Etika Islam dalam
Kehidupan Sehari-Hari
Oleh :
Iman Lesmana
Dari dulu hingga sekarang, moralitas
dan etika adalah masalah serius yang dihadapi oleh setiap bangsa yang
mendambakan kemajuan peradaban bangsanya. Betapa tidak, dari zaman ke zaman
persoalan tersebut masih relevan untuk dikaji. Apalagi ditengah kondisi bangsa
ini sedang mengalami kemerosotan moral bahkan kehilangan jati diri sebagai
bangsa yang bermoral dan memiliki etika yang baik.
Dewasa ini persoalan umat manusia kian
hari semakin bertambah. Ragam permasalahan yang dihadapi menjadikan umat
manusia terdesak untuk mencari solusi. Meskipun telah banyak langkah-langkah
tertentu yang ditawarkan dari berbagai pihak, tapi tidak semua tawaran tersebut
mampu menjadi solusi utama.
Dalam keterkaitan fenomena tersebut,
Islam muncul ke permukaan tidak hanya sebagai ajaran agama bagi umatnya, tapi
juga merupakan sistem ajaran moral yang mudah dan menyeluruh (kaffah)
bagi umat manusia. Sebab jauh sebelum puncak kejayaan peradaban manusia seperti
sekarang ini, Allah Swt. telah mengajarkan manusia tentang akhlak dan kebaikan
melalui para nabi dan rasul-Nya. Persoalan etika dalam Islam dimuat
dalam Al Quran dan hadits. Sumber tersebut merupakan batasan–batasan dalam
tindakan sehari-hari bagi manusia. Sebagai umat Islam yang baik tentu selalu
menjadikan kedua sumber hukum tersebut sebagai rujukan bersikap.
Selain memahami konsep etika secara
teori perlu ada konsep secara praktik di dalam kehidupan. Maka dari itu penulis
tertarik mengkaji persoalan etika muslim di dalam kehidupan sehari-hari dengan
judul “Etika Islam Dalam Kehidupan Sehari-hari.
Kata “etika”
berasal dari kata Yunani yang dipakai untuk pengertian karakter pribadi,
sedangkan “moral” berasal dari kata Latin untuk kebiasaan sosial. Etika
memiliki pengertian bahwa manusia diharapkan mampu mengatasi sifat-sifat jahatnya
dan mengembangkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Paul Foulquie mendefinisikan
etika sebagai “aturan kebiasaan, yang apabila ditaati dan dipatuhi, akan
mengantarkan manusia meraih segenap tujuannya”. Biasanya etika sangat terkait
dengan persoalan-persoalan bagaimana meraih kebahagiaan dalam diri manusia.
Ketika
berbicara tentang agama dan moralitas, tentu akan timbul sebuah pertanyaan
penting tentang hubungan keduanya, yaitu : apakah moralitas mengandaikan agama?
Seringkali menyamakan persepsi tentang agama dan moralitas. Banyak orang
beragama memandang kaidah-kaidah moralitas itu berkaitan erat dengan agama, dan
dianggap bahwa tidak mungkin orang yang sungguh-sungguh bermoral tanpa agama.
Seringkali dianggap pula bahwa orang yang bermoral pasti memegang teguh
keyakinan agamanya. Demikian hal sebaliknya, orang yang beragama sering
dianggap pasti mengarah pada tujuan-tujuan moralitas. Padahal, kedua tema
tersebut belum tentu sepenuhnya mengandung pengertian yang sama.
Pengertian
Etika Islam
Secara umum, etika Islam adalah sistem moral atau akhlak
yang berdasarkan Islam. Dan secara umum akhlak atau moral itu terbagi atas 1.
moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. 2. moral
yang sama sekali tidak berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, moral ini
timbul dari sumber-sumber sekuler (H.A. Mustofa,1999:149).
Al-Ghazali mengatakan, masalah akhlak itu terbagi kepada
akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Akhlak dalam hal ini berarti
kelakuan-kelakuan yang juga berarti ilmu kesopan, ilmu kesusilaan, etika, budi
pekerti, atau moral. Dalam Islam, akhlak itu ditujukan keada Allah, kepada
manusia, dan makhluk-makhluk yang lainnya.
Sahilun A.Nasir dalam H.A.Mustofa (1999: 151) menyebutkan
akhlak Islam itu berkisar pada:
1.
Tujuan
hidup setiap muslim ialah menghambakan diri kepada Allah dan untuk mencapai
keridhaan-Nya.
2.
Keyakinan terhadap kebenaran wahyu membawa pada
konsekuensi logis sebagai standa pedoman utama bagi setiap moral muslim.
3.
keyakinan pda adanya hari akhir, mendorong manusia untuk
menjadi sebaik mungkin.
4.
Ajaran Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan
manusia. Islam tidak hanya mengajarkan, tetapi menegakkan.
Selain itu, etika Islam bersifat mengarahkan, membimbing,
mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari
jiwa dan mental. Dikatakan demikian, sebab mengutip H.A. Mustofa (1999: 152)
bahwa etika Islamiyah memiliki ciri-ciri khusus:
1.
Kebajikan yang mutlak
Karena Islam telah menjamin kebaikan
yang murni baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat dalam setiap keadaan dan
waktu bagimanapun. Berbeda dengan etika buatan manusia, tidak bisa menjamin kebajikan dan
berpihak pada golongan tertentu.
2.
Kebaikan yang menyeluruh
Islam itu
menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia, di segala zaman, dan tempat.
Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga bisa diterima jiwa dan akal.
3.
Kemantapan
Islam menjamin
kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng
dan mantap, sebab yang mencipakannya adalah Tuhan yang bijaksana, yang selalu
memeliharanya dengan kebaikan yang mutlak.
4.
Kewajiban yang dipatuhi
Wajib ditaati karena ia mempunyai
daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir dan batin, dalam setiap keadaan, juga
tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang teguh
kepadanya.
5.
Pengawasan yang menyeluruh.
Islam adalah pengawas hati nurani
dan akal yang sehat, Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur
dalam menetapkan beberapa usaha.
Secara
psikologis Kaidah agama dapat saja dan secara faktual memang tidak jarang
mendorong manusia untuk hidup bermoral, sesuai dengan kaidah-kaidah moralitas.
Demikian pula, dalam kenyataannya orang yang beragama dengan benar-benar akan
membuahkan hidup bermoral yang baik. Menurut J. Sudarminta, walaupun logika di
atas bisa dipahami, tapi sesungguhnya prinsip-prinsip dasar moralitas dapat
pula dikenali dan dipraktikkan oleh manusia yang tidak beragama yang
menggunakan pemikiran atau akal budinya. Bahkan, kita pun sebenarnya sering
melihat perilaku orang yang mengaku beragama tapi perbuatannya sering tidak
mengindahkan kaidah-kaidah moral yang diajarkan dalam agama itu sendiri.
Islam adalah
agama moral yang memiki fungsi sebagai “jalan kebenaran” untuk memperbaiki
kehidupan sosial umat manusia. Memahami Islam secara substantif akan menjadi
panduan universal dalam tindakan moral. Memahami Islam tidak hanya sebatas
ritual ibadah saja, tapi perlu juga dimaknai secara lebih luas, yaitu bagaimana
usaha kita menjadikan Islam sebagai panduan moral yang murni.
Etika
Islam dalam Kehidupan Sehari-hari
Muhammad
Khair Fatimah dalam bukunya Etika Muslim Sehari-hari, beliau memahami
bahwa etika muslim diidentikan dengan adab sehari-hari Rasulullah Saw. Pendapat
senada dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Minhajul Qashidin (Jalan
Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk). Namun sedikit berbeda dengan Muhammad
Said Mursi (2004:120-200) dalam karyanya yang berjudul Panduan Praktis dalam
Pergaulan, selain mengulas etika dari adab-adab Rasulullah Saw. beliau juga
menambahkan etika-etika umum yang masih sesuai dengan napas Islam.
Dari
ketiga pemikiran dan pemahaman ulama dan cendikiawan muslim tersebut dapat
diketahui bahwa landasan etika sehari-hari yang mencerminkan akhlak Islami
adalah tuntunan akhlak Rasulullah Saw yang dicerminkan beliau dalam adab
sehari-harinya.
Berikut ini beberapa konsep etika yang menjadi cermin
dari akhlak Islami seseorang.
1.
Etika
Rutinitas Sehari-Hari
Adapun etika rutinitas yang dimaksud
adalah aktivitas sehari-hari seorang muslim yang semestinya menjadi ciri
kepribadiannya dimulai dari tidur, bangun tidur sampai tidur kembali. Artinya
perbuatan sekecil apapun yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari sudah
sepantasnya sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah s.a.w sebagai suri
teladan umat Islam. Sehingga apapun perbuatan itu, jika meneladani akhlak
Beliau s.a.w akan bernilai ibadah di sisi Allah s.w.t.
a. Etika Sebelum Tidur dan Bangun Tidur
Introspeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi
diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan
di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji
kepada Allah swt. dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya,
kembali dan bertobat kepada-Nya.
1)
Tidur dini
Berdasarkan
hadits yang bersumber dari `Aisyah rah. "Bahwasanya Rasulullah s.a.w.
tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan
shalat".(Muttafaq `alaih) Disunnatkan berwudhu sebelum tidur, dan
berbaring miring sebelah kanan.
Al-Bara' bin
`Azib ra. menuturkan : Rasulullah s.a.w bersabda: "Apabila kamu
akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian
berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik
kesebelah kiri nantinya.
2)
Disunnatkan pula mengibaskan seprei tiga kali sebelum
berbaring.
Berdasarkan
hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat
tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih
dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu
riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).
3)
Makruh tidur tengkurap
Abu Dzar
Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi s.a.w pernah lewat melintasi
aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi s.a.w
membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan
Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara
berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh
Al-Albani).
4)
Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu
sebelum tidur.
Dari Jabir ra
diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah bersabda:
"Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu,
tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman".
(Muttafaq'alaih).
5)
Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah
Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas)
6)
Membaca do`a-do`a dan dzikir yang
keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Misalnya :
membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya” Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku
mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari). Apabila di saat tidur merasa kaget atau
gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan
do`a berikut ini :
“ A’uudzu bikalimaatillaahit taammati
min ghadhabihi Wa syarri ‘ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an
yahdhuruuna.”
Aku berlindung
dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya,
dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan
dihasankan oleh Al Albani)
Hendaknya
apabila bangun tidur membaca :
”Alhamdu
Lillahilladzii Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru”
"Segala
puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan
kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)
b. Etika Makan Dan Minum
1)
Berupaya untuk mencari makanan yang halal. (Al-Baqarah:
172).
2)
Hendaklah makan dan minum diniatkan agar bisa dapat
beribadah kepada Allah.
3)
Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu
kotor.
4)
Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman
yang ada.
5)
Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam
keadaan menyungkur.
6)
Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca
Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
7)
Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang
ada di depanmu. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
8)
Disunnatkan minum sambil duduk.
c. Etika Istinja (Buang Hajat)
1)
Segera membuang hajat.
2)
Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat).
3)
Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah.
4)
Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat.
5)
Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
6)
Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir)
7)
Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan.
8)
Dianjurkan kencing dalam keadaan
duduk.
9)
Makruh berbicara di saat buang hajat
kecuali darurat.
10)
Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan
keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.
11)
Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.
d.
Etika
Berpakaian Dan Berhias
1)
Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
2)
Pakaian harus menutup aurat.
3)
Pakaian laki-laki tidak boleh
menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
4)
Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera
kecuali dalam keadaan terpaksa.
5)
Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup
seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.
6)
Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam
berpakaian atau lainnya.
7)
Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih
2. Etika Berinteraksi di Rumah
Nilai etika ditegakkan melalui hubungan antar pribadi di
dalam rumah. Dari sekian banyak hubungan antarsesama anggota keluarga, paling
utama dan harus diutamakan adalah etika terhadap kedua orang tua.
a.
Taat selama bukan dalam maksiat.
b.
Berbicara dengan lembut, sopan.
c.
Menyambut mereka dengan senyum sambil mencium tangan
mereka.
d.
Menghormati dan memuliakan kerabat dan sahabat mereka.
e.
Belajar dengan rajin dan berusaha meraih prestasi.
f.
Berdoa dan memintakan ampun buat mereka. Dan lain-lain.
3. Etika Berinteraksi di Luar Rumah
Interaksi sosial di masyarakat akan terwujud jika
individu atau anggota keluarga mau memulai dari lingkup terdekat yakni
tetangga. Sulit dipahami jika ada sebuah keluarga mengaku ramah dengan
masyarakat sekitar sementara diketahui hubungan dengan tetangga disebelah tidak
akur.
a. Etika Bertetangga
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits
Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat
lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih). Adapun etika bertetangga (Muh. Said
Mursi, 2004: 180):
1)
Berkenalan
2)
Tidak mengganggunya
3)
Mengawasi dan menjaga rumahnya ketika dia tidak ada di
rumahnya.
4)
Ikut serta dalam acara pesta atau acara duka cita.
5)
Tidak menyebarkan aib-aibnya
6)
Tersenyum ketika berpapasan di jalan dan lain-lain
b. Etika Bertamu
Untuk orang yang mengundang:
1) Hendaknya mengundang orang-orang
yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam
bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan
memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan
oleh Al-Albani).
2) Jangan hanya mengundang orang-orang
kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan
(walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang
faqir.” (Muttafaq’ alaih).
3) Undangan jamuan hendaknya tidak
diniatkan berbangga-bangga dan berfoya- foya, akan tetapi niat untuk mengikuti
sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman
sahabat.
4) Tidak memaksa-maksakan diri untuk
mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada
suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa
diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
5) Jangan anda membebani tamu untuk
membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
6) Jangan kamu menampakkan kejemuan
terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka
manis dan berbicara ramah.
7) Hendaklah segera menghidangkan
makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
8) Jangan tergesa-gesa untuk
mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
9) Disunnatkan mengantar tamu hingga
di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh
perhatian.
Bagi tamu :
1)
Hendaknya
memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits
Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang
kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
2)
Hendaknya
tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya,
karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk)
terhadap perasaannya.
3)
Jangan
tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya,
karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam
menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah
bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka
hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah
mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4)
Jangan
terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah
juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum
semuanya siap.
5)
Bertamu
tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk
tinggal lebih dari itu.
6)
Hendaknya
pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada
tuan rumah.
7)
Hendaknya
mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di
antara do`a yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa telah berbuka puasa
padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan
telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani). dan juga
doa, “Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi
mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan
orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami
minum”.
c.
Etika di dalam mesjid
Masjid
merupakan tempat ibadah kaum muslimin, karena itu, kita harus menghormatinya.
Berada di masjid tidak boleh bersikap sembarangan. Ada beberapa etika yang
harus kita junjung kalau kita berada di masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas
beliau menyebutkan, “Adalah Rosululloh saw. apabila ia keluar (rumah) pergi
sholat (di masjid) berdo’a, ‘Ya Alloh swt., jadikanlah cahaya di dalam hatiku,
dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku dan cahaya
pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku dan cahaya dari
depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Alloh
swt. anugerahilah aku cahaya dari bawahku. Ya Alloh swt., anugerahilah aku
cahaya’.” (Muttafaq ‘Alaih)
d.
Etika Sesama Muslim
Orang
Muslim meyakini hahwa saudara seagamanya mempunyai hak-hak, dan etika-etika
yang harus ia terapkan terhadapnya, kemudian ia melaksanakannya kepada saudara
seagamanya, karena ia berkeyakinan bahwa itu adalah ibadah kepada Allah Ta’ala,
dan upaya pendekatan kepada-Nya. Hak-hak dan etika-etika ini diwajibkan Allah
Ta‘ala kepada orang Muslim agar ia mengerjakannya kepada saudara seagamanya.
Jadi, menunaikan hak-hak tersebut adalah ketaatan kepada Allah Ta‘ala dan upaya
pendekatan kepada-Nya tanpa diragukan sedikit pun. Di antara hak-hak, dan
etika-etika tersebut adalah Ia mengucapkan salam jika ia bertemu dengannya
sebelum ia berbicara dengannya dengan mengatakan, “As-Salamu’alaikum wa
Rahmatullah”, berjabat tangan dengannya, dan menjawab salamnya dengan berkata,
“Wa‘alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuhu”.
e.
Etika Terhadap Anak
Orang
Muslim mengakui bahwa anak-anak mempunyai hak-hak atas ayahnya dan hak-hak
tersebut wajib ditunaikan seorang ayah. Dan ia mempunyai etika-etika yang harus
ia perhatikan dalam hubungannya dengan anak-anaknya.
Di
antara hak anak-anak atas ayahnya ialah mencarikan ibu yang baik baginya,
menamakannya dengan nama yang baik, menyembelih kambing pada hari ketujuh
kelahirannya, mengkhitankannya, mengasihinya, lemah-lembut terhadapnya,
menafkahinya, mendidiknya dengan baik, serius mengajarkan ajaran-ajaran Islam
kepadanya, dan melatihnya mengerjakan ibadah-ibadah wajib dan ibadah-ibadah
sunnah, menikahkannya jika ia mencapai usia baligh, memberi penawaran kepadanya
apakah ia hidup serumah dengannya atau pindah ke rumah tersendiri jika telah
menikah, dan membangun keluhurannya dengan tangannya sendiri.
f. Etika Terhadap
Orang Tua
Orang Muslim meyakini hak
kedua orang tua terhadap dirinya, kewajiban berbakti, taat, dan berbuat baik
kepada keduanya. Tidak karena keduanya penyebab keberadaannya atau karena
keduanya memberikan banyak hal kepadanya hingga ia harus berbalas budi kepada
keduanya. Tetapi, karena Allah Azza wa Jalla mewajibkan taat, menyuruh
berbakti, dan berbuat baik kepada keduanya. Bahkan, Allah Ta‘ala mengaitkan hak
orang tua tersebut dengan hak-Nya yang berupa penyembahan kepada Diri-Nya dan
tidak kepada yang lain.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia.”(Al-Isra’: 23)
Etika Islam memiliki peran yang sangat besar bagi perbaikan
atas kehidupan umat manusia. Etika sosial Islam mempunyai dua ciri yang sangat
mendasar, yaitu keadilan dan kebebasan. Dua ciri ini penting untuk menggerakkan
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kemanusiaan.
Perbuatan kita mesti diorientasikan pada tindakan-tindakan yang mengarah pada
keadilan dan juga memandang kebebasan mutlak setiap individu. Karena, kebebasan
individu ini berimplikasi pada tindakan sosial dan syariat kolektif. Etika
berhubungan dengan moral dan moral berhubungan dengan mental, seseorang
dikatakan sehat dan memiliki kesehatan jika memiliki moral yang baik dan itu
harus ditunjang dengan mental yang sehat.
Etika dalam
kehidupan sehari-hari perlu dibina sejak dini agar individu dapat menjadi sosok
pribadi yang berakhlak mulia. Seseorang
yang mempunyai etika yang berlandaskan kaidah agama akan memiliki mental yang
baik akan bersikap dan bertingkah laku dengan baik dan benar. Sehat dalam
kaidah agama yang berhubungan dengan etika berhubungan juga dengan mental,
seseorang yang bermental baik akan memiliki etika yang baik pula, berarti orang
itu berfikiran dan berjiwa sehat, etika berhubungan dengan sikap dan jiwa,
seseorang yang berbadan sehat, belum tentu berjiwa sehat, jadi etika
berhubungan erat dengan kesehatan.
Masih banyak nilai-nilai etika di dalam
kehidupan sehari-hari, di dunia pendidikan. Misalnya etika mahasiswa terhadap
dosen haruslah menghormati dan menghargai begitu juga sebaliknya. Di dunia
kerja, etika pimpinan kepada staf dan karyawan haruslah mengayomi, membimbing,
dan memberikan upah yang sesuai sebaliknya staf dan karyawan harus menghargai dan
menghormati pimpinan selagi pimpinan bersikap adil dan bijaksana. Belum lagi di
lingkup pemerintahan, sebagai pemimpin harus siap melayani rakyatnya bukan
malah sebaliknya.
Bicara tentang pemimpin, sosok
bijaksana, idealis, amanah dalam memimpin umat hanyalah Rasulullah s.a.w.
Belum ada pemimpin di muka bumi ini sekaliber Beliau. Akhlak beliau menjadi
panutan semua kalangan, sebab misi yang beliau bawa adalah misi kemanusiaan
yang bermoral dan kembali kepada fitrah sebagai hamba Allah s.w.t.
Mengenal beliau menjadi inspirasi terbesar di sepanjang sejarah kebangkitan
peradaban umat manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar