Senin, 20 April 2020

Urgensi Self Regulated Learning


URGENSI SELF REGULATED LEARNING
Oleh :
Iman Lesmana


Pendidikan merupakan proses yang penting untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan berbagai faktor dalam upaya mencapai kehidupan yang bermakna, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat. Lebih jelas tentang makna pendidikan tercantum dalam  UUSPN RI Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 1, yang berbunyi sebagai berikut:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan mempunyai  peran yang  sangat  strategis  dalam  meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam  mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah pun telah merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan yang diharapkan bangsa Indonesia dalam UUSPN RI Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat dikatakan mengalami hambatan dalam belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat pencapaian tujuan tersebut.
Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan berhasil jika siswa dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar. Teknik yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah siswa gagal atau berhasil mencapai KKM ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar yang tercantum di rapor.
Keberhasilan siswa dalam  mencapai nilai di atas KKM ditentukan oleh kemampuan siswa dalam belajar  mandiri yaitu keterampilan  mengatur kegiatan belajar dan mengontrol perilaku belajar ,juga  dapat menggunakan strategi belajar efektif dengan cara mengetahui tujuan, arah, strategi serta sumber-sumber yang mendukung untuk belajar. Penelitian Sedanayasa (2003) menemukan adanya penguasaan keterampilan belajar siswa di sekolah menengah atas umumnya masih rendah.
Untuk mencapai  keterampilan belajar, siswa membutuhkan self-regulated learning (SRL) dalam belajar. SRL dibutuhkan siswa agar mereka  mampu  mengatur dan mengarahkan dirinya sendiri, mampu menyesuaikan dan mengendalikan diri, terutama bila menghadapi tugas-tugas yang sulit. Schunk (1989), mengemukakan bahwa siswa dikatakan melakukan self-regulation dalam belajar bila mereka secara sistematis mengatur perilaku dan kognisinya dengan memperhatikan aturan yang dibuat sendiri, mengontrol berjalannya suatu proses belajar dan mengintegrasikan pengetahuan, melatih untuk mengingat informasi yang diperoleh, serta mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai positif belajarnya.          
Pada sisi lain, self-regulated learning menekankan pentingnya inisiatif karena SRL merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif. Siswa yang memiliki inisiatif menunjukkan kemampuan untuk menggunakan pemikiran, perasaan, strategi dan tingkah lakunya yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan (Zimmerman, 2002).
Nilai positif  lain dari SRL adalah siswa yang sudah tahu pasti tujuan dari kegiatan belajarnya akan mengarahkan segala pemikiran, perasaan, penerapan starategi, dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan mempertahankan prestasi akademiknya (Paris & Newman, 1990). Maka, betapa efektifnya belajar jika siswa memiliki keterampilan self-regulated learning (SRL).
Fakta empirik dari sejumlah hasil penelitian ,seperti penelitian yang dilakukan  Sukir  (1995) dan  M.N.  Wangid (2006) menyatakan  bahwa  masih  banyak siswa yang  tidak mempunyai  motivasi dan kemandirian dalam belajar seperti  tidak memiliki jadwal belajar  tetap,  belajar  sambil  menonton TV  atau mendengarkan radio, tidak menyelesaikan tugas, dan hanya belajar pada waktu menghadapi ujian saja. Dari hasil penelitian R. R. Sri Pujiatin  (2004) ditemukan bahwa sebagian besar siswa tidak mengetahui cara atau strategi belajar efektif.
Hasil studi pendahuluan ditemukan bahwa prestasi  siswa SMA negeri 1 Nagreg dalam bidang akademis pada umumnya tergolong rendah, jika dilihat dari ketercapaian nilai diatas KKM dalam suatu bidang pelajaran. Saat kenaikan kelas rata-rata dalam satu kelas X masih ada tiga siswa yang tidak tuntas dalam tiga mata pelajaran. Begitu juga di kelas XI terutama di kelas XI IPS dan XI Bahasa, bahkan ada lima orang siswa  yang tidak tuntas dalam tiga mata pelajaran.
Berdasarkan wawancara informal dan observasi lapangan prestasi belajar yang rendah ini diperkirakan salah satunya berhubungan dengan motivasi belajar yang rendah. Belum terbangunnya motivasi belajar yang berasal dari dalam diri siswa ditunjukkan dengan rendahnya persentasi siswa yang mengerjakan tugas dengan usaha optimal dan tepat waktu. Ditemukan juga rendahnya usaha dan kemauan siswa dalam meminta perbaikan (remedial) kepada guru mata pelajaran yang nilainya belum tuntas. Bahkan masih ditemukan beberapa siswa kelas XII yang masih memiliki nilai tidak tuntas selama di kelas X dan XI.
Disamping motivasi belajar instrinsik belum terbangun, siswa di SMAN 1 Nagreg belum banyak yang memiliki kemandirian belajar, yang  diantaranya ditunjukkan dengan masih banyak siswa yang tidak memiliki jadwal belajar rutin setiap hari, mereka belajar saat akan ujian dengan metode klasik ‘belajar kebut semalam’ (SKS). Bahkan setelah guru BK melakukan kunjungan rumah kepada salah satu siswa yang mengalami nilai tidak tuntas sampai delapan mata pelajaran, diketahui bahwa siswa tersebut menurut orangtuanya tidak pernah belajar di rumah.
Di Sekolah Menengah Atas (SMA), penanggulangan permasalahan dan pembimbingan terhadap siswa dapat dilakukan oleh guru dan guru bimbingan dan konseling  (BK). Upaya penanggulangan dan pembimbingan tersebut akan lebih efektif bila dilakukan secara terprogram dan melalui kerjasama antara guru bidang studi dengan wali kelas atau dengan guru BK, dan dengan berbagai pihak terkait lainnya di lingkungan sekolah tersebut. Hal ini penting karena permasalahan dan tingkah laku belajar siswa terbentuk dan dapat dikembangkan oleh lingkungan (Guerin, Corey, Kann dan Hanna dalam Daharnis, 2005) agar program dan kerjasama penanggulangan permasalahan (berkenaan dengan prestasi, dan kegiatan belajar sebagaimana dikemukakan di atas) dan/atau program pembimbingan terhadap mahasiswa dapat disusun dengan baik sehingga terjadi peningkatan  self regulated learning dan prestasi belajar siswa.
Kedudukan guru bimbingan dan konseling (BK) dalam pendidikan di sekolah adalah membantu perkembangan yang optimal dari setiap siswa melalui bidang pembinaan yang meliputi ranah akademik, karir, pribadi dan sosial. Secara spesifik guru BK harus mampu meningkatkan kompetensi siswa yang meliputi (a) ranah Akademik- siswa mampu belajar untuk belajar (Learning to Learn), (b) ranah karier/vokasional- siswa mampu belajar untuk menghasilkan (Learning to Earn) dan (c) ranah pribadi/sosial- siswa mampu belajar untuk hidup (Learning to Life).
Tujuan khusus yang terkait dengan upaya bantuan yang dapat dilakukan oleh guru BK dalam ranah akademik adalah membantu siswa agar memiliki (1) keterampilan untuk belajar artinya para siswa dibantu untuk dapat memperoleh sikap, pengetahuan dan keterampilan yang memberikan sumbangan bagi efektivitas belajar di sekolah hingga melintasi sepanjang rentang kehidupannya (2) kegemilangan skolastik artinya para siswa dapat merampungkan jenjang sekolah dengan persiapan akademik yang esensial dalam penentuan pilihan di antara opsi-opsi substansial pasca-sekolah-lanjutan termasuk sekolah, salah satunya (3) sukses akademik menuju sukses hidup artinya para siswa dapat memahami hubungan antara bidang akademik dengan dunia kerja dan antara kehidupan dalam rumah dengan di tengah masyarakat.
Guru BK harus mampu menyusun program bimbingan belajar/ akademik yang dapat membantu generasi muda memilih pengalaman yang cocok untuk mereka yang nantinya dapat menjadikan mereka mumpuni menaklukkan sebagian besar situasi pembelajaran yang dihadapi. Semua siswa harus memiliki pengetahuan dasar-dasar baru tentang "Era Informasi" atau "Era Teknologi" termasuk keterampilan pengambilan keputusan, penuntasan masalah, berpikir kritis, membuat timbangan logis, perancangan tujuan, keterampilan dalam menggunakan perangkat teknologi, keterampilan melakukan transisi, keterampilan interpersonal dan kecakapan untuk melakukan pengorganisasian dan pengelolaan informasi.
Hal ini sejalan dengan tuntutan terhadap sejumlah kemampuan yang harus dimiliki siswa yang termuat dalam standar kompetensi lulusan (Permendiknas nomor 23 Tahun 2006), bahwa lulusan SMA hendaknya : (1) memiliki kemampuan mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan dan pekerjaannya ;(2) menunjukkan cara berpikir logis, kritis, dan inovatif dalam mengambil keputusan; (3) menunjukkan sikap kompetitif untuk mendapatkan hasil yang baik; (4) memiliki kemampuan menganalisis, dan memecahkan masalah kompleks; (5) menghasilkan karya kreatif, baik individu atau kelompok dan(6) menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan tinggi.
Untuk mengatasi masalah belajar seperti yang dikemukakan sebelumnya dan untuk mengembangkan  self regulated learning siswa maka  disusunlah program bimbingan belajar melalui strategi metakognitif. Teori metakognisi dari Flavell (1971) yang menyatakan bahwa pengetahuan tentang metakognitf dan keterampilan menggunakan strategi metakognitif dalam paradigma konstruktivisme melahirkan siswa ideal yaitu seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri (self-regulated learner). Siswa yang memiliki self regulated learning adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif, atau biasa disebut academic learning skill, yang dipadu dengan kontrol diri dan motivasi yang tetap terpelihara, Jadi siswa yang menjadi self regulated learner adalah seorang yang mampu (skill) dan mau (will) belajar. Bagi self regulated learner, motivasi belajar adalah untuk belajar itu sendiri bukan karena ingin mendapatkan nilai, atau motivasi eksternal lainnya.
Metakognitif memiliki arti penting dalam sebuah proses pembelajaran, karena pengetahuan tentang proses kognitif kita sendiri dapat memandu kita dalam menata suasana dan menyeleksi strategi untuk meningkatkan kemampuan kognitif kita di masa mendatang. Strategi metakognitif merupakan salah satu kecakapan aspek kognitif yang penting dikuasai oleh seorang peserta didik dalam belajar atau memecahkan masalah. Strategi metakognitif ini dapat dipelajari oleh peserta didik, artinya guru dapat mengajarkannya. Guru BK dapat menciptakan lingkungan metakognitif yang meningkatkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang baik, yang berhasil memecahkan masalah dan menjadi pembelajar seumur hidup (long life learner).
Ketertarikan peneliti dalam menggunakan strategi metakognitif dalam mengembangkan self regulated learning siswa juga diperkuat oleh hasil penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) Darmiany (2008) tentang penerapan belajar eksperiensial  melalui pemanfaatan metakognisi, motivasi dan  siswa aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri  yang terbukti  berhasil mengembangkan self regulated learning mahasiswa Program Studi S-1 FMIPA Pendidikan Matematika UM semester genap tahun pelajaran 2007/2008. Selain itu menurut penelitian Wahidin (2004), pelajar yang mendapat latihan keterampilan berpikir, skor kemampuan berpikirnya lebih tinggi daripada pelajar yang tidak mendapat latihan berpikir.
Melalui kerangka bimbingan konseling komprehensif, seorang guru BK dapat  menyusun program bimbingan belajar yang bertujuan meningkatkan kompetensi siswa  dalam ranah akademik. Langkah awal guru BK dapat menghimpun data dengan menggunakan instrumen untuk melihat dan mendata bagaimana tingkat self regulated learning dalam diri siswa. Untuk meningkatkan self regulated learning dalam diri siswa , guru BK dapat memberikan layanan dasar yang meliputi layanan klasikal pemberian informasi cara belajar efektif dan keterampilan metakognitif. Guru BK dapat melakukan layanan responsif dalam mengatasi kesulitan belajar siswa melalui strategi metakognitif. Melalui layanan perencanaan individual guru BK dapat membimbing setiap siswa untuk memiliki tujuan dan target pencapaian prestasi belajar serta mampu memonitoring keberhasilan belajarnya sendiri. Terakhir melalui dukungan system, guru BK dapat berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain dalam mengobservasi proses belajar siswa di kelas dan  memantau kemajuan prestasi belajar siswa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...