Terapi Permainan Kelompok : Literature Review
Oleh :
Iman Lesmana
Permainan telah menjadi bagian dari terapi sejak Melanie
Klein dan Anna Freud yang pertama menggunakan teknik permainan dalam
psikoterapi anak pada tahun 1930. (Russ, 2003), yang kemudian dikembangkan
dengan berbagai pendekatan teoritis. Sejak tahun 1992 permainan; dalam berbagai
bentuk telah digunakan dalam terapi anak oleh sebagian besar pekerja klinis
sebagaimana dilaporkan oleh Koocher dan De Angelo dalam Russ (2003).
Dalam literatur terapi anak empat fungsi besar permainan,
muncul sebagai hal yang penting dalam terapi.
Pertama, permainan merupakan bentuk ekspresi alami pada
anak, Chethik dalam Russ (2003) menggunakan bahasa dalam permainan. Anak
menggunakan permainan untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Chethik
menyatakan bahwa perminan muncul dari kehidupan internal anak dan mencerminkan
dunia internal anak. Anak juga menggunakan permainan untuk mengekspresikan
perasaan dan fantasi serta untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang terkait
dengan masalah dan konflik. Ekspresi perasaan-perasaan tersebut dalam lingkup
terapeutik disebut katarsis (Axline, A. Freud, Moustakas dalam Russ, 2003).
Terapis memfasilitasi proses ini dengan memberikan
kebebasan untuk mengekspresikan perasaan melalui labeling perasaan. Dengan labeling
perasaan, terapis dibantu untuk mendefinisikan perasaan yang dialami oleh anak.
Kedua, anak juga menggunakan bahasa permainan ini untuk
berkomunikasi dengan terapis.
Merupakan hal yang penting bagi terapis untuk memahami komunikasi ini sehingga
hubungan terapetik dapat dikembangkan. Pemberian label secara aktif oleh
terapis, empati, dan interpretasi permainan dapat membantu anak untuk dapat memerasakan
kenyamanan (Russ 1995).
Bagi banyak anak rasa empati dari terapis dapat
memfasilitasi perubahan dalam representasi interpersonal dan fungsi
interpersonal mereka. Pentingnya ekspresi melalui permainan dan komunikasi
dengan terapis, merupakan hal yang penting dalam pendekatan psikodinamik dan
pendekatan client centered atau person
centered.
Ketiga permainan
adalah sebagai sarana bagi terciptanya insight.
Konseptualisasi yang membahas fungsi ini adalah psikodinamik. Teori
psikodinamik memandang resolusi emosional terhadap konflik atau trauma sebagai
mekanisme perubahan utama dalam terapi anak. Anak mengalami kembali konflik
perkembangan atau trauma situasional dalam proses terapi. Banyak dari
konflik-konflik ini diekspresikan dalam permainan. Proses permainan itu sendiri
dianggap sebagai bentuk resolusi konflik. Sebagai contoh, Waelder dalam Russ
(2003) mendefinisikan proses permainan sebagai satu hal dimana anak mengulangi
pengalaman yang tidak menyenangkan secara terus menerus sampai pengalaman
tersbut dapat diatasi menjadi peristiwa yang netral. Freedhein dan Russ (1992)
menggambarkan proses ini secara terinci untuk menggambarkan situasi yang berbau
konflik dan memainkannya sampai konflik tersebut teratasi. Erickson dalam Russ
(2003) menyajikan konsep penguasaan, dimana anak menggunakan permainan untuk
mendapatkan keahlian dalam menangani peristiwa traumatis dan konflik
sehari-hari. Selama proses ini, terapis memberi label dan menginterpretasikan
permainan. Meskipun ada kontroversi dalam literaur psikodinamik tentang hal
yang berkaitan dengan interpretasi (A. Freud, Klein, dalam Russ 2003), namun ada
persetujuan umum bahwa penguasaan dan penanggulangan merupakan mekanisme
perubahan penting dalam terapi permainan.
Fungsi keempat adalah untuk memberikan kesempatan kepada
anak untuk melatih beragam ide, perilaku interpersonal dan ekspresi verbal.
Karena permainan terjadi dalam lingkungan yang aman, artinya permainan tersebut
disertai orang dewasa, sehingga anak dapat mencoba dan melatih berbagai
ekspresi dan perilaku tanpa mempedulikan akibatnya di dunia nyata. Dalam
beberapa bentuk terapi permainan, terapis menjadi direktif dalam membimbing
anak untuk mencoba perilaku baru. Sebagai contoh, Knell dalam Russ (2003)
mencoba untuk mengembangkan pendekatan kognitif
behavioral dalam permainan dengan menggunakan tehnik modelling dan berbagai tehnik kognitif
behavioural lainnya.
Terapis menciptakan lingkungan yang aman, memberikan kebebasan
untuk bermain, mamfasilitasi permainan secara aktif dan memberi label pada
pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang diekspresikan. Bagi terapis psikodinamik,
jika hasil dari proses bermain diinterpretasikan dengan baik, maka akan membantu
anak dalam meresolusi konflik.
Sejarah tentang terapi permainan terkait erat dengan
sejarah terapi anak, dan permainan telah digunakan melalui berbagai cara dalam
berbagai pendekatan teoritis (Kessler dalam Russ, 2003).
Menurut Russ (2003) pendekatan psikodinamik, terapi
berpusat pada anak dan terapi perilaku kognitif, merupakan pendekatan utama
yang menggunakan permainan sebagai media terapi.
Menurut Russ (2003) dalam psikodinamik Anna Freud telah menggunakan
permainan untuk mengganti asosiasi bebas. Senada dengan Anna, Melanie Klein
melihat pentingnya nilai komunikasi dalam permainan. Ia mengemukakan bahwa
permainan bagi anak sama dengan asosiasi bebas bagi orang dewasa. Oleh karena
itu mereka menyarankan konselor agar melakukan interpretasi secara aktif dan
langsung terhadap proses tak sadar
yang diekspresikan dalam permainan. Menurut Russ (2003) Anna memandang
permainan sebagai ekspresi langsung atas fantasi dan instink dalam bentuk yang
lebih dapat diakses daripada orang dewasa. Ia menganggap adalah suatu yang
penting untuk menjadkan terapi sebagai pengalaman positif bagi anak dan untuk
membuat anak ingin datang ke terapis.
Menurut A. Freud dengan menggunakan permaianan proses
terapi menjadi lebih responsif, menyenangkan dan dapat mengembangkan keakraban
dengan anak (A. Freud dalam Russ, 2003).
Menurut Russ (2003) permainan menjadi bagian inti dalam proses terapi.
Penggunaan permainan dalam terapi dan pengembangan anak merupakan penghargaan
besar terhadap tradisi psikoanalitik.
Sementara itu dalam pendekatan terapi berpusat pada anak
permainan juga telah lama digunakan sebagai media terapi. Menurut Russ (2003) Axline
dengan pendekatan non-direktif, telah menjadikan permainan sebagai bentuk utama
dalam menjalin komunikasi dengan anak. Melalui permainan terapis dapat memahami
dan berempati pada persoalan-persoalan anak.
Kessler sebagai salah seorang ahli pendukung terapi
kognitif perilaku, telah menggunakan permainan sebagai metode dalam penangan
terhadap masalah psikologis anak (Russ, 2003).
Disamping Kessler, Meinchenbaum dalam Russ (2003) juga
telah menggunakan permainan sebagai metoda untuk mengembangkan pengendalian
diri pada anak. Menurut Goldfried, Meinchenbaum menggunakan permainan sebagai
sarana untuk mengubah pemikiran (Russ, 2003).
Knell (1993) telah prinsip modelling dan peneguhan untuk
mengembangkan terapi kognitif behavioral (CBT) menjadi terapi permainan
perilaku kognitif (CBPT).
Menurut Russ (2003) dewasa ini teknik permainan telah
digunakan dalam berbagai jenis pendekatan yang lebih spesifik seperti tehnik story-telling Gardner (1971), dan terapi
pelepasan bagi anak korban trauma Levy (1938).
Menurut Russ (2003) permainan digunakan dalam berbagai populasi
anak, dalam pendekatan jangka pendek maupun jangka panjang, dan melalui
berbagai pendekatan teoritis. Trend terbaru dalam psikoterapi juga menggunakan
permainan. Terapi menjadi lebih spesifik, lebih terfokus, lebih aktif dan lebih
terintegrasi secara teoritis (Freedheim dan Russ; 1992; Russ, 1998).
Khusus dalam terapi permainan kelompok (group play therapy) Sweeney dan Homeyer
(2001) mengatakan bahwa, terapi permainan telah digunakan dalam menangani
berbagai persoalan anak, Sebagai contoh Homeyer sendiri telah menggunakan terapi
kelompok untuk menangani anak-anak dengan masalah penyimpangan seksual (group therapy with sexually abused
children). Menurut
Homayer (2001), Emily juga telah menggunakan terapi bermain kelompok untuk
menangani anak Sibling (Sibling group
play therapy). Flynt telah menggunakan terapi bermain kelompok di tingkat
sekolah dasar (Play groups in elementary
school). Lingnell dan Dunn telah mengembangkan permainan kelompok untuk
membantu menyembuhkan anak yang dirawat di rumah sakit (group play: wholeness and healing for the hospitalized child), dan
Vieux juga telah mengembangkan terapi bermain kelompok untuk Grieving children.
Menurut
Homeyer (2003) beberapa teknik yang digunakan dalam terapi kelompok bermain
diantaranya dikembangkan oleh Bratton dan Ferebee yaitu menggunakan seni
aktivitas ekspresiv (the use of
structured expressive art activities in gropu activity therapy), Glover
mengembangkan teknik multicultural
consideration dalam terapi bermain kelompok, dan Appleton mengembangkan
seni dalam terapi bermain kelompok.
Pendekatan
utama yang digunakan oleh para ahli diantaranya adalah: (1) model aplikasi
terapi kelompok bermain Adlerian; (2) terapi bermain kelompok Jungdian; (3)
terapi kelompok bermain berpusat pada anak.
1). Dalam terapi permainan Adlerian, terapis menggunakan
bahan dan strategi dasar dari terapi permainan (seperti melacak, membangun
kembali kebahagiaan, menetapkan batasan dan lain-lain) untuk berkomunikasi
dengan anak-anak. Sambil menambahkan konsep, hubungan, dan terlibat dalam dunia
anak-anak dari sudut pandang Psikologi Individu. Dalam terapi permainan
Adlerian, ada empat tahap proses konseling : (a) menjalin hubungan kesetaraan,
(b) mencari tahu gaya hidup anak, (c) membantu anak mendapatkan pemahaman
terhadap gaya hidup tersebut, (d) serta mengarahkan dan membelajarkan anak
untuk menjalin hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia (Kottman
dalam Homeyer, 2003). Tahap-tahap tersebut tidak selalu terpisah dan dibedakan.
Misalnya, terapis permainan akan terus menjalin hubungan dengan anak melalui
waktu kebersamaan mereka; terapis permainan mungkin dapat dengan segera
memahami satu aspek dari gaya hidup anak dan mencoba membantu mereka untuk
mendapatkan pemahaman terhadap aspek tersebut. Bersamaan dengan itu,
pengeksplorasian aspek lain dari gaya hidup anak akan terus berlanjut. Dengan
kata lain, Adlerian percaya bahwa terapi itu harus dilaksanakan secara
berurutan menurut empat tahap tersebut, walaupun terbatas oleh waktu sesi
terapi.
2). Psikologi
Jungian secara tradisional memiliki fokus terhadap terapi dua elemen yaitu
perkembangan anak dan sumber literatur dalam terapi kerja kelompok. Jung dalam Homeyer (2003)
percaya bahwa pencitraan realitas sehari-hari bagi anak-anak dapat membantu
anak untuk berkembang menuju tingkat kedewasaan tertentu.
3). Sama seperti
masa kanak-kanak itu sendiri, terapi anak adalah sebuah perjalanan. Dalam
pertemanan atau hubungan inilah, anak-anak yang terluka dapat sembuh dan
memiliki kepercayaan diri. Bagi sebagian anak, proses tersebut diperoleh
melalui hubungan individu anak tersebut dengan terapis anak; bagi sebagian anak
pula hal itu termasuk juga hubungan dengan anak-anak lain sama seperti dengan
terapisnya.
Terapi
Kelompok Bermain yang berpusat pada anak adalah sebuah perjalanan eksplorasi
dalam diri anak-anak itu sendiri dalam menemukan sumber permasalahan untuk
dipecahkan. Model Konseling yang dikembangkan oleh Carl Rogers dan diadaptasi
oleh Virginia Axline menurut Homeyer (2003), terfokus pada penyediaan lingkungan
yang mendukung anak untuk meraih potensi utuh mereka. Para terapis menaruh
perhatian bukan pada masalah anak, tapi pada anak itu sendiri. Mereka tidak
memfokuskan pada pengarahan proses terapi, tapi memfasilitasi proses yang akan
membuat setiap diri anak menaruh kepercayaan pada terapisnya. Ini merupakan perjalanan
mengeksplorasi dan menemukan diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar