TEORI DAN PENDEKATAN KONSELING KARIR
Oleh :
Iman Lesmana
A.
Teori Super
1.
Asumsi
Teori rentang hidup (life span) dari Donald E.
Super menitikberatkan pada proses perkembangan karir, yang berfokus pada
pertumbuhan dan arah dari sejumlah persoalan karir individu sepanjang rentang
hidupnya, ada berbagai macam pendekatan teori; dan teori rentang hidup adalah
teori yang mencakup periode waktu yang cukup panjang.
Zunker 2002:27 (Sciarra, 2004:104) mengemukakan :
According to Donald Super’s (1957), work
and career are expressions of self-consept, which sets a pattern for career
development through the life span. Self concept develops over time, a product
of physical and mental maturation, and “individuals implement their
self-concepts into careers that will provide the most efficient means of self
expressions
Proses kematangan karir diawali dengan perkembangan untuk
pengambilan keputusan karir pada masa kanak-kanak. Pada masa ini sejalan dengan
perkembangan rasa keingintahuan dan penggalian untuk memperoleh informasi dari
pengamatan dan peranan model-model. Hal ini akan mengarah kepada perkembangan
minat dan konsep dirinya, yang dihasilkan dari kemampuan untuk merencanakan
karirnya.
Perkembangan minat, kecakapan, daya tahan, dan
nilai-nilai akan berlangsung pada masa remaja. Sehubungan dengan perkembangan
yang mengarah kepada kematangan karir, maka individu pada masa remaja ini perlu
dibekali dengan pengetahuan tentang pengambilan keputusan dan informasi
jabatan.
Pendekatan teori rentang hidup banyak didasari oleh hasil
analisis Donald E. Super. Beberapa alasan mengapa teori Super dijadikan dasar
bagi teori rentang hidup adalah sebagai berikut.
a.
Teori perkembangan
Super adalah salah satu teori yang menggambarkan sebagian kecil rentangan
hidup.
b.
Ada beberapa teori
rentang hidup yang kemudian dikembangkan oleh Super menjadi suatu bentuk yang
valid dalam teorinya disertai instrumen yang dapat digunakan dalam konseling.
c.
Banyak penelitian
yang dihubungkan dengan konseling dari teori perkembangan Super.
d.
Beberapa karakter dan
faktor dari teori perkembangan karir banyak memiliki kemiripan.
Super (Sharf,
1992 : 121-122) mengasumsikan perkembangan karir merupakan peranan individu
dalam dunia yang mereka tempati. Ia juga menjelaskan bahwa peranan individu
mencakup pengaruh dari hasil belajar, layanan kelompok, peluang, kerja, dan
keluarga bagi perkembangan karir sepanjang hidup. Tahapan dan tugas menjadi
poin penting dalam teori Super. Ia menggambarkan teorinya dalam beberapa bagian
yang juga mencakup hasil analisis Thorndike, Hull, Bandura, Freud, Jung, Adler,
Rank, Murray, Maslow, Allport, Rogers, dan sebagainya. Dari teori-teori mereka
Super membangun asumsi dasar untuk mengembangkan teorinya. Asumsi dasar itu
meliputi aspek psikologis, kondisi genetik, aspek geografis, bangsa dan budaya
memberikan pengaruh langsung bagi perkembangan karir. Secara garis besar aspek
itu meliputi karakteristik perkembangan psikologis dan struktur sosial ekonomi
dari lingkungan. Karakteristik psikologis mencakup kebutuhan-kebutuhan
perkembangan, nilai-nilai, minat, intelegensi, bakat dan kerativitas yang
mengarah pada perkembangan kepribadian individu yang kompleks. Faktor sosial
ekonomi menyangkut masyarakat, sekolah, keluarga, teman sebaya, kondisi ekonomi
dan pasaran tenaga kerja. Pengaruh struktur
kerja dan kondisi tenaga kerja yang ada merupakan kondisi luar di mana
individu harus berinteraksi. Faktor psikologi dan sosial ekonomi memberikan
pengaruh pada perkembangan dirinya. Individu belajar mengenai dirinya sendiri
dan lingkungannya sesuai tahapan perkembangannya, yang akan membentuk sebuah
konsep pada dirinya sendiri.
2.
Teori
Perkembangan aspek
psikologis dan sosio-ekonomis inilah terbentuk konsep diri (self concept)
individu sebagai hasil dari upaya mempelajari diri sendiri dan lingkungan
sekitarnya. Dengan kata lain, teori Super mengemukakan teorinya tentang
pemilihan karir sebagai implementasi dari konsep diri. Menurut teori Super
(Surya, 1988 : 234) berkaitan dengan pemilihan karir adalah sebagai berikut.
a)
Individu itu
mempunyai kualifikasi atau kewenangan untuk banyak bidang pekerjaan.
b)
Setiap bidang
pekerjaan menuntut pola karakteristik kecakapan dan ciri-ciri pribadi.
c)
Meskipun konsep diri
individu dan situasi sosial berubah, proses pemilihan tetap berlangsung sejalan
dengan pertumbuhan, mulai dari tahap eksplorasi, pemantapan, pemeliharaan, dan
penurunan.
d)
Pola-pola karir
(tingkat, urutan, dan durasi pekerjaan) berkaitan dengan tingkat sosio-ekonomi
orangtua, kecakapan, kepribadian, dan kesempatan).
e)
Perkembangan
vokasional (karir) sebagai implementasi konsep diri merupakan hasil interaksi
antara pembawaan, faktor fisik, kesempatan peran-peran tertentu, dan dukungan
dari teman sebaya dan orang yang memiliki kelebihan.
f)
Keterpaduan antara
variabel individu dan lingkungan, antara konsep diri dan tantangan realitas dibuat melalui kesempatan bermain peranan dan fantasi
tantangan, konseling, sekolah, atau
pekerjaan.
g)
Kepuasan tergantung
pada kesempatan memperoleh kepuasan kebutuhan pribadi, dan situasi kerja yang
memberikan kesempatan bermain peranan.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut
lahirlah konsep Super yang berkaitan dengan peran-peran hidup (life roles)
dan tahap-tahap perkembangan (developmental tasks).
a.
Peran-peran Hidup (Life
Roles)
Konsep yang dikembangkan dalam teori
Super salah satunya adalah konsep tentang peran hidup (life roles).
Super mendeskripsikan pada enam peran hidup yang utama, yaitu anak-anak (child),
pelajar (student), aktivitas di waktu luang (leisure), warga
masyarakat (citizen), pekerja (worker), dan peran dalam keluarga
(homemaker). Peran aktivitas dalam waktu luang, pelajar dan anak-anak
merupakan informasi penting bagi anak-anak, sedangkan peran pekerja, warga
masyarakat, dan rumah tangga (dalam konsep tanggung jawab masing-masing peran)
sangatlah minim. Baru pada tahap remaja, peran warga masyarakat dan pekerja
dapat menjadi peran penting, tetapi tetap dalam batas-batas tertentu. Pada
tahap ini, bekerja sering dihubungkan secara tidak langsung untuk pengetahuan
tentang karir. Pada masa dewasa fungsi dan kemampuan dalam memilih peranan
hidup menjadi unsur penting dalam perkembangan karir, khususnya sejak menginjak
masa remaja akhir.
Keenam peran utama individu yang disebutkan oleh Super
terkenal dengan istilah “pelangi karir kehidupan” (the life career rainbow).
Dimensi longitudinal dari gambar tersebut menunjukkan rentangan kehidupan “maxicycle”,
yang mencakup tahap-tahap perkembangan karir dari tahap pertumbuhan (growth)
sampai dengan kemunduran (decline).
b.
Tahap Perkembangan
Tolbert (Manrihu, 1986 : 20)
mengatakan bahwa penggunaan istilah “perkembangan” dalam karir mempunyai makna
khusus karena mengimplikasikan bahwa individu terlibat dalam suatu proses
jangka panjang untuk membuat keputusan-keputusan karir dari banyak pilihan,
yang masing-masing pilihan itu dipengaruhi oleh banyak orang dan faktor,
berbagai kondisi, serta kebutuhan-kebutuhan dan sifat-sifat pribadi individu
itu sendiri. Analog dengan pendapat tersebut,
Herr & Cramer (1984 : 14) mendefisikan perkembangan karir sebagai “...the
constellation of psychological, sociological, educational, physical, economic,
and change factors that combine to shape the career of any given individual”.
Super (Manrihu, 1992 : 19) meringkas konsep life-stages
ke dalam 12 proposisi perkembangan karir berikut.
1)
Individu berbeda
dalam kemampuan-kemampuan, minat-minat, dan kepribadian-kepribadiannya.
2)
Dengan sifat-sifat
yang berbeda, individu mempunyai
kewenangan
untuk
melakukan sejumlah
pekerjaan.
3)
Masing-masing
pekerjaan menuntut pola khas kemampuan, minat, dan sifat-sifat kepribadian.
4)
Preferensi dan
kompetensi vokasional dapat berubah sesuai dengan situasi kehidupan.
5)
Proses perubahan
dapat dirangkum dalam suatu rangkaian tahap kehidupan.
6)
Sifat dan pola karir
ditentukan oleh taraf sosioekonomik, kemampuan mental, dan kesempatan yang
terbuka dan karakteristik kepribadian individu.
7)
Perkembangan karir adalah
fungsi dari kematangan biologis dan realitas dalam perkembangan konsep diri.
8)
Faktor yang banyak
menentukan dalam perkembangan karir adalah perkembangan dan implementasi konsep
diri.
9)
Proses pemilihan
karir merupakan hasil perpaduan antara faktor individual dan faktor sosial,
serta antara konsep diri dan kenyataan.
10) Keputusan karir tergantung pada dimana individu menemukan
jalan keluar yang memadai bagi kemampuan, minat, sifat kepribadian dan nilai.
11) Taraf kepuasan yang individu peroleh dari pekerjaan sebanding
dengan tingkat dimana mereka telah sanggup mengimplementasikan konsep dirinya.
12) Pekerjaan dan okupasi menyediakan suatu fokus untuk
organisasi kepribadian baik pria maupun wanita.
Berdasarkan 12
proposisi tersebut, Super (Osipow, 1983 :
157; Manrihu,
1986: 27-29) membagi tahap
perkembangan karir menjadi lima tahapan berikut.
