Minggu, 26 April 2020

Urgensi Program Pengembangan Pendidikan Karakter


Urgensi Program Pengembangan Pendidikan Karakter

Oleh :
Iman Lesmana


Pembangunan karakter merupakan lebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional (Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa tahun 2010-2025).
Menyadari bahwa pendidikan karakter merupakan bagian yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 telah menetapkan  pendidikan karakter sebagi misi pertma dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional.
Kebijakan  pemerintah dalam  menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertama dari delapan misi pembangunan jangka Panjang Nasional Tahun 205-2025i perlu didukung dan implementasikan oleh berbagai komponen masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing, termasuk di dalamnya oleh kalangan pendidikan
Menurut Sunaryo (2010:43) pendidikan karakter  dalam bidang penmdidikan harus dikembangkan  dalam bingkai utuh sistem pendidikan nasional bingkai utuh sistem pendidikan nasional dalam pendidikan karakter, menurut Sunaryo dirumuskan dalam sembilan ayat kerangka pikir, yakni :
Pertama, karakter bangsa bukan agregasi perorangan, karena karakter bangsa harus terwujud dalam rasa kebangsaan yang kuat dalam konteks kultur yang beragam. Karakter bangsa mengandung perekat kultural, yang harus terwujud dalam kesadaran kultural (cultural awareness) dan kecerdasan kultural (cultural intelegence) setiap warga negara. Karakter menyangkut perilaku yang amat luas karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplin mutu, estetika, komitmen, danrasa kebangsaan yang kuat. Perlu dirumuskan esensi nilai-nilai yang terkandung dalam makna karekater yang berakar pada filosopi dan kultur bangsa indonesia dalam konteks kehidupan antar bangsa.
Kedua, pendidikan pengembangan karakter adalah sebuah proses berkelanjutan dan tek pernah berakhir (neverending process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan karakter harus menjadi bahagian terpadu dari pendidikan alih generasi. Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus dihampiri dariperkembangan manusia itu sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui dan dirumuskan secara utuh sosok generasi manusia Indonesia masa depan. Riset komprehensif perlu dilakukan untuk merumuskan sosok manusia di Indonesia masa depan sebagai landasan pendidikan dan pengembangan karakter bangsa. Riset dimaksud mesti berakar pada filosopi dan nilai-nilai kultural bangsa Indonsia dalam konteks kehidupan antar bangsa dan perkembangan sains dan teknologi.
Ketiga, pasal 1 (3) dan pasal 3 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas adalah landasan legal formal akan keharusan karakter bangsa melalui upaya pendidikan yang dapat di inferensi dari makna yang terkandung dalam Pasal dan ayat ynag dimaksud, yaitu : (1) watak dan peradaban bangsa yang bermartabat yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan agama sebagai tujuan eksistensial pendidikan, yang (2) melandasi pencerdasan kehidupan bangsa sebagai tujuan kolektif yang di dalamnya mengandung kecerdasan kultural, karena kecerdasan kehidupan bangsa bukanlah kecerdasan perorangan atau individual, dan (3) melalui pengembangan potensi peserta didik sebagai tujuan individual. Tiga ranah tujuan ini harus dicapai secara utuh melalui proses pendidikan dalam berbagai jalur dan jenjang. Proses pendidikan, yang secara mikro terwujud dalam proses transaksi kultural yang harus mnegmbangkan karakter bangsa sebagai bagian yang terintegrasi dari pengembangan sains, teknologi dan seni, dan tidak terjebak pada proses pendidikan di tingkat tujuan individual.
Keempat, proses pembelajaran sebagai wahana pendidikan dan pengembangan karakter yang tak terpisahkan dari pengembangan kemampuan sains, teknologi, dan seni telah dirumuskan secara amat bagus sebagai landasan legal pengembangan pembelajaran dalam Pasal 1 (1) UU No. 20/2003. Yang belum terjadi saat ini adalah pemaknaan secara tepat dan utuh dari pasal dimaksud mengiringi kebijakan dan praktek penyelenggaraan pendidikan di tanah air perlu direformasi dan direvitalisasi sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan bahkan harus menjadi wahana utama bagi pendidikan dan pengembangan karakter. Proses pembelajaran perlu dikembalikan kepapa khitahnya sebagai proses mendidik. 
Kelima, proses pembelajaran yang mendidik sebagai wahana pendidikan karakter, perlu dibangun atas makna yang terkandung dalam Pasal-pasal dan ayat yang disebutkan, dan secara konsisten menjadi landasan dan kebijakan penyelenggaraan pembelajaran, tyermasuk kurikulum dan sistem manajemen. Ilmu mendidik dan ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli pendidikan di LPTK, (dulu IKIP dan kini sudah menjadi Universitas), dalam lima dekade terkahir di Republik ini dirasa tetap relevan dengan kepentingan pendidikan karakter serta pemaknaan dan perumusan regulasi dan kebijakan pendidikan. Perlu reposisi dan reinvensi ilmu mendidik dan pendidikan di dalam pendidikan karakter dan didalam melahirkan regulasi-regulasi dan kebijakan pendidikan, dengan dukungan polotical will, yang pada saat ini keberadaan dan peran ilmu pendidikan sudah banyak dilupakan. Perlu revitalisasi LPTK dengan menempatkan penguatan ilmu pendidikan sebagai ilmu menjadi salah satu fokus utama dari revitalisasi itu.
Keenam, proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik, baik kognitif, konatif, afketif, maupun psikomotorik sebagau suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural. Proses pemebelajaran yang membangun karakter tidak bisa sebagai proses linier yang layaknya dalam pembelajaran kebanyakan bidang studi yang bersifat transformasi informasi, walaupun sesungguhnya itu keliru, tapi tidak bisa juga berwujud menjadi sebuah mata pelajaran atau muatan nilai‘pendidikan karakter’yang diiajarkan sebagai sebuah bidang studi. Karakter tidak bisa dibentuk dalam perilaku instannya yang bisa di-olimpiadekan. Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalm suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dan dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Suasana pembelajaran ini akan menumbuhkan nurturan effect pembelajaran yang didalamnya termasuk pengembangan karakter, soft skills dan sejenisnya seiring dengan pengembangan pengetahuan dan keterampilan dalam pembelajaran itu. Inilah sesungguhnya esensi dari kompetensi dan kinerja guru profesional yang dalam pelaksanaannya harus didukung oleh kebijakan yang tepat tentang pembelajaran. Pembelajaran dibangun sebagai proses kultural, dan pendidik/guru adalah “perekayasa”  kultur pembelajaran dan sekolah. Perlu dikembangkan kultur sekolah sebagai ekologi perkembangan peserta didik dengan segala pendukungnya.
Ketujuh, sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik dan guru sebagai “perekayasa” kulutur sekolah tidak terlepas dari regulasi, kebijakan, dan birokrasi. Kebijakan dan birokrasi harus ditata dan disiapkan untuk mendudkung terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur pembelajaran dan sekolah sebagai ekologi perkembangan peserta didi. Perlu reformasi mind set para birokrat pendidikan, ditingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat dan memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter, membangun kultur sekolah yang waras, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara benar tentang esensi pendidikan. Reformasi mind set ini perlu didukung polotical will yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan pendidikan bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa membuat pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban polotik daripada sebagai layanan profesional sejati, yang tanggung jawab utamanya ada di Pemerintah Daerah, dan calon para guru harus dididik dengan landasan keilmuan dan pendidikan disiplin ilmu yang kokoh yang tanggung jawab utamanya ada di LPTK.
Kedelapan, pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Oleh karena itu pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan mulai sejak dini dampai dewasa. Periode yang paling sensitif menentukan adalah pendidikan dalam keluarga yang menjdai tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga, untuk membangun sebuah comunity of learner tentang pendidikan anak, perlu menjadi sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun karakter bangsa secara berkelanjutan.
Kesembilan, pendidikan karakter akan harus bersifat multi level dan multi channel karena tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pemebentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dala setting kehidupan otentik da tidak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam seting kehidupan alamiah. Namun, yang harus dihindari jangan sampai tersesat menjadi gerakan dan ajang politik yang pada akhirnya hanya akan membentuk perilaku-perilaku formalistik-pragmatis yang berorientasi kepada asas manfaat sesaat, yang justru akan semakin merusak karakter dan martabat bangsa.
Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu bagian dari komponen pendidikan dapat mengambil peran dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program pembangunan karakter.
Peran yang dapat di ambil oleh bimbingan dan konseling  dalam pendidikan karakter adalah :
1.    Dirumuskannya aspek-aspek kepribadian penting  yang menjadi pilar kekuatan karakter yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter sebagai kompetensi pribadi siswa.
2.    Dikembangknya model-model dan teknik-teknik implementasi pendidikan karakter dalam bimbingan dan konseling.
3.    Dikembangkannya program-program bimbingan dan konseling yang merujuk pada pendidikan  karakter sebagian program bimbingan dan konseling di sekolah.
Diharapkan dengan diimplimentasikannya program pengembangan pendidikan karakter dalam bimbingan dan konseling, pembangunan karakter terus digelorakan secara simultan baik secara inklusif maupun eklusif.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...