua kelompok: primer (inti) dan sekunder (sekeliling). Meskipun semula digunakan untuk menggambarkan dua jenis perbedaan besar dalam pasar tenaga kerja, teori dualistik secara berangsur-angsur dikembangkan ke dalam suatu ragam yang tak terpisahkan dari pasar tenaga kerja. Semula, majikan utama dipandang sebagai pemegang tugas sekunder sistem deretan bertingkat yang dikemukakan oleh Piore dan kawan-kawan. Dalam penelitiannya, dia menemukan bahwa pegawai remaja di pasar tenaga kerja sekunder cenderung bekerja dalam eceran kecil atau dikontrak perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut cenderung mengembangkan reputasi sebagai penyewaan anak-anak muda. Para remaja sering mendengar tentang lowongan pekerjaan di bidang ini melalui teman-teman mereka. Sebaliknya, pekerjaan yang ada di perusahaan primer datangnya kebanyakan lebih sering melalui keluarga yang bekerja di perusahaan primer daripada melalui teman-temannya.
Kesadaran informasi pekerjaan tentang majikan lokal dapat sangat berguna bagi konselor. Hoppock (1976) menekankan bahwa para konselor harus mempunyai data yang detail tentang pekerjaan, kebiasaan penyewaan, skala upah, dan sebagainya, dari majikan utama. Teori pasar tenaga kerja rangkap dua memberikan dasar pemikiran untuk menilai beberapa informasi. Konselor dapat menemukan dan memberikan konseli informasi tentang upah, kemantapan pekerjaan, kesempatan kenaikan pangkat, dan pergantian jabatan. Informasi ini, berguna dalam memisahkan pasar tenaga kerja primer dari sekunder, yang dapat membantu para konseli memahami implikasi jangka panjang dari pemilihan pekerjaan buntunya (pasar tenaga kerja sekunder) yang barangkali menawarkan gaji yang rendah, perpindahan yang cepat, dan kesempatan naik pangkat yang kecil.

4.      Teori Fungsi
            Teori fungsi (functional theory) menekankan tentang pentingnya hubungan yang erat antara pendidikan (dan karir) dengan pengembangan sosial ekonomi. Teori ini memberikan makna bahwa pendidikan ialah upaya sadar untuk menumbuhkan dan mengembangkan mekanisme keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai budaya, kesatuan masyarakat, kestabilan ideologi, dan perkembangan ekonomi dalam suatu kesatuan wilayah.

5.      Teori Gerakan Masyarakat
Teori gerakan masyarakat (Social movement theory) (Sharf, 1992; Sudjana, 2003 : 178-179) berkaitan dengan upaya masyarakat baik dalam memecahkan masalah yang dihadapi individu maupun dalam memajukan taraf hidup masyarakat. Teori ini lebih memberikan tekanan pada peranan pendidikan sebagai bagian penting dalam gerakan pembangunan masyarakat. Program-program pendidikan disusun atas dasar kebutuhan yang dirasakan dan dinyatakan (felt and expressed needs) oleh masyarakat.
Program-program pendidikan dirancang dan dilaksanakan secara terpadu dengan program-program lainnya dalam gerakan pembangunan masyarakat. Fungsi pendidikan adalah untuk memotivasi individu dan masyarakat dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, aspirasi, dan untuk meningkatkan kemampuan berpartisipasi dalam upaya bersama guna meningkatkan taraf hidup dan kehidupan masyarakat.
Perkembangan teori ini bersamaan pula dengan tumbuhnya gerakan pembangunan masyarakat (community development). Pembangunan masyarakat pada dasarnya merupakan pengintegrasian antara pendidikan masyarakat (community education), pengorganisasian masyarakat (community organization) dan pengembangan ekonomi (economic development). Pertama, pendidikan masyarakat adalah gerakan pendidikan oleh, untuk, dan dalam masyarakat yang dilakukan atas dukungan pemerintah dan pihak lain yang terkait sehingga memiliki pendidikan yang cocok dengan kepentingan dan perkembangan masyarakat.  Kedua, pengorganisasian masyarakat, berkaitan dengan upaya masyarakat untuk meningkatkan kemampuan berorganisasi dan keterampilan manajerial. Ketiga, pengembangan ekonomi, adalah upaya yang dilakukan masyarakat secara berkelompok dalam berbagai sektor ekonomi kerakyatan melalui kewirausahaan untuk meningkatkan taraf hidup dan pengembangan masyarakat.

Referensi  :

Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung : Rizki Press.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...