Urgensi
Program Pengembangan Pendidikan Karakter
Oleh :
Iman Lesmana
Pembangunan
karakter merupakan lebutuhan asasi dalam proses berbangsa dan bernegara. Sejak
awal kemerdekaan, bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter
bangsa sebagai bagian penting dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional
(Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa tahun 2010-2025).
Menyadari
bahwa pendidikan karakter merupakan bagian yang penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka pemerintah melalui Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 telah menetapkan pendidikan karakter sebagi misi pertma dari
delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional.
Kebijakan
pemerintah dalam menetapkan pendidikan karakter sebagi misi
pertama dari delapan misi pembangunan jangka Panjang Nasional Tahun 205-2025i
perlu didukung dan implementasikan oleh berbagai komponen masyarakat sesuai
dengan bidangnya masing-masing, termasuk di dalamnya oleh kalangan pendidikan
Menurut
Sunaryo (2010:43) pendidikan karakter dalam bidang penmdidikan harus
dikembangkan dalam bingkai utuh sistem
pendidikan nasional bingkai utuh sistem pendidikan nasional dalam pendidikan
karakter, menurut Sunaryo dirumuskan dalam sembilan ayat kerangka pikir, yakni
:
Pertama, karakter bangsa bukan agregasi perorangan, karena karakter
bangsa harus terwujud dalam rasa kebangsaan yang kuat dalam konteks kultur yang
beragam. Karakter bangsa mengandung perekat kultural, yang harus terwujud dalam
kesadaran kultural (cultural awareness)
dan kecerdasan kultural (cultural
intelegence) setiap warga negara. Karakter menyangkut perilaku yang amat
luas karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplin
mutu, estetika, komitmen, danrasa kebangsaan yang kuat. Perlu dirumuskan esensi
nilai-nilai yang terkandung dalam makna karekater yang berakar pada filosopi
dan kultur bangsa indonesia dalam konteks kehidupan antar bangsa.
Kedua, pendidikan pengembangan karakter adalah sebuah proses
berkelanjutan dan tek pernah berakhir (neverending
process) selama sebuah bangsa ada dan ingin tetap eksis. Pendidikan
karakter harus menjadi bahagian terpadu dari pendidikan alih generasi.
Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus dihampiri dariperkembangan
manusia itu sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui dan dirumuskan secara utuh
sosok generasi manusia Indonesia masa depan. Riset komprehensif perlu dilakukan
untuk merumuskan sosok manusia di Indonesia masa depan sebagai landasan
pendidikan dan pengembangan karakter bangsa. Riset dimaksud mesti berakar pada
filosopi dan nilai-nilai kultural bangsa Indonsia dalam konteks kehidupan antar
bangsa dan perkembangan sains dan teknologi.
Ketiga, pasal 1 (3) dan pasal 3 UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas
adalah landasan legal formal akan keharusan karakter bangsa melalui upaya
pendidikan yang dapat di inferensi dari makna yang terkandung dalam Pasal dan
ayat ynag dimaksud, yaitu : (1) watak dan peradaban bangsa yang bermartabat
yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan agama sebagai tujuan eksistensial pendidikan, yang (2) melandasi pencerdasan
kehidupan bangsa sebagai tujuan kolektif yang
di dalamnya mengandung kecerdasan kultural, karena kecerdasan kehidupan bangsa
bukanlah kecerdasan perorangan atau individual, dan (3) melalui pengembangan
potensi peserta didik sebagai tujuan
individual. Tiga ranah tujuan ini harus dicapai secara utuh melalui proses
pendidikan dalam berbagai jalur dan jenjang. Proses pendidikan, yang secara
mikro terwujud dalam proses transaksi kultural yang harus mnegmbangkan karakter
bangsa sebagai bagian yang terintegrasi dari pengembangan sains, teknologi dan
seni, dan tidak terjebak pada proses pendidikan di tingkat tujuan individual.
Keempat, proses pembelajaran sebagai wahana pendidikan dan
pengembangan karakter yang tak terpisahkan dari pengembangan kemampuan sains,
teknologi, dan seni telah dirumuskan secara amat bagus sebagai landasan legal
pengembangan pembelajaran dalam Pasal 1 (1) UU No. 20/2003. Yang belum terjadi
saat ini adalah pemaknaan secara tepat dan utuh dari pasal dimaksud mengiringi
kebijakan dan praktek penyelenggaraan pendidikan di tanah air perlu direformasi
dan direvitalisasi sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan bahkan
harus menjadi wahana utama bagi pendidikan dan pengembangan karakter. Proses
pembelajaran perlu dikembalikan kepapa khitahnya sebagai proses mendidik.
Kelima, proses pembelajaran yang mendidik sebagai wahana pendidikan
karakter, perlu dibangun atas makna yang terkandung dalam Pasal-pasal dan ayat
yang disebutkan, dan secara konsisten menjadi landasan dan kebijakan
penyelenggaraan pembelajaran, tyermasuk kurikulum dan sistem manajemen. Ilmu
mendidik dan ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli pendidikan di LPTK,
(dulu IKIP dan kini sudah menjadi Universitas), dalam lima dekade terkahir di
Republik ini dirasa tetap relevan dengan kepentingan pendidikan karakter serta
pemaknaan dan perumusan regulasi dan kebijakan pendidikan. Perlu reposisi dan
reinvensi ilmu mendidik dan pendidikan di dalam pendidikan karakter dan didalam
melahirkan regulasi-regulasi dan kebijakan pendidikan, dengan dukungan polotical will, yang pada saat ini
keberadaan dan peran ilmu pendidikan sudah banyak dilupakan. Perlu revitalisasi
LPTK dengan menempatkan penguatan ilmu pendidikan sebagai ilmu menjadi salah
satu fokus utama dari revitalisasi itu.
Keenam, proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek
perkembangan peserta didik, baik kognitif, konatif, afketif, maupun
psikomotorik sebagau suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan
kultural. Proses pemebelajaran yang membangun karakter tidak bisa sebagai
proses linier yang layaknya dalam pembelajaran kebanyakan bidang studi yang
bersifat transformasi informasi, walaupun sesungguhnya itu keliru, tapi tidak bisa
juga berwujud menjadi sebuah mata pelajaran atau muatan nilai‘pendidikan
karakter’yang diiajarkan sebagai sebuah bidang studi. Karakter tidak bisa
dibentuk dalam perilaku instannya yang bisa di-olimpiadekan. Pengembangan
karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, disadari oleh
guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalm suasana pembelajaran yang
transaksional dan bukan instruksional, dan dilandasi pemahaman secara mendalam
terhadap perkembangan peserta didik. Suasana pembelajaran ini akan menumbuhkan nurturan effect pembelajaran yang
didalamnya termasuk pengembangan karakter, soft
skills dan sejenisnya seiring dengan pengembangan pengetahuan dan
keterampilan dalam pembelajaran itu. Inilah sesungguhnya esensi dari kompetensi
dan kinerja guru profesional yang dalam pelaksanaannya harus didukung oleh
kebijakan yang tepat tentang pembelajaran. Pembelajaran dibangun sebagai proses
kultural, dan pendidik/guru adalah “perekayasa”
kultur pembelajaran dan sekolah. Perlu dikembangkan kultur sekolah sebagai
ekologi perkembangan peserta didik dengan segala pendukungnya.
Ketujuh, sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik dan
guru sebagai “perekayasa” kulutur sekolah tidak terlepas dari regulasi,
kebijakan, dan birokrasi. Kebijakan dan birokrasi harus ditata dan disiapkan
untuk mendudkung terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur
pembelajaran dan sekolah sebagai ekologi perkembangan peserta didi. Perlu
reformasi mind set para birokrat
pendidikan, ditingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat dan
memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter, membangun kultur
sekolah yang waras, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara
benar tentang esensi pendidikan. Reformasi mind
set ini perlu didukung polotical will
yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan pendidikan
bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa membuat
pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban polotik daripada sebagai layanan
profesional sejati, yang tanggung jawab utamanya ada di Pemerintah Daerah, dan
calon para guru harus dididik dengan landasan keilmuan dan pendidikan disiplin
ilmu yang kokoh yang tanggung jawab utamanya ada di LPTK.
Kedelapan, pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat,
sebagai proses perkembangan ke arah manusia kaafah.
Oleh karena itu pendidikan karakter memerlukan keteladanan dan sentuhan
mulai sejak dini dampai dewasa. Periode yang paling sensitif menentukan adalah
pendidikan dalam keluarga yang menjdai tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau
parenting style adalah salah satu
faktor yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam
keluarga adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa
digantikan oleh lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu pendidikan dalam
keluarga, untuk membangun sebuah comunity
of learner tentang pendidikan anak, perlu menjadi sebuah kebijakan
pendidikan dalam upaya membangun karakter bangsa secara berkelanjutan.
Kesembilan, pendidikan karakter akan harus bersifat multi level dan multi channel
karena tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pemebentukan karakter
perlu keteladanan, perilaku nyata dala setting kehidupan otentik da tidak bisa
dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi
sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan
jalur, dan berlangsung dalam seting kehidupan alamiah. Namun, yang harus
dihindari jangan sampai tersesat menjadi gerakan dan ajang politik yang pada
akhirnya hanya akan membentuk perilaku-perilaku formalistik-pragmatis yang
berorientasi kepada asas manfaat sesaat, yang justru akan semakin merusak
karakter dan martabat bangsa.
Bimbingan
dan Konseling sebagai salah satu bagian dari komponen pendidikan dapat mengambil
peran dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program pembangunan karakter.
Peran
yang dapat di ambil oleh bimbingan dan konseling dalam pendidikan karakter adalah :
1. Dirumuskannya aspek-aspek kepribadian
penting yang menjadi pilar kekuatan
karakter yang perlu dikembangkan dalam pendidikan karakter sebagai kompetensi
pribadi siswa.
2. Dikembangknya model-model dan
teknik-teknik implementasi pendidikan karakter dalam bimbingan dan konseling.
3. Dikembangkannya program-program
bimbingan dan konseling yang merujuk pada
pendidikan karakter sebagian program
bimbingan dan konseling di sekolah.
Diharapkan
dengan diimplimentasikannya program pengembangan pendidikan karakter dalam
bimbingan dan konseling, pembangunan karakter terus digelorakan secara simultan
baik secara inklusif maupun eklusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar