Rabu, 06 Mei 2020

Etika Islam dalam Kehidupan Sehari-Hari


Etika Islam dalam Kehidupan Sehari-Hari
Oleh :
Iman Lesmana


Dari dulu hingga sekarang, moralitas dan etika adalah masalah serius yang dihadapi oleh setiap bangsa yang mendambakan kemajuan peradaban bangsanya. Betapa tidak, dari zaman ke zaman persoalan tersebut masih relevan untuk dikaji. Apalagi ditengah kondisi bangsa ini sedang mengalami kemerosotan moral bahkan kehilangan jati diri sebagai bangsa yang bermoral dan memiliki etika yang baik.
Dewasa ini persoalan umat manusia kian hari semakin bertambah. Ragam permasalahan yang dihadapi menjadikan umat manusia terdesak untuk mencari solusi. Meskipun telah banyak langkah-langkah tertentu yang ditawarkan dari berbagai pihak, tapi tidak semua tawaran tersebut mampu menjadi solusi utama.
Dalam keterkaitan fenomena tersebut, Islam muncul ke permukaan tidak hanya sebagai ajaran agama bagi umatnya, tapi juga merupakan sistem ajaran moral yang mudah dan menyeluruh (kaffah) bagi umat manusia. Sebab jauh sebelum puncak kejayaan peradaban manusia seperti sekarang ini, Allah Swt. telah mengajarkan manusia tentang akhlak dan kebaikan melalui para nabi dan rasul-Nya. Persoalan etika dalam Islam dimuat dalam Al Quran dan hadits. Sumber tersebut merupakan batasan–batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia. Sebagai umat Islam yang baik tentu selalu menjadikan kedua sumber hukum tersebut sebagai rujukan bersikap.
Selain memahami konsep etika secara teori perlu ada konsep secara praktik di dalam kehidupan. Maka dari itu penulis tertarik mengkaji persoalan etika muslim di dalam kehidupan sehari-hari dengan judul “Etika Islam Dalam Kehidupan Sehari-hari. 
Kata “etika” berasal dari kata Yunani yang dipakai untuk pengertian karakter pribadi, sedangkan “moral” berasal dari kata Latin untuk kebiasaan sosial. Etika memiliki pengertian bahwa manusia diharapkan mampu mengatasi sifat-sifat jahatnya dan mengembangkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Paul Foulquie mendefinisikan etika sebagai “aturan kebiasaan, yang apabila ditaati dan dipatuhi, akan mengantarkan manusia meraih segenap tujuannya”. Biasanya etika sangat terkait dengan persoalan-persoalan bagaimana meraih kebahagiaan dalam diri manusia.
Ketika berbicara tentang agama dan moralitas, tentu akan timbul sebuah pertanyaan penting tentang hubungan keduanya, yaitu : apakah moralitas mengandaikan agama? Seringkali menyamakan persepsi tentang agama dan moralitas. Banyak orang beragama memandang kaidah-kaidah moralitas itu berkaitan erat dengan agama, dan dianggap bahwa tidak mungkin orang yang sungguh-sungguh bermoral tanpa agama. Seringkali dianggap pula bahwa orang yang bermoral pasti memegang teguh keyakinan agamanya. Demikian hal sebaliknya, orang yang beragama sering dianggap pasti mengarah pada tujuan-tujuan moralitas. Padahal, kedua tema tersebut belum tentu sepenuhnya mengandung pengertian yang sama.

Pengertian Etika Islam
Secara umum, etika Islam adalah sistem moral atau akhlak yang berdasarkan Islam. Dan secara umum akhlak atau moral itu terbagi atas 1. moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akhirat. 2. moral yang sama sekali tidak berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, moral ini timbul dari sumber-sumber sekuler (H.A. Mustofa,1999:149).
Al-Ghazali mengatakan, masalah akhlak itu terbagi kepada akhlak yang baik dan akhlak yang buruk. Akhlak dalam hal ini berarti kelakuan-kelakuan yang juga berarti ilmu kesopan, ilmu kesusilaan, etika, budi pekerti, atau moral. Dalam Islam, akhlak itu ditujukan keada Allah, kepada manusia, dan makhluk-makhluk yang lainnya.
Sahilun A.Nasir dalam H.A.Mustofa (1999: 151) menyebutkan akhlak Islam itu berkisar pada:
1.       Tujuan hidup setiap muslim ialah menghambakan diri kepada Allah dan untuk mencapai keridhaan-Nya.
2.       Keyakinan terhadap kebenaran wahyu membawa pada konsekuensi logis sebagai standa pedoman utama bagi setiap moral muslim.
3.      keyakinan pda adanya hari akhir, mendorong manusia untuk menjadi sebaik mungkin.
4.      Ajaran Islam meliputi segala segi hidup dan kehidupan manusia. Islam tidak hanya mengajarkan, tetapi menegakkan.
Selain itu, etika Islam bersifat mengarahkan, membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit sosial dari jiwa dan mental. Dikatakan demikian, sebab mengutip H.A. Mustofa (1999: 152) bahwa etika Islamiyah memiliki ciri-ciri khusus:
1.       Kebajikan yang mutlak
Karena Islam telah menjamin kebaikan yang murni baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat dalam setiap keadaan dan waktu bagimanapun. Berbeda dengan etika buatan manusia, tidak bisa menjamin kebajikan dan berpihak pada golongan tertentu.
2.       Kebaikan yang menyeluruh
Islam itu menjamin kebaikan untuk seluruh umat manusia, di segala zaman, dan tempat. Islam menciptakan akhlak yang mulia, sehingga bisa diterima jiwa dan akal.
3.      Kemantapan
Islam menjamin kebaikan yang mutlak dan sesuai pada diri manusia. Ia bersifat tetap, langgeng dan mantap, sebab yang mencipakannya adalah Tuhan yang bijaksana, yang selalu memeliharanya dengan kebaikan yang mutlak.
4.      Kewajiban yang dipatuhi
Wajib ditaati karena ia mempunyai daya kekuatan yang tinggi menguasai lahir dan batin, dalam setiap keadaan, juga tunduk pada kekuasaan rohani yang dapat mendorong untuk tetap berpegang teguh kepadanya.
5.      Pengawasan yang menyeluruh.
Islam adalah pengawas hati nurani dan akal yang sehat, Islam menghargai hati nurani bukan dijadikan tolak ukur dalam menetapkan beberapa usaha.
Secara psikologis Kaidah agama dapat saja dan secara faktual memang tidak jarang mendorong manusia untuk hidup bermoral, sesuai dengan kaidah-kaidah moralitas. Demikian pula, dalam kenyataannya orang yang beragama dengan benar-benar akan membuahkan hidup bermoral yang baik. Menurut J. Sudarminta, walaupun logika di atas bisa dipahami, tapi sesungguhnya prinsip-prinsip dasar moralitas dapat pula dikenali dan dipraktikkan oleh manusia yang tidak beragama yang menggunakan pemikiran atau akal budinya. Bahkan, kita pun sebenarnya sering melihat perilaku orang yang mengaku beragama tapi perbuatannya sering tidak mengindahkan kaidah-kaidah moral yang diajarkan dalam agama itu sendiri.
Islam adalah agama moral yang memiki fungsi sebagai “jalan kebenaran” untuk memperbaiki kehidupan sosial umat manusia. Memahami Islam secara substantif akan menjadi panduan universal dalam tindakan moral. Memahami Islam tidak hanya sebatas ritual ibadah saja, tapi perlu juga dimaknai secara lebih luas, yaitu bagaimana usaha kita menjadikan Islam sebagai panduan moral yang murni.

