Rabu, 06 Mei 2020

Urgensi Pelaksanaan Program BK Komprehensif


Urgensi Pelaksanaan Program BK Komprehensif pada Jalur Pendidikan Formal


Oleh :
Iman Lesmana



Sejatinya, keberadaan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan di  Indonesia bukan sesuatu yang dipaksakan karena bimbingan dan konseling merupakan konsekuensi logis dari hakikat pendidikan itu sendiri. Dalam perspektif historis, eksistensi bimbingan dan konseling di Indonesia mulai dirintis pada  pertengahan tahun enam puluhan. Dalam kurun  waktu lebih dari empat puluh tahun, perkembangan bimbingan dan konseling  telah melewati beberapa periode yaitu dekade 60-an (perintisan), dekade 70-an (penataan), dekade 80-an (pemantapan), dan dekade 90-an (profesionalisasi).  Namun demikian, profesi bimbingan dan konseling masih dirundung banyak masalah terutama pada tataran praksisnya (Surya, 1994).
Meskipun telah memiliki sejarah yang panjang, namun masih ditemukan  kelemahan dalam implementasi layanan bimbingan dan konseling. Hal ini dibuktikan dengan dijumpainya berbagai  kritikan, keluhan, dan komentar miring dari siswa dan tenaga kependidikan lain melalui ungkapan  “guru pembimbing di sekolah tidak siap pakai, guru pembimbing  sebagai polisi sekolah, kegiatan bimbingan tidak perlu diikuti siswa karena tidak ada nilainya, dan pekerjaan utama guru pembimbing adalah mencari kesalahan siswa. Bagaimana potret utuh kinerja bimbingan dan konseling di sekolah sampai ini belum memperoleh jawaban yang memuaskan. Namun terdapat beberapa penelitian yang dijadikan barometer kinerja bimbingan dan konseling di sekolah. Misalnya, Asrori (1990) menemukan bahwa keterampilan konseling guru pembimbing belum memenuhi harapan siswa.
Penelitian Juntika (1993) menemukan kurangnya kemampuan guru pembimbing dalam menangani dan menggali masalah yang dihadapi siswa, kurangnya keterlibatan siswa dalam pemecahan masalah, dan adanya kecenderungan guru pembimbing untuk memaksakan kehendak kepada siswa. Penelitian Supriadi (1990) memperlihatkan bahwa 38% orang tua siswa belum menerima keberadaan program bimbingan dan konseling dengan alasan kurang profesionalnya guru pembimbing dalam menjalankan tugas. Begitu juga, hasil penelitian Ifiandra (2007) di Kabupaten dan Kota Bandung menunjukkan bahwa sebanyak 64% kinerja guru pembimbing termasuk tidak memuaskan. Penelitian Marjohan (1994) menunjukkan bahwa 39,47% konselor yang dapat menerapkan kemampuan profesional konseling dalam kategori “tinggi”, sebanyak 60,53% konseor mampu menerapkan kemampuan tersebut pada kategori “sedang”.
 Pada tataran praksis, implementasi layanan bimbingan dan konseling di sekolah masih menggunakan paradigma lama, bahkan cenderung tradisional. Hal ini dapat dilihat dari orientasi bimbingan yang hanya untuk siswa bermasalah, lebih berfokus pada pekerjaan klerikal daripada layanan yang berfokus membantu siswa, kegiatan layanan masih  bersifat sporadis, waktu konselor lebih banyak dihabiskan untuk non-guidance activities, konselor jarang melakukan evaluasi, konselor bekerja secara soliter, dan layanan bimbingan dan konseling seperti tersegmentasi dari visi dan misi sekolah. Terdapat banyak aras analisis untuk menjelaskan fenomena kinerja konselor yang kurang memuaskan ini, salah satunya adalah masih terbatasnya daya dukung instrumental bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling (BK) merupakan profesi yang sedang tumbuh dan berkembang (growing profession). Untuk mengukuhkan eksistensinya, profesi BK terus menata diri dengan melakukan berbagai inovasi. Wujud inovasi BK terentang dari yang bersifat instrumental sampai pada substansi layanan. Dalam konteks konteks instrumental, berbagai model, program, metode, teknik, strategi telah berhasil dikembangkan, meskipun data tentang efikasi berbagai inovasi layanan bimbingan dan konseling tersebut belum terhimpun secara memadai.
          Model BK komprehensif merupakan salah satu bentuk inovasi kontemporer dalam profesi bimbingan dan konseling. Model BK komprehensif berbeda secara substansial dengan model bimbingan yang berlangsung selama ini. Perbedaan ini mencakup aspek filosofi, prinsip, tujuan, isi, strategi, dan komponen. Adopsi inovasi model bimbingan dan konseling sejatinya mengindahkan lingkungan perkembangan siswa. Dengan demikian, mengimplementasikan model BK komprehensif secara langsung tanpa memperhatikan konteks lingkungan perkembangan siswa yang riil merupakan tindakan kurang bijaksana.
Model bimbingan dan konseling  komprehensif bersifat sistemik, bukan sekedar sistematis. Model BK yang sistematik adalah pelaksanaannya sesuai dengan rencana, tertata baik sejak perencanaan, pendataan, implementasi, dan evaluasi. Sementara model  BK yang sistemik adalah model BK yang dirancang untuk menjangkau berbagai pihak, mulai dari siswa sebagai individu maupun kelompok, komunitas sekolah, keluarga, komunitas, dan masyarakat. Pendekatan sistemik dalam model  BK komprehensif menempatkan individu sebagai pusat sistem dan menciptakan hubungan antar subsistem yang mempengaruhi individu ke arah perkembangan positif (Erford, 2004).
Model BK komprehensif (yang sistemik) membutuhkan kebijakan pendidikan di sekolah yang integratif, yaitu adanya keselarasan antara kebijakan dalam bidang pengajaran, bimbingan, pelatihan, kegiatan ekstrakurikular, kebijakan keuangan-sarana-prasarana, personalia. Model BK Komprehensif membutuhkan dukungan sekolah (dengan payung kebijakan) yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan perhatian memadai dan setara kepada semua unsur yang penting bagi jalannya proses pendidikan. Dukungan finansial memadai, fasilitas memadai, pemberian waktu yang memadai untuk pembimbingan, pengajaran, dan kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah bukti kebijakan pendidikan yang integratif di sebuah lembaga pendidkan.
Selain sebagai prasyarat, kebijakan pendidikan yang terintegrasi juga (dapat) merupakan dampak dari model  BK Komprehensif yang terbukti kualitasnya. Kualitas model BK, hasil dan dampaknya yang positif akan melahirkan kepercayaan masyarakat sekolah (dewan guru, administrator sekolah, siswa-siswi, orang tua, komite sekolah). Kepercayaan masyarakat sekolah yang besar akan melahirkan dukungan optimal bagi model BK tersebut, sehingga model  BK menjadi semakin komprehensif.
Model BK komprehensif dirancang menjadi bagian integral dari proses pendidikan di sekolah. Integrasi antara model BK dan keseluruhan program pendidikan di sekolah yang bertujuan mengembangkan aspek intelektual, dan berbagai keterampilan hidup diharapkan akan memberi pengaruh terhadap pembentukan kompetensi peserta didik yang lebih utuh. Integrasi semacam ini membutuhkan kesamaan visi lembaga pendidikan dan semua komponen yang terlibat dalam proses pendidikan, sehingga proses pendidikan (dan bimbingan) yang kolaboratif dapat diciptakan.
          Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu upaya untuk mengembangkan model bimbingan dan konseling komprehensif pada jalur pendidikan formal, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling untuk setiap jenjang pendidikan formal yang meliputi SD, SLTP,  dan SLTA. Selain berdasarkan pertimbangan empirik kinerja aktual konselor sekolah, pengembangan model bimbingan dan konseling komprehensif juga merupakan bentuk tranformasi keilmuan bimbingan dan konseling, sebab menurut Muro dan Kottman (1994) pendekatan komprehensif  lah yang selaras dengan kebutuhan dan dinamika perkembangan siswa. Lebih tegas lagi,  Gysbers dan Henderson (2006) mengemukan bahwa organisasi bimbingan dan konseling sudah saatnya melakukan transisi dari model service (services model) menuju model komprehensif (comprehensive model), meskipun transisi  tersebut tidak dapat terjadi secara mudah, otomatis, atau berlangsung secara cepat.


Model bimbingan dan konseling komprehensif dikembangkan oleh Gysbers, et al. (1988) di Universitas Missouri, Columbia.  Model bimbingan ini telah digunakan oleh sekolah di  seluruh negara bagian Amerika Serikat yang bertujuan membantu pemerintah mengembangkan model bimbingan komprehensif untuk siswa Taman Kanak-kanak sampai siswa SLTA secara sistematis dan menyeluruh. Model ini bertujuan agar siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi kepribadian secara utuh.
Model bimbingan komprehensif memiliki empat unsur, yaitu: (1) content elemen, (2) organizational framework, (3) resource element, (4) development, management, and accountability element.  Elemen isi berisi kompetensi standar yang harus dikuasai oleh siswa; elemen kerangka kerja pengorganisasian  terdiri dari komponen struktural (definisi, asumsi, rasional) dan komponen program (kurikulum bimbingan, perencanaan individual, layanan responsive, sistem dukungan);  elemen sumberdaya (personel, finansial, politis) dan  elemen manajemen (perencanaan, disain, implementasi, evaluasi, dan penguatan) Gysbers dan Henderson (2006).
Elemen inti (content element) model bimbingan komprehensif didasarkan konsep pengembangan diri melalui integrasi peran, latar, dan peristiwa dalam kehidupan pribadi (Gysbers & Moore,  1985).  Model bimbingan ini menekankan tiga aspek pengembangan diri yaitu pengembangan pemahaman diri dan kompetensi-kompetensi antarpribadi, pengembangan peran-peran dalam berbagai setting dan peristiwa kehidupan, dan  pengembangan perencanaan karir kehidupan.
Dalam mengembangkan pemahaman diri, bimbingan berfokus pada upaya membantu siswa untuk memahami dan menerima diri serta orang lain, menyadari karakteristik-karakteristik pribadinya yang meliputi minat-minatnya, aspirasi-aspirasinya, serta kompetensi-kompetensinya. Dalam mengembangkan kompetensi-kompetensi antarpribadi, bimbingan berfokus pada kegiatan belajar hubungan interaksi antardiri dan lingkungan, membantu siswa belajar bagaimana menciptakan dan memelihara hubungan antarpribadi serta mengembangkan standar dan tujuan hidup. Dalam mengembangkan peran-peran dalam berbagai latar dan peristiwa kehidupan, bimbingan berfokus pada upaya membantu siswa memahami aspek-aspek sosiologis, psikologis, dan struktur ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya; mendorong siswa untuk mengatasi prasangka; dan membantu siswa merencanakan masa depannya. Sedangkan dalam mengembangkan perencanaan karir kehidupan, bimbingan berfokus pada upaya membantu siswa memahami keputusan-keputusan yang dibuatnya dan membantu merencanakan kehidupannya.
Bimbingan komprehensif melibatkan konselor, guru, administrator, orang tua, siswa, anggota masyarakat  sebagai nara sumber dalam implementasi model bimbingan. Konselor bertugas memberikan layanan-layanan dan mengkoordinasikan implementasi, bekerja sama dan mendukung para guru dan administrator agar program tersebut berhasil. Orang tua dan anggota masyarakat, dilibatkan dalam program bimbingan melalui wadah  komite penasihat yang bertugas memberikan rekomendasi dan layanan-layanan pendukung terhadap konselor dan orang-orang yang terlibat dalam program.  Keterlibatan staf pengajar adalah sangat penting, oleh sebab itu guru harus diberi kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan implementasi program. Konselor dan guru harus bekerja sama dalam merencanakan 'peluncuran kurikulum bimbingan'. Kegiatan-kegiatan bimbingan disajikan dalam bidang materi yang tepat, sehingga posisi guru tidak dirasakan diganti oleh konselor dalam kelas.
Penelitian tentang keefektifan model bimbingan dan konseling komprehensif  dalam mengembangkan kompetensi telah dilakukan oleh beberapa ahli. Penelitian Gysbers, et al. (1988) menunjukkan bahwa sekolah-sekolah menengah tingkat atas di Alaska yang menerapkan model bimbingan komprehensif terbukti dapat membantu siswa memahami dirinya dan merencanakan karirnya.  Hasil ini diperkuat oleh penelitian Sheldon & Morgan yang menunjukkan bahwa model bimbingan komprehensif ini secara signifikan mampu meningkatkan prestasi belajar dan konsep diri siswa. Selanjutnya penelitian Sheldon & Morgan (1992) menunjukkan bukti bahwa orang tua yang dilibatkan dalam program bimbingan komprehensif berbasis kompetensi ini mengatakan bahwa anak mereka memiliki sikap yang lebih positif terhadap sekolah dibandingkan dengan anak yang lainnya. Selanjutnya orangtua tersebut memberikan laporan bahwa setelah mereka terlibat dalam bimbingan komprehensif berbasis kompetensi, pemahaman mereka terhadap anaknya menjadi lebih baik dan mereka lebih berpartisipasi dalam pendidikan anaknya.
Sehubungan dengan strategi intervensi dalam bimbingan komprehensif, Bonebrake & Borgers (1992) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa para kepala sekolah dan konselor sekolah tingkat atas sangat menekankan strategi konseling individual dan kelompok, bimbingan kelas, konsultasi dengan guru dan orang tua, serta koordinasi dalam program bimbingan. Selanjutnya penelitian Miller  (1998) menunjukkan bahwa para konselor di sekolah tingkat dasar dan menengah di Amerika Serikat memandang penting strategi konseling dan konsultasi itu dalam program bimbingan komprehensif. Penelitian Gerler  (1992) menunjukkan bahwa program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah secara positif mempengerauhi faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan pendidikan/belajar siswa termasuk perilaku di kelas, sikap terhadap sekolah, kehadiran sekolah dan pembuatan keputusan
Tradisi penelitian mengenai dampak implementasi layanan bimbingan dan konseling terhadap pengembangan kompetensi siswa di sekolah masih minim. Khusus mengenai bimbingan dan konseling komprehensif, beberapa mahasiswa Program Pascasarjana IKIP Bandung pada tahun 1998 mulai menginisiasi pengembangan model bimbingan komprehensif pada jalur pendidikan formal sebagai bagian dari syarat penyelesaian studi. Penelitian tersebut berhasil mengembangkan prototipe model bimbingan dan konseling komprehensif  untuk Sekolah Dasar (Ahman, 1998), Sekolah Menengah Pertama (Soeharto, 1998), Sekolah Menengah Atas (Juntika, 1998); Sekolah Menengah Kejuruan (Syamsu Yusuf, 1998), Perguruan Tinggi (Dwi Yuwono, 1998). Sepanjang tahun 2001-2003, Sunaryo Kartadinata melakukan penelitian mengenai Pengembangan Perangkat Lunak Analisis Tugas Perkembangan (ATP) yang dilanjutkan dengan pengembangan Inventori Tugas Perkembangan (ITP) dalam rangka peningkatan mutu layanan bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah.
Masalah klasik dalam penelitian bimbingan dan konseling di sekolah adalah adanya kecenderungan penelitian tersebut sebagai academic exercise sehingga kebermanfaatan bagi peningkatan mutu manajemen dan layanan bimbingan dan konseling pada tataran praksis masih jauh dari harapan. Tidak adanya keberlanjutan kegiatan penelitian menyebabkan sulitnya menemukan fakta empiris mengenai inovasi bimbingan dan konseling. Bahkan sejak tahun 2003, tidak ditemukan lagi penelitian untuk mengokohkan posisi model bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah, khususnya di lingkungan Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, bahkan pada tataran praksis sampai saat ini masih terdapat tanda tanya, model bimbingan dan konseling apa yang diimplementasikan selama ini di sekolah.
Berikut dikemukakan beberapa alasan melakukan pengembangan model bimbingan dan konseling komprehensif di jalur pendidikan formal.
(1)   model bimbingan dan konseling komprehensif di jalur pendidikan formal ini dilandasi oleh paradigma pendidikan. Paradigma ini menjungjung tinggi nilai-nilai luhur manusia dan kemanusiaan. Paradigma ini mengarah pada upaya peningkatan hidup yang lebih baik bagi manusia. Ini berarti bahwa upaya pendidikan tidak mungkin melepaskan diri dari pengakuan dan perealisasian suatu kesatuan norma. Sehubungan dengan norma dan nilai dalam bimbingan, model ini menekankan konsep konselor tidak bersifat netral terhadap nilai-nilai yang dianut klien, tetapi siap membicarakan secara terbuka dan terus terang tentang nilai-nilai itu.
(2)   model bimbingan dan konseling komprehensif di jalur pendidikan formal ini menganut pola bimbingan yang holistik. Pola ini mempunyai makna bahwa layanan yang diberikan merupakan suatu keutuhan yang mencangkup berbagai dimensi yang terkait. Di dalam hubungannya dengan lingkungan pendidikan, bimbingan dilaksanakan secara terpadu, kerja sama antara personel bimbingan dengan personel sekolah lainnya, keluarga, dan masyarakat. Strategi yang diterapkan merupakan keutuhan yang terpadu antara strategi kurikuler, pengembangan pribadi, dan dukungan sistem. Pola bimbingan seperti ini secara hipotesis sesuai dengan kondisi lapangan di Indonesia dewasa ini maupun di masa yang akan datang.
(3)   model bimbingan dan konseling komprehensif di jalur pendidikan formal ini relative baru dikenal di Indonesia, oleh karena itu perlu pengembangan lebih lanjut. Agar model bimbingan ini dapat dilaksanakan di jalur pendidikan formal, maka model ini dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan masalah di lapangan, serta mempertimbangkan model bimbingan aktual yang dilaksanakan di lapangan.
(4)   secara umum, model ini memberikan sumbangan pada peningkatan kompetensi kemandirian peserta didik secara utuh. Keutuhan pengembangan domain perkembangan siswa didasarkan pada pendekatan dan konsep perkembangan manusia seutuhnya. Model bimbingan dan konseling komprehensif tidak mengutamakan orientasi terapeutik klinis semata melainkan berorientasi preventif-perkembangan.
(5) pada tataran praktis, studi ini memberikan sumbangan pada lembaga pendidikan dan konselor di sekolah. Lembaga tersebut dapat memanfaatkan hasil studi untuk meningkatkan mutu layanan bimbingan dan konseling  bagi peserta dari setiap jenjang pendidikan didik.  Proses pengembangan dan produk model bimbingan dan konseling  komprehensif di jalur pendidikan formal ini dapat mengisi kebutuhan tersebut sekaligus mengurangi distorsi konseptual dan disparitas imlementasi layanan bimbingan dan konseling antar sekolah yang selama ini masih terjadi.

1. Sejarah Singkat Model Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Pada awal tahun 1970 an di Amerika Serikat, gerakan pendekatan komprehensif terhadap program bimbingan dan konseling meningkat yang diistilahkan dengan“developmental outcome-terms” (Gysbers dan Henderson, 2006). McDaniel (1970) memperkenalkan sebuah model bimbingan Youth Guidance System yang terdiri dari rumusan tujuan, target, program, rencana implementasi, dan disain evaluasi. Mirip dengan model ini adalah Comprehensive Career Guidance System yang dikembangkan oleh American Institute for Research. Pada tahun 1971, Universitas Missouri memperoleh hibah untuk mengembangkan program bimbingan, konseling, dan penempatan untuk negara bagian Columbia yang diketuai oleh Norman C. Gysbers.  
Pada tahun  1974, gagasan mengenai bimbingan komprehensif mendapat dukungan penuh dari ASCA yang dituangkan dalam dokumen berjudul ”The School Counselor and the Guidance Counseling Program”. Pada tahun 1980, Gysbers dan Moore memberikan orientasi mengenai langkah demi langkah dalam pengembangan dan implementasi program bimbingan konseling komprehensif di sekolah dalam buku yang berjudul ”Improving Guidance Program”. Negara bagian Missouri mempublikasikan ”Missouri Comprehensive Guidance yang berisi pokok-pokok pikiran bagaimana mengembangkan, mengimplementasikan dan mengevaluasi program bimbingan di sekolah. Pada akhir tahun 1980 an, beberapa negara bagian seperti Alasak, Idaho, New Hampshire, dan Utah meluncurkan dokumen mengenai program bimbingan komprehensif. Survey nasional yang dilakukan oleh Sink dan Mac Donald melaporkan hampir setengah dari negara bagian di Amerika Serikat telah mengembangkan model bimbingan dan konseling komprehensif, dan diakhir tahun 1990 diperikiran 34 atau lebih negara bagian menerapkan program bimbingan komprehensif.
Pada awal abad 21, pengembangan dan implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif di sekolah semakin pesat. Tahun 2000, Connecticut School counselor Association bekerjasama dengan Connecticut State Department of Education mengembangan Connecticut Comprehensive School Counseling Program. Hal ini diikuti oleh negara bagian Nebraska, Florida, Iowa, Oregon, Texas, dan Michigan School Counselor Association yang mempublikasikan Michigan Comprehensive Guidance and Counseling Program. Tahun 1998, ASCA mengeluarkan dokumen Sharing the Vision: The National Standars for School Counseling Program yang menjadi standar isi program bimbingan dan konseling komprehensif. Tahun 2003, The ASCA National Model diluncurkan sebagai pedoman bagi konselor sekolah dalam mengimplementasikan program bimbingan dan konseling komprehensif. Tahun 2004, diperkenalkan Leaderships Model sebagai pendukung bagi implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif.
2. Elemen Model  Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Model bimbingan komprehensif memiliki empat unsur, yaitu: (1) content elemen, (2) organizational framework, (3) resource element, (4) development, management, and accountability element.  Elemen isi berisi kompetensi standar yang harus dikuasai oleh siswa; elemen kerangka kerja pengorganisasian  terdiri dari komponen struktural (definisi, asumsi, rasional) dan komponen program (kurikulum bimbingan, perencanaan individual, layanan responsive, sistem dukungan);  elemen sumberdaya (personel, finansial, politis) dan  elemen manajemen (perencanaan, disain, implementasi, evaluasi, dan penguatan) Gysbers dan Henderson (2006). Berikut dijelaskan substansi dari setiap elemen.

Elemen isi  berkenaan dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki oleh siswa setelah berpartisipasi dalam aktivitas dan layanan bimbingan dan konseling komprehensif. Untuk mengembangkan komponen elemen isi ini dapat dilakukan telaah terhadap tujuan  pendidikan, visi dan misi sekolah, rencana strategis daerah. Rujukan utama untuk pengembangan elemen isi adalah kajian terhadap perkembangan aspek pribadi, sosial, belajar dan karir sebagai dasar penetapan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa dari setiap tingkat pendidikan.
          Komponen struktural, komponen ini adalah bagian penting kerangka pengorganisasian karena menunjukkan esensi program dan dasar filosofi program. Komponen struktural terdiri dari definisi, asumsi, dan rasional. Definisi merupakan titik sentral bimbingan dan konseling dalam segenap proses pendidikan sekaligus arah  kompetensi yang akan dikuasai oleh siswa setelah terlibat dalam program bimbingan dan komprehensif. Aspek rasional menjelaskan pentingnya program bimbingan dan konseling sebagai bagian integral dari proses pendidikan dan mendeskripsikan alasan mengapa siswa harus menguasai kompetensi tertentu. Keefektifan implementasi program bimbingan dan konseling komprehensif ditentukan oleh sejumlah kondisi. Asumsi merupakan pernyataan mengenai prakondisi program terkait dengan siswa, staf dan program.
          Komponen program, jika ada proposisi yang menyatakan bahwa posisi tradisional bimbingan dan konseling sudah tidak tepat lagi, maka pertanyaannya adalah apa formulasi yang tepat. Salah satu cara untuk menjawab pertanyaan ini adalah apa yang diharapkan dari program BK komprehensif. Berdasarkan kajian teori, teknik, metode, dan sumberdaya program terdiri dari empat komponen interaktif, yaitu kurikulum bimbingan, layanan responsif, layanan perencanaan, dan sistem dukungan. Berikut dijelaskan inti dari keempat komponen program BK komprehensif.
(1)   Layanan Dasar
  Layanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu siswa agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan layanan ini untuk membantu siswa agar (a) memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama), (b) mampu mengembangkan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (c) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan (d) mampu mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya. Strategi yang umum digunakan untuk implementasi kurikulum bimbingan adaah classroom activities dan schoolwide activities.
(2) Layanan Responsif
Tujuan layanan responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan masalah yang dialaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan, kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan layanan ini dapat juga sebagai upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan. Materi layanan responsif tergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Kebutuhan ini seperti kenginan untuk memperoleh informasi tentang  bahaya obat terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas dan sebagainya. Masalah siswa lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dialami atau dirasakan mengganggu kenyamanan hidupnya atau menghambat perkembangan dirinya yang positif, karena tidak terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.strategi umum dalam layanan responsif adalah individual counseling, small-group counseling, consultation,dan referral.
(3) Perencanaan Individual
Layanan perencanaan individual  bertujuan untuk membantu siswa agar (a) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, (b) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan (c) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.Tujuan layanan perencanaan individual ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi siswa untuk merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi atau materi perencanaan individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian meskipun perencanaan individual ditujukan untuk memandu seluruh siswa, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa. Melalui layanan perencanaan individual, siswa dapat: (a) mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan, merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan atas pengetahuan akan dirinya, informasi tentang sekolah, dunia kerja, dan masyarakatnya; (b) menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya dalam rangka pencapaian tujuannya, (c) mengukur tingkat pencapaian tujuan dirinya; (d) mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan dirinya. Strategi layanan perencanaan individual antara lain individual appraisal, individual advisement, transition planning, follow-up.
(3) Dukungan Sistem
Ketiga komponen diatas, merupakan pemberian layanan BK kepada siswa secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen layanan dan kegiatan manajemen yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Program ini memberikan dukungan kepada guru pembimbing dalam memperlancar penyelenggaraan layanan diatas. Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem ini meliputi dua aspek, yaitu: (a) pemberian layanan, dan (b) kegiatan manajemen.
Pemberian layanan ini menyangkut kegiatan guru pembimbing (konselor) yang meliputi (a) konsultasi dengan guru-guru, (b) menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat, (c) berpartisipasi dalam merencanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (d) bekerjasama dengan personel sekolah lainnya dalam rangka mencisekolahakan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan siswa, (e) melakukan penelitian tentang masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling. Kegiatan manajemen ini merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan (a) pengembangan program, (b pengembangan staf, (c) pemanfaatan sumber daya, dan (d) pengembangan penataan kebijakan.
Elemen sumber daya program,  faktor sumberdaya personel, finansial, dan kebijakan diperlukan untuk implementasi program. Sumber daya personel meliputi konselor, staf bimbingan, guru, kepala sekolah, orang tua, siswa, angota masyarakat, dunia usaha yang dapat berperan dalam implementasi program. Sumber daya finansial mencakup anggaran, peralatan, dan fasilitas yang merupakan hal krusial bagi keberhasilan program BK komprehensif. Sumber daya politis berkaitan regulasi pemeritah pusat dan daerah mengenai layanan bimbingan dan konseling, termasuk pedoman yang dikeluarkan oleh ABKIN.
Elemen pengembangan, manajemen, dan akuntabilitas  adalah lima fase transisi yang diperlukan untuk operasional program bimbingan dan konseling komprehensif yang mencakup perencanaan, disain, implementasi, evaluasi dan penguatan. Termasuk ke dalam elemen ini adala berbagai tugas manajerial yang semestinya dilaksanakan dalam setiap fase transisi sehingga proses perubahan dapat berlangsung secara elegan dan efektif. Terakhir, akuntabilitas program, personel, dan hasil dapat memberikan kontribusi bagi penguatan program BK komprehensif di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penguatan Integrasi Pendidikan

PENGUATAN INTEGRASI PENDIDIKAN DALAM ERA DISUPSI Oleh :  Asep Rohiman Lesmana, M.Pd. Pendidikan merupakan suatu entitas yang s...