1)
Tahap perkembangan (growth)
dari lahir sampai usia ± 15 tahun, yakni anak mengembangkan berbagai
potensi, sikap-sikap, minat-minat, dan kebutuhan-kebutuhannya yang dipadukan
dalam struktur konsep diri (self concept structure). Konsep diri
tersebut berkembang melalui proses identifikasi terhadap sosok kunci (key
figures) di lingkungan keluarga dan sekolah. Tahap pertumbuhan terdiri dari
tiga subtahap, yaitu :
a)
fantasi (4-10 tahun)
yang ditandai dengan dominannya aspek kebutuhan akan rasa keingintahuan
(curiousity).
b)
Minat (11-12 tahun) yang
ditandai dengan tumbuhnya rasa senang sebagai determinan utama dari aspirasi
dan aktivitas.
c)
Kapasitas (13-14
tahun) yang ditandai dengan pertimbangan bertambahnya bobot kemampuan,
persyaratan, dan latihan karir.
2)
Tahap eksplorasi (eksploration)
dari usia 15 sampai 24 tahun, yakni ketika individu memikirkan berbagai
alternatif karir, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. Pada tahap
ini individu mulai melakukan penelaahan diri (self examination), mencoba
berbagai peranan, serta melakukan penjelajahan pekerjaan atau jabatan baik di
sekolah, pada watu senggang, ataupun melalui sistem magang. Tahap ini meliputi
tiga subtahap berikut.
a)
Tentatif (15-17 tahu)
yang ditandai dengan mulai dipertimbangkannya aspek-aspek kebutuhan, minat,
kapasitas, nilai-nilai dan kesempatan secara menyeluruh. Pilihan pada masa
tentatif ini mulai diusahakan untuk keluar dari fantasi, baik melalui diskusi,
bekerja, maupun aktivitas lainnya.
b)
Transisi (18-21
tahun) yang ditandai dengan menonjolnya pertimbangan yang lebih realistis untuk
memasuki dunia kerja atau latihan profesional serta berusaha
mengimplementasikan konsep diri.
c)
Mencoba (trial)
dengan sedikit komitmen (22-24 tahun) ditandai dengan mulai ditemukannya lahan
atau lapangan pekerjaan yang sangat potensial.
3)
Tahap pemantapan/pendirian
(establishment) dari usia 25 sampai 44 tahun, yang bercirikan
usaha-usaha memantapkan diri melalui pengalaman-pengalaman selama menjalani
karir tertentu. Pada tahap ini individu sudah memiliki bidang yang cocok, serta
berusaha berusaha memantapkan kedudukannya secara permanen dalam suatu bidang.
Pada awalnya mungkin sedikit mencoba-coba (trial) dengan konsekuensi adanya
pergantian bidang garapan, namun tahap ini (establishment) biasanya dimulai
tanpa adanya istilah coba-coba terutama pada suatu profesi. Tahap pemantapan
terdiri atas dua subtahap berikut.
a)
Mencoba dengan
komitmen yang bersifat stabil (25-30 tahun) yang ditandai dengan berbagai
dugaan tentang kurang memuaskannya lapangan pekerjaan tertentu. Pada tahap ini
kemungkinan perubahan terjadi satu atau dua bidang pekerjaan dan biasanya
diakhiri dengan ditemukannya satu bidang
pekerjaan yang mantap.
b)
Lanjutan (advancement)
(31-44 tahun) yang ditandai dengan semakin jelasnya pola karir serta
usaha-usaha yang mengarah pada pemantapan dan pengamanan posisi dalam bidang
tersebut. Bagi kebanyakan orang tahap ini merupakan tahap-tahap kreatif. Bagi
kebanyakan orang, tahap ini merupakan tahap-tahap kreatif.
4)
tahun, yakni orang
yang sudah dewasa menyesuaikan diri, menikmati dan memaknai karir yang sedang
dijalaninya.
5)
Tahap kemunduran (decline)
dari usia 65 tahun ke atas yakni ketika individu memasuki masa pensiun
dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. Peranan baru
segera dikembangkan terutama memilih penerus. Tahap kemunduran terdiri atas dua
subtahap berikut.
a)
Perlambatan (65-70
tahun) yang ditandai dengan kelelahan sebagai pekerja, langkah kerja yang
berkurang, pelaksanaan tugas kerja yang tidak penuh, serta mulai berkurangnya
kapasitas kerja. Hampir kebanyakan individu menemukan pekerjaan paruh waktu
untuk menggantikan pekerjaan utamanya.
b)
Pengunduran diri (retirement)
(71 tahun ke atas) yang ditandai dengan menyerahkan atau mewariskan “kekuasaan”
kepada generasi penerus. Secara umum yang terjadi pada masa ini berakhir dengan
beberapa kemungkinan – beberapa orang mampu menerimanya dengan hidup
menyenangkan; beberapa yang lainnya berakhir dengan kekecewaan dan kesulitan,
kemudian sisanya berakhir dengan kematian.
Kelima tahap
ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilaku yang
menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak dalam tugas-tugas
perkembangan karir.
Dalam teori rentang hidup dari Super
terdapat suatu konsep yang disebut dengan kematangan karir (career maturity). Kematangan karir (career maturity) merupakan
tema sentral dalam teori perkembangan karir masa hidup (life span career
development) yang dicetuskan oleh Super. Super memperkenalkan dan
mempopulerkan konsep tentang kematangan karir setelah penelitiannya tentang
pola karir di tahun 1950-an.
Kematangan karir (career maturity)
didefinisikan sebagai kesesuaian antara perilaku karir individu dengan perilaku
karir yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Criter (Herr &
Cramer, 1979 : 174) berpendapat bahwa “.... the maturity of an individual’s
vocational behavior as indicated by the similarity between his behavior and
that of the oldest individual’s in his vocational stages”. Definisi ini
lebih menekankan pada kematangan karir sebagai tahapan hidup (life-stages).
Sementara itu, Super (Sharf, 1992 : 155) menyatakan bahwa kematangan karir
didefinisikan sebagai “....the readiness to make appropriate career
decisions”....rediness to make (a) good choice (s) atau kesiapan individu
untuk membuat pilihan karir yang tepat. Definisi kedua ini lebih menekankan
pada kesiapan untuk membuat pilihan dan keputusan karir secara tepat.
Berdasarkan pada uraian tersebut,
dapat dimaknai bahwa kematangan karir remaja dapat diukur dari dimilikinya
indikator-indikator kematangan karir
sebagai berikut.
Pertama, aspek perencanaan karir
(career planning). Aspek ini meliputi indikator-indikator berikut : 1)
mempelajari informasi karir; 2)
membicarakan karir dengan orang dewasa; 3) mengikuti pendidikan tambahan
(kursus) untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karir; 4) berpartisipasi
dalam kegiatan ekstrakurikuler; 5) mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan
dengan pekerjaan yang diinginkan; 6) mengetahui kondisi pekerjaan yang
diinginkan; 7) mengetahui persyaratan pendidikan untuk pekerjaan yang
diinginkan; 8) dapat merencanakan apa yang
harus dilakukan setelah tamat sekolah;
9) mengetahui cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan;
dan 10) mampu mengatur waktu luang secara efektif.
Kedua, aspek eksplorasi karir
(career exploration). Eksplorasi karir
didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeksplorasi atau melakukan
pencarian informasi terhadap sumber-sumber informasi karir. Eksplorasi
karir (Sharf, 1992 : 52-53) merupakan waktu ketika individu mengupayakan agar
dirinya memiliki pemahaman yang lebih terutama tentang informasi pekerjaan,
alternatif-alternatif karir, pilihan karir dan mulai bekerja. Aspek ini
mencakup indikator-indikator sebagai berikut: 1) berusaha menggali dan mencari
informasi karir dari berbagai sumber (guru bk, orangtua, orang yang sukses, dan
sebagainya; 2) memiliki pengetahuan tentang potensi diri, di antaranya bakat,
minat, inteligensi, kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi; 3) memiliki cukup banyak informasi
karir.
Ketiga, pengetahuan tentang membuat
keputusan karir (decision making). aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut : 1) mengetahui
cara-cara membuat keputusan karir; 2) mengetahui langkah-langkah dalam membuat
keputusan karir, terutama penyusunan rencana karir; 3) mempelajari cara orang
lain membuat keputusan karir; 4) menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam
membuat keputusan karir.
Keempat, pengetahuan (informasi)
tentang dunia kerja (world of work information). Menurut Super (Sharf, 1993 : 158) konsep ini memiliki
dua komponen dasar, yaitu : Pertama, berhubungan dengan tugas
perkembangan ketika individu harus mengetahui minat dan kemampuan dirinya,
mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaannya, dan mengetahui alasan orang lain berganti pekerjaan. Kedua,
konsep yang berkaitan dengan pengetahuan tentang tugas-tugas pekerjaan dalam
satu vokasional dan perilaku-perilaku dalam bekerja.
Kelima, aspek pengetahuan tentang
kelompok pekerjaan yang lebih disukai (knowledge of preferred occupational
group). Aspek ini terdiri dari indikator-indikator
berikut: 1) memahami tugas dari pekerjaan yang diinginkan; 2) mengetahui sarana
yang dibutuhkan dari pekerjaan yang diinginkan; 3) mengetahui persyaratan fisik
dan psikologis dari pekerjaan yang diinginkan; 4) mengetahui minat-minat dan
alasan-alasan yang tepat dalam memilih pekerjaan.
Keenam, aspek realisme keputusan
karir (realism). Realisme keputusan
karir adalah perbandingan antara kemampua individu dengan pilihan pekerjaan
secara realistis (Super dalam Sharf, 1992 : 159). Aspek ini terdiri dari
indikator-indikator berikut: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kekuatan
dan kelemahan diri berhubungan dengan pilihan karir yang diinginkan; 2) mampu
melihat faktor-faktor yang akan mendukung atau menghambat karir yang
diinginkan; 3) mampu melihat kesempatan yang ada berkaitan dengan pilihan karir
yang diinginkan; 4) mampu memilih salah satu alternatif pekerjaan dari berbagai
pekerjaan yang beragam; dan 5) dapat mengembangkan kebiasaan belajar dan
bekerja secara efektif.
Ketujuh, orientasi karir (career
orientation). Orientasi karir
didefinisikan sebagai skor total dari: 1) sikap terhadap karir; 2) keterampilan membuat keputusan karir; dan
3) informasi dunia kerja (Super dalam Sharf, 1992 : 159).
Sikap terhadap karir terdiri dari
perencanaan dan eksplorasi karir. Keterampilan membuat keputusan karir terdiri
dari kemampuan menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan
karir. Informasi dunia kerja terdiri atas memiliki informasi tentang pekerjaan
tertentu dan memiliki informasi tentang orang lain dalam dunia kerjanya.
3.
Peranan Informasi dan
Seleksi Karir
Peranan informasi dan seleksi karir
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari teori Super, khususnya di masa
remaja awal, remaja akhir, hingga perkembangan karir dewasa awal, informasi dan
seleksi karir menjadi fokus dari kegiatan konseling. Perolehan informasi karir
sangat berperan bagi kematangan karir seseorang, khususnya menjadi sebuah
konsep yang paling penting di masa remaja. Teori Super memiliki konstruksi yang
valid sehingga dapat digunakan sebagai instrumen yang membantu pekerjaan
konselor.
B.
Teori Trait and Factor
1.
Asumsi
Teori Trait and
Factor dikembangkan berdasarkan sumbangan beberapa ahli perkembangan karir
seperti Frank Parson, E. G. Williamson, D.G. Patterson, J.G. Darley, dan Miller
yang tergabung dalam kelompok “Minnesota (Munandir, 1996).
Istilah “trait” itu sendiri merujuk pada karakteristik
individu yang dapat diukur melalui tes. “factor” merujuk pada
karakteristik yang dibutuhkan untuk penampilan kerja yang sukses. Jadi, istilah
“trait and factor“ merujuk pada penilaian karakteristik individu dan pekerjaan (Sharf, 1992 : 17).
Dalam asesmen trait ini, Parson (Sharf, 1992 : 17)
mengajukan bahwa untuk memilih karir, seorang individu idealnya harus memiliki:
a.
Pengertian yang jelas
mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, batasan sumber dan akibatnya;
b.
Pengetahuan akan
syarat-syarat dari kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi,
kesempatan dan harapan masa depan pada jenis pekerjaan yang berbeda-beda; dan
c.
Pemikiran yang nyata
mengenai hubungan-hubungan antara dua kelompok atau fakta-fakta ini.
Hampir senada dengan pendapat tersebut,
Crites (1981 : 22) berpendapat bahwa perkembangan karir individu berdasarkan
teori trait and factor didasarkan pada tiga asumsi berikut ini.
a. Dengan ciri psikologisnya yang khas, bagi setiap individu
yang paling cocok adalah bekerja di suatu jenis pekerjaan tertentu;
b. Sekelompok pekerja dalam pekerjaan-pekerjaan yang
berlainan mempunyai ciri psikologis yang berlainan pula; dan
c. Penyesuaian vokasional berbeda-beda, selaras dengan
seberapa jauh kesesuaian antara ciri-ciri pribadi individu yang bersangkutan
dengan tuntutan dunia kerja tertentu.
Manrihu (1985: 64) menjelaskan bahwa teori trait and
factor termasuk ke dalam teori struktural. Teori trait and factor memandang
individu sebagai organisasi kapasitas dan sifat-sifat lain yang dapat diukur
dan dihubungkan dengan persyaratan program latihan atas dasar informasi yang
diperoleh tentang perbedaan-perbedaan individu yang menduduki okupasi atau
hubungan pilihan karir dan kepuasan. Teori trait and factor lebih
deskriptif pengaruhnya terhadap pilihan
karier daripada menjelaskan perkembangan karir.
Menurut pandangan Parson dan Williamson (Winkel, 1996:
575) ciri khas dari teori trait and factor ialah bahwa seseorang dapat
menemukan vokasional yang cocok baginya dengan mengkorelasikan kemampuan, potensi,
dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektif
dituntut bila akan memegang vokasional tertentu. Pandangan ini bagaimana
individu membuat pilihan karir yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan dan
minat individu ini dapat diketahui melalui testing.
2.
Konsep Teori Trait
and Factor
Pada dasarnya teori trait and factor menyatakan
bahwa bahwa pemilihan karir individu sangat ditentukan oleh kesesuaian
kemampuan (abilities), minat (interest), prestasi (achievement),
nilai-nilai (values) dan kepribadian (personality) dengan dunia
kerja (world of work). Bila digambarkan sebagai berikut:
Matching
Relationship
Pandangan yang luas dari teori trait and factor
menunjukkan bagaimana kesemua itu dapat digunakan untuk mengkonseptualisasikan
perkembangan karir. Parson (Sharf, 1992 : 18) mengkarakterisasikan tahap
pertama dari pilihan karir adalah manfaat dari “pemahaman diri, sikap,
minat kemampuan, minat ambisi, sumber daya dan penyebabnya.” Pada tahap ini,
bakat, prestasi, minat, nilai dan kepribadian untuk merefleksikan lima tipe
dari perkiraan yang muncul sebagai sesuatu yang penting pada konseling karir. Tahap
kedua, adalah mendapatkan “pengetahuan dari syarat dan kondisi kesuksesan,
keuntungan dan ketidakuntungan, kompensasi, kesempatan dan prospek dalam jalur
karir yang berbeda.” Pada tahap ini didiskusikan bagaimana konselor dapat
membantu konseli dalam mendapatkan pengetahuan ini. Tahap ketiga,
menurut Parson adalah bahwa sebuah pilihan yang diharapkan dibuat dengan
“alasan yang benar dari hubungan dua kelompok ini.” Di sini pertimbangan
integrasi informasi tentang diri dan dunia kerja, memberikan fokus yang tidak
dibatasi untuk penggunaan kemampuan kemampuan kognitif tetapi juga refleksi
kemampuan diri.
a.
Tahap 1 : Memperoleh
Pemahaman Diri
Pada tahap ini
dideskripsikan minimal lima jenis tes yang sering digunakan oleh konselor dalam
konseling karir trait and factor, yaitu bakat (aptitudes), prestasi (achievements),
minat (interests), nilai-nilai (values) dan kepribadian (personality).
Berikut penjelasan dari kelima jenis tes tersebut.
1)
Bakat (Aptitudes)
Tes bakat (aptitudes)
digunakan untuk memprediksi level kemungkinan yang akan terjadi dan kemampuan
individu untuk melaksanakan tugas. Bakat individu dapat diketahui melalui tes.
Instrumen tes yang biasa digunakan dalam pengukuran bakat ini antara lain:
Baterai Primary Mental Abilities (PMA) dari Thurstone, Differential
Aptitude Tests (DAT) terbitan Psychological Corporation, Guilford-Zimmerman
Aptitude Survey, California Test of Mental Maturity, General Aptitude Test
Battery (GATB), Minnesota Occupational Rating Scale, Minnesota Clerical Test,
dan Minnesota Rate of Manipulation Test, the School and College Ability
Tests (SCAT), the College Board Scholastic Aptitude Tests (SAT), the ACT
Assessment Program Academic Tests (ACT), dan Armed Services Vocational
Aptitude Battery (ASVAB). Di Indonesia untuk mengukur bakat individu
digunakan tes yang bernama Intelligence Structure Tests (IST) yang
terdiri dari sembilan aspek bakat.
2)
Prestasi (Achievements)
Sharf (1992:22)
mengemukakan bahwa “achievements refer to a board range of events
that individuals participate in and accomplish during their lifetime”.
Prestasi dapat di bagi ke dalam tiga tipe, yaitu : pertama, prestasi
akademik, biasanya diukur dengan angka, tetapi dengan skor tes khusus. Kedua,
prestasi dalam kerja, seperti kesempurnaan tugas-tugas. Ketiga, yang
sangat cocok dengan teori trait and factor, yaitu prestasi yang terkait
dengan syarat-syarat untuk memasuki dunia kerja. Prestasi dapat diukur secara
kuantitatif melalui tes-tes yang digunakan untuk memasuki salah satu profesi.
3)
Minat (Interests)
Minat (Interest) diartikan sebagai kehendak,
keinginan atau kesukaan (Kamisa, 1997 : 370). Minat adalah sesuatu yang
bersifat pribadi dan berhubungan erat dengan sikap. Minat dan sikap merupakan
dasar bagi prasangka, dan minat juga penting dalam mengambil keputusan. Minat
dapat menyebabkan seseorang giat melakukan sesuatu menuju ke sesuatu yang telah
menarik minatnya. Hurlock (1986 : 144) mengatakan bahwa minat merupakan sumber
motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila
mereka bebas memilih.
Selama berpuluh-puluh tahun, minat merupakan ciri (trait) yang sangat penting dalam seleksi karir
individu. Herr & Crammer (1984: 94) mengemukakan bahwa minat merupakan entry
point yang dapat memprediksikan karir individu daripada bakat dengan
beberapa kemampuan. Alasannya adalah
bahwa memasuki pekerjaan dapat diprediksi lebih baik dari minat daripada sikap
individu dengan banyak kemampuan yang bisa memilih dari rangkaian yang luas.
Tidak sama dengan tes sikap, tes sikap mempunyai skala kerja yang khusus.
Instrumen yang biasa
digunakan untuk mengukur minat individu terhadap karir tertentu antara lain :
(a) Kuder Preference Record – Form C (KPRC) dengan aspek yang
diukur di antaranya : outdoor,
mechanical, computational, scientific, persuasive, artistic, literary, musical,
social service, and clerical; (b) Strong Interest Inventory (SII) Basic
Interest Scales dengan aspek yang diukur di antaranya : adventure,
agriculture, art, athletics, bussiness management, domestic arts, law/politics,
mathematics, mechanical activities, medical science, medical service,
merchandising, military activities, music/dramatics, nature, office practies,
public speaking, religious activities, sales, science, social service, teaching,
and writing; (c) California Occupational Preference
Survey (COPS) yang mengukur aspek: consumer economics, outdoor,
clerical, communication, science-professional, science-skilled,
technology-professional, technology-skilled, business-professional,
business-skilled, arts-professional, arts-skilled, service-professional, and
service-skilled.
4)
Nilai-nilai (Values)
Nilai-nilai (values)
melambangkan sesuatu yang penting. Nilai-nilai sebagai suatu yang sulit untuk
memperkirakan kemungkinannya.
Nilai-nilai yang sangat penting dalam konseling karir yaitu nilai-nilai
umum dan nilai-nilai dunia kerja. Adapun maksud dari pengetahuan mengenai
nilai-nilai ini adalah agar individu mampu memutuskan arah karir yang jelas.
Instrumen inventori
nilai-nilai yang biasa digunakan adalah : (a) Study of Values (SV) yang
mengukur aspek : theoretical, economic, aesthetic, social, political, and religious;
dan (b) Values Scale (VS) yang mengukur aspek : ability utilization,
achievement, advancement, aesthetics, altruism, authority, autonomy,
creativity, economic rewards, life style, personal development, physical
activity, prestige, risk, social interaction, social relations, variety,
working conditions, cultural identity, physical prowess, and economic security
(Sharf, 1992 : 22).
5)
Kepribadian (Personality)
Pengukuran dari kepribadian telah menjadi area
penting dari belajar dan berguna untuk mengkonseptualisasikan individu dalam
pilihan vokasional. Minimal terdapat tiga jenis instrumen untuk mengukur
kepribadian individu, yaitu California Psychological Inventory (CPI), The
Sixteen Personaity Factor Questionaire (16 PF) dan the Edwards Personal
Preference Schedule (EPPS). Konselor dapat mencocokkan profil kepribadian
konseli dengan karir yang cocok.
b.
Tahap 2 : Memperoleh
Pengetahuan tentang Dunia Kerja
Informasi pekerjaan ialah unsur penunjang kedua dari
teori trait and factor. Peran konselor adalah membantu konseli untuk
mengumpulkan informasi pekerjaan. Untuk mengumpulkan informasi tidak perlu
tergantung hanya kepada pengetahuan karir seorang konselor, tetapi menggunakan
banyak sumber untuk menambah pengetahuan ini. Terdapat tiga aspek penting terkait
dengan informasi pekerjaan, yaitu: 1) menggambarkan pekerjaan, kondisi
pekerjaan atau masalah gaji; 2) pengelompokkan pekerjaan; dan 3) membantu
mengetahui karakteristik dan kebutuhan untuk masing-masing pekerjaan.
Jenis-Jenis Informasi Pekerjaan. Informasi pekerjaan
dapat dieksplorasi dari berbagai sumber yang berbeda, contohnya melalui brosur
yang dibuat oleh asosiasi pekerjaan profesional, pamflet, yang bisa didapatkan
melalui penerbit khusus yang menangani tentang informasi pekerjaan. Tipe
informasi yang paling penting untuk konselor adalah mengetahui uraian tentang
berbagai jenis pekerjaan.
Sistem Klasifikasi. Karena sistem klasifikasi ini dapat membingungkan dari
banyaknya informasi yang tersedia bagi konselor dan konseli, sistem klasifikasi
ini perlu disusun untuk informasi pekerjaan. Sistem klasifikasi ini telah
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan.
c.
Tahap 3 :
Mengintegrasikan Informasi tentang Diri dan Dunia Kerja
Langkah ketiga ini adalah mengintegrasikan informasi
tentang diri dan dunia kerja. Informasi pekerjaan diindikasikan dengan
bahan-bahan, penerimaan, ketertarikan atau minat, nilai, dan karakter pribadi
yang dibutuhkan setiap pekerjaan.
3.
Peran Konselor
Peran konselor adalah memberikan berbagai informasi
mengenai jenis-jenis pekerjaan, syarat-syarat dan tuntutannya serta prospek
bagi individu. Kemudian konselor diharapkan harus mampu membantu konseli
memilih pekerjaan atau karir tertentu yang sesuai dengan kepribadian, minat,
bakat serta kemampuannya.
Dalam hal ini konselor sebaiknya mengarahkan konseling
pada pemahaman konseli mengenai dirinya atau self concept, untuk
memudahkan pengintegrasian dengan pekerjaan atau karir tertentu. Pada saat
konseling berlangsung, konselor diharapkan mampu menggambarkan pilihan karir
yang diharapkan oleh konseli. Pada saat konseli mengungkapkan perasaan mengenai
suatu pekerjaan, konselor harus dapat mengungkapkan alasan di balik munculnya
perasaan tersebut.
Pilihan karir sifatnya kontemporer yang dapat berubah
bila konseli menemukan pengalaman baru mengenai pekerjaan yang dirasakan sesuai
dengan bakat, prestasi, minat, nilai dan kepribadiannya. Oleh karena itu,
konseling sebaiknya dilakukan berulang-ulang pada waktu yang bervariasi dengan
mengulang pengungkapan bakat, kemampuan, prestasi dan minat konseli sehingga
kematangan karir tercapai.
C.
Teori Tipologi Holland
1.
Asumsi
Teori Tipologi Karir Holland Mengenai Perilaku Vokasional
(Vokasional Holland’s Career Typology Theory of Vocational Behavior)
adalah buah karya ahli teori karir, John Holland. Menurut Holland, penting
membangun keterkaitan atau kecocokkan antara tipe kepribadian individu dan
pemilihan karir tertentu. Dengan kata lain, terdapat elaborasi antara inherensi
kebutuhan dalam proses pemilihan karir dengan
lingkungan, tipe kepribadian dan tingkah laku individu.
Unsur yang mendasar dari pandangan John Holland adalah
pemilihan dan penyesuaian karir merupakan gambaran dari kepribadian seseorang.
Orang mengekspresikan diri, minat dan kepribadian mereka tercermin dalam
pekerjaan yang diambilnya. Dalam teorinya mengenai perkembangan karir, Holland
mengelaborasikan hipotesis yang menyatakan bahwa pilihan karir seseorang akan
mewakili perluasan kepribadian dan upaya untuk mengimplementasikan gaya
perilaku pribadi yang luas dalam konteks kehidupan kerja seseorang. Karya baru
yang diperkenalkan Holland ini merupakan gagasan yang menyatakan bahwa individu
memproyeksikan pandangan mereka mengenai diri sendiri dan dunia kerja ke dalam
pekerjaan mereka. Melalui prosedur yang sederhana, yaitu dengan memperbolehkan
individu untuk mengekspresikan pilihan atau perasaan mereka yang berlawanan,
serta melalui daftar khusus mengenai judul pekerjaan, Holland menetapkan
individu kedalam gaya perasaan pribadi, hal ini secara teoritis memiliki
implikasi bagi kepribadian dan pilihan pekerjaannya.
Konsepsi Holland mengenai perkembangan karir ini tumbuh
dari pengalamannya dengan individu yang sedang membuat keputusan karir. Dia
mengamati bahwa kebanyakan individu memandang dunia pekerjaan dalam istilah
stereotipe pekerjaan. Sebagai pengganti kesimpulan yang membuat orang bingung
dan menyebabkan konselor vokasional mengalami lebih banyak kesulitan ini, maka
Holland mengganti proses stereotype tersebut dengan memberikan asumsi yang
berdasarkan pada pengalaman individu dalam pekerjaan, berdasarkan realitas,
serta derajat keakuratan dan kegunaan
yang tinggi. Holland menghipotesiskan bahwa dimana individu memiliki
sedikit pengetahuan mengenai pekerjaan khusus, maka hasil stereotipe akan
terungkap, kebanyakan sikap dalam tes proyektif kiranya mengekspos dinamika
kepribadian. Holland mengembangkan daftar judul pekerjaan yang mungkin dapat
digunakan sebagai alat agar seseorang dapat memproyeksikan pilihan gaya
hidupnya.
Holland telah mempublikasikan tiga buah buku yang
menjelaskan tentang teori tipe-tipe kepribadian. Tiap buku menggambarkan versi
terbaru dan penyaringan lebih lanjut dalam pengembangan teorinya. Dua inventori
psikologis yang penting dalam pengembangan teori ini adalah The Vocational
Preference Inventory (1985) dan The Self Directed Search (1987). Dua
instrumen ini mengukur hal yang berbeda, pengukuran kompetensi penerimaan diri
dan minat ketika melakukan asesmen terhadap kepribadian individu. Model teori
Holland dipengaruhi oleh usia, gender, kelas sosial, inteligensi, dan
pendidikan. Dengan kata lain, dapat dipahami bahwa secara spesifik menjelaskan
bagaimana individu dan lingkungan berinteraksi dengan perkembangan keenam tipe
kepribadian yang berbeda, yaitu : Realistik, Investigatif, Artistik, Sosial,
Enterprising, dan Konvensional.
Terdapat empat asumsi yang menjadi inti (jantung) teori
Holland, yaitu: pertama, kebanyakan orang dapat dikategorikan sebagai
salah satu dari enam tipe: realistik, investigatif, artistik, sosial,
enterprising, dan konvensional. Kedua, ada enam jenis lingkungan:
realistik, investigatif, artistik, sosial, enterprising, dan konvensional. Ketiga,
invididu menyelidiki lingkungan-lingkungan yang memungkinkannya melatih keterampilan-keterampilan (skills) dan
kemampuan-kemampuannya, mengekspresikan sikap-sikap dan nilai-nilainya, dan
menerima masalah-masalah serta peranan-peranan yang sesuai. Keempat,
perilaku individu ditentukan oleh interaksi antara kepribadiannya dengan
ciri-ciri lingkungannya (Surya, 1988; Herr & Crammer, 1979; Sharf, 1995;
Osipow, 1983; Manrehu, 1985; Winkel,
1996; Gani, 1985).
Keempat asumsi tersebut di atas merupakan rangkuman dari
11 pokok pemikiran Holland mengenai karir, yaitu:
a.
Pemilihan vokasional
merupakan pernyataan kepribadian individu;
b.
Inventori minat
merupakan inventori kepribadian;
c.
Stereotipe vokasional
mempunyai makna psikologis dan sosiologis yang penting dan dapat dipercaya;
d.
Individu dalam
vokasional atau pekerjaan memiliki kepribadian yang serupa dan kesamaan sejarah
perkembangan kepribadian;
e.
Individu dalam rumpun
pekerjaan dan memiliki tipe kepribadian yang sama dalam merespon situasi dan
masalah dengan cara yang serupa, individu akan membentuk pola hubungan pribadi
tertentu yang khas;
f.
Kepuasan, kemantapan,
dan hasil kerja tergantung atas kongruensi kepribadian individu dengan
lingkungan tempat individu itu berada;
g.
Pengetahuan tentang
kehidupan vokasional tidak disusun dan seringkali terpisah dari batang tubuh
pengetahuan psikologi dan sosiologi;
h.
Dalam masyarakat
kebanyakan individu dapat digolongkan ke dalam salah satu dari enam tipe dan
setiap tipe merupakan hasil interaksi antara faktor
keturunan, kebudayaan dan pribadi individu
sekitar;
i.
Terdapat enam jenis
lingkungan, masing-masing lingkungan dikuasai oleh salah satu tipe kepribadian
tertentu;
j.
Individu mencari
lingkungan dan vokasional yang memungkinkannya dapat melaksanakan kemampuan dan
keterampilannya, menyatakan sikap dan nilai mereka, mengambil keputusan akan
peranan dan permasalahan yang disetujuinya atau tidak disetujuinya;
k.
Perilaku individu
diterangkan melalui pola interaksi kepribadiannya dengan lingkungannya;
l.
Enam karakteristik
itu berupa realistik, investigatif, sosial, konvensional, enterprising, dan
artistik; dan
m.