Etika Islam dalam Kehidupan Sehari-hari
 Muhammad Khair Fatimah dalam bukunya Etika Muslim Sehari-hari, beliau memahami bahwa etika muslim diidentikan dengan adab sehari-hari Rasulullah Saw. Pendapat senada dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Minhajul Qashidin (Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk). Namun sedikit berbeda dengan Muhammad Said Mursi (2004:120-200) dalam karyanya yang berjudul Panduan Praktis dalam Pergaulan, selain mengulas etika dari adab-adab Rasulullah Saw. beliau juga menambahkan etika-etika umum yang masih sesuai dengan napas Islam.
Dari ketiga pemikiran dan pemahaman ulama dan cendikiawan muslim tersebut dapat diketahui bahwa landasan etika sehari-hari yang mencerminkan akhlak Islami adalah tuntunan akhlak Rasulullah Saw yang dicerminkan beliau dalam adab sehari-harinya.
Berikut ini beberapa konsep etika yang menjadi cermin dari akhlak Islami seseorang.
1.        Etika Rutinitas Sehari-Hari
Adapun etika rutinitas yang dimaksud adalah aktivitas sehari-hari seorang muslim yang semestinya menjadi ciri kepribadiannya dimulai dari tidur, bangun tidur sampai tidur kembali. Artinya perbuatan sekecil apapun yang telah menjadi kebiasaan sehari-hari sudah sepantasnya sesuai dengan tuntunan dari Rasulullah s.a.w sebagai suri teladan umat Islam. Sehingga apapun perbuatan itu, jika meneladani akhlak Beliau s.a.w akan bernilai ibadah di sisi Allah s.w.t.
a.      Etika Sebelum Tidur dan Bangun Tidur
Introspeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuhasabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, mengevaluasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah swt. dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
1)      Tidur dini
Berdasarkan hadits yang bersumber dari `Aisyah rah. "Bahwasanya Rasulullah s.a.w. tidur pada awal malam dan bangun pada pengujung malam, lalu beliau melakukan shalat".(Muttafaq `alaih) Disunnatkan berwudhu sebelum tidur, dan berbaring miring sebelah kanan.
Al-Bara' bin `Azib ra. menuturkan : Rasulullah s.a.w bersabda: "Apabila kamu akan tidur, maka berwudlu'lah sebagaimana wudlu' untuk shalat, kemudian berbaringlah dengan miring ke sebelah kanan..." Dan tidak mengapa berbalik kesebelah kiri nantinya.
2)      Disunnatkan pula mengibaskan seprei tiga kali sebelum berbaring.
Berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiallahu'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Apabila seorang dari kamu akan tidur pada tempat tidurnya, maka hendaklah mengirapkan kainnya pada tempat tidurnya itu terlebih dahulu, karena ia tidak tahu apa yang ada di atasnya..." Di dalam satu riwayat dikatakan: "tiga kali". (Muttafaq `alaih).

3)     Makruh tidur tengkurap
Abu Dzar Radhiallahu'anhu menuturkan :"Nabi s.a.w pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi s.a.w membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda :"Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka". (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
4)     Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur.
Dari Jabir ra diriwayatkan bahwa sesungguhnya Rasulullah s.a.w telah bersabda: "Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman". (Muttafaq'alaih).
5)     Membaca ayat Kursi, dua ayat terakhir dari Surah Al-Baqarah, Surah Al-Ikhlas dan Al-Mu`awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas)
6)     Membaca do`a-do`a dan dzikir yang keterangannya shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, Misalnya : membaca: Bismika Allahumma Amuutu Wa ahya” Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.” (HR. Al Bukhari). Apabila di saat tidur merasa kaget atau gelisah atau merasa ketakutan, maka disunnatkan (dianjurkan) berdo`a dengan do`a berikut ini :
“ A’uudzu bikalimaatillaahit taammati min ghadhabihi Wa syarri ‘ibaadihi, wa min hamazaatisy syayaathiini wa an yahdhuruuna.”
Aku berlindung dengan Kalimatullah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan hamba-hamba-Nya, dari gangguan syetan dan kehadiran mereka kepadaku”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al Albani)
Hendaknya apabila bangun tidur membaca :
”Alhamdu Lillahilladzii Ahyaanaa ba’da maa Amaatanaa wa ilaihinnusyuuru”
"Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah kami dimatikan-Nya, dan kepada-Nya lah kami dikembalikan." (HR. Al-Bukhari)

b.      Etika Makan Dan Minum
1)      Berupaya untuk mencari makanan yang halal. (Al-Baqarah: 172).
2)      Hendaklah makan dan minum diniatkan agar bisa dapat beribadah kepada Allah.
3)     Hendaknya mencuci tangan sebelum makan jika tangan kamu kotor.
4)     Hendaklah kamu puas dan rela dengan makanan dan minuman yang ada.
5)     Hendaknya jangan makan sambil bersandar atau dalam keadaan menyungkur.
6)     Hendaknya memulai makanan dan minuman dengan membaca Bismillah dan diakhiri dengan Alhamdulillah.
7)     Hendaknya makan dengan tangan kanan dan dimulai dari yang ada di depanmu. Tidak berlebih-lebihan di dalam makan dan minum.
8)     Disunnatkan minum sambil duduk.

c.       Etika Istinja (Buang Hajat)
1)      Segera membuang hajat.
2)      Menjauh dari pandangan manusia di saat buang air (hajat).
3)     Tidak membawa sesuatu yang mengandung penyebutan Allah.
4)     Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat.
5)     Ketentuan di atas berlaku apabila di ruang terbuka saja.
6)     Dilarang kencing di air yang tergenang (tidak mengalir)
7)     Makruh mencuci kotoran dengan tangan kanan.
8)     Dianjurkan kencing dalam keadaan duduk.
9)     Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat.
10)  Disunnatkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan dzikirnya masing-masing.
11)   Mencuci kedua tangan sesudah menunaikan hajat.

d.      Etika Berpakaian Dan Berhias
1)   Disunnatkan memakai pakaian baru, bagus dan bersih.
2)   Pakaian harus menutup aurat.
3)  Pakaian laki-laki tidak boleh menyerupai pakaian perempuan atau sebaliknya.
4)  Laki-laki tidak boleh memakai emas dan kain sutera kecuali dalam keadaan terpaksa.
5)  Adapun perempuan, maka seharusnya pakaiannya menutup seluruh badannya, termasuk kedua kakinya.
6)  Disunnatkan mendahulukan bagian yang kanan di dalam berpakaian atau lainnya.
7)  Disunnatkan memakai pakaian berwarna putih

2.      Etika Berinteraksi di Rumah
Nilai etika ditegakkan melalui hubungan antar pribadi di dalam rumah. Dari sekian banyak hubungan antarsesama anggota keluarga, paling utama dan harus diutamakan adalah etika terhadap kedua orang tua.
a.      Taat selama bukan dalam maksiat.
b.      Berbicara dengan lembut, sopan.
c.       Menyambut mereka dengan senyum sambil mencium tangan mereka.
d.      Menghormati dan memuliakan kerabat dan sahabat mereka.
e.      Belajar dengan rajin dan berusaha meraih prestasi.
f.        Berdoa dan memintakan ampun buat mereka. Dan lain-lain.

3.      Etika Berinteraksi di Luar Rumah
Interaksi sosial di masyarakat akan terwujud jika individu atau anggota keluarga mau memulai dari lingkup terdekat yakni tetangga. Sulit dipahami jika ada sebuah keluarga mengaku ramah dengan masyarakat sekitar sementara diketahui hubungan dengan tetangga disebelah tidak akur.
a.      Etika Bertetangga
Menghormati tetangga dan berprilaku baik terhadap mereka. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, sebagaimana di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallaahu anhu : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memu-liakan tetangganya”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan: “hendaklah ia berprilaku baik terhadap tetangganya”. (Muttafaq’alaih). Adapun etika bertetangga (Muh. Said Mursi, 2004: 180):
1)      Berkenalan
2)      Tidak mengganggunya
3)     Mengawasi dan menjaga rumahnya ketika dia tidak ada di rumahnya.
4)     Ikut serta dalam acara pesta atau acara duka cita.
5)     Tidak menyebarkan aib-aibnya
6)     Tersenyum ketika berpapasan di jalan dan lain-lain

b.      Etika Bertamu
Untuk orang yang mengundang:
   1)     Hendaknya mengundang orang-orang yang bertaqwa, bukan orang yang fasiq. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan seorang mu`min, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa”. (HR. Ahmad dan dinilai hasan oleh Al-Albani).
   2)     Jangan hanya mengundang orang-orang kaya untuk jamuan dengan mengabaikan orang-orang fakir. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersbda: “Seburuk-buruk makanan adalah makanan pengantinan (walimah), karena yang diundang hanya orang-orang kaya tanpa orang-orang faqir.” (Muttafaq’ alaih).
   3)     Undangan jamuan hendaknya tidak diniatkan berbangga-bangga dan berfoya- foya, akan tetapi niat untuk mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan membahagiakan teman-teman sahabat.
   4)     Tidak memaksa-maksakan diri untuk mengundang tamu. Di dalam hadits Anas Radhiallaahu anhu ia menuturkan: “Pada suatu ketika kami ada di sisi Umar, maka ia berkata: “Kami dilarang memaksa diri” (membuat diri sendiri repot).” (HR. Al-Bukhari)
   5)     Jangan anda membebani tamu untuk membantumu, karena hal ini bertentangan dengan kewibawaan.
   6)     Jangan kamu menampakkan kejemuan terhadap tamumu, tetapi tampakkanlah kegembiraan dengan kahadirannya, bermuka manis dan berbicara ramah.
   7)     Hendaklah segera menghidangkan makanan untuk tamu, karena yang demikian itu berarti menghormatinya.
   8)     Jangan tergesa-gesa untuk mengangkat makanan (hida-ngan) sebelum tamu selesai menikmati jamuan.
   9)     Disunnatkan mengantar tamu hingga di luar pintu rumah. Ini menunjukkan penerimaan tamu yang baik dan penuh perhatian.
Bagi tamu :
1)      Hendaknya memenuhi undangan dan tidak terlambat darinya kecuali ada udzur, karena hadits Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam mengatakan: “Barangsiapa yang diundang kepada walimah atau yang serupa, hendaklah ia memenuhinya”. (HR. Muslim).
2)      Hendaknya tidak membedakan antara undangan orang fakir dengan undangan orang yang kaya, karena tidak memenuhi undangan orang faqir itu merupakan pukulan (cambuk) terhadap perasaannya.
3)     Jangan tidak hadir sekalipun karena sedang berpuasa, tetapi hadirlah pada waktunya, karena hadits yang bersumber dari Jabir Shallallaahu alaihi wa Sallam menyebutkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam telah bersabda:”Barangsiapa yang diundang untuk jamuan sedangkan ia berpuasa, maka hendaklah ia menghadirinya. Jika ia suka makanlah dan jika tidak, tidaklah mengapa. (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani).
4)     Jangan terlalu lama menunggu di saat bertamu karena ini memberatkan yang punya rumah juga jangan tergesa-gesa datang karena membuat yang punya rumah kaget sebelum semuanya siap.
5)     Bertamu tidak boleh lebih dari tiga hari, kecuali kalau tuan rumah memaksa untuk tinggal lebih dari itu.
6)     Hendaknya pulang dengan hati lapang dan memaafkan kekurang apa saja yang terjadi pada tuan rumah.
7)     Hendaknya mendo`akan untuk orang yang mengundangnya seusai menyantap hidangannya. Dan di antara do`a yang ma’tsur adalah : “Orang yang berpuasa telah berbuka puasa padamu. dan orang-orang yang baik telah memakan makananmu dan para malaikan telah bershalawat untukmu”. (HR. Abu Daud, dishahihkan Al-Albani). dan juga doa, “Ya Allah, ampunilah mereka, belas kasihilah mereka, berkahilah bagi mereka apa yang telah Engkau karunia-kan kepada mereka. Ya Allah, berilah makan orang yang telah memberi kami makan, dan berilah minum orang yang memberi kami minum”.

c.    Etika di dalam mesjid
Masjid merupakan tempat ibadah kaum muslimin, karena itu, kita harus menghormatinya. Berada di masjid tidak boleh bersikap sembarangan. Ada beberapa etika yang harus kita junjung kalau kita berada di masjid. Berdasarkan hadits Ibnu Abbas beliau menyebutkan, “Adalah Rosululloh saw. apabila ia keluar (rumah) pergi sholat (di masjid) berdo’a, ‘Ya Alloh swt., jadikanlah cahaya di dalam hatiku, dan cahaya pada lisanku, dan jadikanlah cahaya pada pendengaranku dan cahaya pada penglihatanku, dan jadikanlah cahaya dari belakangku dan cahaya dari depanku, dan jadikanlah cahaya dari atasku dan cahaya dari bawahku. Ya Alloh swt. anugerahilah aku cahaya dari bawahku. Ya Alloh swt., anugerahilah aku cahaya’.” (Muttafaq ‘Alaih)

d.      Etika Sesama Muslim
Orang Muslim meyakini hahwa saudara seagamanya mempunyai hak-hak, dan etika-etika yang harus ia terapkan terhadapnya, kemudian ia melaksanakannya kepada saudara seagamanya, karena ia berkeyakinan bahwa itu adalah ibadah kepada Allah Ta’ala, dan upaya pendekatan kepada-Nya. Hak-hak dan etika-etika ini diwajibkan Allah Ta‘ala kepada orang Muslim agar ia mengerjakannya kepada saudara seagamanya. Jadi, menunaikan hak-hak tersebut adalah ketaatan kepada Allah Ta‘ala dan upaya pendekatan kepada-Nya tanpa diragukan sedikit pun. Di antara hak-hak, dan etika-etika tersebut adalah Ia mengucapkan salam jika ia bertemu dengannya sebelum ia berbicara dengannya dengan mengatakan, “As-Salamu’alaikum wa Rahmatullah”, berjabat tangan dengannya, dan menjawab salamnya dengan berkata, “Wa‘alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuhu”.

e.      Etika Terhadap Anak
Orang Muslim mengakui bahwa anak-anak mempunyai hak-hak atas ayahnya dan hak-hak tersebut wajib ditunaikan seorang ayah. Dan ia mempunyai etika-etika yang harus ia perhatikan dalam hubungannya dengan anak-anaknya.
Di antara hak anak-anak atas ayahnya ialah mencarikan ibu yang baik baginya, menamakannya dengan nama yang baik, menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahirannya, mengkhitankannya, mengasihinya, lemah-lembut terhadapnya, menafkahinya, mendidiknya dengan baik, serius mengajarkan ajaran-ajaran Islam kepadanya, dan melatihnya mengerjakan ibadah-ibadah wajib dan ibadah-ibadah sunnah, menikahkannya jika ia mencapai usia baligh, memberi penawaran kepadanya apakah ia hidup serumah dengannya atau pindah ke rumah tersendiri jika telah menikah, dan membangun keluhurannya dengan tangannya sendiri.



f.       Etika Terhadap Orang Tua
                   Orang Muslim meyakini hak kedua orang tua terhadap dirinya, kewajiban berbakti, taat, dan berbuat baik kepada keduanya. Tidak karena keduanya penyebab keberadaannya atau karena keduanya memberikan banyak hal kepadanya hingga ia harus berbalas budi kepada keduanya. Tetapi, karena Allah Azza wa Jalla mewajibkan taat, menyuruh berbakti, dan berbuat baik kepada keduanya. Bahkan, Allah Ta‘ala mengaitkan hak orang tua tersebut dengan hak-Nya yang berupa penyembahan kepada Diri-Nya dan tidak kepada yang lain.
Allah Azza wa Jalla berfirman,
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”(Al-Isra’: 23)
Etika Islam memiliki peran yang sangat besar bagi perbaikan atas kehidupan umat manusia. Etika sosial Islam mempunyai dua ciri yang sangat mendasar, yaitu keadilan dan kebebasan. Dua ciri ini penting untuk menggerakkan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Perbuatan kita mesti diorientasikan pada tindakan-tindakan yang mengarah pada keadilan dan juga memandang kebebasan mutlak setiap individu. Karena, kebebasan individu ini berimplikasi pada tindakan sosial dan syariat kolektif. Etika berhubungan dengan moral dan moral berhubungan dengan mental, seseorang dikatakan sehat dan memiliki kesehatan jika memiliki moral yang baik dan itu harus ditunjang dengan mental yang sehat.
Etika dalam kehidupan sehari-hari perlu dibina sejak dini agar individu dapat menjadi sosok pribadi yang berakhlak mulia. Seseorang yang mempunyai etika yang berlandaskan kaidah agama akan memiliki mental yang baik akan bersikap dan bertingkah laku dengan baik dan benar. Sehat dalam kaidah agama yang berhubungan dengan etika berhubungan juga dengan mental, seseorang yang bermental baik akan memiliki etika yang baik pula, berarti orang itu berfikiran dan berjiwa sehat, etika berhubungan dengan sikap dan jiwa, seseorang yang berbadan sehat, belum tentu berjiwa sehat, jadi etika berhubungan erat dengan kesehatan.
Masih banyak nilai-nilai etika di dalam kehidupan sehari-hari, di dunia pendidikan. Misalnya etika mahasiswa terhadap dosen haruslah menghormati dan menghargai begitu juga sebaliknya. Di dunia kerja, etika pimpinan kepada staf dan karyawan haruslah mengayomi, membimbing, dan memberikan upah yang sesuai sebaliknya staf dan karyawan harus menghargai dan menghormati pimpinan selagi pimpinan bersikap adil dan bijaksana. Belum lagi di lingkup pemerintahan, sebagai pemimpin harus siap melayani rakyatnya bukan malah sebaliknya.
Bicara tentang pemimpin, sosok bijaksana, idealis, amanah dalam memimpin umat hanyalah Rasulullah s.a.w. Belum ada pemimpin di muka bumi ini sekaliber Beliau. Akhlak beliau menjadi panutan semua kalangan, sebab misi yang beliau bawa adalah misi kemanusiaan yang bermoral dan kembali kepada fitrah sebagai hamba Allah s.w.t. Mengenal beliau menjadi inspirasi terbesar di sepanjang sejarah kebangkitan peradaban umat manusia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...