Minggu, 26 April 2020

Terapi Permainan Kelompok


Terapi Permainan Kelompok : Literature Review

Oleh :
Iman Lesmana


Permainan telah menjadi bagian dari terapi sejak Melanie Klein dan Anna Freud yang pertama menggunakan teknik permainan dalam psikoterapi anak pada tahun 1930. (Russ, 2003), yang kemudian dikembangkan dengan berbagai pendekatan teoritis. Sejak tahun 1992 permainan; dalam berbagai bentuk telah digunakan dalam terapi anak oleh sebagian besar pekerja klinis sebagaimana dilaporkan oleh Koocher dan De Angelo dalam Russ (2003).
Dalam literatur terapi anak empat fungsi besar permainan, muncul sebagai hal yang penting dalam terapi.
Pertama, permainan merupakan bentuk ekspresi alami pada anak, Chethik dalam Russ (2003) menggunakan bahasa dalam permainan. Anak menggunakan permainan untuk mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Chethik menyatakan bahwa perminan muncul dari kehidupan internal anak dan mencerminkan dunia internal anak. Anak juga menggunakan permainan untuk mengekspresikan perasaan dan fantasi serta untuk mengekspresikan perasaan-perasaan yang terkait dengan masalah dan konflik. Ekspresi perasaan-perasaan tersebut dalam lingkup terapeutik disebut katarsis (Axline, A. Freud, Moustakas dalam Russ, 2003).
Terapis memfasilitasi proses ini dengan memberikan kebebasan untuk mengekspresikan perasaan melalui labeling perasaan. Dengan labeling perasaan, terapis dibantu untuk mendefinisikan perasaan yang dialami oleh anak.
Kedua, anak juga menggunakan bahasa permainan ini untuk berkomunikasi dengan terapis. Merupakan hal yang penting bagi terapis untuk memahami komunikasi ini sehingga hubungan terapetik dapat dikembangkan. Pemberian label secara aktif oleh terapis, empati, dan interpretasi permainan dapat membantu anak untuk dapat memerasakan kenyamanan (Russ 1995).
Bagi banyak anak rasa empati dari terapis dapat memfasilitasi perubahan dalam representasi interpersonal dan fungsi interpersonal mereka. Pentingnya ekspresi melalui permainan dan komunikasi dengan terapis, merupakan hal yang penting dalam pendekatan psikodinamik dan pendekatan client centered atau person centered.
 Ketiga permainan adalah sebagai sarana bagi terciptanya insight. Konseptualisasi yang membahas fungsi ini adalah psikodinamik. Teori psikodinamik memandang resolusi emosional terhadap konflik atau trauma sebagai mekanisme perubahan utama dalam terapi anak. Anak mengalami kembali konflik perkembangan atau trauma situasional dalam proses terapi. Banyak dari konflik-konflik ini diekspresikan dalam permainan. Proses permainan itu sendiri dianggap sebagai bentuk resolusi konflik. Sebagai contoh, Waelder dalam Russ (2003) mendefinisikan proses permainan sebagai satu hal dimana anak mengulangi pengalaman yang tidak menyenangkan secara terus menerus sampai pengalaman tersbut dapat diatasi menjadi peristiwa yang netral. Freedhein dan Russ (1992) menggambarkan proses ini secara terinci untuk menggambarkan situasi yang berbau konflik dan memainkannya sampai konflik tersebut teratasi. Erickson dalam Russ (2003) menyajikan konsep penguasaan, dimana anak menggunakan permainan untuk mendapatkan keahlian dalam menangani peristiwa traumatis dan konflik sehari-hari. Selama proses ini, terapis memberi label dan menginterpretasikan permainan. Meskipun ada kontroversi dalam literaur psikodinamik tentang hal yang berkaitan dengan interpretasi (A. Freud, Klein, dalam Russ 2003), namun ada persetujuan umum bahwa penguasaan dan penanggulangan merupakan mekanisme perubahan penting dalam terapi permainan.
Fungsi keempat adalah untuk memberikan kesempatan kepada anak untuk melatih beragam ide, perilaku interpersonal dan ekspresi verbal. Karena permainan terjadi dalam lingkungan yang aman, artinya permainan tersebut disertai orang dewasa, sehingga anak dapat mencoba dan melatih berbagai ekspresi dan perilaku tanpa mempedulikan akibatnya di dunia nyata. Dalam beberapa bentuk terapi permainan, terapis menjadi direktif dalam membimbing anak untuk mencoba perilaku baru. Sebagai contoh, Knell dalam Russ (2003) mencoba untuk mengembangkan pendekatan kognitif behavioral dalam permainan dengan menggunakan tehnik modelling dan berbagai tehnik kognitif behavioural lainnya.
Terapis menciptakan lingkungan yang aman, memberikan kebebasan untuk bermain, mamfasilitasi permainan secara aktif dan memberi label pada pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang diekspresikan. Bagi terapis psikodinamik, jika hasil dari proses bermain diinterpretasikan dengan baik, maka akan membantu anak dalam meresolusi konflik.
Sejarah tentang terapi permainan terkait erat dengan sejarah terapi anak, dan permainan telah digunakan melalui berbagai cara dalam berbagai pendekatan teoritis (Kessler dalam Russ, 2003).
Menurut Russ (2003) pendekatan psikodinamik, terapi berpusat pada anak dan terapi perilaku kognitif, merupakan pendekatan utama yang menggunakan permainan sebagai media terapi.
Menurut Russ (2003) dalam psikodinamik Anna Freud telah menggunakan permainan untuk mengganti asosiasi bebas. Senada dengan Anna, Melanie Klein melihat pentingnya nilai komunikasi dalam permainan. Ia mengemukakan bahwa permainan bagi anak sama dengan asosiasi bebas bagi orang dewasa. Oleh karena itu mereka menyarankan konselor agar melakukan interpretasi secara aktif dan langsung terhadap proses tak sadar yang diekspresikan dalam permainan. Menurut Russ (2003) Anna memandang permainan sebagai ekspresi langsung atas fantasi dan instink dalam bentuk yang lebih dapat diakses daripada orang dewasa. Ia menganggap adalah suatu yang penting untuk menjadkan terapi sebagai pengalaman positif bagi anak dan untuk membuat anak ingin datang ke terapis.
Menurut A. Freud dengan menggunakan permaianan proses terapi menjadi lebih responsif, menyenangkan dan dapat mengembangkan keakraban dengan anak  (A. Freud dalam Russ, 2003). Menurut Russ (2003) permainan menjadi bagian inti dalam proses terapi. Penggunaan permainan dalam terapi dan pengembangan anak merupakan penghargaan besar terhadap tradisi psikoanalitik.
Sementara itu dalam pendekatan terapi berpusat pada anak permainan juga telah lama digunakan sebagai media terapi. Menurut Russ (2003) Axline dengan pendekatan non-direktif, telah menjadikan permainan sebagai bentuk utama dalam menjalin komunikasi dengan anak. Melalui permainan terapis dapat memahami dan berempati pada persoalan-persoalan anak.
Kessler sebagai salah seorang ahli pendukung terapi kognitif perilaku, telah menggunakan permainan sebagai metode dalam penangan terhadap masalah psikologis anak (Russ, 2003).
Disamping Kessler, Meinchenbaum dalam Russ (2003) juga telah menggunakan permainan sebagai metoda untuk mengembangkan pengendalian diri pada anak. Menurut Goldfried, Meinchenbaum menggunakan permainan sebagai sarana untuk mengubah pemikiran (Russ, 2003).
Knell (1993) telah prinsip modelling dan peneguhan untuk mengembangkan terapi kognitif behavioral (CBT) menjadi terapi permainan perilaku kognitif (CBPT).
Menurut Russ (2003) dewasa ini teknik permainan telah digunakan dalam berbagai jenis pendekatan yang lebih spesifik seperti tehnik story-telling Gardner (1971), dan terapi pelepasan bagi anak korban trauma Levy (1938).
Menurut Russ (2003) permainan digunakan dalam berbagai populasi anak, dalam pendekatan jangka pendek maupun jangka panjang, dan melalui berbagai pendekatan teoritis. Trend terbaru dalam psikoterapi juga menggunakan permainan. Terapi menjadi lebih spesifik, lebih terfokus, lebih aktif dan lebih terintegrasi secara teoritis (Freedheim dan Russ; 1992; Russ, 1998).
Khusus dalam terapi permainan kelompok (group play therapy) Sweeney dan Homeyer (2001) mengatakan bahwa, terapi permainan telah digunakan dalam menangani berbagai persoalan anak, Sebagai contoh Homeyer sendiri telah menggunakan terapi kelompok untuk menangani anak-anak dengan masalah penyimpangan seksual (group therapy with sexually abused children). Menurut Homayer (2001), Emily juga telah menggunakan terapi bermain kelompok untuk menangani anak Sibling (Sibling group play therapy). Flynt telah menggunakan terapi bermain kelompok di tingkat sekolah dasar (Play groups in elementary school). Lingnell dan Dunn telah mengembangkan permainan kelompok untuk membantu menyembuhkan anak yang dirawat di rumah sakit (group play: wholeness and healing for the hospitalized child), dan Vieux juga telah mengembangkan terapi bermain kelompok untuk Grieving children.
Menurut Homeyer (2003) beberapa teknik yang digunakan dalam terapi kelompok bermain diantaranya dikembangkan oleh Bratton dan Ferebee yaitu menggunakan seni aktivitas ekspresiv (the use of structured expressive art activities in gropu activity therapy), Glover mengembangkan teknik multicultural consideration dalam terapi bermain kelompok, dan Appleton mengembangkan seni dalam terapi bermain kelompok.
Pendekatan utama yang digunakan oleh para ahli diantaranya adalah: (1) model aplikasi terapi kelompok bermain Adlerian; (2) terapi bermain kelompok Jungdian; (3) terapi kelompok bermain berpusat pada anak.
1). Dalam terapi permainan Adlerian, terapis menggunakan bahan dan strategi dasar dari terapi permainan (seperti melacak, membangun kembali kebahagiaan, menetapkan batasan dan lain-lain) untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Sambil menambahkan konsep, hubungan, dan terlibat dalam dunia anak-anak dari sudut pandang Psikologi Individu. Dalam terapi permainan Adlerian, ada empat tahap proses konseling : (a) menjalin hubungan kesetaraan, (b) mencari tahu gaya hidup anak, (c) membantu anak mendapatkan pemahaman terhadap gaya hidup tersebut, (d) serta mengarahkan dan membelajarkan anak untuk menjalin hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia (Kottman dalam Homeyer, 2003). Tahap-tahap tersebut tidak selalu terpisah dan dibedakan. Misalnya, terapis permainan akan terus menjalin hubungan dengan anak melalui waktu kebersamaan mereka; terapis permainan mungkin dapat dengan segera memahami satu aspek dari gaya hidup anak dan mencoba membantu mereka untuk mendapatkan pemahaman terhadap aspek tersebut. Bersamaan dengan itu, pengeksplorasian aspek lain dari gaya hidup anak akan terus berlanjut. Dengan kata lain, Adlerian percaya bahwa terapi itu harus dilaksanakan secara berurutan menurut empat tahap tersebut, walaupun terbatas oleh waktu sesi terapi.
2).  Psikologi Jungian secara tradisional memiliki fokus terhadap terapi dua elemen yaitu perkembangan anak dan sumber literatur dalam terapi kerja kelompok. Jung dalam Homeyer (2003) percaya bahwa pencitraan realitas sehari-hari bagi anak-anak dapat membantu anak untuk berkembang menuju tingkat kedewasaan tertentu.
3).  Sama seperti masa kanak-kanak itu sendiri, terapi anak adalah sebuah perjalanan. Dalam pertemanan atau hubungan inilah, anak-anak yang terluka dapat sembuh dan memiliki kepercayaan diri. Bagi sebagian anak, proses tersebut diperoleh melalui hubungan individu anak tersebut dengan terapis anak; bagi sebagian anak pula hal itu termasuk juga hubungan dengan anak-anak lain sama seperti dengan terapisnya.
            Terapi Kelompok Bermain yang berpusat pada anak adalah sebuah perjalanan eksplorasi dalam diri anak-anak itu sendiri dalam menemukan sumber permasalahan untuk dipecahkan. Model Konseling yang dikembangkan oleh Carl Rogers dan diadaptasi oleh Virginia Axline menurut Homeyer (2003), terfokus pada penyediaan lingkungan yang mendukung anak untuk meraih potensi utuh mereka. Para terapis menaruh perhatian bukan pada masalah anak, tapi pada anak itu sendiri. Mereka tidak memfokuskan pada pengarahan proses terapi, tapi memfasilitasi proses yang akan membuat setiap diri anak menaruh kepercayaan pada terapisnya. Ini merupakan perjalanan mengeksplorasi dan menemukan diri sendiri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...