Enam karakteristik
model lingkungan berupa realistik, intelektual, sosial, konvensional,
enterprising, dan artistik.
2.
Tipe
Kepribadian
Holland mengajukan hipotesis bahwa pilihan karir
merupakan upaya pengembangan kepribadian dan mengimplementasikan gaya perilaku
pribadi yang khas dalam konteks pilihan karir . Konsepsi lainnya adalah bahwa
individu memproyeksikan pandangan-pandangannya tentang dirinya dan dunia kerja
kepada bentuk-bentuk vokasional.
Holland percaya bahwa ketika individu menemukan karir
yang cocok dengan kepribadiannya, maka ia akan menikmati dan bertahan lama
dalam pekerjaannya tersebut. Sebaliknya ketika individu tidak menemukan karir
yang cocok dengan kepribadiannya, maka ia tidak akan menikmati dan bertahan
lama dalam pekerjaannya tersebut.
Holland mengajukan enam tipe kepribadian dasar yang
berhubungan dengan karir, yaitu realistik, investigatif, artistik, sosial, enterprising,
dan konvensional (Herr & Crammer, 1979; Santrock, 1983; Osipow, 1983;
Manrihu, 1985; Sharf, 1992). Keenam tipe kepribadian tersebut adalah sebagai
berikut.
a.
Tipe Kepribadian
Realistik
Lingkungan
Realistik. Lingkungan realistik ditandai oleh tugas-tugas yang konkret,
fisik, dan eksplisit. Kemampuan bekerja dengan menggunakan alat dianggap lebih
penting dibandingkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain. Beberapa
lingkungan realistik ada yang membutuhkan penyesuaian yang besar terhadap
ketangkasan fisik, dan kecakapan mekanik. Sifat yang jelas dari tuntutan
lingkungan membuat keberhasilan/kegagalan.
Tipe Kepribadian
Realistik. Orang realistik lebih suka bekerja dengan menggunakan alat
atau mesin dalam melaksanakan hobi dan pekerjaannya. Mereka akan mencoba mengembangkan
kompetensinya dalam bidang material, perbaikan listrik dan otomotif, pertanian,
serta disiplin ilmu lainnya. Mereka lebih menyukai praktek daripada pemecahan
masalah. Model tipe ini juga cenderung bersifat jantan, kuat jasmani, tidak
sosial, agresif, memiliki kecakapan dan koordinasi motorik yang baik, kurang
memiliki kecakapan verbal dan hubungan antar pribadi. Lebih menyenangi masalah
yang konkret daripada masalah yang abstrak dan mempunyai nilai-nilai ekonomis
dan politis yang konvensional.
Tingkah Laku Konseli
Realistik. Dalam situasi konseling, konseli yang realistik lebih
menyukai saran dan sugesti yang spesifik untuk menangani masalah akrir dan
solusi prakteknya. Dalam lingkungan realistik, perempuan mungkin mengalami
hambatan dari laki-laki. Perempuan realistik mungkin akan mencoba memasuki
lingkungan pekerjaan yang realistik seperti mekanik. Dalam hal ini, konselor
harus sensitif serta memberikan semangat kepada perempuan yang memiliki minat
dan kompetensi realistik.
b.
Tipe Kepribadian
Investigatif
Lingkungan
Investigatif. Lingkungan
investigatif ditandai dengan tugas-tugas yang memerlukan kemampuan abstrak dan
kreatif tidak tergantung pada pengamatan pribadinya. Lingkungan penelitian
merupakan salah satu yang dicari orang untuk menangani masalah seperti
matematika, minat ilmiah, dam kompetensi. Di lingkungan ini, kehati-hatian dan
berpikir kritis sangat bernilai. Individu lebih menyukai menggunakan metode
berpikir logis secara tepat untuk menangani masalah. Untuk penanganan yang
efektif memerlukan imajinasi, inteligensi, dan sensitivitas terhadap
masalah-masalah yang bersifat intelektual dan fisik.
Tipe Kepribadian
Investigatif. Orang-orang ripe kepribadian investigatif lebih menyukai
teka-teki dan tantangan yang membutuhkan pemikiran intelektual. Mereka lebih
menyukai hal-hal yang berhubungan dengan menganalisis sesuatu. Tipe mode ini
berorientasi tugas, tidak sosial, lebih menyukai dan memikirkan terlebih dahulu
daripada langsung bertindak terhadap penanganan masalah yang dihadapi,
membutuhkan pemahaman, menyenangi tugas-tugas yang bersifat kabur, memiliki
nilai-nilai dan bersikap tidak konvensional. Pekerjaan yang cocok untuk tipe
kepribadian investigatif, di antaranya : ahli astronomi, biologi, botani,
kimia, dan sebagainya.
Tingkah laku
Konseli Investigatif. Konseli yang memiliki kepribadian investigatif
menyukai tantangan berupa pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab. Mereka
tertarik pada suatu masalah dan berusaha mencari solusinya walaupun yang
didapat sedikit. Ketika menghadapi masalah karir, mereka memilih melakukan
pendekatan rasional daripada emosional.
c.
Tipe Kepribadian
Artistik
Lingkungan
Artistik. Lingkungan artistik
ditandai dengan tugas-tugas dan masalah-masalah yang memerlukan interpretasi
atau kreasi bentuk-bentuk artistik melalui cita rasa, perasaan, dan imajinasi.
Lingkungan artistik merupakan tipe yang bebas dan terbuka untuk melakukan
kreativitas dan ekspresi pribadi. Beberapa lingkungan banyak yang memberikan
kebebasan dalam berekspresi seperti musisi, seniman murni, atau penulis lepas.
Pekerjaan lingkungan ini membutuhkan kepribadian dan ekspresi emosional yang
lebih dibandingkan ekspresi artistik.
Tipe
Kepribadian Artistik. Seorang artistik suka mengeskpresikan dirinya
dalam kebebasan yang tidak sistematis yang mereka butuhkan, yaotu mengekspresikan
kebebasan dan keterbukaan secara wajar.
Model ini
bersifat tidak sosial, menghindari maslah yang sudah tersusun, atau yang
memerlukan kecakapan fisik yang kuat. Tipe ini memerlukan bentuk-bentuk
ekspresi yang bersifat individualistik, lebih bersifat individualistik, lebih
bersifat kewanitaan, dan sering menghadapi hambatan emosional, lebih menyukai
menghadapi permaslaahan yang terjadi dalam lingkungannya melalui ekspresi diri
dalam media masa.
Tingkah
Laku Konseli Artistik. Dalam seni konseling, biasanya konseli yang
memiliki kepibadian artistik menyukai pendekatan konseling nonstruktural yang
salah satunya dengan menggunakan lembar kerja. Mereka senang bercanda atau
menggunakan cara lain untuk menunjukkan bahwa mereka itu berbeda dengan konseli
yang lain.
d.
Tipe Kepribadian
Sosial
Lingkungan
Sosial. Lingkungan sosial
ditandai dengan tugas-tugas yang memerlukan kemampuan menginterpretasi dan
mengubah perilaku manusia dan minat untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Lingkungan sosial adalah lingkungan yang memberi semangat pada seseorang untuk
lebih fleksibel serta saling memahami satu sama lain. Lingkungan sosial juga
lebih menekankan pada aspek nilai-nilai kemanusiaan.
Tipe Kepribadian
Sosial. Tipe orang sosial lebih tertarik pada hal yang berbau
kemanusiaan, menolong sesama, atau menjadi pekerja sosial. Orang tipe sosial
menyukai pemecahan masalah dalam bentuk diskusi dan kerja sama tim (home
sick.)
Tipe model ini bersifat sosial, bertanggungjawab,
kewanitaan, kemanusiaan, religiustias, membutuhkan perhatian. Memiliki
kemampuan verbal, hubungan antar pribadi, menghindari pemecahan masalah secara
intelektual dibanding aktivitas fisik, dan kegiatan-kegiatan yang sangat
teratur rapi, menyukai pemecahan masalah melalui perasaan dan pemanfaatan
hubungan antar pribadi.
Tingkah Laku Konseli
Sosial. Dalam proses konseling, orang sosial mengekspresikan idealisme
ingin menolong, selalu cinta sesama. Saat berbicara dengan konselor, mereka akan lebih tertarik pada
profesi konselor sebagai pekerja sosial dan berapresiasi pada bantuan konselor.
e.
Tipe Kepribadian Enterprising
Lingkungan
Enterprising ditandai dengan
tugas-tugas yang mengutamakan kemampuan verbal yang dipergunakan untuk
mengarahkan atau mempengaruhi orang lain. Pada lingkungan enterprising situasi
finansial dan isu ekonomi dianggap paling penting dari aspek lain. Contoh
lingkungan enterprising, adalah penjualan, pembelian, manajemen bisnis,
stock market. Seluruh lingkungan ini menjual kemampuan, status dan kebahagiaan.
Tipe Kepribadian
Enterprising. Perolehan keuntungan merupakan hal yang sangat penting
bagi seorang pengusaha. Mereka menggunakan kemampuan verbal untuk menjual,
meyakinkan, dan memimpin. Mereka lebih suka untuk membujuk dan mengatur
daripada menolong. Contoh pekerjaan yang cocok dengan mereka adalah : pemimpin
eksekutif perusahaan, manager hotel, konsultan hubungan industri saja.
Model
tipe ini memiliki kecakapan lisan untuk berjualan, mendominasi dan memimpin,
menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang kuat, jantan, menghindarkan diri
dari penggunaan bahasa yang terumus dengan baik, atau situasi kerja yang
memerlukan kegiatan itelektual dalam jangka waktu yang lama. Mereka juga mudah
menyesuaikan diri.
Tingkah
Laku Konseli Enterprising. Seorang pengusaha akan sangat percaya diri
pada keyakinannya. Mereka sangat santun kepada konselor dan ingin cepat
mengakhiri pembicaraan. Tipe ini sulit untuk memperlihatkan kompetensi diri
secara akurat. Mereka juga kurang sabar jika mereka berada pada posisi tengah.
f.
Tipe Kepribadian
Konvensional
Lingkungan
Konvensional. Pengorganisasian dan
perencanaan dapat menggambarkan lingkungan konvensional yang baik. Di antara
lingkungan konvensional adalah lingkungan kantor dimana dalam sebuah kantor
diperlukan data-data. Mengcopy bahan-bahan, mengorganisasikan laporan. Hal yang
diperlukan untuk bekerja secara baik pada lingkungan konvensional adalah
kemampuan administrasi, kemampuan berorganisasi, kepercayaan, dan kemampuan
untuk berdisiplin.
Tipe
Kepribadian Konvensional. Individu-individu
konvensional adalah seorang yang menghargai uang, dapat diandalkan, dan
memiliki kemampuan menjalankan aturan dan perintah (arahan). Kekuatan mereka
terletak pada kemampuan manajemen dan numerik yang digunakan untuk memecahkan
masalah. Tipe ini cenderung menyenangi kegiatan verbal, ia menyenangi bahasa
yang tersusun dengan baik, menghindari segala situasi yang kabur, memberi nilai
yang tinggi terhadap status dan kenyataan materi.
Sikap
dan Tingkah Laku Konseli Konvensional. Pada situasi konseling, orang konvensional mungkin
menganggap dirinya sebagai pengatur, namun diarahkan juga oleh orang lain.
Mereka sering merasa bangga dengan kemampuan berorganisasinya di sekolah tinggi
dan aktivitas bisnis. Jika mereka bekerja di lingkungan yang tidak
konvensional, maka mereka akan menghadapi masalah dan mereka bisa frustrasi.
3.
Perpaduan
Tipe-tipe Kepribadian
Jelas bahwa dalam dunia nyata tidak ada lingkungan kerja
yang hanya memakai satu tipe kepribadian. Berbagai kondisi lingkungan berbeda
banyak hal, mereka didominasi satu sampai dua tipe kepribadian ketika
mendengarkan sejarah karir dari kliennya, maka tipe kepribadian Holland sangat
membantu dalam memecahkan persoalan tersebut. Jika konseli menggambarkan atau
menceritakan pengalamannya, maka kecocokan antara tipe kepribadian,
ketertarikan dan pengalaman mungkin akan menjadi terlihat jelas. Ketika konseli
beralih pada masalah lainnya, maka tipe lain mungkin juga akan tampak, pada
kasus ini konselor dapat menekankan pada tipe kepribadian yang dominan.
Hal-hal penting dalam konseptualisasi dan penggunaan tipe
kepribadian Holland dalam konseling adalah : kesesuaian (congruence),
perbedaan (differentiation), dan konsistrnsi (consistency). Hal
ini menunjukkan adanya hubungan antara kepribadian dan lingkungan.
Pertama,
Kesesuaian (Coungruence). Istilah kesesuaian (congruence)
berarti hubungan kepribafian dengan lingkungan. Bagamana individu menyikapi
lingkungan. Konsep kesesuaian (congruence) sangat penting dalam
konseling yang akan membantu pada pencapaian sasaran yan penting. Keinginan
seorang konseli untuk menentukan karirnya adalah menemukan lingkungan yang sesuai
(congruen) dengan kepribadiannya. Hal ini merupakan tugas konselor untuk
menebak tipe kepribadian konseli dan membimbing untuk mencarikan lingkungan
yang cocok menurut Holland. Konselor harus memikirkan tentang keadaan konseli
dan karirnya yang cocok.
Kedua,
Differensiasi (Differentiation). Baik individu maupun lingkungan dapat
berbeda-beda dalam hal kepribadian yang mereka miliki, baik 1 atau 2 tipe dari
tipe-tipe kepribadian Holland. Sebagian orang bisa saja memiliki 1 tipe dan
yang lainnya memiliki 2, 3, atau lebih yang dominan dari 6 tipe kepribadian
Holland. Misalnya sebagian orang menikmati pekerjaannya dalam megecat, menulis,
menolong orang lain, memimpin kelompok pemuda dan bekerja suka rela di sebuah
rumah sakit, dan bisa jadi mereka tidak suka pekerjaan mekanik, bekerja di
kantor, keilmuan, dan bisnis.
Holland menetapkan differensiasi dengan mengurangi nilai
yang elbih rendah dari beberapa tipe dari nilai yang tinggi di beberapa tipe
lainnya. banyak data yang mengatakan bahwa keenam tipe kepribadian Holland
dapat digunakan. Contoh lain adalah seorang guru yang bekerja di Universitas
dan diberi kesempatan mengadakan penelitian di daerahnya (Investigatif),
membantu mengajar siswa memilih jurusan (Sosial), dan mungkin saja mengadakan
konsultasi tentang perindustrian (Enterprising).
Kaitan
Differensiasi dengan Konseling. masalah yang terjadi kebanyakan sebagian
orang kesulitan untuk menentukan karirnya, maka konseling karir diadakan untuk
membantu mereka menemukan karir yang tepat dengan cara memberi arahan kepada konseli untuk membedakan dan
memeprluas pengetahuan mereka dalam hal minat, kemampuan, dan nilai-nilai yang
ada pada diri konseli dikaitkan dengan tipe-tipe Holland.
Peranan konselor adalah mendiskusikan secara lebih
intensif tentang minat, pengalaman, dan nilai-nilai mereka serta membuat
perbedaan nilai-nilai mereka dalam enam tipe kepribadian Hollanduntuk konseli,
dan hal tersebut dilakukan tanpa keterlibatan konseli. Tipologi ini dimaksudkan
sebagai referensi untuk menyelidiki daerah minat konseli dengan catatan konseli
tidak boleh mengetahuinya.
Konselor dan
konseli mendiskusikan seputar hobi, kerja paruh waktu, kerja suka rela, kerja
penuh, kegiatan ekstrakurikuler, dan pengisian waktu luang. Setelah itu,
konselor membuat konsep dari jawaban-jawaban konseli dan dikaitkan pada enam
tipe kepribadian Holland.
Ketiga,
Differensiasi (Differentiation). Konsistensi menunjukkan kesamaan atau
perbedaan tipe-tipe Holland, baik lingkungan maupun individual mempunyai banyak
keumuman dari tipe yang lainnya. Sosial dan Realistik berbeda dengan
Enterprising dan Investigatif. Pendekatan-pendekatan tipe ini menunjukkan
adanya konsistensi. Sebagai contoh, orang Sosial lebih suka bekerja dalam tim
dan orang Realistis lebih suka bekerja dengan mesin. Orang Sosial tidak suka
bekerja dengan mesin, orang Sosial lebih tertuju pada tipe Artistik dan
Enterprising daripada melakukan dengan individu yang Realistik.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa konsistensi bukanlah
salah satu tujuan konseling sebagaimana differensiasi dan kesesuaian, tetapi
konsistensi lebih pada konsep saja sehingga apabila ada yang kurang pada
konsistensi tidak berarti suatu pilihan itu tidak baik.
Keempat,
Identitas (Identity). Identitas memberikan kejelasan dan
keseimbangan arah dan tujuan seseorang ke depan. Identitas menunjukkan pada
kestabilan lingkungan kerja. Keidentikan ini berbeda dengan konsep lain yang
relevan dengan sistem Holland karena tidak berkaitan langsung dengan tipe
Holland. Identitas tidak dinilai oleh VPI atau SDS, akan tetapi menggunakan My
Vocational Situation (MVS). Identitas menjadi suatu tujuan konseling karir
yang penting. Perolehan identitas dapat memutuskan tujuan yang sesuai (congruen).
4.
Peranan
Informasi Karir
Sistem Holland merupakan sistem yang cocok digunakan oleh
konseli karena dapat membantu menyatukan informasi karir ke dalam proses
konseling. Di sini Holland dapat melakukan pendekatan yang baik dengan
menerangkan bagaimana informasi dunia kerja dapat memberikan kerangka pemikiran
untuk memberikan kejelasan dalam memilih karir yang tepat.
Untuk seorang
konselor, teori Holland merupakan cara atau bantuan untuk memberikan informasi
dalam kegiatan kelompok yang tidak hanya dapat digunakan untuk mengklasifikasi
kegiatan okupasional, tetapi juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi
pengalaman konseli dengan lingkungannya.
5.
Peranan
Testing
Dalam teori Holland, tes memiliki dua tujuan di antaranya
: pertama, pengembangan teori. Sebagai contoh penemuan jurusan yang telah
dikembangkan sebelumnya menjadi teori Holland yang isinya antara lain untuk
mendefinisikan 6 tipe manusia dan lingkungannya. VPI dan SDS menjadi bahan
penelitian untuk menguatkan teori Holland. Kedua, tes digunakan individu untuk
kebutuhan bimbingan karir. Dengan menggunakan SDS dan VPI atau pendekatan lain
yang menjadi bagian dari tipe Holland, seorang konselor dapat menjelaskan
secara objektif tipe kepribadian dari konseli yaitu membandingkan masukan
konselor untuk konseli yang bertipe kepribadian Holland.
Pendekatan
yang objektif konselor akan membatu konseli dalam mendapatkan konfirmasi atau
penjelasan apabila terjadi hal-hal yang dirasa tidak cocok. Oleh karenanya,
seorang konselor memerlukan penelaahan dan pemahaman yang mendalam tentang
minat, keterampilan, dan nilai-nilai dari seorang konseli.
Testing
merupakan bagian penting dari perkembangan teori Holland. Dengan menggunakan
informasi validitas dan reliabilitas dapat membantu konselor untuk memecahkan
masalah konseli.
6.
Isu-isu
Konselor
Beberapa permasalahan yang dihadapi konselor ketika
menggunakan teori Holland adalah sebagai berikut : a) sistem Holland
(penggunaan konsep kongruensi dan differensiasi) masih menjadi perdebatan; b)
masalah informasi okupasional; dan c) pendekatan yang digunakan dalam konseling
dengan konseli.
Untuk beberapa konseli, teori
Holland dapat membantu dalam memulai pemilahan minat, kemampuan, penerimaan
diri, dan identitas diri. Secara konseptual, sistem Holland merupakan salah
satu cara yang bermanfaat dalam membantu konseli.
D.
Teori Belajar Sosial
Pendekatan Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan
Karir (Social Learning Approaches To Career Development Theory)
menekankan pada pentingnya perilaku dan kognisi dalam membuat keputusan karir.
Lebih lanjut disebutkan bahwa pembuatan keputusan karir individu dipengaruhi
oleh lingkungan (proses pembelajaran sosial) terutama dari orang lain yang
berarti signifikan (significant other). Dengan kata lain, bahwa dalam
mengambil keputusan karir individu dapat mengamati, meniru, dan mencontoh
orang-orang yang ada di sekelilingnya, jika apa yang diamatinya itu sesuai
dengan keinginan individu maka apa yang diamatinya itu dapat direalisasikannya
menjadi sebuah perilaku. Kombinasi antara hereditas, lingkungan, sejarah atau
pengalaman belajar dan pendekatan keterampilan atau keahlian adalah hal yang
patut diperhatikan dalam pembuatan keputusan karir.
Bandura, Hackett dan
Bitz (Osipow, 1983) berpendapat bahwa keputusan yang tepat tentang kemampuan
diri sendiri biasanya diperoleh melalui perbandingan gambaran kemampuan yang
satu dengan yang lain. Pendapat ini senada dengan yang diungkapkan oleh Okiishi (1987) yang mengembangkan genogram.
Okiishi berasumsi bahwa ada pengaruh dari orang lain yang berarti (significant
other) terhadap individu dalam perencanaan dan pemilihan karir. Artinya,
terdapat pengaruh lingkungan (pembelajaran sosial) dalam pengambilan keputusan
karir individu.
Menurut Mitchell dan
Krumboltz (Manrihu, 1985; Sharf, 1992), ada empat kategori faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan karir, yaitu:
1.
Bawaan genetik dan
kemampuan-kemampuan khusus. Menurut teori ini
orang-orang tertentu terlahir dengan membawa kemampuan baik besar maupun kecil
untuk dimanfaatkan dalam pergaulannya dengan lingkungan sesuai dengan keadaan
dirinya;
2. Kondisi-kondisi dan peristiwa-peristiwa lingkungan. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan karier, misalnya kesempatan kerja, imbalan yang akan diperoleh,
kebijaksanaan prosedur seleksi dan sebagainya;
3. Pengalaman-pengalaman belajar. Pengalaman belajar yang diperoleh mempengaruhi perilaku
dan keputusan seseorang. Minat diri sendiri dapat diobsevasi melalui pengalaman
belajar; dan
4. Keterampilan-keterampilan dalam menghadapi tugas. Keterampilan ini merupakan hasil dari interaksi dari pengalaman
belajar, ciri genetik, kemampuan khusus serta lingkungan. Keterampilan ini
dapat digunakan untuk menghadapi dan menangani tugas-tugas baru.
Menurut Krumboltz dan Baker (Munadir, 1996: 101)
kemampuan-kemampuan yang penting dalam pengambilan keputusan karir, adalah
sebagai berikut.
1.
Mengenai situasi
keputusan yang penting;
2.
Menentukan keputusan
apa atau tugas yang dikelola dan yang realistis;
3.
Memeriksa dan menilai
secara cermat dan generalisasi observasi diri dan generalisasi pandangan atas
dunia;
4.
Menyusun
alternatif-alternatif yang luas dan beragam;
5.
Mengumpulkan
informasi yang diperlukan tentang alternatif-alternatif itu;
6.
Menentukan sumber
informasi yang handal, cermat dan relevan; dan
7.
Merencanakan dan
melaksanakan urutan langkah-langkah pengambilan keputusan.
Ada tiga prosedur/teknik perilaku konselor
yang diambil dari Pendekatan Belajar Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier (Social Learning
Approaches To Career Development Theory)
dalam proses konseling karir (Crites, 1986) yaitu:
a.
Penguatan (reinforcement),
dalam teknik ini konselor membantu klien dalam hal penyelesaian tujuan dari
konseling karier yaitu memilih alternatif karier yang tepat;
b.
Penggunaan peranan
model (role model), dalam teknik ini konselor membantu konseli dengan
bertindak sebagai model atau dengan menyediakan model peran terhadap mereka.
Dengan menggambarkan cara membuat keputusan yang tepat dan strategi pembuatan
keputusan yang efektif, konslor menjadi model peran bagi konseli.
c.
Simulasi (simulation),
kegiatan ini dapat membantu klien dalam mensimulasikan suatu pengalaman karir.
Krumboltz dan Hammer (Sharf, 1992 : 286-296) mengatakan
ada tujuh langkah dalam pengambilan keputusan karir yang disingkat dalam kata
DECIDES, yaitu:
a.
mendefinisikan
masalah (define the problem). Tahap ini bukan hanya
bertujuan untuk memperjelas masalah
konseli dengan konselor, tetapi juga untuk mencapai kesepakatan bersama yang
saling menguntungkan.
b.
membuat rencana
kegiatan (establish an action plan). Tahap ini terdiri dari seluruh uraian dalam menentukan proses, konseli
tidak hanya membuat resolusi karir, tetapi juga belajar menentukan pembuatan
proses yang akan dilakukan.
c.
mengklarifikasi nilai
(clarify values). Pada langkah ini
konselor dapat mendiskusikan nilai konselinya dengan belajar dari pengalaman
yang lalu, membandingkan nilai tes dengan pengalaman nyata di dalam
pekerjaannya.
d.
mengidentifikasi
pilihan (indetify alternatives). Untuk mengidentifikasi pilihan, konselor dan konseli memerlukan penilaian
diri, penelitian turunan tentang kepentingan dan kedudukan, selebaran dan
pengalaman.
e.
mengetahui
dampak-dampak masalah (discover probable outcomes). Dalam proses menemukan kemungkinan (outcomer),
para konselor harus sangat hati-hati dan tidak memberikan pengaruh berlebihan
kepada konseli (outcomer) yang akan dicapai.
f.
mengeliminasi
beberapa alternatif secara sistematis (eliminate alternatives systematically). Krumboltz dan Hammer (Sharf, 19921997) mengelompokkan
berbagai alternatif yang mempunyai kesamaan karakter dan kemudian menghapuskan
alternatif terakhir jika individu tidak dapat memutuskan antara dua pilihan,
krumboltz dan hammer melanjutkan dengan melihat perbedaan-perbedaan antara alternatif-alternatif; dan
g. mulai bertindak (start action). ketika pilihan telah dibuat, kemudian individu mulai
menentukan langkah konkret untuk mencapai tujuan pekerjaannya.
Pendekatan Belajar
Sosial Terhadap Teori Perkembangan Karier (Social Learning Approaches To
Career Development Theory) tidak
begitu mengutamakan testing dalam proses konseling karir, tetapi merupakan
bagian penting dari beberapa teori perkembangan karir lainnya. Menurut
pendekatan ini, keyakinan konseli (individu) adalah bagian integral dari proses
pembuatan keputusan karir. Career Belief Inventory (CBI) sangat membantu
dalam kelancaran pembuatan keputusan karir.
E.
Teori Sosial Ekonomi
Para ahli telah banyak membahas bahwa perkembangan karir
individu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor genetik maupun faktor
lingkungan sosial-ekonomi. Sharf (1992 : 327-339) mengklasifikasikan teori
sosial ekonomi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu teori pencapaian status (status
attainment theory), teori modal manusia (human capital theory), dan
teori ekonomi rangkap (dual economy theory). Ahli lain seperti Paulston
(Sudjana, 2003 : 176) menambahkan teori fungsi (functional theory), dan
teori gerakan masyarakat (social movement theory).
1.
Teori Pencapaian
Status
Teori pencapaian status (Status attainment theory)
menyangkut peranan prestasi dan status sosial keluarga dalam mempengaruhi
pemilihan pekerjaan. Kebanyakan penelitian tentang teori pencapaian status
meneliti perubahan antargenerasi yang kadangkala disebut mobilitas vertikal,
dan memusatkan perhatiannya dalam memprediksi peranan pekerjaan seseorang dari
pekerjaan ayahnya. Hal tersebut berdasarkan kepada beragam catatan yang
sebelumnya sudah dilakukan. Para peneliti di bidang ini menemukan bahwa mereka
dapat memprediksikan status sosial-ekonomi dari pekerjaan pertama seseorang,
yang kemudian dapat memprediksikan pekerjaan saat ini, dari pendidikan dan
pekerjaan ayahnya.
Analog dengan pernyataan tersebut, Okiishi (1987) berusaha
mengembangkan
genogram dalam konseling karir. Okiishi berasumsi bahwa
ada pengaruh dari
orang lain yang berarti (significant other), baik orangtua maupun orang
lain di sekitarnya terhadap individu dalam perencanaan dan pemilihan karir.
Artinya, terdapat pengaruh lingkungan (pembelajaran sosial) dalam pengambilan
keputusan karir individu
Meskipun teori pencapaian status berguna dalam
memperkirakan pencapaian pekerjaan, tetapi teori tersebut tetap saja masih
dikritisi orang. Sonnenfeld (Sharf, 1992 : 333) menyatakan bahwa teori
pencapaian status belakangan ini tidak cukup dapat menjelaskan perubahan status
sejak seseorang mulai bekerja. Dia mengkritik teori pencapaian status
menyangkut kegagalan penggunaan data baru dan tidak melihat perubahan status
pekerjaan dalam karir. Lebih lanjut, dalam pandangannya teori pencapaian status
tidak memperhatikan perubahan nilai dalam masyarakat yang membawa
kekurangcocokkan ke definisi keberhasilan karir. Sangat penting, dia percaya
bahwa status dalam sebuah perusahaan harus diukur daripada pencapaian
pekerjaan. Meskipun ada komentar-komentar ini, teori pencapaian status
mempunyai relevansi dalam keputusan berkarir dan konseling kecocokan pekerjaan.
Teori pencapaian status menyebut perhatian sebagai
variabel penting yang cenderung diabaikan oleh teori-teori psikologis. Dari
teori-teori yang didiskusikan di buku ini, hanya teori Gottfredson (Sharf, 1992
: 334) yang berhubungan langsung dengan variabel sosiologis dari teori
perkembangan karir. Teori pencapaian status menekankan pentingnya prestise,
status keluarga, dan dorongan mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Meskipun
Amerika Serikat dianggap sebagai lahan yang luas untuk memperoleh kesempatan
yang sama, teori pencapaian status mengatakan bahwa dalam kenyataannya, posisi
pekerjaan seseorang ke tingkat yang lebih luas ditentukan oleh keluarganya (dan
khususnya lagi oleh pekerjaan ayahnya). Pengetahuan ini barangkali membantu
berfikir konselor yang bekerja dengan konseli dari tingkat sosio-ekonomi rendah
tentang beberapa faktor yang diperlukan untuk mencapai status pekerjaan yang lebih
tinggi daripada pekerjaan ayah konselinya.
Salah satu faktor yang berhubungan dengan status adalah
tingkat dorongan orang tua untuk berhasil. Remaja dari tingkat sosio-ekonomi
rendah barangkali kekurangan dorongan dari orangtua, teman, dan guru untuk
mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi (Hotchkiss & Borow dalam Sharf,
1992 : 335). Lebih jauh, latar belakang ini menghambat cita-cita dalam
pekerjaan.
2.
Teori Modal Manusia
Teori modal manusia (Human capital theory)
memiliki asumsi dasar bahwa manusia merupakan sumber daya utama sebagai
subjek baik dalam upaya meningkatkan taraf hidup dirinya maupun dalam
melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori ini konsep-konsep
pendidikan dan karir harus didasarkan atas asumsi bahwa modal yang dimiliki
manusia itu terdapat dalam diri manusia itu sendiri. Modal itu meliputi sikap,
pengetahuan, keterampilan, dan aspirasi. Artinya, modal utama bagi manusia itu
ada di dalam dirinya sendiri dan modal yang paling utama adalah pendidikan dan
pelatihan (termasuk pendidikan dan pelatihan karir). Aktualisasi modal yang
terdapat di dalam diri manusia itu memerlukan masulan lain dari luar dirinya
seperti sumber daya alam, lapangan kerja, dunia usaha, dana, dan informasi. Individu berinvestasi dalam pendidikan
dan pelatihan agar dapat menerima penambahan penghasilan. Penghasilan tetap
dipandang sebagai suatu manfaat dari keahlian, pendidikan, dan pelatihan,
digabungkan dengan usaha berproduksi secara efektif. Pendidikan dipandang
sebagai investasi yang ketika digabungkan dengan pengalaman kerja yang tepat,
akan menghasilkan pendapatan yang diinginkan. Seseorang (dan keluarganya)
menginvestasikan uang untuk kuliah atau pendidikan lainnya pada titik awal
dalam karirnya. Investasi ini direalisasikan beberapa tahun kemudian ketika dia
mulai memperoleh gaji dari pekerjaannya. Perbedaan dalam pilihan dan keahlian
individu akan menghasilkan pendapatan yang berbeda pula. Dalam teori modal
manusia, agaknya individu dipandang seperti sebuah firma atau perusahaan: jika perawatan
kesehatan dan biaya pindahan akan membantu memperoleh penghasilan besar, maka
biaya pendidikan misalnya, dapat dipandang sebagai investasi dalam penghasilan
akhir seumur hidup seseorang.
Berdasarkan teori ini, keterpurukan dan keterbelakangan yang
dialami oleh suatu masyarakat bukan disebabkan oleh struktur ekonomi dan
pengaruh budaya internasional, melainkan sebagai akibat dari sangat kurangnya
tenaga ahli dan tenaga kerja teknisi yang terampil serta lemahnya sikap untuk
mengaktualisasikan potensi-potensi sosial-ekonomi yang dimilikinya (Sudjana,
2003 : 178).
Konselor menggunakan informasi dari teori modal manusia
untuk mengomentari pilihan individu terhadap pekerjaan paruh waktu atau
pekerjaan di musim panas, cara itu akan membantu meningkatkan penghasilan
mereka. Lebih lanjut, orang yang tidak mempunyai penghasilan cukup untuk
membayar pendidikan yang mereka harapkan, barangkali ingin segera mencari
pekerjaan sebagai suatu investasi. Contohnya, seseorang yang berharap menjadi
dokter tetapi tidak dapat membayar biaya pendidikan yang diperlukan, barangkali
memilih untuk kuliah selama dua tahun, bekerja sebagai teknisi medis darurat
selama dua tahun, kembali menyelesaikan kuliahnya, bekerja sebagai suster jaga
selama tiga tahun, dan kemudian masuk sekolah kedokteran. Dalam istilah teori
modal manusia, hal ini dapat dipandang sebagai investasi rencana jangka panjang
yang hati-hati. Tetapi, kematangan individu adalah ketika pendidikannya telah
selesai, jadi hanya ada sedikit waktu untuk berinvestasi.
Teori modal manusia telah dikritik karena teori tersebut
bertujuan memperoleh kompensasi uang. Barangkali setiap orang sering mempunyai tujuan lain,
seperti dipilih dalam vokasional politis, membantu orang lain, atau mempunyai
waktu luang. Hal itu mungkin, tetapi lebih sulit, memikirkan pekerjaan sebagai
suatu investasi yang akan mempunyai penghasilan nonmoneter seperti ini.Ketika
seseorang memiliki banyak tujuan, seperti berpenghasilan tinggi dan membantu
orang lain, gagasan menginvestasikan kemampuannya, pilihannya, dan nilai-nilai
dari semua tujuannya menjadi lebih kompleks. Bagaimanapun, salah satu
keuntungan dari berfikir tentang klien, dalam istilah teori modal manusia,
adalah untuk menekankan investasi jangka panjang. Dalam hal ini, perkembangan masa
depan seseorang perlu dipertimbangkan. Aspek rencana teori modal manusia ini
mirip dengan teori perkembangan karir Donald Super (Sharf, 1992 : 336).
Teori modal manusia menganggap bahwa pasar tenaga kerja
terbuka untuk semua orang. Anggapan ini telah mendapat banyak kritikan dan
telah dipertanggungjawabkan secara sepihak dalam demonstrasi penelitian
penyederhanaan teori modal manusia. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
individu kurang mengontrol hasil karir mereka, dan hal ini diterapkan oleh model
modal manusia (Hotchkiss & Borow dalam Sharf, 1992 : 336). Penelitian ini
menunjukkan kegagalan teori modal manusia dalam mengakui pengaruh diskriminasi
pekerjaan pada wanita dan orang kulit berwarna. Lebih lanjut, banyak penelitian
yang memusatkan perhatiannya pada perbedaan jenis-jenis organisasi dan telah
berkontribusi terhadap teori dualistik perusahaan dan pasar tenaga kerja.
3.
Teori Ekonomi Rangkap
Teori modal manusia menganggap bahwa semua individu memiliki
kesempatan yang sama
untuk bersaing di pasar tenaga kerja. Sosiolog dan psikolog sudah lama
menyadari hal ini tidak benar. Terutama kelompok yang kurang mampu dan
dirugikan cenderung memasuki jenis-jenis pekerjaan yang berbeda dari kalangan
atas (Berger & Piore, 1980). Teori ekonomi rangkap dua mengklasifikasikan
baik perusahaan maupun pasar tenaga kerja dalam dua kelompok: primer (inti) dan
sekunder (sekeliling). Meskipun semula digunakan untuk menggambarkan dua jenis
perbedaan besar dalam pasar tenaga kerja, teori dualistik secara berangsur-angsur
dikembangkan ke dalam suatu ragam yang tak terpisahkan dari pasar tenaga kerja.
Semula, majikan utama dipandang sebagai pemegang tugas sekunder sistem deretan
bertingkat yang dikemukakan oleh Piore dan kawan-kawan. Dalam penelitiannya,
dia menemukan bahwa pegawai remaja di pasar tenaga kerja sekunder cenderung
bekerja dalam eceran kecil atau dikontrak perusahaan. Perusahaan-perusahaan
tersebut cenderung mengembangkan reputasi sebagai penyewaan anak-anak muda.
Para remaja sering mendengar tentang lowongan pekerjaan di bidang ini melalui
teman-teman mereka. Sebaliknya, pekerjaan yang ada di perusahaan primer
datangnya kebanyakan lebih sering melalui keluarga yang bekerja di perusahaan
primer daripada melalui teman-temannya.
Kesadaran informasi pekerjaan tentang majikan lokal dapat
sangat berguna bagi konselor. Hoppock (1976) menekankan bahwa para konselor
harus mempunyai data yang detail tentang pekerjaan, kebiasaan penyewaan, skala
upah, dan sebagainya, dari majikan utama. Teori pasar tenaga kerja rangkap dua
memberikan dasar pemikiran untuk menilai beberapa informasi. Konselor dapat
menemukan dan memberikan konseli informasi tentang upah, kemantapan pekerjaan,
kesempatan kenaikan pangkat, dan pergantian jabatan. Informasi ini, berguna
dalam memisahkan pasar tenaga kerja primer dari sekunder, yang dapat membantu
para konseli memahami implikasi jangka panjang dari pemilihan pekerjaan
buntunya (pasar tenaga kerja sekunder) yang barangkali menawarkan gaji yang
rendah, perpindahan yang cepat, dan kesempatan naik pangkat yang kecil.
4.
Teori Fungsi
Teori
fungsi (functional theory) menekankan tentang pentingnya hubungan yang
erat antara pendidikan (dan karir) dengan pengembangan sosial ekonomi. Teori
ini memberikan makna bahwa pendidikan ialah upaya sadar untuk menumbuhkan dan
mengembangkan mekanisme keseimbangan antara pelestarian nilai-nilai budaya,
kesatuan masyarakat, kestabilan ideologi, dan perkembangan ekonomi dalam suatu
kesatuan wilayah.
5.
Teori Gerakan
Masyarakat
Teori gerakan masyarakat (Social movement theory)
(Sharf, 1992; Sudjana, 2003 : 178-179) berkaitan dengan upaya masyarakat baik
dalam memecahkan masalah yang dihadapi individu maupun dalam memajukan taraf
hidup masyarakat. Teori ini lebih memberikan tekanan pada peranan pendidikan
sebagai bagian penting dalam gerakan pembangunan masyarakat. Program-program
pendidikan disusun atas dasar kebutuhan yang dirasakan dan dinyatakan (felt
and expressed needs) oleh masyarakat.
Program-program pendidikan dirancang dan dilaksanakan
secara terpadu dengan program-program lainnya dalam gerakan pembangunan
masyarakat. Fungsi pendidikan adalah untuk memotivasi individu dan masyarakat
dalam mengembangkan sikap, pengetahuan, keterampilan, aspirasi, dan untuk
meningkatkan kemampuan berpartisipasi dalam upaya bersama guna meningkatkan
taraf hidup dan kehidupan masyarakat.
Perkembangan teori ini bersamaan pula dengan tumbuhnya
gerakan pembangunan masyarakat (community development). Pembangunan
masyarakat pada dasarnya merupakan pengintegrasian antara pendidikan masyarakat
(community education), pengorganisasian masyarakat (community
organization) dan pengembangan ekonomi (economic development). Pertama,
pendidikan masyarakat adalah gerakan pendidikan oleh, untuk, dan dalam
masyarakat yang dilakukan atas dukungan pemerintah dan pihak lain yang terkait
sehingga memiliki pendidikan yang cocok dengan kepentingan dan perkembangan
masyarakat. Kedua,
pengorganisasian masyarakat, berkaitan dengan upaya masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan berorganisasi dan keterampilan manajerial. Ketiga,
pengembangan ekonomi, adalah upaya yang dilakukan masyarakat secara berkelompok
dalam berbagai sektor ekonomi kerakyatan melalui kewirausahaan untuk
meningkatkan taraf hidup dan pengembangan masyarakat.
Referensi
:
Uman Suherman. (2013). Bimbingan dan Konseling Karir : Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung
: Rizki Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar